Laporan Minipro Indra Fix
Laporan Minipro Indra Fix
OLEH :
dr. Indra Hakim Fadil
Laporan mini project ini telah disetujui, diperiksa, dan dipertahankan dihadapan
pendamping internship Puskesmas Sidayu, Gresik, Jawa Timur.
Pendamping Internship
________________________
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas karunia-Nya
peneliti dapat menyelesaikan tugas laporan mini project yang diberikan oleh Puskesmas
Sidayu, Gresik. Laporan ini dibuat berdasarkan data penelitian yang telah dilaksanakan
peneliti selama kurang lebih satu bulan.
Tidak lupa peneliti mengucapkan terima kasih kepada pihak yang turut membantu
dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini, antara lain kepada:
1. Dr. Riza’ul Falah, selaku pendamping internship yang telah membimbing dan
mendukung penuh pelaksanaan penelitian dan pembuatan mini project ini.
2. Kedua orang tua yang telah mendukung baik secara moril maupun materil.
3. Serta seluruh pihak yang telah membantu peneliti baik secara langsung maupun
tidak langsung yang tidak dapat disebutkan namanya satu-persatu.
Peneliti menyadari masih banyak kekurangan dalam pelaksanaan penelitian dan
pembuatan laporan ini. Oleh karena itu, peneliti terbuka atas kritik dan saran yang
bersifat membangun demi kesempurnaan mini project ini.
Akhir kata, peneliti sangat berharap mini project ini dapat bermanfaat dan
memperkaya lingkup pengetahuan bagi pembaca maupun penulis sendiri.
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................................................i
KATA PENGANTAR....................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................................iii
BAB I.............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..........................................................................................................................1
BAB 2.............................................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................................3
2.1 Definisi............................................................................................................................3
2.2 Epidemiologi...................................................................................................................3
2.3 Etiologi...........................................................................................................................3
2.5 Patofisiologi....................................................................................................................8
2.7 Klasifikasi.....................................................................................................................15
2.8 Diagnosa.......................................................................................................................16
2.10 Tatalaksana...................................................................................................................23
2.11 Pencegahan...................................................................................................................32
2.12 Komplikasi....................................................................................................................33
2.13 Prognosis......................................................................................................................33
BAB 3...........................................................................................................................................35
iii
METODOLOGI PENELITIAN....................................................................................................35
BAB 4...........................................................................................................................................37
HASIL PENELITIAN..................................................................................................................37
4.2 Analisis Perbedaan Hubungan antara Usia dengan Kasus Osteoartritis Lutut...............38
BAB 5...........................................................................................................................................40
DISKUSI......................................................................................................................................40
BAB 6...........................................................................................................................................41
6.1 Kesimpulan...................................................................................................................41
6.2 Saran.............................................................................................................................41
LAMPIRAN.................................................................................................................................43
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................44
iv
v
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latas Belakang
Osteoartritis (OA) merupakan bentuk artritis yang paling sering ditemukan di masyarakat, bersifat
kronis, berdampak besar dalam masalah kesehatan masyarakat. Osteoartritis dapat terjadi dengan etiologi
berbeda-beda, namun mengakibatkan kelainan biologis, morfologis dan keluaran klinis yang sama. 1
Proses penyakitnya tidak hanya mengenai rawan sendi namun juga mengenai rawan sendi namun
juga mengenai seluruh sendi, termasuk tulang subkondral, ligamentum, kapsul dan jaringan sinovial serta
jaringan ikat periartikular. Pada stadium lanjut rawan sendi mengalami kerusakan yang ditandai dengan
adanya fibrilasi, fissura dan ulserasi yang dalam pada permukaan sendi. 1
Harus dipahami bahwa pada OA merupakan penyakit dengan progresifitas yang lambat, dengan
etiologi yang tidak diketahui. Terdapat beberapa faktor risiko OA, yaitu: obesitas, kelemahan otot,
aktivitas fisik yang berlebihan atau kurang, trauma sebelumnya, penurunan fungsi proprioseptif, faktor
keturunan menderita OA dan faktor mekanik. Faktor risiko tersebut mempengaruhi progresifitas
kerusakan rawan sendi dan pembentukan tulang yang abnormal. OA paling sering mengenai lutut,
panggul, tulang belakang dan pergelangan kaki. Karakteristik OA ditandai keluhan nyeri sendi dan
gangguan pergerakan yang terkait dengan derajat kerusakan pada tulang rawan. 1
Osteoartritis saat ini tidak lagi dianggap penyakit degeneratif, namun usia tetap merupakan
salah satu faktor risikonya. Usia diatas 65 tahun, hanya 50% memberikan gambaran radiologis
sesuai Osteoartritis, meskipun hanya 10% pria dan 18% wanita diantaranya yang
memperlihatkan gejala klinis OA, dan sekitar 10% mengalami disabilitas karena OA nya, maka
dapat difahami jika makin bertambah usia, makin tinggi kemungkinan untuk terkena OA. Seiring
dengan meningkatnya usia harapan hidup, menurut WHO pada tahun 2025 populasi usia lanjut di
Indonesia akanmeningkat 414% dibanding tahun 1990.1
Sampai saat ini belum ada terapi yang menyembuhkan OA. Penatalaksanaan terutama
ditujukan pada pengendalian/menghilangkan nyeri, memperbaiki gerak dan fungsi sendi serta
