Anda di halaman 1dari 41

TEKNIK PEMERIKSAAN RADIORAFI INTRA VENA PIELOGRAFI

DENGAN KASUS CYSTA REN DI INSTALASI RADIOLOGI RSUD

KRMT WONGSONEGORO KOTA SEMARANG

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan

Praktek Kerja Lapangan II

Diajukan oleh :

DEDE ZULAIKHA IRMA NURJANAH

NIM. P1337430319087

PROGRAM STUDI D-III TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN

RADIOTERAPI PURWOKERTO

JURUSAN TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADOTERAPI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

2021

i
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan ini telah diperiksa dan disetujui untuk diajukan sebagai

salah satu syarat tugas Praktek Kerja Lapangan 2 pada Program Studi

Diploma III Teknk Radiodiagnostik dan Radioterapi Purwokerto Jurusan

Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Politeknik Kesehatan Kemenkes

Semarang.

Nama : Dede Zulaikha Irma Nurjanah

NIM : P1337430319087

Judul Laporan Kasus : TEKNIK PEMERIKSAAN RADIORAFI INTRA

VENA PIELOGRAFI DENGAN KASUS CYSTA

REN DI INSTALASI RADIOLOGI RSUD KRMT

WONGSONEGORO KOTA SEMARANG

Purwokerto, 24 April 2021

Mengesahkan,

Clinical Instructure,

IKE MAYASARI,SST.

NIP. 198103042006042011

ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan

hidayah-Nya, sehingga penulisan dapat menyelesaikan penyusun laporan

kasus yang berjudul “Teknik Pemeriksaan Radiografi Intra Vena Pielografi

Dengan Kasus Cysta Ren Di Instalasi Radiologi RSUD KRMT

Wongsonegoro Kota Semarang.”

Penyusunan laporan kasus ini merupakan salah satu syarat untuk

menyelesaikan Praktek Kerja Lapangan 2 semester 3 Program Studi

Diploma 3 Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Purwokerto Jurusan

Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Politeknik Kesehatan

Kementerian Kesehatan Semarang, yang di laksanakan pada tanggal 12

April s.d 24 April 2021 di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah

KRMT Wongsonegoro Kota Semarang.

Dalam Penyusunan laporan kasus ini, penulis banyak mendapat

bantuan, bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada

kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada :

1. Allah SWT yang selalu memberikan rahmat-Nya.

2. Bapak, Ibu, kakak, dan seluruh keluarga tercinta atas doa dan

dukungannya.

3. Bapak Marsum, BE, S.Pd, MHP, selaku Direktur Politeknik Kesehatan

Kementerian Kesehatan Semarang.

iii
4. Ibu Fatimah, S.ST, M.Kes., selaku Ketua Jurusan Teknik

Radiodiagnostik dan Radioterapi Politeknik Kesehatan Kementerian

Kesehatan Semarang.

5. Bapak Ardi Soesilo Wibowo,ST., M.Si , selaku Ketua Program studi

diploma III Teknik Radiodiagnostik Dan Radioterapi Purwokerto

Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Semarang.

6. Ibu Dr Luh P.E. Santi M, Sp.Rad., selaku Kepala Instalasi Radiologi

Rumah Sakit Umum Daerah KRMT Wongsonegoro Kota Semarang.

7. Ibu Ike Mayasari, S.ST selaku Cinical Instrukture Instalasi Radiologi

Rumah Sakit Umum Daerah KRMT Wongsonegoro Kota Semarang.

8. Semua Dosen Dan Staf Akademik Program Studi Diploma III Teknik

Radiodiagnostik Dan Radioterapi Purwokerto Politeknik Kesehatan

Kementerian Kesehatan Semarang.

9. Seluruh Radiografer dan seluruh staf Karyawan Instalasi Radiologi

Rumah Sakit Umum Daerah KRMT Wongsonegoro Kota Semarang.

10. Farah Nadzirul Hikmah, Nabila Syafiqia, Maulana Fikri Pratama,

Suksena Firdha Priyo Nugroho selaku teman seperjuangan pada PKL

2 di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah KRMT

Wongsonegoro Kota Semarang.

iv
11. Teman-temanku angkatan XII Program Studi Diploma III Teknik

Radiodiagnostik Dan Radioterapi Purwokerto Politeknik Kesehatan

Kementerian Kesehatan Semarang.

12. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam

penyusunan laporan kasus ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu

persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini

masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan, mengingat

keterbatasan pengetahuan dan kemampuan penulis. Oleh karena itu

penulis mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun untuk

perbaikan laporan kasus ini.

Akhirnya penulis berharap semoga penulisan laporan kasus ini

dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca khususnya saudara/i

rekan Poltekkes Kemenkes Semarang.

Purwokerto, 24 April 2021

Penulis

Dede Zulaikha Irma Nurjanah

NIM.P1337430319087

v
DAFTAR ISI

Contents

HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................................... ii


