Pidato Ir.Soekarno pada sidang BPUPKI melahirkan rumusan dasar negara yang dinamakan Pancasila. Pidato tersebut disampaikan Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945. Didalam pidato tersebut, Soekarno tidak hanya membacakan Pancasila saja, tetapi juga Ekasila dan Trisila. Namun, Pancasila ini bisa dikatakan sudah mencakup Ekasila dan Trisila karena isi Pancasila sudah lengkap dan beraturan daripada Ekasila dan Trisila. Setelah proses yang lama, rumusan atau gagasan dari Ir. Soekarno berhasil dirumuskan dalam Mukadimah Undang-Undang Dasar 1945 yang disahkan sebagai dasar negara Indonesia pada sidang PPKI I tanggal 18 Agustus 1945. Peresmian dasar negara tersebut berisi lima butir sila yang menjadi asas dari kehidupan berbangsa dan bernegara. Sila pertama yaitu, Ketuhanan yang Maha Esa. Sila ketuhanan ini memiliki lambang bintang emas. Bintang emas ini mengandung arti bahwa kepercayaan terhadap Tuhan adalah yang paling utama dan Indonesia menyatakan bahwa Tuhan hanya ada satu dan tidak dapat terbantahkan keberadaanya. Percaya terhadap suatu kepercayaan atau Agama adalah suatu keharusan di negara Indonesia. Banyak agama di Indonesia mengembangkan masyarakatnya supaya bisa bertoleransi terhadap agama lain, bahkan di Indonesia rumah ibadah dari agama yang berbeda bisa saling berdampingan sehingga membentuk suasana agamis dan harmonis di kalangan masyarakat. Sila pertama juga melukiskan bahwa Tuhan harus ada didalam hati, perbuatan, dan perkataan karena pemilik alam semesta beserta isinya hanya Tuhan yang Maha Esa. Indonesia tidak pernah memaksakan agama pada siapapun supaya masyarakat, khusunya generasi muda atau milenial bisa memiliki kebebasan sebebas-bebasnya untuk memeluk suatu kepercayaan tanpa ada intervensi atau campur tangan dari orang lain. Wujud sila pertama ini juga merupakan wujud rasa syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas kehendaknya bangsa Indonesia mampu melepas kesengsaraan penjajahan serta dapat membangun bangsanya dengan hasil keringat dan jerih payah sendiri. Sila kedua berbunyi Kemanusiaan yang adil dan beradab dengan lambang rantai emas. Rantai emas ini mempunyai dua bentuk yaitu persegi dan lingkaran. Persegi dan lingkaran mempresentasikan pria dan wanita. Rantai emas yang terhubung tanpa putus ini menggambarkan masyarakat Indonesia yang saling membantu dan saling bergantung satu sama lain. Ras, warna kulit, agama,latar belakang budaya, suku, ekonomi, dan perbedaan-perbedaan lainnya yang ada di Indonesia bisa saja memicu perseteruan diantara perbedaan yang ada. Namun, sila kedua ini menghadapkan masyarakat Indonesia supaya memiliki pegangan atau pedoman. Perbedaan yang bermacam-macam ini selalu menuntun kita agar lebih bisa memberikan kepada yang kurang atau membutuhkan dalam hal apapun. Tak memungkiri kehidupan seperti roda, kadang terasa berat kadang melejit tinggi dan perputaran kehidupan tersebut memiliki waktu yang berbeda- beda setiap individu. Dengan selisih waktu tersebut, kita dituntut untuk merasa simpati dengan orang lain dan penting untuk kita supaya dapat memanusiakan manusia. Sila kedua juga melahirkan anggapan dari negara asing bahwa masyarakat Indonesia sangat ramah dengan siapapun entah di negeri sendiri atau di negeri orang lain. Dengan lambang Pohon Beringin, sila ketiga ini berisi persatuan Indonesia. Hal yang paling krusial dalam membangun sebuah negara untuk maju adalah persatuan dari beragam elemen masyarakat, entah berasal dari pemerintahan maupun warga sipil. Pemilihan pohon beringin ini sebagai lambang sila ketiga tak lepas dari rupa asli pohon beringin. Dedaunan yang rindang pada topi tudungnya membuat pohon beringin tampak megah dan mampu menjadi kanopi untuk area dibawahnya. Dengan ini, Indonesia mampu menjadi tempat berlindung dan tempat menetap bagi warganya. Masa hidup yang lama dari pohon beringin memberikan harapan bangsa Indonesia mampu mempertahankan