meningkatkan kualitas Hidup. Penatalaksanaan OA panggul, lutut atau OA pada tempat lain,
meliputi penatalaksaan secara non-farmakologi dan farmakologi. Operasi pengganti sendi hanya
dilakukan untuk penderita dengan OA yang berat dan tidak respons dalam pengobatan terapi.1
Penatalaksanaan OA baik secara non farmakologik dan farmakologik yang semula hanya
ditujukan untuk mengurangi rasa nyeri, mempertahankan atau meningkatkan fungsi gerak sendi,
1
mengurangi keterbatasan aktivitas fisik sehari-hari, meningkatkan kemandirian dan kualitas
hidup seseorang terkait OA. Saat ini diharapkan dapat pula memodifikasi perjalanan penyakit
bahkan mungkin mencegah terjadinya OA dengan pemberian diseasemodifying drugs untuk OA
(DMOADs). Hasil terbaik bila dilakukan pendekatan multidisiplin dan tatalaksana yang bersifat
multimodal.1
Perlu diketahui bahwa penyebab nyeri yang terjadi bersifat multifaktorial. Nyeri dapat
bersumber dari regangan serabut syaraf periosteum, hipertensi intra-osseous, regangan kapsul
sendi, hipertensi intra-artikular, regangan ligament, mikrofraktur tulang subkondral, entesopati,
bursitis dan spasme otot. Saat ini terdapat lebih dari 50 modalitas penatalaksanaan OA baik non
farmakologi maupun farmakologi, maka diperlukan rekomendasi untuk meningkatkan efektifitas
dan efisiensi penatalaksanaan OA.1
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Osteoartritis (OA) adalah gangguan yang ditandai dengan degenerasi struktural dan
fungsional kronis dari seluruh sendi. Patofisiologi OA merupakan degenerasi, destruksi, dan
hingga hilangnya kartilago artikular, yang bersamaan dengan perubahan pada jaringan lunak
lainnya. OA dapat didefinisikan secara radiologis, klinis, atau patologis.2
2.2 Epidemiologi
Menurut WHO pada tahun 2025 populasi usia lanjut di Indonesia akan meningkat 414%
dibanding tahun 1990. Di Indonesia prevalensi OA lutut yang tampak secara radiologis mencapai
15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita yang berumur antara 40-60 tahun.3
Penelitian di Bandung pada pasien yang berobat ke klinik reumatologi RSHS pada tahun
2007 dan 2010, berturutturut didapatkan: OA merupakan 74,48% dari keseluruhan kasus (1297)
reumatik pada tahun 2007. Enam puluh sembilan persen diantaranya adalah wanita dan
kebanyakan merupakan OA lutut (87%). Dan dari 2760 kasus reumatik pada tahun 2010, 73%
diantaranya adalah penderita OA, dengan demikian OA akan semakin banyak ditemukan dalam
praktek dokter sehari-hari. 3
2.3 Etiologi
3
2.4 Faktor Resiko
Secara garis besar, terdapat dua pembagian faktor risiko OA yaitu faktor predisposisi dan
faktor biomekanis. Faktor predisposisi merupakan faktor yang memudahkan seseorang untuk
terserang OA. Sedangkan faktor biomekanik lebih cenderung kepada faktor mekanis / gerak
tubuh yang memberikan beban atau tekanan pada sendi lutut sebagai alat gerak tubuh, sehingga
meningkatkan risiko terhadinya OA.5
b. Jenis Kelamin
Prevalensi OA pada laki-laki sebelum usia 50 tahun lebih tinggi dibandingkan
perempuan, tetapi setelah usia lebih dari 50 tahun prevalensi perempuan lebih tinggi menderita
OA dibandingkan laki-laki. Perbedaan tersebut menjadi semakin berkurang setelah menginjak
usia 80 tahun. Hal tersebut diperkirakan karena pada masa usia 50 – 80 tahun wanita mengalami
pengurangan hormon estrogen yang signifikan.
c. Ras/ Etnis
Prevalensi OA pada penderita di negara Eropa dan Amerika tidak berbeda, sedangkan
suatu penelitian membuktikan bahwa ras Afrika – Amerika memiliki risiko menderita OA 2 kali
lebih besar dibandingkan ras Kaukasia. Penduduk Asia juga memiliki risiko menderita OA lebih
tinggi dibandingkan Kaukasia. Suatu studi lain menyimpulkan bahwa populasi kulit berwarna
lebih banyak terserang OA dibandingkan kulit putih.
2. Faktor Genetik
4
Faktor genetik diduga juga berperan pada kejadian OA, hal tersebut berhubungan dengan
abnormalitas kode genetic untuk sintesis kolagen yang bersifat diturunkan.
a. Kebiasaan Merokok
Banyak penelitian telah membuktikan bahwa ada hubungan positif antara merokok
dengan OA. Merokok meningkatkan kandungan racun dalam darah dan mematikan jaringan
akibat kekurangan oksigen, yang memungkinkan terjadinya kerusakan tulang rawan. Rokok juga
dapat merusakkan sel tulang rawan sendi. Hubungan antara merokok dengan hilangnya tulang
rawan pada OA dapat dijelaskan sebagai berikut :
i. Merokok dapat merusak sel dan menghambat proliferasi sel tulang rawan sendi.
ii. Merokok dapat meningkatkan tekanan oksidan yang mempengaruhi hilangnya tulang
rawan.
iii. Merokok dapat meningkatkan kandungan karbon monoksida dalam darah, menyebabkan
jaringan kekurangan oksigen dan dapat menghambat pembentukan tulang rawan.
Di sisi lain, terdapat penelitian yang menyimpulkan bahwa merokok memiliki efek
protektif terhadap kejadian OA. Hal tersebut diperoleh setelah mengendalikan variabel perancu
yang potensial seperti berat badan.
b. Konsumsi Vitamin D
Orang yang tidak biasa mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin D memiliki
peningkatan risiko 3 kali lipat menderita OA.
4. Faktor Metabolik
a. Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko terkuat yang dapat dimodifikasi. Selama berjalan,
setengah berat badan bertumpu pada sendi lutut. Peningkatan berat badan akan melipatgandakan
beban sendi lutut saat berjalan. Studi di Chingford menunjukkan bahwa untuk setiap peningkatan
Indeks Massa Tubuh (IMT) sebesar 2 unit (kira-kira 5 kg berat badan), rasio odds untuk
menderita OA secara radiografik meningkat sebesar 1,36 poin. Penelitian tersebut menyimpulkan
5
bahwa semakin berat tubuh akan meningkatkan risiko menderita OA. Kehilangan 5 kg berat
badan akan mengurangi risiko OA secara simtomatik pada wanita sebesar 50%. Demikian juga
peningkatan risiko mengalami OA yang progresif tampak pada orang-orang yang kelebihan berat
badan dengan penyakit pada bagian tubuh tertentu.
b. Osteoporosis
Hubungan antara OA dan osteoporosis mendukung teori bahwa gerakan mekanis yang
abnormal tulang akan mempercepat kerusakan tulang rawan sendi. Suatu studi menunjukkan
bahwa terdapat kasus OA lutut tinggi pada penderita osteoporosis.
c. Penyakit lain
OA terbukti berhubungan dengan diabetes mellitus, hipertensi dan hiperurikemi, dengan
catatan pasien tidak mengalami obesitas.
d. Histerektomi
Prevalensi OA pada wanita yang mengalami pengangkatan rahim lebih tinggi
dibandingkan wanita yang tidak mengalami pengangkatan rahim. Hal ini diduga
berkaitan dengan pengurangan produksi hormon estrogen setelah dilakukan pengangkatan rahim.
e. Menisektomi
Osteoartritis lutut dapat terjadi pada 89% pasien yang telah menjalani menisektomi.
Menisektomi merupakan operasi yang dilakukan di daerah lutut dan telah diidentifikasi sebagai
faktor risiko penting bagi OA. Hal tersebut dimungkinkan karena beberapa hal berikut ini :
i. Hilangnya jaringan meniskus akibat menisektomi membuat tekanan berlebih pada tulang
rawan sendi sehingga memicu timbulnya OA.
ii. Bagi pasien yang mengalami menisektomi, degenerasi meniskal dan robekan mungkin
menjadi lebih luas dan perubahan pada tulang rawan sendi akan lebih besar daripada
mereka yang tidak melakukan menisektomi.