KATA PENGANTAR.............................................................................................................. iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................................vi
BAB I .................................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................................. 2
1.4 Manfaat Penulisan .............................................................................................. 3
1.5 Sistematika Penulisan ......................................................................................... 3
BAB II ................................................................................................................................... 4
2.1 Anatomi Tractus Urinarius .................................................................................. 4
2.2 Patologi Kista....................................................................................................... 7
2.3 Prosedur Pemeriksaan ........................................................................................ 8
2.4 Indikasi Kontra indikasi ..................................................................................... 11
2.5 Persiapan Pemeriksaan ..................................................................................... 12
2.6 Teknik Pemeriksaan .......................................................................................... 14
BAB III ................................................................................................................................ 22
3.1 Paparan Kasus ................................................................................................... 22
3.1.1 Data Pasien ............................................................................................... 22
3.1.2 Riwayat pasien .......................................................................................... 23
3.1.3 Teknik Pemeriksaan .................................................................................. 23
3.2 Pembahasan ...................................................................................................... 29
BAB IV................................................................................................................................ 33
3.3 Kesimpulan ........................................................................................................ 33
3.4 Saran ................................................................................................................. 33
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 35

vi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemeriksaan Intra Vena Pielografi adalah suatu pemeriksaan

secara radiologi untuk melihat sistem tractus urinarius dengan

menggunakan media kontras positif yang dimasukkan kedalam intra

vena, dengan tujuan untuk melihat anatomi, fungsi dan kelainan-

kelainan lain tractus urinarius. Pemeriksaan Intra Vena Pielografi bisa

digunakan pada kasus kolik ginjal, batu ginjal dan lain-lain.

Pemeriksaan Intra Vena Pielografi menggunakan berbagai

proyeksi antara lain foto abdomen polos/ sebelum penyuntikan

kontras, foto 5 menit, foto 15 menit, foto 30 menit, dan foto post miksi

setelah penyuntikan media kontras. Pada saat penulis melaksanakan

praktek kerja lapangan, penulis menjumpai pemeriksaan intra vena

pielografi dilakukan pada pasien dengan kasus cysta ren sinestra. Hal

tersebut membuat penulis berkeinginan untuk mengetahui sejauh

mana peran pemeriksaan intra vena pielografi untuk menegakkan

diagnosa pada kasus cysta ren sinestra.

Dari uraian di atas, penulis mengambil judul “Teknik

Pemeriksaan Radiologi Intra Vena Pielografi dengan Kasus cysta

ren sinestra di Instalasi Radiologi RSUD KRMT Wongsonegoro

Kota Semarang “ sebagai laporan kasus.

1
1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimanakah teknik pemeriksaan Intra Vena Pielografi

dengan kasus cysta ren sinestra di Instalasi Radiologi RSUD

KRMT Wongsonegoro Kota Semarang?

1.2.2 Apakah pemeriksaan radiologi Intra Vena Pielografi dengan

menggunakan proyeksi AP polos abdomen dan proyeksi Ap

setelah 60 menit, telah cukup efektif dalam menegakkan

diagnosa pada kasus cysta ren sinestra?

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan yang ingin dicapai penulis dalam laporan kasus ini adalah

1.3.1 Untuk mengetahui teknik pemeriksaan intra vena pielografi

dengan kasus cysta ren di Instalasi Radiologi RSUD KRMT

Wongsonegoro Kota Semarang.

1.3.2 Mengetahui peran proyeksi AP polos abdomen dan AP

setelah 60 menit pada pemeriksaan Intra Vena Pielografi

untuk menegakkan diagnosa dengan kasus cysta ren di

Instalasi Radiologi RSUD KRMT Wongsonegoro Kota

Semarang sudah cukup membantu dokter untuk

menganalisa diagnosa.

2
1.4 Manfaat Penulisan

Penyusunan laporan ini diharapkan dapat menambah pengetahuan

bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

1.5 Sistematika Penulisan

Dalam penulisan Laporan Kasus ini guna mempermudah

pemahaman maka sistematika penulisannya terdiri atas:

BAB I PENDAHULUAN berisi tentang latar belakang ,

rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan

dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA berisi tentang anatomi fisiologi

tractus urinarius, patologi, prosedur dan persiapan

pasien, indikasi dan kontra indikasi dan teknik

pemeriksaan.

BAB III PROFIL KASUS DAN PEMBAHASAN berisi tentang

hasil dan pembahasan.

BAB IV PENUTUP berisi tentang kesimpulan dan saran.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Tractus Urinarius

Sistem organ dari tractus urinarius terdiri atas ginjal, ureter,

kandung kencing dan uretra (menurut pearce, 1999).

Keterangan gambar :

1. Ginjal

2. Ureter

3. Kandung kencing

4. Uretra

1. Ginjal

Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, terutama

didaerah lumbal sebelah kanan dan kiri tulang belakang,

dibungkus lapisan minyak tebal. Kedudukan Ginjal dapat

diperkirakan mulai dari ketinggian vertebra thorakalis XI – XII

sampai vertebra lumbal III. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari

ginjal kiri karena hati menduduki ruang banyak disebelah kanan.

Panjang setiap ginjal 6 sampai 7 ½ cm. Pada orang

dewasa beratnya kira-kira 140 gram. Bentuk ginjal seperti bentuk

kacang dan berjumlah dua buah, sisi dalamnya menghadap ke

4
tulang punggung dan sisi luar cembung, terdiri bagian kortek

disebelah luar dan bagian medulla di sebelah dalam. Bagian

medulla tersusun atas lima belas sampai enam belas massa

berbentuk pyramid yang disebut piramis ginjal. Puncak-

puncaknya langsung mengarah ke kalises. Kalises ini

menghubungkannya dengan pelvis ginjal.

Fungsi dari ginjal antara lain :

1. Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat yang

bersifat toksik atau racun.

2. Mempertahankan keseimbangan cairan dalam tubuh.

3. Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari

cairan tubuh.

4. Mempertahankan keseimbangan garam-garam mineral serta

zat-zat lainya dalam tubuh.

