Dosen Pengampu
Prasetyo Budi Widodo, S.Psi., M.Si.
UNIVERSITAS DIPONEGORO
FAKULTAS PSIKOLOGI
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan penyusunan proposal penelitian sekaligus
tugas dari mata kuliah Metodologi Penelitian Kuantitatif dengan baik dan tepat pada
waktunya.
Penyusunan proposal penelitian ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak.
Maka dari itu, kami menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
telah membantu proses penulisan proposal penelitian ini hingga selesai.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan proposal penelitian ini masih jauh dari
kata sempurna dengan berbagai kekurangan yang sekiranya perlu diperbaiki. Oleh sebab itu,
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna menyempurnakan
proposal penelitian berikut sehingga keberadaannya dapat bermanfaat bagi siapapun yang
membacanya.
Peneliti
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................
DAFTAR ISI.....................................................................................................................
BAB I..................................................................................................................................
A. Latar Belakang...............................................................................................................
B. Rumusan Permasalahan..................................................................................................
C. Tujuan Pembahasan........................................................................................................
D. Manfaat Penelitian..........................................................................................................
BAB II................................................................................................................................
D. Hipotesis.........................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penjelasan teoritis mengenai resiliensi?
2. Bagaimana penjelasan teoritis mengenai academic social support?
3. Apa peran academic social support pada resiliensi dalam skema Pembelajaran
Jarak Jauh (PJJ) pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro?
C. Tujuan Penelitian
1. Memahami penjelasan teoritis mengenai resiliensi
2. Memahami penjelasan teoritis mengenai academic social support
3. Mengetahui peran academic social support pada resiliensi dalam skema
Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas
Diponegoro
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan
serta menambah referensi kepustakaan bagi perkembangan ilmu psikologi.
b. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat secara teoritis berupa
pembuktian pengaruh academic social support pada resiliensi dalam skema
Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas
Diponegoro.
2. Manfaat praktis
a. Bagi dosen; penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan tentang
bagaimana cara mengembangkan sistem Pembelajaran Jarak Jauh khususnya
dalam meningkatkan resiliensi mahasiswa.
b. Bagi mahasiswa; penelitian ini diharapkan dapat menjadi solusi untuk
meningkatkan resiliensi mahasiswa melalui academic social support dalam
skema PJJ.
c. Bagi masyarakat; diharapkan dapat menambah wawasan dan kepekaan
mengenai academic social support untuk mendukung iklim Pembelajaran
Jarak Jauh yang suportif.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Resiliensi
Secara umum, resiliensi didefinisikan sebagai tingkat kemampuan
seseorang dalam menghadapi situasi sulit. Resiliensi didefinisikan secara beragam
oleh beberapa peneliti maupun para ahli, adapun definisi-definisi yang dimaksud
antara lain:
1. Petranto (2005) menjelaskan bahwa resiliensi adalah tingkat daya tahan
seseorang dalam menghadapi situasi sulit. Secara singkat, definisi ini
menyiratkan bahwa setiap orang memiliki tingkat resiliensi yang berbeda-
beda.
2. Grotberg dalam Desmita (2006) menjelaskan bahwa resiliensi adalah
kemampuan atau kapasitas insani yang dimiliki seseorang, baik dalam
kelompok atau masyarakat dalam menghadapi dan mengatasi berbagai
dampak negatif dari kondisi yang tidak menyenangkan, atau bahkan
menyengsarakan. Definisi ini hampir sama dengan Petranto bahwa resiliensi
merupakan tingkat, kemampuan, daya tahan, kapasitas insani dalam
menghadapi situasi sulit dalam mencegah, menghadapi, dan mengatasi situasi
sulit tersebut.
3. Reivich & Shatte (2002) menjelaskan bahwa resiliensi adalah kemampuan
individu dalam mengatasi dan beradaptasi terhadap kejadian berat maupun
masalah yang terjadi dalam kehidupannya. Dapat disimpulkan bahwa definisi
resiliensi menurut beliau merupakan kemampuan individu dalam bertahan dan
beradaptasi dalam keadaan tertekan dan bahkan berhadapan dengan
kesengsaraan (adversity) atau trauma yang dialami dalam kehidupannya.