6
riwayat trauma lutut memiliki risiko 5 – 6 kali lipat lebih tinggi untuk menderita OA. Hal
tersebut biasanya terjadi pada kelompok usia yang lebih muda serta dapat menyebabkan
kecacatan yang lama dan pengangguran.
2. Kelainan Anatomis
Faktor risiko timbulnya OA antara lain kelainan lokal pada sendi lutut seperti genu
varum, genu valgus, Legg – Calve – Perthes disease dan displasia asetabulum. Kelemahan otot
kuadrisep dan laksiti ligamentum pada sendi lutut termasuk kelainan lokal yang juga menjadi
faktor risiko OA.
3. Pekerjaan
Osteoartritis banyak ditemukan pada pekerja fisik berat, terutama yang banyak
menggunakan kekuatan yang bertumpu pada lutut. Prevalensi lebih tinggi menderita OA
ditemukan pada kuli pelabuhan, petani dan penambang dibandingkan pada pekerja yang tidak
banyak menggunakan kekuatan lutut seperti pekerja administrasi. Terdapat hubungan signifikan
antara pekerjaan yang menggunakan kekuatan lutut dan kejadian OA.
4. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik berat seperti berdiri lama (2 jam atau lebih setiap hari), berjalan jarak jauh
(2 jam atau lebih setiap hari), mengangkat barang berat (10 kg – 50 kg selama 10 kali atau lebih
setiap minggu), mendorong objek yang berat (10 kg – 50 kg selama 10 kali atau lebih setiap
minggu), naik turun tangga setiap hari merupakan faktor risiko OA.
5. Kebiasaan Olahraga
Atlit olah raga benturan keras dan membebani lutut seperti sepak bola, lari maraton dan
kung fu memiliki risiko meningkat untuk menderita OA. Kelemahan otot kuadrisep primer
merupakan faktor risiko bagi terjadinya OA dengan proses menurunkan stabilitas sendi dan
mengurangi shock yang menyerap materi otot. Tetapi, di sisi lain seseorang yang memiliki
aktivitas minim sehari-hari juga berisiko mengalami OA. Ketika seseorang tidak melakukan
gerakan, aliran cairan sendi akan berkurang dan berakibat aliran makanan yang masuk ke sendi
juga berkurang. Hal tersebut akan mengakibatkan proses degeneratif menjadi berlebihan.
7
2.5 Patofisiologi
8
atau sendi yang terlalu sering digunakan dalam proses inflamasi. Faktor-faktor ini dibahas pada
bagian berikut.7
1. Mekanisme imun bawaan7
Sistem imun bawaan mengenali ciri patogen yang dilestarikan pattern-recognition
receptors (PRR), yang terdiri dari beberapa keluarga reseptor permukaan sel, endosom, dan
sitosol. PRRs memberikan respons imun lini pertama terhadap mikroba. Namun, mereka
mengenali tidak hanya pola molekuler yang berhubungan dengan patogen, tetapi juga pola
kerusakan yang berhubungan dengan molekuler (DAMP). DAMP diproduksi selama kerusakan
jaringan. DAMP adalah molekul endogen yang memberi sinyal ke sel imun bawaan (misalnya,
makrofag dan sel mast) untuk memicu respons perlindungan. Setelah diaktifkan oleh pensinyalan
DAMP-PRR, sistem imun bawaan menghasilkan serangkaian mediator inflamasi yang biasanya
memicu respons imun, dan yang pada akhirnya mengarah ke perbaikan. Namun, aktivasi
inflamasi yang diinduksi PRR-DAMP yang berkepanjangan atau tidak teratur dapat merusak,
dan telah terlibat dalam peradangan kronis yang diamati pada OA.
Seperti PRR, sistem komplemen adalah mekanisme imun bawaan yang dengannya tubuh
mengenali patogen, dan juga terlibat dalam peradangan dan kerusakan pada sendi OA. Sistem
komplemen meningkatkan kemampuan antibodi dan sel fagosit untuk membersihkan patogen
dari suatu organisme. Aktivasi komplemen menyebabkan kemotaksis, eksudasi protein plasma di
tempat inflamasi, dan opsonisasi agen infeksi dan sel yang rusak. Menariknya, beberapa produk
kerusakan jaringan pada sendi mampu mengaktifkan PRR dan komplemen.
2. Mekanisme imun adaptif7
Tingkat antibodi dan kompleks imun secara abnormal tinggi dalam cairan sinovial dan
jaringan sendi OA, meskipun kekhususan antibodi yang terlibat dan relevansi peningkatan kadar
antibodi ini tidak jelas. Ada kemungkinan bahwa tulang rawan dan debris sel yang dikeluarkan
selama degenerasi tulang rawan memperlihatkan neoepitop yang kemudian ditargetkan oleh
antibodi. Antibodi alami, yang biasanya tidak matang-afinitas dan karena itu afinitas rendah,
dapat mengikat tulang rawan atau debris sel lainnya untuk membentuk kompleks imun.
Kompleks imun ini dapat mengaktifkan respons imun bawaan dan merangsang respons
inflamasi; sebagai alternatif, mereka mungkin memfasilitasi pembersihan debris tulang rawan
dan dengan demikian mempromosikan perbaikan jaringan. Investigasi lebih lanjut diperlukan
untuk mendefinisikan peran antibodi dan respon imun adaptif dalam patogenesis OA.
9
3. Mediator inflamasi7
Seperti disebutkan sebelumnya, berbagai mediator inflamasi telah diidentifikasi dalam
jaringan dan cairan sendi OA, termasuk sitokin, kemokin, growth factors, adipokin,
prostaglandin dan leukotrin, dan regulator seperti CPB. Mediator ini dapat diproduksi oleh
berbagai jenis sel di dalam sendi, termasuk synoviocytes-like fibroblast, kondrosit, dan sel imun
lainnya.
4. Disregulasi Jam Sirkadian7
Gangguan ritme sirkadian bisa menjadi mekanisme lain di mana peradangan kronis
berkontribusi pada patogenesis OA. Melemahnya jam sirkadian lokal dalam kartilago (dan pada
jaringan sendi lainnya) mungkin juga berkontribusi terhadap variasi sirkadian yang terlihat pada
gejala OA. Gangguan jam sirkadian tulang rawan bisa berkontribusi terhadap peradangan pada
OA. Dalam skenario seperti itu, sebuah lingkaran setan beroperasi di mana peradangan kronis
melemahkan jam sirkadian tulang rawan, yang menyebabkan tidak hanya penurunan ekspresi
protein yang terlibat dalam anabolisme tulang rawan, sebab tejadi hilangnya tulang rawan, tetapi
juga peningkatan ekspresi sitokin inflamasi, sebab untuk penyebaran peradangan pada sendi.