2. Ureter

Terdapat dua ureter berupa dua saluran, yang masing-

masing bersambung dengan ginjal dan dari ginjal berjalan ke

kandung kencing. Tebal ureter kira – kira setebal tangkai bulu

angsa dan panjangnya 35 sampai 40 centi meter, terdiri atas

dinding luar fibrus, lapisan tengah yang berotot dan lapisan

mukosa sebelah dalam. Ureter mulai sebagai pelebaran hilum

ginjal dan berjalan kebawah melalui rongga abdomen masuk

5
kedalam pelvis dan dengan oblik bermuara kedalam sebelah

posterior kandung kencing.

Ureter mempunyai tiga penyempitan sepanjang

perjalanannya, yaitu pada ruang piala ginjal yang berhubungan

dengan ureter, pada waktu ureter manjadi kaku sewaktu melewati

pinggir pelvis dan pada waktu menembus dinding kemih yaitu :

a. Uretropelvic junction, yaitu ureter bagian proksimal mulai dari

renal pelvis sampai bagian ureter yang mengecil.

b. Pelvic brim, yaitu ureter yang bermula dari sisi pelvis yang

berpotongan antara pembuluh darah iliaka dengan uterus.

c. Uretrovesical junction, yaitu ujung ureter dan masuk ke dalam

vesika urinaria.

3. Kandung Kencing

Kandung kencing bekerja sebagai penampung urine, organ

ini berbentuk buah pier atau kendi. Letaknya didalam panggul

besar. Daya tampungnya maksimumnya kira-kira 500 cc. Rasa

ingin kencing terjadi pada saat kandung kencing kira-kira 250 cc,

terletak di belakang sympisis pubis, uterus dan vagina

sedangkan pada pria berhubungan erat dengan prostat dan

vesica seminalis

4. Urethra

6
Urethra merupakan saluran yang berjalan dari leher

kandung kencing ke lubang luar, dilapisi mimbran mukosa yang

bersambung dengan membran yang melapisi kandung kencing

(Pearce, 1999).

2.2 Patologi Kista

Kista adalah suatu kantung tertutup yang dilapisi oleh jaringan

epitel dan berupa cairan atau bahn setengah padat

2.2.1 Penyebab

Kelainan genetik yang menyebabkan penyakit ini bisa bersifat

ini bisa bersifat dominan maupun resesif, artinya penderita bisa

memiliki satu gen dominan dari salah satu orang tuanya atau

gen resesif dari kedua orang tuanya.

2.2.2 Gejala

Pada masa anak-anak, penyakit ginjal polikista menyebabkan

perut membuncit, bayi baru lahir yang menderita penyakit berat

bisa meninggal segera setelah dilahirkan, karena gagal ginjal

pada janin menyebabkan terganggunya perkembangnya paru-

paru.

Penyakit ini juga menyerang hati, pada usia 5-10 tahun,

penderita cenderung mengalami tekanan darah tinggi dalam

pembuluh darah yang menghubungkan usus dengan hati pada

akhirnya bisa terjadi gagal hati dan gagal ginjal. Pada dewasa,

7
penyakit ginjal polikista berkembang secara perlahan selama

bertahun-tahun. Gejala mulai muncul pada awal atau

pertengahan masa dewasa , gejalanya berupa nyeri pungung,

darah dalam air kemih (hematuria), kolik renalis.

Kista tunggal( solitary cyst)

Kista tunggal terdapat dalam parenkim kelainan ini didapat

adanya radang harus dipertimbangkan jika niali densitas diatas 20

HU, terutama jika ditemukan penebalan dinding.hal ini dapat pula

didemonstrasikan pada hipernefroma yang nekrotik. kriteria

nefrotomografi suatu kista sederhana homogen radiolusen adalah

pinggir berbatas tegas dengan dinding yang tipispada PIV ginjal kiri.

2.3 Prosedur Pemeriksaan

2.3.1 Tujuan Pemeriksaan

Pemeriksaan Intra Vena Pielografi merupakan

pemeriksaan traktus urinarius dengan menggunakan media

kontras positif yang dimasukkan kedalam intra vena dengan

tujuan untuk melihat anatomi, fungsi ginjal dan kelainan-

kelainan lain dari traktus urinarius (Amstrong dan Wastie,

1987).

2.3.2 Media Kontras

Media kontras merupakan bahan yang dapat di gunakan

untuk menampakkan struktur gambar suatu organ tubuh (baik

8
anatomi maupun fisiologi) dalam pemeriksaan radiologi, dimana

dengan foto polos biasa organ tersebut kurang dapat dibedakan

dengan jaringan sekitarnya karena mempunyai densitas relatif

sama. Media kontras yang sering digunakan pada pemeriksaan

Intra Vena Pielografi adalah urografin 60%, urografin 70% dan

ultrafis yang dimasukkan secara intra vena sebanyak 20 ml. Tes

sensitifitas dilakukan dengan memasukkan media kontras ke

tubuh pasien untuk melihat kerentanan terhadap media kontras.

Hal ini dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut (Rasad,

1998) :

1. Skin tes

Memasukkan media kontras beberapa cc di bawah kulit

secara intra kutan kemudian ditunggu beberapa menit, jika

timbul benjolan merah berarti sensitive. Untuk pasien

ruangan dilakukan dengan cara memoleskan yodium di

permukaan kulit, ditutup kassa dan diplester.

2. Tes langsung

Memasukkan media kontras 2 cc melalui intra vena. Tidak

jarang orang yang dilakukan Intra Vena Pielografi ini terjadi

alergi sehinga tidak diperlukan pengawasan secara khusus

terhadap pasien. Pada pasien yang tidak tahan terhadap

media kontras dapat terjadi reaksi mayor atau minor.

