Anda di halaman 1dari 6

BUKU JAWABAN TUGAS MATA KULIAH

TUGAS 1

Nama Mahasiswa : PELIN HIPUI

Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 837281569

Kode/Nama Mata Kuliah : PAUD4301/Pembaharuan Pendidikan TK

Kode/Nama UPBJJ : 50/SAMARINDA

Masa Ujian : 2020/21.2 (2021.1)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS TERBUKA
JAWABAN
1. Pembaharuan pendidikan TK dapat memiliki empat fungsi. Fungsi yang dimaksud
adalah:
(a) fungsi pemecahan masalah (problem solving function)
(b) fungsi adaptif (adaptive function)
(c) fungsi pengembangan staf (staff development function)
(d) fungsi peningkatan kualitas (quality improvement function)

2. Pembaharuan yang dilakukan menurut konsep Froebel adalah Anak dan Guru tidak
selamanya disekolah, tetapi sebagian waktunya dihabiskan dirumah bersama orang tua
anak . pada kesempatan ini, guru dan orang tua saling berbagai informasi dan
pengalaman tentang pendidikan anak.
 Tahap-tahap Perkembangan Menurut Froebel
Ada tiga tahap perkembangan yaitu, sebagai berikut :
a. Tahap Bayi ( masa ketergantungan)
Pada bagian ini Froebel menamakannya sebagai tahap “ Pendahuluan” bagian
dasar pendidikan. Pada tahap ini orang tua dituntut untuk aktif dan orang tua
harus memperhatikan bayi sebelum bayi menunjukan tindakan atau gerakan
seperti menangis, hal itu perlu dilakukan untuk sang bayi agar terjadi
kesatuan baru yaitu pertumbuhan batin dimana sang bayi akan menghormati
orang yang ada disekitarnya. Pada tahap perkembangan ini bayi juga
dinamakan saungling yaitu menghisap (oral), oleh karena itu orang yang
berada disekitar bayi tersebut mampu mengembangkan lingkungan yang
sehat, aman, menarik dan murni. Selain itu Froebel juga sangat menekankan
bahwa setiap gerakan bayi haruslah diperhatikan mulai dari bayi tersebut
tersenyum, sedang diam, dan juga saat bayi tersebut ada dalam pangkuan ibu.
b. Masa kanak-kanak (masa permulaan pendidikan)
Froebel mengatakan bahwa tahap ini merupakan masa permulaan pendidikan,
karena pada tahap ini anak sudah mulai mengucapkan kata benda. Namun
demikian, kata yang pertama diucapkan anak tersebut biasanya sedikit salah
dan merupakan kewajiban orang tua atau pendampingnya untuk memperbaiki
perkataan tersebut dengan mengucapkan kata yang disebutkan anak tersebut
dengan benar. Selain pengucapan, Froebel juga menekankan mengenai
bermain, karena menurut Froebel bemain merupakan proses dimana
perkembangan kepribadian sedang terjadi oleh karena itu ruang gerak anak
tidak boleh dibatasi karena apabila kegiatan seorang anak dibatasi maka itu
sama dengan mengikat nalar anaknya karena ia tidak bebas untuk menjelajahi
lingkungannya.
c. Masa anak tanggung ( masa untuk Belajar)
Dalam bagian ini anak sudah mulai mendapat pendidikan secara Formal dan
sistematis baik itu dibawah bimbingan guru maupun dibawah bimbingan
orang tua. Dalam tahap ini, Froebel juga menekankan bahwa anak
mempunyai kecenderungan untuk mengerjakan sesuatu alangkah baiknya jika
orang tua memperhatikan apa yang dikerjakan anak dan memberikan
dukungan dan apabila pekerjaan tersebut selesai maka orang tua selayaknya
memuji pekerjaan anak tersebut. Dalam tahap ini juga anak sudah mulai
berhubungan dengan orang-orang disekitarnya.