Ritme sirkadian yang intrinsik pada sel-sel imun memengaruhi respons sitokin dan pemindahan
sel imun dan, oleh karena itu, disregulasi sel imun berpotensi berkontribusi pada peradangan
pada OA.
10
Perbandingan sendi normal (sisi kiri) dan sendi OA (sisi kanan), menunjukkan bahwa OA
adalah penyakit yang mempengaruhi seluruh struktur sendi, termasuk tulang rawan artikular,
sinovium, tulang subchondral, kapsul sendi, dan komponen lain dari sendi.7
11
Penyebab rasa sakit itu dapat juga berupa akibat dari lepasnya mediator kimiawi seperti
kinin dan prostaglandin yang menyebabkan radang sendi, peragangan tendon atau ligementum
serta spasmus otot-otot extra artikuler akibat kerja yang berlebihan. Sakit pada sendi juga
diakibatkan oleh adanya osteofit yang menekan perioteum dan radiks saraf yang berasal dari
medulla spinalis serta kenaikan tekanan vena intrameduller akibat stasis vena intrameduller
kerana proses remodeling pada trabekula dan subkondrial.8
Pasien OA mempunyai kadar PA yang tinggi pada cairan sendinya. Sitokin ini juga
mempercepat resorbsi rawan sendi. Interleukin-1 mempunyai efek multiple pada sel cairan sendi,
yaitu meningkatkan sintesis enzim yang mengredasi rawan sendi yaitu stromelisin dan
kolagenosa, maenghambat proses sintesis dan perbaikan normal kondrosit. Kondrosit pada
pasien OA mempunyai reseptor IL-1 dua kali lipat lebih banyak dibanding normal dan
khondrosit sendiri dapat memproduksi IL-1 secara lokal. Faktor pertumbuhan dan sitokin
tampaknya mempunyai pengaruh yang berlawanan selama perkembangan OA. Sitokin
cenderung meransang degradasi komponen matriks rawan sendi, sebaliknya faktor pertumbuhan
meransang sintesis, padahal IGF-1 pasien OA lebih rendah dibandingkan individual normal pada
umur yang sama.8
12
Gambar 3. Patofisiologi OA
13
2.6 Manifestasi Klinis8
1. Nyeri Sendi
Nyeri sendi merupakan keluhan utama yang sering dirasakan penderita ketika berkunjung
ke dokter, meskipun sebelumnya perrnah mengalami kaku sendi dan deformitas. Nyeri ini akan
bertambah berat saat melakukan gerakan dan akan berkurang bila penderita istirahat.
2. Kaku Sendi
Kaku sendi pada osteoartritis dapat terjadi setelah imobilitas, seperti duduk dalam waktu
cukup lama atau bahkan setelah bangun tidur dan berlangsung kurang dari 30 menit3
3. Hambatan Gerak Sendi
Hambatan gerak pada osteoartritis disebabkan oleh nyeri, inflamasi, fleksi menetap,
kelainan sendi atau deformitas. Hambatan gerak tergantung pada lokasi dan beratnya kelainan
sendi yang terkena. Biasanya bertambah berat dengan semakin beratnya penyakit, sampai sendi
hanya bia digoyangkan dan menjadi kontraktur. Hambatan gerak dapat konsentris ( seluruh arah
gerakan ) maupun eksentris ( salah satu arah gerakan).
4. Krepitasi
Gejala ini lebih berarti untuk pemeriksaan klinis OA lutut. Pada awalnya hanya berupa
perasaan akan adanya seuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau dokter yang memeriksa.
Dengan bertambah beratnya penyakit, krepitasi dapat terdengar sampai jarak tertentu.
5. Pembengkakan Sendi
Pembengkakan sendi dapat terjadi karena efusi pada sendi yang biasanya tak banyak (<
100 cc).Deformitas dapat terlihat pada sendi yang terkena yang disebabkan terbentuknya
osteofit. Tanda-tanda adanya peradangan pada sendi (nyeri tekan, gangguan gerak, rasa hangat
yang merata dan warna kemerahan) mungkin dijumpai pada osteoartritis karena adanya sinovitis.
6. Perubahan Gaya Berjalan
Gangguan berjalan dan gangguan fungsi sendi yang lain merupakan ancaman yang besar
untuk kemandirian penderita usia lanjut. Keadaan ini hamper selalu berhubungan dengan nyeri
kerana menjadi tumpuan berat badan. Terutama dijumpai pada OA lutut, sendi paha dan OA
tulang belakang dengan stenosis spinal. Pada sendi-sendi lain, sepertitangan bahu, siku dan
pergelangan tangan, osteoartitis juga menimbulkan gangguan fungsi.
14
2.7 Klasifikasi
2.7.1 Klasifikasi berdasarkan etiologi
Berdasarkan etiologi, OA dapat terjadi secara primer (idiopatik) maupun sekunder.
Klasifikasi OA berdasarkan etiologi dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
15
2.8 Diagnosa
Seperti pada penyakit reumatik umumnya ,diagnosis tak dapat didasarkan hanya pada
satu jenis pemeriksaan saja. Biasanya dilakukan pemeriksaan reumatologi ringkas berdasarkan
prinsip pemeriksaan GALS (Gait, arms, legs, spine). Penegakan diagnosis OA dapat berdasarkan
gejala klinis. Tidak ada pemeriksaan penunjang khusus yang dapat menentukan diagnosis OA.
Pemeriksaan penunjang saat ini terutama dilakukan untuk monitoring penyakit dan untuk
menyingkirkan kemungkinan artritis karena sebab lainnya. Pemeriksaan radiologi dapat
menentukan adanya OA, namun tidak berhubungan langsung dengan gejala klinis yang muncul. 1
Gejala OA umumnya dimulai saat usia dewasa, dengan tampilan klinis kaku sendi di pagi
hari atau kaku sendi setelah istirahat. Sendi dapat mengalami pembengkakan tulang, dan krepitus
saat digerakkan, dapat disertai keterbatasan gerak sendi. Peradangan umumnya tidak ditemukan
atau sangat ringan. Banyak sendi yang dapat terkena OA, terutama sendi lutut, jari-jari kaki, jari-
jari tangan, tulang punggung dan panggul. Pada seseorang yang dicurigai OA, direkomendasikan
melakukan pemeriksaan berikut ini1,9
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan Fisik
16
c. Pendekatan untuk menyingkirkan diagnosis penyakit lain.
d. Pemeriksaan penunjang
e. Perhatian khusus terhadap gejala klinis dan faktor yang mempengaruhi pilihan
terapi/penatalaksanaan OA
2.8.1 Anamnesis1
1. Nyeri dirasakan berangsur-angsur (onset gradual)
2. Tidak disertai adanya inflamasi (kaku sendi dirasakan < 30 menit, bila disertai inflamasi,
umumnya dengan perabaan hangat, bengkak yang minimal, dan tidak disertai kemerahan pada
kulit)
3. Tidak disertai gejala sistemik
4. Nyeri sendi saat beraktivitas
5. Sendi yang sering terkena: Sendi tangan: carpo-metacarpal (CMC I), Proksimal
interfalang (PIP) dan distal interfalang (DIP), dan Sendi kaki: Metatarsofalang (MTP) pertama.