4. Connor dan Davidson (2003) menjelaskan bahwa resiliensi psikologis sebagai
kualitas personal seseorang yang menjadi modal kemampuan seseorang untuk
berkembang dalam menghadapi kesulitan dalam hidupnya. Kualitas personal
tersebut berupa kemampuan untuk mencegah, menghadapi, mengatasi, dan
beradaptasi pada seseorang dalam menjalani hidupnya ketika mengalami
kesulitan.
Berdasarkan penjelasan para peneliti ataupun ahli tersebut, dapat
disimpulkan bahwa resiliensi adalah tingkatan kemampuan/daya tahan yang
dimiliki setiap individu, baik dalam kelompok dan masyarakat, untuk bertahan
dan beradaptasi dalam menghadapi situasi sulit, seperti kesengsaraan dan
ketidakberuntungan yang memicu stress. Dari kemampuan bertahan pada individu
tersebut, maka hal itu akan memungkinkan individu untuk mencegah,
menghadapi,dan mengatasi situasi sulit tersebut sehingga individu tersebut dapat
berkembang dalam hidupnya saat mengalami situasi sulit.
Dalam penerapannya, terdapat berbagai macam aspek yang turut
berperan membentuk resiliensi, aspek-aspek tersebut menurut beberapa tokoh,
antara lain:
1. Menurut Connor dan Davidson (2003) resiliensi terkait dengan lima hal,yaitu:
(1) Kompetensi personal, merupakan standar tinggi dan keuletan pada
individu. Hal ini menunjukkan bahwa individu memiliki suatu kemampuan
dalam mencapai tujuannya walaupun situasi yang dihadapi ketika mencapai
tujuan tersebut sedang atau akan mengalami kemunduran maupun kegagalan.
(2) Kepercayaan terhadap diri sendiri, merupakan rasa percaya diri
individu terhadap dirinya sendiri dalam mentoleransi efek negatif dan kuat
menghadapi stress/kondisi tertekan. Dalam hal terjadi stress dan
mengatasinya, ini berkaitan dengan ketenangan dan coping terhadap stress,
berpikir dengan hati-hati dan fokus meskipun dalam keadaan menghadapi
masalah.
(3) Menerima perubahan secara positif dan dapat menjalin hubungan yang
aman dengan orang lain, merupakan kemampuan pada individu dalam
menerima perubahan yang terjadi dalam proses pencapaian tujuan dan
bagaimana cara menjalin hubungan/berinteraksi yang baik dengan orang lain
dalam meminta bantuan pada orang lain tersebut.
(4) Pengendalian diri, merupakan kemampuan individu beradaptasi
dengan perubahan yang dihadapinya. Semakin baik individu beradaptasi,
maka individu semakin mampu mengendalikan dirinya dalam situasi sulit
sehingga individu dapat berpikir tenang untuk mengambil langkah yang tepat.
(5) Pengaruh Spiritual, merupakan rasa yakin pada individu akan Tuhan
dan nasib. Dengan rasa yakin tersebut, individu akan memaknai hidupnya
dengan rasa syukur, optimis, namun tetap realistis.
2. Menurut Wagnild dan Young (1993) resiliensi memiliki lima aspek yang
meliputi:
(1) Meaningful life (purpose) merupakan kesadaran pada individu bahwa
dalam hidup setiap individu memerlukan sebuah usaha untuk mewujudkan
tujuannya sehingga individu harus memaknai hidupnya sehingga ia akan
mengetahui tujuan hidupnya.
(2) Perseverance merupakan kemampuan individu untuk bertahan dalam
menghadapi kondisi atau situasi sulit yang sedang dihadapi. Dengan
kemampuan ini, maka individu akan mampu untuk tetap berpikir tenang.
(3) Equanimity merupakan kemampuan individu yang berkaitan dalam
melihat sudut pandang positif dari kejadian/pengalaman yang pernah dialami
di hidupnya. Dengan kemampuan ini, Individu yang resilien akan bersikap
optimis dan tidak kehilangan harapan walaupun sedang berada dalam situasi
sulit.
(4) Self-reliance merupakan keyakinan individu terhadap dirinya terkait
kemampuan yang dimiliki dan batas pada dirinya. Dengan hal ini, individu
menyadari kemampuannya seperti apa dan sejauh mana kemampuannya
tersebut sehingga individu tersebut akan berusaha mengembangkan
kemampuannya.