Reaksi minor ditunjukkan dengan gejala-gejala seperti :

9
mual-mual, gatal-gatal, mata menjadi merah, sesak nafas

dan muka menjadi sembab. Reaksi mayor dapat

ditunjukkan dengan gejala-gejala sebagai berikut : kolaps

pembuluh darah tepi, kejang dan cardiac arrest

(berhentinya denyut jantung) keadaan ini diikuti dengan

badan terasa dingin. Tindakan untuk mengatasi reaksi

terhadap media kontras adalah (Amstrong dan Wastie,

1989) :

1) Memasang oksigen untuk mengatasi keadaan shock,

pasien sesak nafas.

2) Memberikan obat anti alergi baik intra meskuler atau

intra vena menurut petunjuk dokter.

Media kontras yang digunakan dapat dibedakan menjadi

jenis ionik dan non ionik

1. Media kontras organik ionik

jenis media kontras ini memiliki nilai osmolalitas yang

lebih tinggi bila dibanding media kontras non ionik,

namun penggunaan media kontras ini lebih berisiko

menimbulkan reaksi alergi. bahkan kontras ini terdiri dari

opacifying element dan komponen kimia lainya yang

menjadi satu molekul kompleks. Komponen utamanya

umumnya disusun oleh kelompok carboxyl yang

berbentuk benzoid acid yang kemudian dicampur

10
dengan bahan lainya. Media kontras ionik juga tersusun

oleh suatu yang dikenal sebagai cation. Cation

merupakan garam,yang biasanya berupa sodium atau

meglumin atau kombinasi dari keduanya. Garam akan

meningkatkan daya larut kontras media.bahan kontras

ionik yang sering digunakan pada pemeriksaan ivp

adalah urografin.

2. Media kontras organik non-ionik

Media kontras ini pertama kali diperkenalkan di US pada

tahun 1984. Pada media kontras ini ioning carboxil

diganti dengan amide atau glukosa sehingga reaksi

alergi yang timbul dapat diminimalisasi. Bila dibanding

dengan kontras ionik, bahkan kontras ini lebih mahal.

Namun banyak departemen radiologi yang telah

menggunakan jenis kontras ini, menimbang dari keadaan

pasien serta reaksi alergi yang dapat ditimbulkan oleh

media kontras ionik. Bahan kontras non ionik yang biasa

digunakan adalah omnipaque, iopamiro.

2.4 Indikasi Kontra indikasi

1. Indikasi (Bontrager, 2001)

Indikasi Pemeriksaan radiologi pada pemeriksaan traktus

urinarius adalah sebagai berikut :

11
a. Pembesaran prostat jinak

b. Batu kandung kemih

c. Radang ginjal

d. Batu ginjal

e. Ginjal mengalami kelainan, sehingga air seni tidak bisa

dikandung kemih yang menyebabkan ginjal penuh

dengan cairan, sehingga fungsi ginjal terganggu /

Hydronephrosis

f. Kasus hipertensi untuk mengetahui kelainan ginjal

g. Penyempitan ginjal

h. Ren Mobilis

2. Kontra Indikasi (Bontrager, 2001)

Pemeriksaan Intra Vena Pielografi tidak dilakukan pada

kelainan-kelainan sebagai berikut:

a. Penyakit Kencing manis

b. Penyakit hati / liver

c. Kegagalan jantung

d. Anemia berat

2.5 Persiapan Pemeriksaan

1. Persiapan alat (Bontrager, 2001)

Alat dan bahan untuk pemeriksaan Intra Vena Pielografi yang

harus dipersiapkan antara lain : Pesawat rontgen siap pakai,

12
kaset dan film ukuran 24 x 30 cm dan 35 x 43 cm, grid, marker

dan plester.

Pada pemeriksaan Intra Vena Pielografi perlu dipersiapkan alat

untuk memasukkan media kontras, terdiri alat bantu steril dan

non steril. Alat steril yang diperlukan antara lain : spuit 20 cc,

jarum wing needle no 19, kassa, kapas alkohol, obat anti alergi

dan infus set. Sedangkan alat bantu non steril terdiri atas :

bengkok, pengatur waktu, alat emergency yaitu tensimeter,

infus dan tabung oksigen.

2. Persiapan penderita ( Ballinger, 1995 )

Persiapan pemeriksaan pada traktus urinarius perlu dilakukan

bertujuan agar abdomen bebas dari feses dan udara dengan

melakukan urus-urus. Selain itu juga harus dilakukan

pemeriksaan kadar kreatinin (normal 0,6-1,5 mg/100ml) dan

ureum normal (8-25 mg/100 ml) darah di laboratorium serta

pengukuran tekanan darah pasien.

Prosedur pelaksanaan urus – urus (Ballinger, 1995) :

a. Diet makan makanan lunak yang tidak berserat satu sampai

dua hari sebelum pemeriksaan.

b. Dua belas jam sebelum pemeriksaan penderita puasa

hingga pemeriksaan selesai. Selama berpuasa penderita

diharapkan mengurangi berbicara dan tidak merokok untuk

menghindari adanya bayangan gas.

13
c. Penderita dimohon buang air kecil dahulu sebelum

pemeriksaan untuk pengosongan kandung kencing.