Sendi lain: lutut, V. servikal, lumbal, dan hip.
6. Pada anamnesis dijumpai faktor risiko berupa :
a. Bertambahnya usia
b. Riwayat keluarga dengan OA generalisata
c. Aktivitas fisik yang berat
d. Obesitas
e. Trauma sebelumnya atau adanya deformitas pada sendi yang bersangkutan.
7. Riwayat penyakit yang menyertai, sebagai pertimbangan dalam pilihan terapi:
a. Ulkus peptikum, perdarahan saluran pencernaan, penyakit liver.
b. Penyakit kardiovaskular (hipertensi, penyakit jantung iskemik, stroke, gagal jantung),
c. Penyakit ginjal
d. Asthma bronkhiale (terkait penggunaan aspirin atau OAINs)
e. Depresi yang menyertai
8. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi keluhan nyeri dan fungsi sendi
a. Nyeri saat malam hari (night pain)
b. Gangguan pada aktivitas sehari-hari
c. Kemampuan berjalan
17
d. Lain-lain: risiko jatuh, isolasi social, depresi
18
Pada pemeriksaan foto polos ditemukan:
a. Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris (lebih berat pada bagian yang
menanggung beban)
b. Peningkatan densitas (sclerosis) tulang subkondral
c. Kista tulang
d. Osteofit pada pinggir sendi
e. Perubahan struktur anatomi sendi.
19
3. Artroskopi
Pada pasien osteoarthritis ditemukan perubahan proliferative dan inflamasi pada
sinovium. Pemeriksaan ini lebih sensitive di banding foto polos dalam hal melihat progresifitas
penyakit . dan dapat menilai apakah terjadi inflamasi pada kartilago sendri yang terkena.
2.8.5 Perhatian khusus terhadap gejala klinis dan faktor yang mempengaruhi pilihan terapi/
penatalaksanaan OA.1
1. Singkirkan diagnosis banding.
2. Pada kasus dengan diagnosis yang meragukan, sebaiknya dikonsulkan pada ahli
reumatologi untuk menyingkirkan diagnosis lain yang menyerupai OA. Umumnya dilakukan
artrosentesis diagnosis.
3. Tentukan derajat nyeri dan fungsi sendi
4. Perhatikan dampak penyakit pada status social seseorang
5. Perhatikan tujuan terapi yang ingin dicapai, harapan pasien, mana yang lebih disukai
pasien, bagaimana respon pengobatannya.
6. Faktor psikologis yang mempengaruhi.
20
Gambar 5. Diagnosis OA Lutut
22
Pada pseudogout terjadi pembentukkan kristal kalsium pirofosfat pada sendi terutama
sendi lutut, dan memang umum terjadi pada pasien usia lanjut, bagaimana mekanisme terjadinya
pseudogout masih belum diketahui dengan pasti.Nyeri yang menjalar umumnya terjadi pada
bursitis akibat lesi pada ligament dan meniscus. Pada penyakit akibat infeksi sendi yang lain
akan menimbulkan tanda- tanda umum peradangan seperti kemerahan, bengkak. Factor
psikologis seperti depresi dan masalah social juga dapat berpengaruh terhadap perkembangan
rasa nyeri yang timbul. Sindroma nyeri pada soft tissue juga dapat dijadikan diagnose banding
namun pada hal ini tidak melibatkan kekakuan pada sendi.10
2.10 Tatalaksana
Osteoartritis merupakan penyakit artritis kronis paling banyak ditemui dengan berbagai
faktor risiko, karena itu peranan dokter umum sangat penting khususnya dalam sistim kesehatan
nasional, untuk pencegahan, deteksi dini dan penatalaksanaan penyakit kronik secara umum, dan
khususnya dalam penatalaksanaan OA. Karena itu rekomendasi penatalaksanaan OA sangat
diperlukan untuk memudahkan koordinasi yang meliputi multidisiplin, monitoring, dengan
patient centre care yang bersifat kontinyu/terus menerus, komprehensif dan konsisten, sehingga
penatalaksanaan nyeri OA kronik dapat dilakukan secara efektif dan efisien.
Strategi penatalaksanaan pasien dan pilihan jenis pengobatan ditentukan oleh letak sendi
yang mengalami OA, sesuai dengan karakteristik masing-masing serta kebutuhannya. Oleh
karena itu diperlukan penilaian yang cermat pada sendi dan pasiennya secara keseluruhan, agar
penatalaksanaannya aman, sederhana, memperhatikan edukasi pasien serta melakukan
pendekatan multidisiplin.
Tujuan:
1. Mengurangi/ mengendalikan nyeri.
2. Mengoptimalkan fungsi gerak sendi.
23
3. Mengurangi keterbatasan aktifitas fisik sehari-hari (ketergantungan kepada orang lain )
dan meningkatkan kualitas hidup.
4. Menghambat progresivitas penyakit.
5. Mencegah terjadinya komplikasi.
24
2.10.1 Terapi Non farmakologi
a. Edukasi pasien
Sangat penting bagi semua pasien OA diberikan edukasi yang tepat. Dua hal yang
menjadi tujuan edukasi adalah bagaimana mengatasi nyeri dan disabilitas. Pemberian edukasi
(KIE) pada pasien ini sangat penting karena dengan edukasi diharapkan pengetahuan pasien
25
mengenai penyakit OA menjadi meningkat dan pengobatan menjadi lebih mudah serta dapat
diajak bersama-sama untuk mencegah kerusakan organ sendi lebih lanjut.
Edukasi yang diberikan pada pasien ini yaitu memberikan pengertian bahwa OA adalah
penyakit yang kronik, sehingga perlu dipahami bahwa mungkin dalam derajat tertentu akan tetap
ada rasa nyeri, kaku dan keterbatasan gerak serta fungsi. Selain itu juga diberikan pemahaman
bahwa hal tersebut perlu dipahami dan disadari sebagai bagian dari realitas kehidupannya. Agar
rasa nyeri dapat berkurang, maka pasien sedianya mengurangi aktivitas/pekerjaannya sehingga
tidak terlalu banyak menggunakan sendi lutut dan lebih banyak beristirahat. Pasien juga
disarankan untuk kontrol kembali sehingga dapat diketahui apakah penyakitnya sudah membaik
atau ternyata ada efek samping akibat obat yang diberikan. (pdf unud)
b. Diet
Bila berat berlebih (BMI: >25), program penurunan berat badan, minimal penurunan 5%
dari berat badan dengan target BMI 18,5-25. Pada pasien OA disarankan untuk mengurangi
berat badan dengan mengatur diet rendah kalori sampai mungkin mendekati berat badan ideal.