(5) Coming home to yourself (existential aloness) merupakan kesadaran
individu bahwa mereka memiliki kehidupan yang unik sehingga mampu
bertindak dan menjalani hidup mandiri tanpa bergantung pada orang lain
dalam menghadapi apapun. Dengan kesadaran/pemahaman tersebut, maka
individu akan menjalani hidupnya dengan yakin dengan tidak terpengaruh
orang lain karena yang menjalani kehidupan tersebut adalah dirinya, sehingga
individu akan menyadari bahwa yang paling berpengaruh dalam kehidupannya
adalah dirinya sendiri.
Berdasarkan kedua aspek yang dikemukakan oleh beberapa tokoh di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek utama yang membentuk resiliensi
adalah :
1. Kompetensi personal: Merupakan standar dan tujuan tinggi serta keuletan
pada individu. Hal ini yang berkaitan dengan Meaningful Life bahwa dalam
hidup harus menetapkan tujuan serta usaha yang dijalankan untuk mencapai
tujuan tersebut agar individu dapat memaknai kehidupannya.
2. Kepercayaan terhadap diri sendiri: Merupakan individu yang memiliki rasa
percaya terhadap dirinya sendiri bahwa dirinya mampu bertahan dalam situasi
sulit, kuat menghadapi stress, serta mampu berpikir tenang dalam situasi
tersebut. Sikap bertahan dalam situasi ini disebut juga Perseverance.
3. Menerima perubahan secara positif dan dapat menjalin hubungan yang aman
dengan orang lain: Hal ini berfokus pada bagaimana individu dapat
menghadapi perubahan yang terjadi serta berinteraksi dengan orang lain untuk
meminta bantuan yang akan mempengaruhi keadaannya untuk menghadapi
perubahan tersebut dalam mencapai tujuannya. Dengan adanya permasalahan
yang terjadi tersebut, maka individu akan mampu memaknai pengalaman yang
dilalui secara baik dan dilihat dari sisi positifnya sehingga individu akan
berkembang menjadi lebih optimis. Pemaknaan tersebut berkaitan dengan
aspek Equanimity. Dalam berinteraksi dengan orang lain, individu juga harus
mampu memahami situasi dan perspektif dari orang lain dengan baik dan
tenang.
4. Pengendalian diri: Hal ini berfokus pada kemampuan beradaptasi pada
individu dengan perubahan yang dihadapi. Setelah tujuan individu tersebut
tercapai, maka individu telah berhasil meraih aspek positif serta memiliki
makna dan tujuan dari kehidupannya.
5. Pengaruh spiritual: Dengan adanya rasa yakin pada individu akan Tuhan dan
nasib pada dirinya, individu akan memaknai hidupnya dengan rasa syukur,
optimis, namun tetap realistis. Individu menjadi yakin bahwa dirinya memiliki
kehidupan yang unik, berbeda dengan orang lain karena jalan hidup setiap
orang berbeda-beda sehingga individu mampu hidup mandiri tanpa bergantung
pada orang lain dalam menjalani dan memaknai hidupnya dengan bersyukur
karena menyadari bahwa semua hal yang terjadi telah ditetapkan oleh Tuhan.
Kesadaran tersebut diistilahkan sebagai Coming home to yourself (existential
aloness). Selain itu, individu juga harus yakin terhadap dirinya terkait
kemampuan yang dimiliki dan batas pada dirinya. Dengan hal ini, individu
menyadari kemampuannya seperti apa dan sejauh mana kemampuannya
tersebut sehingga individu tersebut akan berusaha mengembangkan
kemampuannya. Kesadaran terhadap diri sendiri ini disebut juga dengan self
reliance.
Dalam membangun resiliensi, terdapat beberapa faktor yang
membentuk dan mempengaruhi resiliensi tersebut menurut para peneliti maupun
para ahli. Adapun faktor-faktor tersebut antara lain:
1. Menurut Grotberg (1999), resiliensi terdiri dari 5 faktor yang berkaitan dengan
teori psikososial Erikson yang berupa tahap perkembangan. Grotberg
menyatakan bahwa kelima faktor tersebut dalam tahap perkembangan individu
sejak lahir hingga akhir usia remaja merupakan masa-masa membangun
fondasi yang penting untuk menumbuhkan resiliensi dalam diri individu.