2.6 Teknik Pemeriksaan

1. Foto Polos Abdomen (Bontrager, 2001)

Tujuan pemotretan adalah untuk melihat persiapan dari

penderita, apakah usus sudah bebas dari udara dan

fekal. Kelainan-kelaian anatomi pada organ saluran

kemih dan ntuk menentukan faktor eksposi pada

pengambilan radiograf selanjutnya. Teknik pemotretan

(menurut Bontrage,2001) adalah sebagai berikut :

a. Posisi penderita :berbaring terlentang diatas meja

pemeriksaan, kedua lengan

disamping tubuh.

b. Posisi objek : atur pasien sehingga Mid Sagital

Plane berada di tengah meja

pemeriksaan,

c. Kaset :ukuran 35 cm x 43 cm diatur

memanjang sejajar tubuh dengan

batas atas kaset pada proccecus

xypoideus dan batas bawah pada

sympisis pubis.

d. Central Ray :vertikal tegak lurus terhadap kaset.

14
e. Titik bidik :pada Mid Sagital Plane tubuh

setinggi garis yang menghubungkan

crista iliaca kanan dan kiri.

f. FFD :100 cm.

g. Eksposi :dilakukan pada saat ekspirasi dan

tahan nafas.

h. Kriteria

dapat menampakkan organ abdomen secara

keseluruhan, tidak tampak pergerakan tubuh, kedua

crista iliaca simetris kanan dan kiri, gambaran

vertebra tampak di pertengahan radiograf.

2. Penyuntikan Media Kontras ( Ballinger, 1995 )

Sebelum penyuntikan media kontras terlebih dahulu

dilakukan skin test terhadap pasien. Selanjutnya setelah

pasien tidak mengalami alergi maka pasien tersebut

telah memenuhi syarat dilakukan pemeriksaan Intra

Vena Pielografi. Penyuntikan Intra Vena Pielografi

mempunyai dua cara pemasukkan media kontras yaitu

penyuntikan langsung dan drip infus. Penyuntikan media

kontras secara langsung dilakukan melalui pembuluh

darah vena dengan cara memasukkan wing needle ke

dalam vena mediana cubiti. Penyuntikkan media kontas

drip infus adalah media kontras sebanyak 40 ml

15
dicampur dengan larutan fisiologis sebanyak 100 ml

kemudian dimasukkan melalui selang infus.

3. Foto post penyuntikan media kontras

a. Foto 5 menit setelah pemasukan media kontras

(Bontrager, 2001)

a. Tujuan : pemotretan ini adalah untuk

melihat fungsi ginjal dan untuk

melihat pengisian media kontras

pada pelviocalises.

b. Posisi penderita :berbaring terlentang

diatas meja pemeriksaan,

kedua lengan disamping

tubuh.

c. Posisi objek :batas atas processus

xypoideus dan batas

bawah crista iliaca.

d. Kaset :ukuran 24 cm x 30 cm

diatur melintang tubuh.

e. CR :vertikal tegak lurus

terhadap kaset.

f. Titik bidik :ditujukan pada Mid

Sagital Plane tubuh

16
setinggi 10 cm diatas

crista iliaca.

g. FFD :100 cm.

h. Eksposi dilakukan pada saat ekspirasi dan tahan

nafas.

i. Kriteria :dapat menampakkan

kedua kontur ginjal yang

terisi media kontras.

b. Pemotretan 15 menit setelah pemasukan media

kontras (Bontrager,2001).

Tujuan pemotretan untuk melihat pengisian media

kontras pada ureter. Teknik pemeriksaannya adalah

sebagai berikut :

a. Posisi penderita :terlentang diatas meja

pemeriksaan

b. Posisi objek :atur pasien sehingga Mid

Sagital Plane berada di

tengah meja pemeriksaan

c. Kaset :ukuran 35 cm x 43 cm

diatur memanjang sejajar

tubuh dengan batas atas

kaset pada proccecus

xypoideus dan batas

17
bawah pada sympisis

pubis.

d. Titik bidik :ditujukan pada Mid Sagital

Plane tubuh setinggi garis

yang menghubungkan

crista iliaca kanan dan kiri.

e. CR :vertikal tegak lurus

terhadap kaset.

f. FFD :100 cm.

g. Eksposi :dilakukan pada saat

ekspirasi dan tahan nafas.

h. Kriteria :dapat menampakkan

media kontras mengisi

kedua ureter. (Bontrager,

2001)

c. Pemotretan 30 menit ( Ballinger, 1995 )

Tujuan pemotretan untuk melihat pengisian ureter dan

kandung kencing. Teknik pemeriksaannya adalah

sebagai berikut :

a. Posisi penderita :terlentang diatas meja

pemeriksaan

18
b. Posisi objek : atur pasien sehingga Mid

Sagital Plane berada di

tengah meja pemeriksaan

c. Kaset : ukuran 35 cm x 43 cm

diatur memanjang sejajar

tubuh dengan batas atas

kaset pada proccecus

xypoideus dan batas

bawah pada sympisis

pubis.

d. Titik bidik :ditujukan pada Mid Sagital

Plane tubuh setinggi garis

yang menghubungkan

crista iliaca kanan dan kiri.

e. CR :vertikal tegak lurus

terhadap kaset.

f. FFD :100 cm.

g. Eksposi :dilakukan pada saat

ekspirasi dan tahan nafas.

h. Kriteria :Tampak batas atas

vertebra thorakal XII, batas

bawah sympisis pubis

terlihat jelas dalam foto

19
harus simetris (Ballinger,

1995)

Apabila pada pengambilan radiograf tujuan

pengambilan radiograf belum terpenuhi maka dibuat

radiograf 60 menit, 90 menit, 120 menit. Dan apabila

diperlukan maka dibuat proyeksi oblik terutama untuk

kasus prostat hipertrofi.