3. Pembaharuan apa yang terjadi pada bidang pendidikan di masa pemerintahan kolonial
Belanda?
Pendidikan pesantren berkembang di berbagai daerah Indonesia pada masa
sebelum kedatangan Bangsa Barat. Bagaimana pendidikan pada masa kolonial Barat?
Terdapat dua pendidikan yang dikembangkan pada masa pemerintah kolonial Barat.
Pertama adalah pendidikan yang dikembangkan oleh pemerintah, dan yang kedua adalah
pendidikan yang dikembangkan oleh masyarakat. Pusat-pusat kekuasaan Belanda di
Indonesia di berbagai kota di Indonesia menjadi pusat pertumbuhan berbagai sekolah di
Indonesia. Kamu dapat menemukan sekolah-sekolah yang telah berdiri sejak zaman
penjajahan di kota provinsi tempat tinggalmu. Pada masa penjajahan Belanda juga telah
berkembang perguruan tinggi seperti Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Institut
Pertanian Bogor (IPB). Pada masa pemerintahan Kolonial Barat, terjadi diskriminasi
pendidikan di Indonesia. Sekolah dibedakan menjadi dua golongan yakni sekolah untuk
bangsa Eropa dan sekolah untuk penduduk pribumi. Hal ini mendorong lahirnya berbagai
gerakan pendidikan di Indonesia. Taman Siswa yang berdiri di Yogyakarta merupakan
salah satu pelopor gerakan pendidikan modern di Indonesia. Sekolah-sekolah yang
dipelopori berbagai organisasi pergerakan nasional tumbuh pesat pada awal abad XX.
Pengaruh pendidikan modern berdampak pada perluasan lapangan kerja pada masyarakat
Indonesia. Munculnya elit intelektual menyebabkan lahirnya jenis pekerjaan baru seperti
guru, administrasi, pegawai pemerintah, dan sebagainya.