Faktor-faktor tersebut terdiri dari,
(1) Trust (Kepercayaan): Faktor ini menggambarkan bagaimana individu
mempercayai lingkungannya yang mampu memahami kebutuhan, perasaan,
serta berbagai hal dalam hidupnya. Dengan hal tersebut, individu akan
memiliki kepercayaan bahwa lingkungan sosialnya memberikan dukungan dan
kasih sayang sehingga dalam diri individu tersebut tumbuh persepsi bahwa ia
adalah pribadi yang dicintai. Individu tersebut juga akan percaya diri dalam
melakukan berbagai hal positif yang sesuai dengan kemampuannya.
(2) Autonomy (Otonomi): Faktor ini menyatakan bagaimana seorang
individu menyadari bahwa dirinya merupakan pribadi yang berbeda dan
terpisah dari orang lain meskipun saling terhubung dan berinteraksi di
lingkungan sosialnya karena setiap individu memiliki masing-masing peran.
Dengan memahami konsep otonom tersebut, individu dapat mempelajari benar
dan salah serta adanya konsekuensi di setiap tindakan yang dilakukan
sehingga individu tersebut memahami batasan-batasan perilaku,
menumbuhkan otonomi di dalam dirinya serta berempati kepada orang lain
dengan mengelola berbagai perasaan dan impuls.
(3) Initiative (Inisiatif): Faktor ini menggambarkan kemampuan dan
kesediaan individu dalam melakukan sesuatu. Dengan adanya kemampuan dan
kesediaan individu dalam melakukan sesuatu/berinisiatif, maka individu akan
memiliki kesadaran sebagai pribadi yang optimis, percaya diri, dan
bertanggung jawab karena ia memiliki kesadaran atas perilakunya, menerima
dorongan dari lingkungan, serta mendapatkan kepercayaan dari hubungan
yang dijalani sehingga individu akan mampu mengungkapkan pikiran,
memecahkan masalah, mengelola perilaku dan perasaan, serta mencari
bantuan yang dibutuhkan sebagai wujud dari kemampuan inisiatif.
(4) Industry (industri): Faktor ini menggambarkan pengembangan
keterampilan individu dalam menjalani berbagai aktivitas. Dengan
pengembangan keterampilan ini, individu membutuhkan role model yang baik
serta memiliki sumber dorongan untuk menjadi pribadi yang mandiri sehingga
individu akan mampu merencanakan masa depan dan bertanggung jawab atas
tindakan yang dilakukan serta meningkatkan kemampuannya dalam mencari
bantuan dan solusi dalam memecahkan permasalahan.
(5) Identity (identitas): Faktor ini merupakan sebuah fondasi bagi individu
dalam memahami kondisi dirinya sendiri baik secara fisik maupun psikologis.
Dengan hal ini, individu akan mampu mengendalikan dan menerima keadaan
dirinya, lingkungan, serta orang lain di sekitarnya jika lingkungan sosial pada
individu tersebut memberi dukungan dan kasih sayang yang baik.
2. Menurut Reivich dan Shatte, mereka mengungkapkan bahwa terdapat 7 faktor
yang menjadi komponen/domain utama dari resiliensi. Ketujuh faktor tersebut
terdiri dari,
(1) Emotion Regulation (regulasi emosi), merupakan kemampuan individu
dalam mempertahankan ketenangan pada dirinya dalam kondisi yang
menekan/ sedang berada di bawah tekanan. Jika emosi pada individu sulit
diatur dan dikendalikan, maka individu tersebut akan sulit dalam berinteraksi
dengan orang lain. Reivich dan Shatte mengonsepkan regulasi emosi dalam 2
bentuk, yaitu calming (relaksasi badan dan pikiran) dan focusing
(memfokuskan pikiran terhadap pemecahan masalah).
(2) Impulse Control (pengendalian impuls), merupakan kemampuan
individu untuk mengendalikan berbagai dorongan, keinginan, tekanan, dan
kesukaan yang muncul dari dalam dirinya. Jika individu memiliki impuls yang
rendah, maka individu tersebut akan mudah tersulut emosi dan bertindak
agresif. Jika individu memiliki impulsivitas yang baik, maka individu tersebut
akan mampu bersikap tenang dan berpikir secara rasional.