d. Pemotretan Post Miksi

Apabila pada foto 30 menit kandung kemih sudah

terisi penuh media kontras, dan sudah diberikan

proyeksi tambahan tertentu, maka pasien

dipersilahkan buang air terlebih dahulu, dilanjutkan

foto post miksi, namun apabila pada foto 45 menit

kandung kemih belum terisi penuh dengan media

kontras maka perlu ditunggu untuk foto 1 jam, 2 jam

dan seterusnya. Teknik pemeriksaannya adalah

sebagai berikut :

a. Posisi penderita : terlentang diatas meja

pemeriksaan

b. Posisi objek : atur pasien sehingga Mid

Sagital Plane berada di

tengah meja pemeriksaan

20
c. Kaset : ukuran 35 cm x 43 cm

diatur memanjang sejajar

tubuh dengan batas atas

kaset pada proccecus

xypoideus dan batas bawah

pada sympisis pubis.

d. Titik bidik :ditujukan pada Mid Sagital

Plane tubuh setinggi garis

yang menghubungkan crista

iliaca kanan dan kiri.

e. CR :vertikal tegak lurus terhadap

kaset.

f. FFD :100 cm.

g. Eksposi :dilakukan pada saat

ekspirasi dan tahan nafas.

h. Kriteria :Tampak batas atas vertebra

thorakal XII, batas bawah

sympisis pubis terlihat jelas

dalam foto harus simetris

(Ballinger, 1995)

21
BAB III

PROFIL KASUS DAN PEMBAHASAN

3.1 Paparan Kasus

Pada tanggal 18 April 2021 pasien bernama Ny. St, umur 66

tahun datang ke instalasi radiologi RSUD KRMT Wongsonegoro

Kota Semarang dengan membawa permintaan foto intra vena

pielografi. Pasien yang dikirim dari poli bedah tersebut didiagnosa

menderita cysta ren. Dokter pengirim menganjurkan untuk

menjalani pemeriksaan intra vena pielografi.

3.1.1 Data Pasien

Identitas pasien adalah sebagai berikut:

Nama Pasien : Ny. St

Umur : 66 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : semarang

Pemeriksaan : Intra Vena Pielografi

Diagnosa : kista ren sinestra

No. Foto :-

Berat badan : 58 kg

22
3.1.2 Riwayat pasien

Penderita yang berinisial Ny.St yang sehari-hari

merupakan ibu rumah tangga sejak dua bulan lalu mengeluh

berupa nyeri punggung dan saat kencing terasa nyeri dan

panas. lalu, seringkali merasa ingin kencing tapi kalau sudah

berkemih tidak bisa lancar. Kadang bisa juga sampai timbul

kencing darah. Setelah dokter melakukan pemeriksaan

terhadap pasien, dokter mendiagnosa kista ginjal. Dengan

demikian dokter memberikan surat permintaan foto untuk

melakukan pemeriksaan intra vena pielografi dengan diagnosa

kista ren sinestra di bagian Radiologi Rumah Sakit Umum

Daerah KRMT Wongsonegoro Kota Semarang.

3.1.3 Teknik Pemeriksaan

1. Persiapan Penderita

Pasien mendaftar di loket pendaftaran radiologi Rumah

Sakit Umum Daerah KRMT Wongsonegoro Kota Semarang

pada 12 April 2021 dan dijadwalkan melakukan pemeriksaan

intra vena pielografi pada tanggal 18 April 2021. pada saat

mendaftar, pasien diberi penjelasan oleh petugas administrasi

mengenai persiapan yang harus dilakukan, persiapan tersebut

antara lain :

23
Dua hari (tanggal 16 dan 17 April 2021) sebelum

pemeriksaan penderita makan makanan yang lunak seperti

bubur kecap dan menghindari makanan yang berserat serta

mengandung banyak lemak. Pada malam hari sekitar jam

20.00 sehari sebelum pemeriksaan penderita minum castrol

oil untuk urus-urus sebanyak 30 cc. Setelah itu penderita

hanya boleh minum air putih tapi tidak boleh makan. Pada

pagi hari sekitar jam 05.00 dilakukan finishing dengan

Dulcolax Suposutoria sebanyak 2 tablet yang dimasukkan

melalui anus supaya bersih, kemudian penderita puasa dan

tidak boleh banyak bicara.

Pemeriksaan intra vena pielografi dengan kasus ini harus

membutuhkan persiapan agar pada waktu pemeriksaan tidak

terganggu akibat banyaknya feses dan udara yang ada dalam

usus sehingga hasil dari radiograf bisa maksimal.

2. Persiapan Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang dipersiapkan untuk IVP ini antara lain:

a. Pesawat sinar-X yang dilengkapi dengan bucky table

b. Kaset dan film dengan ukuran 24 cm x 30 cm dan 30

cm x 40 cm yang jumlahnya disesuaikan dengan

kebutuhan.

c. Peralatan steril yang digunakan antara lain: spuit 50

ml, wing needle no 19, kapas alkohol.

24
d. Peralatan non steril yang digunakan antara lain:

standar infus, plester, pengukur waktu, timbangan

berat badan.

e. Marker tanda radiografi R untuk kanan dan L untuk kiri

dan tanda waktu setelah injeksi pada waktu

pengambilan radiograf.

f. Media kontras iopamiro 30cc

g. Alat processing unit.

3. Persiapan alat emergency

Peralatan Emergenci yang digunakan pada

pemeriksaan intra vena pielografi pada kasus kista ren

sinestra di Rumah Sakit Umum Daerah KRMT

Wongsonegoro Kota Semarang ini adalah meliputi : tabung

oksigen, obat-obat antihistamin, tensimeter, kapas

beralkohol, dll.

4. Penjelasan Prosedur pemeriksaan kepada pasien dan Inform

Consent.

