Anda di halaman 1dari 3

08/04/2021

Nama : Ikko Rahma Fidya


NIM : 205061107111008
Kelas : C

Pancasila Tidak Pernah menua


Pidato Ir.Soekarno pada sidang BPUPKI melahirkan rumusan dasar negara yang
dinamakan Pancasila. Pidato tersebut disampaikan Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945. Didalam
pidato tersebut, Soekarno tidak hanya membacakan Pancasila saja, tetapi juga Ekasila dan
Trisila. Namun, Pancasila ini bisa dikatakan sudah mencakup Ekasila dan Trisila karena isi
Pancasila sudah lengkap dan beraturan daripada Ekasila dan Trisila. Setelah proses yang lama,
rumusan atau gagasan dari Ir. Soekarno berhasil dirumuskan dalam Mukadimah Undang-Undang
Dasar 1945 yang disahkan sebagai dasar negara Indonesia pada sidang PPKI I tanggal 18
Agustus 1945.
Peresmian dasar negara tersebut berisi lima butir sila yang menjadi asas dari kehidupan
berbangsa dan bernegara. Sila pertama yaitu, Ketuhanan yang Maha Esa. Sila ketuhanan ini
memiliki lambang bintang emas. Bintang emas ini mengandung arti bahwa kepercayaan terhadap
Tuhan adalah yang paling utama dan Indonesia menyatakan bahwa Tuhan hanya ada satu dan
tidak dapat terbantahkan keberadaanya. Percaya terhadap suatu kepercayaan atau Agama adalah
suatu keharusan di negara Indonesia. Banyak agama di Indonesia mengembangkan
masyarakatnya supaya bisa bertoleransi terhadap agama lain, bahkan di Indonesia rumah ibadah
dari agama yang berbeda bisa saling berdampingan sehingga membentuk suasana agamis dan
harmonis di kalangan masyarakat. Sila pertama juga melukiskan bahwa Tuhan harus ada didalam
hati, perbuatan, dan perkataan karena pemilik alam semesta beserta isinya hanya Tuhan yang
Maha Esa. Indonesia tidak pernah memaksakan agama pada siapapun supaya masyarakat,
khusunya generasi muda atau milenial bisa memiliki kebebasan sebebas-bebasnya untuk
memeluk suatu kepercayaan tanpa ada intervensi atau campur tangan dari orang lain. Wujud sila
pertama ini juga merupakan wujud rasa syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas kehendaknya
bangsa Indonesia mampu melepas kesengsaraan penjajahan serta dapat membangun bangsanya
dengan hasil keringat dan jerih payah sendiri.
Sila kedua berbunyi Kemanusiaan yang adil dan beradab dengan lambang rantai emas.
Rantai emas ini mempunyai dua bentuk yaitu persegi dan lingkaran. Persegi dan lingkaran
mempresentasikan pria dan wanita. Rantai emas yang terhubung tanpa putus ini menggambarkan
masyarakat Indonesia yang saling membantu dan saling bergantung satu sama lain. Ras, warna
kulit, agama,latar belakang budaya, suku, ekonomi, dan perbedaan-perbedaan lainnya yang ada
di Indonesia bisa saja memicu perseteruan diantara perbedaan yang ada. Namun, sila kedua ini
menghadapkan masyarakat Indonesia supaya memiliki pegangan atau pedoman. Perbedaan yang
bermacam-macam ini selalu menuntun kita agar lebih bisa memberikan kepada yang kurang
atau membutuhkan dalam hal apapun. Tak memungkiri kehidupan seperti roda, kadang terasa
berat kadang melejit tinggi dan perputaran kehidupan tersebut memiliki waktu yang berbeda-
beda setiap individu. Dengan selisih waktu tersebut, kita dituntut untuk merasa simpati dengan
orang lain dan penting untuk kita supaya dapat memanusiakan manusia. Sila kedua juga
melahirkan anggapan dari negara asing bahwa masyarakat Indonesia sangat ramah dengan
siapapun entah di negeri sendiri atau di negeri orang lain.
Dengan lambang Pohon Beringin, sila ketiga ini berisi persatuan Indonesia. Hal yang
paling krusial dalam membangun sebuah negara untuk maju adalah persatuan dari beragam
elemen masyarakat, entah berasal dari pemerintahan maupun warga sipil. Pemilihan pohon
beringin ini sebagai lambang sila ketiga tak lepas dari rupa asli pohon beringin. Dedaunan yang
rindang pada topi tudungnya membuat pohon beringin tampak megah dan mampu menjadi
kanopi untuk area dibawahnya. Dengan ini, Indonesia mampu menjadi tempat berlindung dan
tempat menetap bagi warganya. Masa hidup yang lama dari pohon beringin memberikan harapan