(3) Optimism (Optimisme), merupakan rasa percaya pada individu untuk
menghadapi kemungkinan buruk yang terjadi di masa mendatang karena ia
yakin dapat mengendalikan dan mengatasi situasi sulit di dalam hidupnya.
Optimisme akan menjadi hal yang bermanfaat bila diiringi dengan efikasi diri.
Optimisme yang dimaksud dalam konsep ini merupakan optimisme yang
realistis, yaitu tidak hanya percaya akan masa depan akan menjadi lebih baik,
tetapi tetap mengerahkan segala usaha untuk mewujudkan hal tersebut.
(4) Causal Analysis (Analisis Kausal), merupakan kemampuan individu
dalam mengidentifikasi penyebab dari permasalahan secara akurat. Individu
akan berfokus dan memegang kendali dalam pemecahan masalah dan
mengerahkan energinya untuk bangkit dan meraih kesuksesan. Dalam hal ini,
individu yang resilien adalah individu yang memiliki fleksibilitas kognitif
dengan gaya berpikir eksplanatorik.
(5) Empathy (Empati), merupakan kemampuan individu untuk memahami
tanda-tanda kondisi emosional dan psikologis orang lain. Individu dengan
empati yang tinggi cenderung memiliki hubungan sosial yang positif.
Sebaliknya, individu dengan empati yang rendah cenderung menyamaratakan
semua keinginan dan emosi orang lain sehingga berpotensi kesulitan dalam
hubungan sosial.
(6) Self Efficacy (Efikasi Diri), merupakan salah satu faktor kognitif yang
menentukan sikap dan perilaku seseorang dalam menghadapi permasalahan.
Hal ini merupakan suatu keyakinan pada individu bahwa dirinya mampu
memecahkan masalah dan meraih kesuksesan. Dengan keyakinan dan
kemampuan tersebut, individu tidak akan mudah menyerah dalam menghadapi
berbagai masalah dan kesulitan.
(7) Reaching Out, merupakan kemampuan individu untuk mengatasi
kemalangan, bangkit dari keterpurukan, dan meraih aspek positif dari
kehidupan setelah kemalangan yang menimpa. Namun, banyak individu yang
tidak mampu melakukan hal ini karena adanya rasa takut menghadapi
kegagalan dan situasi yang memalukan daripada berlatih menghadapinya
untuk mengambil risiko sehingga individu tersebut jauh dari kata resilien.
Melalui kedua faktor tersebut di atas yang telah dikemukakan oleh
beberapa tokoh, dapat disimpulkan bahwa faktor yang membentuk dan
mempengaruhi resiliensi adalah kelima faktor yang berkaitan dengan teori
psikososial Erikson berupa tahap perkembangan yang dikemukakan oleh Grotberg
berupa kepercayaan, otonomi, inisiatif, industri dan identitas. Bahwa kelima
faktor tersebut dalam tahap perkembangan individu sejak lahir hingga akhir usia
remaja merupakan masa-masa membangun fondasi yang penting untuk
menumbuhkan resiliensi dalam diri individu. Dengan terbentuknya kelima faktor
tersebut secara baik, proses perkembangan juga harus diiringi dengan ketujuh
komponen/domain utama dari resiliensi menurut Reivich dan Shatte berupa
regulasi emosi, impuls kontrol, optimisme, kausal analisis, empati, efikasi diri,
dan reaching out untuk memiliki resiliensi yang maksimal.
B. Academic Social Support
Academic social support didefinisikan secara beragam oleh beberapa
peneliti, adapun definisi-definisi yang dimaksud antara lain:
1. Academic social support menurut Song (2015) didefinisikan sebagai
keyakinan individu bahwa terdapat orang-orang di sekelilingnya yang
memiliki peran signifikan dalam menghargai, mendorong keberlangsungan
pembelajaran, serta kemajuan siswa dengan memberikan teladan, bantuan,
bimbingan, serta informasi ketika dibutuhkan. Adanya dukungan sosial dan
rasa kepemilikan diyakini mengarah pada penerapan tujuan dan sasaran yang
dihargai secara sosial (Ford, 1992).