Sebelum pemeriksaan intra vena pielografi pada

kasus kista ren sinestra di Rumah Sakit Umum Daerah

KRMT Wongsonegoro Kota Semarang ini dilakukan pasien

dan keluarga pasien diberi Penjelasan tentang prosedur

25
pemeriksaan yang akan dilakukan pasien. serta tentang

media kontras dan efek samping yang mungkin akan

timbul, dan pasien atau keluarga diharuskan

menandatangani surat persetujuan sebagai inform consent

yang menyebutkan bahwa pasien tersebut secara tertulis

menyetujui tindakan medis yang akan dilakukan (intra vena

pielografi). Pasien diberi lembaran berupa surat yang

menyatakan persetujuan atas tindakan medis yang akan

dilakukan (intra vena pielografi), dengan disertai tanda

tangan dari pasien itu sendiri atau keluarga pasien. Ini

dapat digunakan sebagai hukum legal yang seandainya

terjadi hal yang tidak diinginkan, kita (radiographer) dapat

terlepas dari jeratan hukum, kecuali jika memang ada unsur

kesengajaan.

Prosedur Pemeriksaan

Pada 18 April 2021 pasien datang ke instalasi radiologi Rumah

Sakit Umum Daerah KRMT Wongsonegoro Kota Semarang membawa

blanko permintaan untuk melakukan pemeriksaan intra vena pielografi.

Sebelum melakukan pemeriksaan penderita dipersilahkan mengganti

baju dengan baju pasien yang telah disediakan, setelah itu penderita

tidur terlentang diatas meja pemeriksaan untuk dilakukan

pemeriksaan.

Foto Polos Abdomen

26
Pemotretan Foto Polos Abdomen dengan posisi penderita tidur

telentang diatas meja pemeriksaan, kedua lengan disamping tubuh.

Bidang tengah sagital tubuh diatur sedemikian rupa sehingga terletak

pada garis tengah meja pemeriksaan. Pemotretan ini bertujuan untuk

memperlihatkan persiapan penderita, bentuk, letak serta ukuran ginjal,

dan untuk menentukan faktor eksposi pada pemotretan selanjutnya.

Kaset ukuran 30 cm x 40 cm diatur membujur sejajar tubuh didalam

bucky table. Batas atas kaset setinggi prosessus xipoideus sedang

batas bawah kaset setinggi sympisis pubis. Arah sumbu sinar vertikal

tegak lurus terhadap kaset, titik bidik ditujukan pada bidang sagital

tengah tubuh setinggi garis menghubungkan dengan crista iliaka

kanan dan kiri. Eksposi dilakukan pada saat penderita tahan nafas

setelah ekspirasi. setelah dibuat plain foto, pasien ditimbang berat

badannya untuk menentukan media kontras yang akan disuntikkan

pada pasien karena media kontras yang disuntikkan adalah dengan

dosis setengah per Kg berat badan pasien, kemudian penderita

dipersilahkan untuk buang air kecil terlebih dahulu dengan tujuan agar

kandung kencing menjadi kosong.

27
Pemasukan Media Kontras

Media kontras yang digunakan untuk pemeriksaan Intra Vena

Pielografi di instalasi Radiologi RSUD KRMT Wongsonegoro Kota

Semarang adalah Iopamiro 30ml. Teknik pemasukan media kontras

secara bolus atau penyuntikan langsung pada intra vena.

Penyuntikkan dilakukan secara hati-hati dan selama penyuntikkan

pasien ditanyakan apakah merasa mual ataupuaun merasa pusing.

Proyeksi pemotretan post pemasukkan Media Kontras

Pemotretan 60 menit setelah pemasukkan media kontras

Teknik pemeriksaannya adalah sebagai berikut :

a. tujuan : melihat pengisian media kontras pada kandung

kemih yang belum dapat terisi penuh pada foto

30 menit setelah pemasukkan media kontras

b. Posisi penderita : pasien supine kedua tangan disamping tubuh.

c. Posisi objek : atur pasien sehingga Mid Sagital Plane berada

di tengah meja pemeriksaan

d. Kaset : ukuran 30 cm x 40 cm diatur memanjang sejajar

tubuh.

28
e. Titik bidik : ditujukan pada Mid Sagital Plane tubuh setinggi

garis yang menghubungkan crista iliaca kanan

dan kiri.

f. CR : horisontal tegak lurus terhadap kaset.

g. FFD : 100 cm.

h. Eksposi : dilakukan pada saat ekspirasi dan tahan nafas

i. faktor eksposi : 75 Kv, 30 mAs

3.2 Pembahasan

Beberapa hal yang berhubungan dengan pemeriksaan Intra Vena

Pielografi instalasi Radiologi RSUD Wongsonegoro Kota Semarang

adalah:

3.2.1 Tujuan pemeriksaan

Pemeriksaan tractus urinarius yang dapat memperlihatkan

anatomi dan fungsi organ-organ tractus urinarius.

3.2.2 Persiapan Pasien

29
Pemeriksaan intra vena pielografi pada kasus kista ren

memerlukan pengambilan foto polos abdomen dengan tujuan

untuk melihat persiapan yang dilakukan penderita dan untuk

menuntukan faktor eksposi selanjutnya. Dilihat dari foto plain,

persiapan pasien pada pemeriksaan ini adalah sudah baik.