bangsa Indonesia mampu mempertahankan persatuan hingga kehendak Tuhan memberhentikan
seluruh kehidupan di tata surya. Struktur kayu pohon beringin sulit untuk ditebang menandakan
bangsa Indonesia mampu kukuh dan bersatu walaupun ada intervensi dari dunia luar. Bhineka
Tungga Ika dapat terlihat pada sila ketiga. “Berbeda beda tetapi tetap satu” sudah menjadi
semboyan melekat atau menjadi jati diri masyarakat Indonesia.
Bunyi sila keempat adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan. Sila keempat ini dilambangkan dengan kepala banteng. Akal
kehidupan sosial dicerminkan pada sila ini. Dalam bersosial keputusan yang mufakat sangat
berarti, dimana kita mendahulukan kepentingan kelompok daripada kepentingan dan pendapat
pribadi. Penggunaan akal sesuai kebutuhan perlu ditanamkan dan pemaksaan kehendak bukan
sebagai solusi. Kekeluargaan mendorong musyawarah mencapai keberhasilannya atau dengan
kata lain musyawarah hingga mencapai kata “mufakat”. Kepentingan pribadi tidak mempunyai
peran disini. Semua kepala harus memiliki satu tujuan yang sama demi keberlangsungan bangsa
Indonesia dan keputusan tersebut harus tepat sasaran. Keberlangsungan tersebut lahir dari suara
rakyat Indonesia. Tidak bisa saling mendahulukan karena Indonesia bergerak maju bersama
tanpa memandang perbedaan dalam segi pemikiran, latar belakang, atau hal lain yang mencerai
berai.
Padi dan Kapas digunakan sebagai lambang sila yang terakhir dari Pancasila, yaitu Sila
kelima yang berbunyi “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Padi dan kapas
melambangkan sandang dan pangan yang ada serta dibutuhkan bangsa Indonesia. Adil berarti
tidak memihak atau berpegang pada yang benar sehingga sila kelima ini menimbulkan rasa
gotong royong dan kekeluargaan didalam masyarakat Indonesia. Pada kenyataannya memang
masyarakat Indonesia sangat peka terhadap masalah sosial dan tanggap dalam memberikan
bantuan jika ada yang membutuhkan atau kekurangan entah dalam material, makanan, uang, atau
hanya sekedar kata penyemangat melalui media sosial. Bencana alam memang tidak pernah bisa
diprediksi dengan tepat dan tidak dapat terhindarkan, jika suatu daerah mengalami bencana alam,
biasanya masyarakat dari daerah lain saling bantu membantu menolong korban bencana alam
tersebut.
Keberagaman menjadikan Pancasila sebagai pintu gerbang untuk mencapai tujuan dan
cita-cita negara. Namun, di era sekarang ini, banyak oknum pemecah bangsa dengan mengangkat
perbedaan yang ada di Indonesia sebagai sasaran utamanya. Berita hoax atau berita palsu sangat
marak terjadi dan tidak dapat dibendung penyebarannya. Pemikiran-pemikiran ideologi yang
menyimpang dari ideologi Indonesia juga tidak dapat dihindari. Merasa paling benar dan
meninggikan diri sendiri adalah penyakit bangsa ini sehingga tak terhindarkan. “Yang kaya
semakin kaya yang miskin semakin miskin” benar adanya dan realitanya tak terelakkan. Jual beli
jabatan juga sudah menjadi hal biasa di Indonesia. Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme dikenal lazim
di masa sekarang. Lagi-lagi Pancasila diuji ketahanan ideologinya pada saat ini. Sejatinya
Pancasila merupakan ideologi terbuka dimana ideologinya mampu menyerap nilai-nilai baru
yang bermanfaat bagi bangsa Indonesia sendiri. Namun, jika masyarakat Indonesia tidak cermat
akan itu semua, lama kelamaan derajat Pancasila sebagai ideologi negara akan dipertanyakan
keberadaannya. Pancasila sebagai dasar negara memang sudah seharusnya diamalkan dalam
kehidupan sehari-hari. Pancasila sangat kompleks. Tidak hanya sebagai pedoman, tetapi juga
sebagai wadah agar kekhasan Indonesia selalu terlestarikan hingga generasi selanjutnya. Dengan
berkembangnya zaman, Pancasila dinilai tahan banting dengan globalisasi. Walaupun banyak
rintangan, Pancasila tetap dapat eksis hingga sekarang. Sudah menjadi kewajiban milenial
menjaga keutuhan bangsa karena akan berhubungan langsung dengan masa depan negara dan
bangsa kita.

Anda mungkin juga menyukai