2. Savitz-Romer (2009) menyatakan bahwa academic social support pada
umumnya mengacu pada adanya strategi formal dan informal yang diciptakan
pihak-pihak pendidikan terkait guna membangun, memperkuat, dan
mempromosikan penguasaan materi pelajaran dan pengembangan
keterampilan siswa melalui kegiatan, struktur, kebijakan, dan harapan yang
disengaja.
3. Academic social support menurut Murray et al (2014) mengacu pada siswa
yang senantiasa menggunakan layanan dukungan tambahan yang ditawarkan
oleh sekolah seperti yang disediakan oleh konselor bimbingan karir, pekerja
sosial, psikolog sekolah, atau rencana pendidikan individual. Dengan
demikian, dukungan akademis berbeda dari dukungan rumah dan komunitas
dalam hal ini mengacu pada layanan dukungan yang biasanya mulai berlaku
ketika siswa sudah mengalami tantangan akademis.
4. Academic social support menurut Broman (dikutip dalam Taylor, 2006) ialah
dukungan yang secara efektif dapat mengurangi kesulitan individu yang
sedang berada dalam situasi menekankan. Academic social support pada
mahasiswa dapat membantu mengatasi berbagai tekanan yang dihadapi di
kehidupan perkuliahan.
Berdasarkan penjelasan dari beberapa peneliti di atas, maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa academical social support adalah terdapatnya peran
yang signifikan oleh pihak lain untuk membantu perkembangan dan kemajuan
siswa dalam pembelajaran, yang pada hal ini peran pihak terkait dapat terjadi
dalam bentuk pemberian bimbingan, teladan, maupun layanan dukungan yang
diberikan oleh lembaga pendidikan, sehingga proses berlangsungnya
pembelajaran dapat dilaksanakan dengan efektif dan maksimal serta dapat
membantu siswa mengatasi kesulitan yang dihadapi sekaligus menerima informasi
yang telah diberikan. Berdasarkan pengertian tersebut, academic support memiliki
kontribusi yang linear dalam meningkatkan minat belajar, kinerja, bahkan hingga
prestasi siswa.
Dalam penerapannya, terdapat berbagai macam aspek yang turut
berperan menciptakan academic social support, aspek-aspek tersebut menurut
beberapa tokoh, antara lain,
1. Menurut Song et al. (2015), academic social support dapat dikategorikan
menjadi empat aspek, yaitu:
(1) Emosional (menawarkan empati, kepercayaan, dan kasih sayang
individu),
(2) Informatif (memberikan informasi untuk membantu menyelesaikan
masalah atau mencapai tujuan),
(3) Instrumental (yang menyediakan sumber daya atau layanan material
atau sementara),
(4) Dukungan penilaian (yang menyediakan komunikasi atau informasi
relevan bagi individu untuk penilaian dirinya sendiri).
2. Menurut Taylor (2006) aspek academic social support yaitu,
(1) Dukungan emosional (dapat berupa perhatian secara emosional seperti
kehangatan, kepedulian, dan empati yang diberikan oleh orang lain),
(2) Dukungan bantuan instrumental (berupa dukungan materi seperti
penyediaan layanan maupun barang dan finansial, utamanya ketika
menghadapi masa sulit),
(3) Dukungan informasi (dapat berupa saran-saran, nasehat, petunjuk yang
diperoleh dari orang lain, sehingga individu dapat membatasi masalahnya dan
mencoba mencari jalan keluar untuk memecahkan masalahnya),
(4) Dukungan untuk evaluasi diri (berupa pemberian informasi yang
relevan untuk membantu individu menilai dirinya, apakah perbuatan yang
dilakukannya sudah benar ).
Berdasarkan penjabaran aspek-aspek oleh kedua peneliti tersebut maka
dapat diambil kesimpulan bahwa aspek-aspek utama yang menyusun academic
social support dapat berupa dukungan baik secara emosional (pemberian empati,
perhatian, serta kepedulian), informatif (pemberian informasi, petunjuk untuk
menyelesaikan masalah), instrumental (pemberian layanan, materi, maupun
finansial), serta penilaian (pemberian informasi agar individu dapat menilai
dirinya sendiri).