4. Para penganut pendekatan pendidikan TK Tunas Harapan memiliki prinsip bahwa


belajar dengan lebih cepat berarti lebih baik. Jadi, kalau anak bisa menguasai materi
pelajaran secara lebih awal dan lebih cepat dari yang lain, berarti anak itu telah belajar
dengan lebih baik. Sesuai prinsip di atas, pendidikan TK Tunas Harapan akademik
terfokus pada upaya mengarahkan anak untuk bisa menguasai sejumlah materi
pengetahuan, keterampilan, atau hafalan tertentu dengan singkat. Penggunaan unsur
reinforcement yang positif terhadap keberhasilan anak dalam menyelesaikan tugas juga
merupakan hal yang penting dalam pembentukan perilaku anak.
1. Model Kurikulum
Para penganut pendekatan ini berpendapat bahwa cara pembelajaran yang baik dilakukan
melalui beberapa mata pelajaran terpisah yang disajikan dalam periode-periode pendek.
Dengan demikian, anak dapat belajar lebih cepat sehingga bisa memenuhi keperluan-
keperluan belajar lebih lanjut secara lebih awal. Ini berarti bahwa pendekatan ini
meminimalkan arti pentingnya usia dan tahap perkembangan anak.
2. Cara Pembelajaran
Model kurikulum yang berstruktur dan sistematis banyak dilakukan melalui “direct
instruction”, dalam arti, guru mengajarkan materi-materi pengetahuan dan keterampilan
yang sudah disiapkan dan murid memperhatikan penjelasan guru dan mengerjakan tugas-
tugas yang diberikan oleh guru. Akibatnya, murid hanya memiliki sedikit pilihan.
Prakarsa-prakarsa murid yang sifatnya spontan hanya terjadi pada saat bermain bebas
ketika istirahat. Sebaliknya, kepatuhan anak untuk mengikuti prosedur atau langkah-
langkah pembelajaran yang sudah direncanakan oleh guru sangat dihargai.
3. Peran Guru dan Anak
Dalam pendekatan akademik, peran guru sangat dominan. Guru adalah perencana
kegiatan kelas tanpa melibatkan unsur murid. Ia adalah pengelola ruang, waktu, serta alat
dan media pembelajaran sesuai dengan cara yang dikehendakinya. Ia merupakan sumber
informasi serta penentu standar perilaku didalam kelas yang harus di turuti oleh anak.
Singkatnya, guru adalah penguasa kelas yang cenderung menerapkan manajemen kelas
yang otoriter ,anak berperan sebagai penerima pelajaran, mereka menjadi pihak penerima
fakta yang kemudian menghafalkannya. Mereka tidak diarahkan untuk melakukan
aktivitas pembuktian apakah fakta-fakta tersebut benar atau tidak. Kemudian mereka
menjadi objek penilaian guru atas hasil karya atau perilaku yang mereka lakukan.
5. Pendekatan non akademik berangkat dari pandangan bahwa anak pada dasarnya
merupakan pembelajar aktif (an active learner). Anak mampu membangun pengetahuan
dan pemahamannya tentang lingkungan melalui pengalaman-pengalaman interaksional.
Pengetahuan dan pemahaman itu bukan merupakan sesuatu yang diberikan oleh orang
lain kepada anak, melainkan merupakan sesuatu yang di konstruksi oleh anak. Jadi,
berbeda dengan para penganut pendekatan akademik, para pendukung pendekatan non
akademik tidak meyakini adanya suatu batang tubuh pengetahuan yang sudah permanen
(fixed) yang harus dikuasai oleh anak.
1. Model Kurikulum
Kurikulum pendidikan TK non akademik adalah kurikulum terintegrasi. Melalui
kurikulum terintegrasi, subjek-subjek bidang pengetahuan dan keterangan tidak
dipelajari secara terpisah-pisah, melainkan dipelajari sebagai suatu kesatuan yang
terpandu secara informal dalam kegiatan-kegiatan belajar anak.
Anak memiliki kesempatan untuk berprakarsa dan melakukan pilihan sehingga apa
yang dikaji dalam kegiatan pembelajaran sudah merepresentasikan minat-minat dan
pilihan-pilihan anak tersebut. Secara singkat, modul kurikulum dalam pendekatan
non akademik berpegang pada prinsip-prinsip berikut.
a. Memungkinkan anak untuk belajar tentang lingkungan melalui eksplorasi dan
interaksi baik dengan guru, teman, anggota keluarga, maupun dengan orang lain.
b. Berangkat dari minat dan pilihan anak tentang topic-topik yang ingin dipelajari.
Dalam hal ini, guru memiliki semacam standar yang dijadikan rambu-rambu
secara garis besar, namun dalam implementasinya memperhatikan dan
merespon apa yang terjadi secara kontektual dikelas.
c. Memberikan kesempatan yang luas kepada anak untuk belajar dalam suasana
bermain yang menyenangkan agar anak mendapatkan makna dari pengalaman
sendiri.
d. Proses belajar mengajar bersifat integrative dan sedapat mungkin tidak
mengikuti langkah-langkah pembelajaran yang kaku.
2. Cara Pembelajaran
Dalam pendekatan non akademik proses pembelajaran sangat menekankan melalui
pengalaman langsung (hands on experience). Anak diberi kesempatan untuk
memecahkan masalah-masalah yang ditemukannya, bukan masalah-masalah yang
tidak terkait dengan konteks kehidupannya. Ia diberi kesempatan untuk
bereksperimen, bereksplorasi, dan menemukan sesuatu dari pengalamannya melalui
pengalaman-pengalaman semacam itu, anak membangun pemahaman dan
menciptakan konsep-konsep sesuai dengan rentang perkembangan intelektualnya
masing-masing.
Untuk menciptakan pengalaman belajar yang bermakna, minat dan prakasa anak
sangat diperhatikan dalam pendekatan non akademik. Guru memiliki perencanaan
pembelajaran, namun perencanaan tersebut dipersiapkan dengan mengakomodasi
minat-minat dan pilihan anak. Bahkan hal-hal yang secara spontan terjadi dalam
kegiatan anak diperhatikan dan sedapat mungkin diakomodasi dalam proses
pembelajaran. Unsur inisiatif dalam kreatifitas anak benar-benar diperhatikan dan
dihargai dalam pendekatan ini. Dan karena perhatiannya yang begitu besar terhadap