Dimana prinsipnya adalah mengurangi kalori yang masuk dibawah energi yang dibutuhkan.
Penurunan energi intake yang aman dianjurkan pemberian defisit energi antara 500-1000 kalori
per hari, sehingga diharapkan akan terjadi pembakaran lemak tubuh dan penurunan berat badan
0,5–1 kg per minggu. Biasanya intake energi diberikan 1200-1300 kal per hari, dan paling
rendah 800 kal per hari. Formula yang dapat digunakan untuk kebutuhan energy berdasarkan
berat badan adalah 22 kal/kgBB aktual/hari, dengan cara ini didapatkan deficit energy 1000
kal/hari. Pada pasien dianjurkan untuk diet 1200 kal per hari agar mencapai BB idealnya yakni
setidaknya mencapai 55kg.
c. Terapi fisik
Terapi fisik bertujuan untuk melatih pasien agar persendiannya tetap dapat dipakai dan
melatih pasien untuk melindungi sendi yang sakit. Pada pasien OA dianjurkan untuk berolahraga
tapi olahraga yang memperberat sendi sebaiknya dihindari seperti lari atau joging. Hal ini
dikarenakan dapat menambah inflamasi, meningkatkan tekanan intra articular bila ada efusi
sendi dan bahkan bisa dapat menyebabkan robekan kapsul sendi. Untuk mencegah risiko
terjadinya kecacatan pada sendi, sebaiknya dilakukan olahraga peregangan otot seperti
m.Quadrisep femoris, dengan peregangan dapat membantu dalam peningkatan fungsi sendi
secara keseluruhan dan mengurangi nyeri. : pakai tongkat pada sisi yang sehat.
26
Pada pasien OA disarankan untuk senam aerobic low impact/intensitas rendah tanpa
membebani tubuh selama 30 menit sehari tiga kali seminggu. Hal ini bisa dilakukan dengan
olahraga naik sepeda atau dengan melakukan senam lantai. Senam lantai bisa dilakukan dimana
pasien mengambil posisi terlentang sambil meregangkan lututnya, dengan cara mengangkat kaki
dan secara perlahan menekuk dan meluruskan lututnya.
d. Terapi okupasi
Terapi ini meliputi proteksi sendi dan konservasi energi, menggunakan splint dan
menggunakan alat bantu gerak sendi untuk aktivitas fisik sehari-hari.
b. Untuk OA dengan gejala nyeri ringan hingga sedang, yang memiliki risiko pada sistem
pencernaan (usia >60 tahun, disertai penyakit komorbid dengan polifarmaka, riwayat ulkus
peptikum, riwayat perdarahan saluran cerna, mengkonsumsi obat kortikosteroid dan atau antiko
agulan), dapat diberikan salah satu obat berikut ini:
i. Acetaminophen ( kurang dari 4 gram per hari)
ii. Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) topical
iii. Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) non selektif, dengan pemberian obat pelindung
gaster (gastro- protective agent).
Obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) harus dimulai dengan dosis analgesik rendah
dan dapat dinaikkan hingga dosis maksimal hanya bila dengan dosis rendah respon kurang
efektif.
Pemberian OAINS lepas bertahap (misalnya Na-Diklofenak SR75 atau SR100) agar
dipertimbangkan untuk meningkatkan kenyamanan dan kepatuhan pasien. Penggunaan
misoprostol atau proton pump inhibitor dianjurkan pada penderita yang memiliki faktor risiko
kejadian perdarahan sistem gastrointestinal bagian atas atau dengan adanya ulkus saluran
pencernaan.
iv. Cyclooxygenase-2 inhibitor
27
c. Untuk nyeri sedang hingga berat, dan disertai pembengkakan sendi, aspirasi dan tindakan
injeksi glukokortikoid intraartikular (misalnya triamsinolone hexatonide 40 mg) untuk
penanganan nyeri jangka pendek (satu sampai tiga minggu) dapat diberikan, selain pemberian
obat anti-inflamasi nonsteroid per oral (OAINS).
Injeksi intraartikular/intralesi
Injeksi intra artikular ataupun periartikular bukan merupakan pilihan utama dalam
penanganan osteoartritis. Diperlukan kehati-hatian dan selektifitas dalam penggunaan
modalitas terapi ini, mengingat efek merugikan baik yang bersifat lokal maupun sistemik. Pada
dasarnya ada 2 indikasi suntikan intra artikular yakni penanganan simtomatik dengan steroid,
dan viskosuplementasi dengan hyaluronan untuk memodifikasi perjalanan penyakit. Dengan
pertimbangan ini yang sebaiknya melakukan tindakan adalah dokter ahli reumatologi atau dokter
ahli penyakit dalam dan dokter ahli lain, yang telah mendapatkan pelatihan.
Kortikosteroid. Dapat diberikan pada OA lutut, jika mengenai satu atau dua sendi dengan
keluhan nyeri sedang hingga berat yang kurang responsif terhadap pemberian OAINS, atau tidak
dapat mentolerir OAINS atau terdapat penyakit komorbid yang merupakan kontra indikasi
terhadap pemberian OAINS. Diberikan juga pada OA lutut dengan efusi sendi atau secara
pemeriksaan fisik terdapat tanda-tanda inflamasi lainnya. Teknik penyuntikan harus aseptik,
28
tepat dan benar untuk menghindari penyulit yang timbul. Sebagian besar literatur tidak
menganjurkan dilakukan penyuntikan lebih dari sekali dalam kurun 3 bulan atau setahun 3 kali
terutama untuk sendi besar penyangga tubuh. Dosis untuk sendi besar seperti lutut 40-50
mg/injeksi, sedangkan untuk sendi-sendi kecil biasanya digunakan dosis 10 mg. Injeksi
kortikosteroid intra-artikular harus dipertimbangkan sebagai terapi tambahan terhadap terapi
utama untuk mengendalikan nyeri sedang-berat pada penderita OA
Viskosuplemen: Hyaluronan. Terdapat dua jenis hyaluronan di Indonesia: high molecular
weight dan low molecular weight atau tipe campuran. Penyuntikan intra artikular viskosuplemen
ini dapat diberikan untuk sendi lutut. Karakteristik dari penyuntikan hyaluronan ini adalah
onsetnya lambat, namun berefek jangka panjang, dan dapat mengendalikan gejala klinis lebih
lama bila dibandingkan dengan pemberian injeksi kortikosteroid intraartikular. Cara pemberian:
diberikan berturut-turut 5 sampai 6 kali dengan interval satu minggu @ 2 sampai 2,5 ml
Hyaluronan untuk jenis low molecular weight, 1 kali untuk jenis high molecular weight, dan 2
kali pemberian dengan interval 1 minggu untuk jenis tipe campuran. Teknik penyuntikan harus
aseptik, tepat dan benar. Kalau tidak dapat timbul berbagai penyulit seperti artritis septik,
nekrosis jaringan dan abses steril. Perlu diperhatikan faktor alergi terhadap unsur/bahan dasar
hyaluronan misalnya harus dicari riwayat alergi terhadap telur.