Pasien telah melakukan persiapan sesuai dengan prosedur

yang telah ditentukan, walaupun belum maksimal karena masih

terlihat gambaran feses dan udara, tetapi hal ini tidak

mengganggu gambaran yang diinginkan pada radiograf,

sehingga pemeriksaan dapat dilanjutkan

3.2.3 Media kontras

Pemeriksaan intra vena pielografi dengan kasus kista ren

sinestra di instalasi radiologi Rumah sakit Umum Daerah KRMT

Wongsonegoro Kota Semarang dilakukan dengan mengunakan

media kontras ionik dan non ionik jenis media kontras ionik ini

memiliki nilai osmolalitas yang lebih tinggi bila dibanding media

kontras non ionik, namun penggunaan media kontras ini lebih

berisiko menimbulkan reaksi alergi. Bahkan kontras ini terdiri dari

opacifying element dan komponen kimia lainya yang menjadi

satu molekul kompleks. Komponen utamanya umumnya disusun

oleh kelompok carboxyl yang berbentuk benzoid acid yang

kemudian dicampur dengan bahan lainya. Media kontras ionik

30
juga tersusun oleh suatu yang dikenal sebagai cation. Cation

merupakan garam,yang biasanya berupa sodium atau meglumin

atau kombinasi dari keduanya. Garam akan meningkatkan daya

larut kontras media. Bahan kontras ionik yang sering digunakan

pada pemeriksaan IVP adalah urografin, sedangkan pada media

kontras non ionik ini ioning carboxil diganti dengan amide atau

glukosa sehingga reaksi alergi yang timbul dapat diminimalisasi.

Bila dibanding dengan kontras ionik, bahkan kontras ini lebih

mahal. Namun banyak instalasi radiologi yang telah

menggunakan jenis kontras ini, menimbang dari keadaan pasien

serta reaksi alergi yang dapat ditimbulkan oleh media kontras

ionik. Bahan kontras non ionik yang biasa digunakan adalah

omnipaque, iopamiro.

3.2.4 Pemasukkan Media Kontras

Pemasukan media kontras pada pemeriksaan intra vena

pielografi dengan kasus kista ren di instalasi radiologi Rumah

sakit Umum Daerah KRMT Wongsonegoro Kota Semarang

adalah melalui melalui intra vena. Tidak jarang orang yang

dilakukan Intra Vena Pielografi ini terjadi alergi sehinga tidak

diperlukan pengawasan secara khusus terhadap pasien. Pada

pasien yang tidak tahan terhadap media kontras dapat terjadi

reaksi mayor atau minor. Reaksi minor ditunjukkan dengan

gejala-gejala seperti : mual-mual, gatal-gatal, mata menjadi

31
merah, sesak nafas dan muka menjadi sembab. Reaksi mayor

dapat ditunjukkan dengan gejala-gejala sebagai berikut : kolaps

pembuluh darah tepi, kejang dan cardiac arrest (berhentinya

denyut jantung) keadaan ini diikuti dengan badan terasa dingin.

Pada pemasukkan media kontras melalui intra vena di rumah

sakit Umum Daerah KRMT Wongsonegoro Kota Semarang

dilakukan dengan hati-hati dan sambil ditanyakan apakah pasien

merasa mual- mual ataupun pusing.

3.2.5 Proyeksi pemeriksan

Pemeriksaan Intra Vena pielografi di instalasi Radiologi RSUD

KRMT Wongsonegoro Kota Semarang adalah dengan proyeksi

Antero Posterior pada pemotretan foto polos dan 60 menit. Pada

pemotretan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat keadaan

umum pasien seperti persiapan pasien dan untuk menentukan

faktor eksposi selanjutnya . Pada pemotretan 60 menit bertujuan

untuk melihat pengisian media kontras pada visika urinaria yang

belum dapat terisi pada foto 30 menit setelah pemasukkan media

kontras.

32
BAB IV

PENUTUP

3.3 Kesimpulan

Dari uraian studi kasus yang berjudul “Teknik Pemeriksaan

Radiologi Intra Vena Pielografi dengan Kasus cysta ren di RSUD

KRMT Wongsonegoro Kota Semarang“ dapat diambil kesimpulan

sebagai berikut:

a. Pemeriksaan Intra Vena Pielografi di instalasi Radiologi RSUD

KRMT Wongsonegoro Kota Semarang merupakan pemeriksaan

tractus urinarius dengan menggunakan media kontras positif

yang dimasukkan langsung secara intra vena, dan memerlukan

persiapan penderita secara khusus.

b. Pada kasus cysta ren sinestra ini dilakukan pemotretan dengan

posisi pasien lateral kiri dengan arah sinar vertikal pada setelah

menit ke 60 karena letak kista terletak disebelah kiri.

3.4 Saran

Saran yang penulis sampaikan dalam studi kasus ini adalah:

a. Persiapan pasien pemeriksaan perlu benar-benar diperhatikan

sehingga tidak tampak gambaran udara dan feces yang dapat

mengganggu gambaran objek yang diinginkan.

b. Pada saat akan melakukan expose diharapkan petugas

menutup pintu ruang pemeriksaan.

33
c. Untuk Pemeriksaan Intra vena pielografi sebelum pemasukkan

media kontras sebaiknya dilakukan skin tes pada pasien.

34
DAFTAR PUSTAKA

Ballinger, Philip W. 1995. Merril of Atlas Radiographic Positioning and

Radiologic Procedures, Eight Edition Vol. II. Missouri : Mosby, Inc.

Bontrager, Kenneth L. 2001. Textbook of Radiographic Positioning and

Related Anatomy. Missouri : Mosby, Inc.

Pearce, evelyn C. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis.PT

Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Sylvia dan Wilson. 1973. Patofisiologi 2 - Edisi 4. Jakarta : EGC

35

Anda mungkin juga menyukai