D. Hipotesis
Melalui pemaparan tersebut dapat diambil dugaan awal mengenai hasil
penelitian yang akan dilakukan. Hipotesis dalam penelitian ini yaitu terdapat
hubungan positif yang signifikan antara Academic Social Support dengan
resiliensi mahasiswa. Semakin tinggi Academic Social Support maka semakin
tinggi pula resiliensi yang dimiliki mahasiswa. Sebaliknya, semakin rendah
Academic Social Support yang didapatkan mahasiswa, maka akan semakin rendah
pula resiliensi yang dimilikinya.
DAFTAR PUSTAKA
American Psychological Association. (2012). Building your resilience.
https://www.apa.org/topics/resilience.
Arnett, J. J. (2000). Emerging adulthood: a theory of development from the late teens
through twenties. American Psychological Association, 55 (5), 469-480.
Arnett, J. J., Žukauskienė, R., & Sugimura, K. (2014). The new life stage of emerging
adulthood at ages 18–29 years: Implications for mental health. The Lancet
Psychiatry, 1(7), 569-576.
Blanco, C., Okuda, M., Wright, C., Hasin, D. S., Grant, B. F., Liu, S. M., & Olfson, M.
(2008). Mental health of college students and their non–college-attending peers:
Results from the national epidemiologic study on alcohol and related conditions.
Archives of general psychiatry, 65(12), 1429-1437.
Cao, W., Fang, Z., Hou, G., Han, M., Xu, X., Dong, J., & Zheng, J. (2020). The
psychological impact of the
Ford, M. E. (1992). Motivating humans: Goals, emotions, and personal agency beliefs.
Sage Publications, Inc. https://doi.org/10.4135/9781483325361
Gottlieb, B.H. (1983). Social Support Strategie: Guidelines for Mental Health Practice.
London: Sage Publication.
Grubic, N., Badovinac, S., & Johri, A. M. (2020). Student mental health in the midst of
the COVID-19 pandemic: A call for further research and immediate solutions.
International Journal of Social Psychiatry, 0020764020925108.
Kessler, R. C., Angermeyer, M., Anthony, J. C., Graaf, R. D., Demyttenaere, K.,
Gasquet, I., … Üstün, T. B. (2007). Lifetime prevalence and age-of-onset
distributions of mental disorders in the World Health Organization’s World
Mental Health Survey Initiative. World Psychiatry, 6, 168–176.
Maslihah, Sri. (2011). Studi tentang Hubungan Dukungan Sosial, Penyesuaian Sosial di
Lingkungan Sekolah dan Prestasi Akademik Siswa SMPIT Assyfa Boarding
School Subang Jawa Barat. Jurnal Psikologi Undip, 10(2), 103-114.
Perez, W., Espinoza, R., Ramos, K., Coronado, H. M., & Cortes, R. (2009). Academic
Resilience Among Undocumented Latino Students. Hispanic Journal of
Behavioral Sciences, 31(2), 149–181. doi:10.1177/0739986309333020
PH, Livana, dkk. (2020). “Tugas Pembelajaran” Penyebab Stres Mahasiswa Selama
Pandemi Covid-19. Jurnal Ilmu Keperawatan, 3(2), 203-208.
Song, J., Bong, M., Lee, K., & Kim, S.-i. (2015). Longitudinal investigation into the
role of perceived social support in adolescents’ academic motivation and
achievement. Journal of Educational Psychology, 107(3), 821–841.
https://doi.org/10.1037/edu0000016
Sosio Sari, Jannati. 2018. “Hubungan Antara Pemaafan dan Resiliensi pada
Perempuan yang Mengalami Kekerasan dalam Rumah Tangga”. Skripsi
Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya. Universitas Islam Indonesia.
Yogyakarta.
Taylor, S. E., Peplau, L. A., & Sears, D. O. (2005). Social psychology. Upper Saddle
River: Pearson Education.
Tria Septiani, Nurindah Fitria. 2016. “Hubungan Antara Resiliensi dengan Stress pada
Mahasiswa Sekolah Tinggi Kedinasan”. Jurnal Penelitian Psikologi Vol. 7 No.
2. (hal. 59-76)
YoungMinds . (2020). Coronavirus: Impact on young people with mental health needs.
https://youngminds.org.uk/media/3708/coronavirus-report_march2020.pdf
Zhai, Y., & Du, X. (2020). Mental health care for international Chinese students
affected by the COVID-19 outbreak. The Lancet Psychiatry, 7(4), e22.