unsur variasi individual anak, proses pembelajaran menjadi relative fleksibel.
Pengalaman-pengalaman interaksional anak dengan orang lain juga diperkaya dalam
pendekatan ini. Guru membacakan cerita-cerita ke anak dan bercakap-cakap dengan
mereka. Anak pun memiliki kesempatan untuk bercerita kepada teman dan gurunya
serta menjawab berbagai pertanyaan yang diajukan teman dan gurunya tentang cerita
yang disampaikan. Mereka memiliki kesempatan yang luas untuk berdiskusi dan
belajar bersama satu sama lain. Pengertian belajar bersama ini bukan sekedar anak
sama-sama belajar pada tempat yang sama, tetapi mereka benar-benar mengalami
sesuatu secara bekerja sama satu sama lain. Untuk mengimplementasikan cara-cara
belajar di atas, proses pembelajaran melalui aktivitas bermain dan proyek atau tema-
tema yang menarik bagi anak menjadi sangat dominan dalam pendekatan ini.
Bermain merupakan sarana inti pembelajaran. Proses pembelajaran dilakukan
melalui berbagai kegiatan yang secara interinstik menarik dan menggairahkan anak.
Begitu pula, kegiatan-kegiatan proyek bukan sekedar dilakukan sebagai program
pengayaan, tetapi justru dijadikan sebagai cara utama dalam mengorganisasikan
kegiatan pembelajaran.
3. Peran Guru dan Anak
Dalam pendekatan non akademik, guru dan anak sama-sama berperan aktif.
Sementara guru berperan sebagai fasilitator kegiatan belajar anak, anak berperan
sebagai pembelajaran aktif. Mereka sama-sama aktif dalam perencanaan, proses, dan
bahkan dalam evaluasi pembelajaran.
Sebagai fasilitator kegiatan belajar anak, guru mempersiapkan kegiatan
pembelajaran. Dan dalam mempersiapkan kegiatan pembelajaran, guru mempelajari
pengetahuan-pengetahuan teoritis atau konvensional yang sudah ada, namun juga
mengakomodasi minat-minat dan pilihan-pilihan anak. Guru menstimulasi dan
memotivasi anak untuk belajar, memberi kesempatan pada anak untuk
mengembangkan berbagai kemampuan, membantu anak dikala kesulitan,serta
menyiapkan lingkungan belajar yang kaya bagi anak. Guru juga mengevaluasi proses
dan hasil belajar anak dengan melibatkan anak dalam proses evaluasi tersebut.
Dipihak lain, anak berperan sangat aktif dalam pembelajaran. Anak terlibat dalam
proses perencanaan dan memiliki kesempatan yang luas untuk berprakarsa. Pada saat
proses perencanaan, anak memiliki kesempatan untuk memuncukan ide-ide serta
turut mendiskusikan tema- tema atau kegiatan-kegiatan proyek yang akan
diprogramkan selama priode tertentu (misalnya, kuartal atau semester). Begitu pula
dalam proses pembelajaran, murid memiliki kesempatan memprakasai, mencoba,
mengeksplorasi, dan menemukan sesuatu. Anak berkesempatan untuk belajar
individual, bersama teman, dan bersama guru atau orang dewasa lainnya.anak tidak
secara ketat diarahkan untuk mempelajari meteri pengetahuan dan keterampilan yang
sudah berstruktur, melaikan mendapatkan kesempatan untuk membangun
pengetahuan dan pengalamannya melalui pengalaman-pengalaman langsung.
Akhirnya dalam proses evaluasi pun, anak berkesempatan untuk terlibat dalam
menganalisis dan menilai keberhasilan belajarnya sehingga tidak semata-mata
menunggu atau mengandalkan penilaian dari guru.
4. Cara Evaluasi
Dalam pendekatan non akademik, penggunaan intrinsic reward lebih ditekankan dari
pada ektrinsic reward. Jadi, bukan unsur penghargaan eksternal yang diutamakan
untuk memotivasi murid, melainkan unsur penghargaan internal, yakni kepuasan
anak akan keberhasilan belajar dan prestasinya. Dengan demikian, penilaian lebih
terfokus kepada hal-hal positif yang diraih anak sehingga ia bangga dengan
prestasinya dan menjadi senang untuk terus berkarya.
Penilaian tidak semata-mata dimaksudkan untuk menentukan taraf keberhasilan
belajar anak, tetapi juga dipandang sebagai bagian dari proses pembelajaran. Dalam
pendekatan ini, penggunaan tes cenderung dihindari karena lebih terfokus ke
penilaian yang bersifat autentik (authentic assesment). Maksudnya, penilaian
diupayakan terjadi dalam situasi dan konteks yang lebih alami sehingga apa yang
ditampilkan anak betul-betul menggambarkan kondisi yang sebenarnya (authentic).
Dengan demikian, penggunaan observasi, catatan anekdot, dan portofolio merupakan
teknik-teknik utama dalam penilaian. Penilaian juga tidak semata-mata didasarkan
pada informasi yang dimiliki guru, tetapi juga didasarkan pada masukan-masukan
dari orang tua dan sumber-sumber lainnya.
5. Keuntungan dan Kelemahan
Terdapat beberapa keuntungan dari pendekatan ini. Pertama, inisiatif anak untuk
malakukan kegiatan belajar dapat berkembang dengan baik. Kedua, anak dapat
secara aktif mengembangkan kreativitas dan membangun pengetaguan. Ketiga,
proses pembelajaran dilakukan secara lebih alamiah (natural) dan menyenangkan
sehingga dapat menumbuhkan motivasi dan sikap positifterhadap kegiatan belajar.
Keempat, dalam jangka panjang pendekatan ini dipandang sangat mendukung
perkembangan anak untuk menjadi pembelajar sepanjang hayat (a life long learner).
Meskipun banyak keuntungannya, pendekatan ini masih dianggap memiliki beberapa
kelemahan oleh sebagian orang. Hal yang sering dipandang sebagai kelemahan dari
pendekatan ini dalam waktu singkat. Dengan kata lain, penggnaan waktu sering
dianggap kurang efisien. Sebagian orang cenderung beranggapan bahwa penerapan
pendekatan ini memerlukan perlengkapan yang lebih banyak sehingga memerlukan
dana yang lebih pula. Dalam aspek pengembangan kurikulum, sebagian orang juga
sering merasa kesulitan karena harus mengikuti kejadian dan perkembangan di kelas.

Anda mungkin juga menyukai