3. Chondroprotective agent
Yang dimaksud dengan Chondroprotective agent adalah obat – obatan yang dapat
menjaga atau merangsang perbaikan (repair) tulang rawan sendi pada pasien OA .
30
Segera rujuk ke dokter bedah ortopedi pada:
a. Pasien dengan gejala klinis OA yang berat, gejala nyeri menetap atau bertambah berat
setelah mendapat pengobatan yang standar sesuai dengan rekomendasi baik secara non-
farmakologik dan farmakologik (gagal terapi konvensional).
b. Pasien yang mengalami keluhan progresif dan mengganggu aktivitas fisik sehari-hari.
c. Keluhan nyeri mengganggu kualitas hidup pasien: menyebabkan gangguan tidur
(sleeplessness), kehilangan kemampuan hidup mandiri, timbul gejala/gangguan psikiatri karena
penyakit yang dideritanya.
d. Deformitas varus atau valgus (>15 hingga 20 derajat) pada OA lutut
e. Subluksasi lateral ligament atau dislokasi: rekonstruksi retinakular medial, distal patella
realignment, lateral release.
f. Gejala mekanik yang berat (gangguan berjalan/giving way, lutut terkunci/locking, tidak
dapat jongkok/inability to squat): tanda adanya kelainan struktur sendi seperti robekan meniskus:
untuk
g. Kemungkinan tindakan artroskopi atau tindakan unicompartmental knee replacement or
osteotomy/realignment osteotomies.
h. Operasi penggantian sendi lutut (knee replacement: full, medial unicompartmental,
patellofemoral and rarely lateral unicompartmental) pada pasien dengan:
Nyeri sendi pada malam hari yang sangat mengganggu
Kekakuan sendi yang berat
Mengganggu aktivitas fisik sehari-hari.
31
Gambar 6. Algoritma Penatalaksanaan Osteoartritis
2.11 Pencegahan
Pencegahan terhadap OA dapat dengan cara meningkatkan factor protektif terhadap sendi
misalnya melalui olahraga. Hal ini untuk mengendalikan factor resiko yang dapat dimodifikasi.
Dianjurkan latihan yang bersifat penguatan otot, memperluas lingkup gerak sendi dan latihan
aerobik. Diet sehat guna mempertahankan berat badan tetap ideal. Lebih lanjutkonsumsi
makanan dan minuman juga berpengaruh terhadap kesehatan sendi dan tulang rawan. Penurunan
32
berat badan merupakan tindakan yang penting, terutama pada pasien-pasien obesitas, untuk
mengurangi beban pada sendi. Perlindungan dari cedera saat menjalani pekerjaan khususnya
pekerjaan yang banyak menggunakan sendi sendi tertentu sebagai tumpuan. Mengangkat beban
berat dari lantai pada posisi yang benar untuk mencegah trauma sendi minimal yang dapat terjadi
berulang kali, umumnya terkait pekerjaan.9
2.12 Komplikasi
1. Kondrolisis
Kerusakan kartilago menyebabkan sendi lisisnya jaringan sendi
2. Osteonekrosis
Kematian tulang.
3. Stress fracture
Cedera berulang secara bertahap akan menghasilkan retakan tulang yang tidak terlihat.
4. Perdarahan di bagian dalam sendi.
5. Infeksi pada sendi.
6. Ruptur tendon atau ligamen sekitar sendi
7. Saraf terjepit (osteoartritis di tulang belakang). 11
2.13 Prognosis
Osteoarthritis merupakan penyakit degeneratif, maka dapat dipahami bahwa penyakit ini
bersifat progresif sesuai dengan usia penderita. Namun apabila diketahui secara dini dan belum
menimbulkan deformitas (valgus atau varus), maka perjalanan penyakit dapat dihambat dengan
cara membuat atau berusaha memperbaiki stabilitas sendi. Berikut merupakan prognosis untuk
kasus OA:
a. Quo ad vitam : (Baik) mengingat kondisi penyakitnya secara langsung tidak
membahayakan jiwa.
b. Quo ad sanam : (Ragu-ragu) karena intervensi fisioterapi tidak dapat
menyembuhkan OA sendi lutut. Bersifat simptomatik yaitu
mengurangi keluhan yang timbul.
c. Quo ad funcionam : (Ragu-ragu) karena tergantung pada derajat nyeri yang timbul.
d. Quo ad cosmeticam : (Buruk) karena sudah terjadi adanya deformitas varus.
33
Diketahui bahwa, stabilitas sendi tergantung pada bentuk, ligamen dan kapsul sendi,serta
otot. Bentuk, ligament dan kapsul sendi tidak dapat dipengaruhi kecuali menjaga agar tidak
terlalu mendapat beban dan stress yang berarti. Sedangkan otot dapat diperkuat dengan cara
latihan, sehingga kunci dan stabilitas yang masih bisa dikendalikan adalah mengurangi rasa sakit
dan melatih otot agar menjadi kuat. 12
34
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
35
4. Definisi Operasional
36
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Analisis deskriptif kasus osteoarthritis lutut pada poli umum dan poli lansia di Puskesmas
Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa dari 62 kasus osteoarthritis lutut pada poli umum dan
poli lansia di Puskesmas Sidayu, sebesar 12.9% kasus osteoarthritis lutut terjadi pada pasien
dengan rentang usia 26 sampai 35 tahun, kemudian sebesar 14.5% kasus osteoarthritis lutut
terjadi pada pasien dengan rentang usia 36 sampai 45 tahun, selanjutnya sebesar 35.5% kasus
osteoarthritis lutut terjadi pada pasien dengan rentang usia 46 sampai 55 tahun, sebesar 8.1%
kasus osteoarthritis lutut terjadi pada pasien dengan rentang usia 56 sampai 65 tahun, dan sebesar
29.0% kasus osteoarthritis lutut terjadi pada pasien dengan usia lebih dari 70 tahun. Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian besar kasus osteoarthritis lutut pada poli umum dan poli lansia di
Puskesmas Sidayu terjadi pada pasien dengan rentang usia 46 sampai 55 tahun.