persatuan hingga kehendak Tuhan memberhentikan seluruh kehidupan di tata surya. Struktur kayu pohon beringin sulit untuk ditebang menandakan bangsa Indonesia mampu kukuh dan bersatu walaupun ada intervensi dari dunia luar. Bhineka Tungga Ika dapat terlihat pada sila ketiga. “Berbeda beda tetapi tetap satu” sudah menjadi semboyan melekat atau menjadi jati diri masyarakat Indonesia. Bunyi sila keempat adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Sila keempat ini dilambangkan dengan kepala banteng. Akal kehidupan sosial dicerminkan pada sila ini. Dalam bersosial keputusan yang mufakat sangat berarti, dimana kita mendahulukan kepentingan kelompok daripada kepentingan dan pendapat pribadi. Penggunaan akal sesuai kebutuhan perlu ditanamkan dan pemaksaan kehendak bukan sebagai solusi. Kekeluargaan mendorong musyawarah mencapai keberhasilannya atau dengan kata lain musyawarah hingga mencapai kata “mufakat”. Kepentingan pribadi tidak mempunyai peran disini. Semua kepala harus memiliki satu tujuan yang sama demi keberlangsungan bangsa Indonesia dan keputusan tersebut harus tepat sasaran. Keberlangsungan tersebut lahir dari suara rakyat Indonesia. Tidak bisa saling mendahulukan karena Indonesia bergerak maju bersama tanpa memandang perbedaan dalam segi pemikiran, latar belakang, atau hal lain yang mencerai berai. Padi dan Kapas digunakan sebagai lambang sila yang terakhir dari Pancasila, yaitu Sila kelima yang berbunyi “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Padi dan kapas melambangkan sandang dan pangan yang ada serta dibutuhkan bangsa Indonesia. Adil berarti tidak memihak atau berpegang pada yang benar sehingga sila kelima ini menimbulkan rasa gotong royong dan kekeluargaan didalam masyarakat Indonesia. Pada kenyataannya memang masyarakat Indonesia sangat peka terhadap masalah sosial dan tanggap dalam memberikan bantuan jika ada yang membutuhkan atau kekurangan entah dalam material, makanan, uang, atau hanya sekedar kata penyemangat melalui media sosial. Bencana alam memang tidak pernah bisa diprediksi dengan tepat dan tidak dapat terhindarkan, jika suatu daerah mengalami bencana alam, biasanya masyarakat dari daerah lain saling bantu membantu menolong korban bencana alam tersebut. Keberagaman menjadikan Pancasila sebagai pintu gerbang untuk mencapai tujuan dan cita-cita negara. Namun, di era sekarang ini, banyak oknum pemecah bangsa dengan mengangkat perbedaan yang ada di Indonesia sebagai sasaran utamanya. Berita hoax atau berita palsu sangat marak terjadi dan tidak dapat dibendung penyebarannya. Pemikiran-pemikiran ideologi yang menyimpang dari ideologi Indonesia juga tidak dapat dihindari. Merasa paling benar dan meninggikan diri sendiri adalah penyakit bangsa ini sehingga tak terhindarkan. “Yang kaya semakin kaya yang miskin semakin miskin” benar adanya dan realitanya tak terelakkan. Jual beli jabatan juga sudah menjadi hal biasa di Indonesia. Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme dikenal lazim di masa sekarang. Lagi-lagi Pancasila diuji ketahanan ideologinya pada saat ini. Sejatinya Pancasila merupakan ideologi terbuka dimana ideologinya mampu menyerap nilai-nilai baru yang bermanfaat bagi bangsa Indonesia sendiri. Namun, jika masyarakat Indonesia tidak cermat akan itu semua, lama kelamaan derajat Pancasila sebagai ideologi negara akan dipertanyakan keberadaannya. Pancasila sebagai dasar negara memang sudah seharusnya diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Pancasila sangat kompleks. Tidak hanya sebagai pedoman, tetapi juga sebagai wadah agar kekhasan Indonesia selalu terlestarikan hingga generasi selanjutnya. Dengan berkembangnya zaman, Pancasila dinilai tahan banting dengan globalisasi. Walaupun banyak rintangan, Pancasila tetap dapat eksis hingga sekarang. Sudah menjadi kewajiban milenial menjaga keutuhan bangsa karena akan berhubungan langsung dengan masa depan negara dan bangsa kita.