37
4.2 Analisis Perbedaan Hubungan antara Usia dengan Kasus Osteoartritis Lutut
Pengujian perbedaan hubungan antara usia dengan kasus osteoartritis lutut pada poli umum
dan poli lansia di Puskesmas Sidayu dilakukan menggunakan Chi Square Test dengan hipotesis
berikut ini :
H0 : Ada perbedaan yang tidak signifikan jumlah kasus osteoartritis lutut pada setiap
H1 : Ada perbedaan yang signifikan jumlah kasus osteoartritis lutut pada setiap rentang
usia pasien
probabilitas ≤ level of significance (alpha = 5%) maka H0 ditolak, sehingga dapat dinyatakan
bahwa terdapat perbedaan yang signifikan jumlah kasus osteoartritis lutut pada setiap rentang
usia pasien.
Analisis perbedaan hubungan antara usia dengan kasus osteoartritis lutut diinformasikan
Probabilitas 0.002
Berdasarkan tabel diketahui bahwa nilai probabilitas sebesar 0.002. Hasil tersebut menunjukkan
probabilitas < level of significance (alpha (α=5%)). Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan jumlah kasus osteoartritis lutut pada setiap rentang usia
pasien.
38
Kasus Osteoartritis
25
Jumlah Kasus Osteoartritis
20
15
10
0
26 -35 tahun 36-45 tahun 46-55 tahun 56-65 tahun > 70 tahun
Usia
Berdasarkan grafik diatas diketahui bahwa kasus osteoarthritis lutut pada poli umum dan poli
lansia di Puskesmas Sidayu paling banyak terjadi pada pasien dengan rentang usia 46 sampai 55
39
BAB 5
DISKUSI
Dari hasil yang didapatkan, jumlah penderita Osteoartritis yang berobat ke poli umum
dan poli lansia di Puskesmas Sidayu pada periode 1 September 2020 sampai dengan 1 Oktober
2020 adalah sebanyak 62 orang. Dengan jumlah rentang usia tertinggi yang mengalami penyakit
ini adalah pada rentang usia 46-55 tahun dengan jumlah 22 kasus.
Hal di atas dapat terjadi karena pola atau gaya hidup yang sudah semakin kurang baik
dialami pada era orang-orang dengan rentang usia tersebut. Faktor lain yang mungkin
berpengaruh adalah juga tingkat kesadaran untuk berobat ke puskesmas. Dalam hal ini dapat juga
tingkat kesadaran untuk memeriksakan diri ke puskesmas terkait keluhan tersebut juga di dapat
pada rentang usia tersebut.
Jadi pada penelitian kali ini, dapat juga didiskusikan terkait dengan tingkat kesadaran diri
untuk memeriksakan diri ke puskesmas jika memiliki keluhan. Hal ini dapat juga terjadi karena
tingkat pengetahuan yang kurang dari masyarakat dari rentang usia yang lebih tua.
Pada penelitian ini pula, dapat didiskusikan terjadinya kasus Osteoartitis pada pasien
dengan rentang usia yang cukup tergolong muda , yakni pada rentang usia 26-35 tahun. Hal ini
dapat terjadi mengacu kembali ke pola hidup yang sekarang cenderung tidak sehat. Pola makan
yang sekarang lebih serba instan cenderung meningkatkan kemungkinan untuk terjadinya kondisi
obesitas.
Jadi pada diskusi kali ini , masih banyak hal-hal lain yang mempengaruhi realita yang
terjadi pada puskesmas sidayu yakni bukan keadaan usia lanjut yang benar-benar menjadi faktor
resiko terhadap kejadian kasus Osteoartritis. Melainkan multifactorial yang harus lebih detiliti
kembali yang mungkin didapat lebih memberikan pengaruh signifikan terhadap kejadian kasus
Osteortritis.
40
BAB 6
6.1 Kesimpulan
Persentase penderita Osteoartritis tertinggi di Puskesmas Sidayu, Gresik yakni pada
rentang usia 46-55 tahun.
6.2 Saran
6.2.1 Bagi Instalasi Kesehatan
1. Diharapkan dapat mengadakan penyuluhan secara berkala di Posyandu atau Posbindu
mengenai Osteoarthritis, faktor resiko, bahaya serta pencegahan yang dapat dilakukan
untuk menghindari penyakit tersebut dan diharapkan pada instalasi kesehatan untuk
menyediakan leaflet mengenai OA.
2. Melakukan skrining terhadap faktor resiko OA lutut pada masyarakat usia produktif.
3. Program senam sehat tetap dilakukan secara rutin setiap hari Jumat untuk masyarakat
yang belum mendertia OA.
4. Membuat program senam lantai untuk penderita OA lutut.
6.2.2 Bagi Peneliti
1. Diharapkan pada penelitian selanjutnya dapat menggali lebih dalam terkait riwayat
faktor lain dengan OA baik OA pada lutut ataupun pada sendi lain.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut yang bersifat analitik untuk mengetahui
seberapa besar hubungan riwayat faktor lain terhadap kejadian OA lutut di Puskesmas
Sidayu.
6.2.3 Bagi Masyarakat
1. Diharapkan semua masyarakat, baik yang sudah menderita OA maupun tidak,
memiliki pola hidup yang baik untuk mencegah terjadinya penyakit OA atau
memperburuk perjalanan OA bila sudah memiliki riwayat penyakit OA.
2. Bila sudah mengetahui adanya riwayat keluarga yang menderita OA sebaiknya
disarankan mengendalikan faktor resiko lain seperti menjaga berat badan ideal
melalui pola makan dan aktivitas fisik.
41
3. Pada usia produktif terkait pekerjaan dengan beban kerja sendiri yang berat dapat
dilakukan proteksi sendi dengan cara melakukan gerakan yang benar saat sedang
bekerja.
4. Bagi yang sudah mengalami OA dianjurkan untuk tetap menjaga atau menurunkan
berat badan sampai ideal dan olahraga guna memperkuat otot sekitar persendian.
42
Lampiran :
LAMPIRAN
Lampiran 1. Analisis Deskriptif
Usia Osteoartritis
26 - 35 Tahun 8
36 - 45 Tahun 9
46 - 55 Tahun 22
56 - 65 Tahun 5
> 70 Tahun 18
Total 62
Usia
Test Statistics
Usia
Chi-Square 16.871a
df 4
Asymp. Sig. .002
43
DAFTAR PUSTAKA
44
11. Poinier a. Complications of Osteoarthritis. Myhealth.alberta.ca. 2017 [cited 22 February
2019]. Available from: https://myhealth.alberta.ca/Health/pages/conditions.aspx?hwid=tr5869
12. Azizah L. Penatalaksanaan fisioterapi pada kondisi osteoartritis genu bilateral dengan
modalitas mico wave diathermy dan terapi latihan di RSUD Sragen. [Tesis]. Surakarta.
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta: 2008.
45