Bab I Pendahuluan
Bab I Pendahuluan
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak tunarungu merupakan salah satu klasifikasi dari anak yang
dikategorikan luar biasa yang mempunyai kelainan dalam pendengarannya
sehingga memberikan dampak negatif bagi perkembangannya, terutama dalam
kemampuan berbicara dan berbahasa. Namun demikian, mereka mempunyai hak
yang sama sebagaimana warga negara lainnya dalam memperoleh layanan
pendidikan untuk mengembangkan potensinya seoptimal mungkin.
Perkembangan layanan pendidikan bagi anak tunarungu dewasa ini sudah
mulai menunjukan kemajuan. Hal itu ditunjukkan dengan adanya anak tunarungu
yang belajar di sekolah biasa. Namun, mereka belum memperoleh layanan yang
memadai karena para guru biasa umumnya tidak dibekali dengan keilmuan
tentang siapa dan bagaimana layanan pendidikan bagi anak tunarungu.Untuk
menjamin bahwa anak tunarungu yang berada di sekolah biasa, termasuk di SD
biasa mendapat layanan pendidikan yang sesuai dengan karakteristiknya maka
para guru seyogianya mempunyai wawasan tentang karakteristik dan kebutuhan
pendidikan anak tunarungu.
Menurut batasan dari Sri Moerdiani (1987: 27) dalam buku psikologi
anak luar biasa bahwa anak tuna rungu adalah mereka yang menaglami gangguan
pendengaran sedemikian rupa sehingga tidak mempunyai fungsi praktis dan
tujuan komunikasi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya.
Adapun Moh Amin dalam buku Ortopedagogik umum mengemukakan
bahwa anak tuna rungu adalah mereka yang mengalami kekurangan atau
kehilangan kemampuan mendengar yang disebakan oleh kerusakan atau tidak
berfungsinya sebagian atau seluruh organ pendengaran yang mengakibatkan
hambatan dalam perkembanganya sehingga memerlukan bimbingan pendidikan
khusus. (1991: 1).
Ahli lainnya memberikan batasan mengenai tunarungu ditinjau dari segi
medis dan pedagogis sebagai berikut : “Tunarungu berarti kekurangan atau
kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan seluruh alat
1
2
begitu pula ia tidak dapat mendengar respon yang dikeluarkan oleh orang tua atau
orang-orang yang dekat darinya.
Ada beberapa perbedaan karakteristik anatara anak tunarungu dengan
anak normal. Hal ini disebabkan keadaan mereka yang sedemikian rupa sehingga
mempunmyai karakter yang khas yang menyebabkan anak tunarungu
mendapatkan kesulitan untuk dapat beradaptasi dengan lingkungannya, sehingga
mereka perlu mendapat pembinaan yang khusus untuk mengatasi masalah
ketunarunguan.
Karakteristik yang khas dari anak tunarungu adalah sebagai berikut: (1)
Fisik Jika dibandingkan dengan kecacatan lain nampak jelas dalam arti tidak
terdapat kelainan. Tetapi bila diperhatiakan lebih teliti mereka mempunyai
karakteristik seperti yang dikemukakan oleh Tati Hernawati (1990 : 1) sebagai
berikut : Cara berjalan kaku dan agak membungkuk hal ini terjadi pada anak
tunarungu yang mempunyai kelainan atau kerusakan pada alat keseimbangannya;
Gerakan mata cepat yang menunujukan bahwa ia ingin menguasai lingkungan
sekitarnya; Gerakan kaki dan tangan yang cepat; Pernapasan yang pendek dan
agak terganggu. Kelainan pernapasan terjadi karena tidak terlatih terutama pada
masa meraban yanmg merupakan masa perkembangan bahasa. (2) Bahasa dan
Bicara Perkembangan bahasa dan bicara berkaitan erat dengan ketajaman
pendengaran. Dengan kondisi yang disandangnya anak tunarungu akan
mengalami hambatan dalam bahasa dan bicaranya. Pada anak tunarungu proses
penguasaan bahasa tidak mungkin diperoleh melalui pendengaran. (3)
Intetelegensi Secara garis besar pendapat tentang intelegensi anak tunarungu di
klasifikasikan menjadi tiga bagian: Pertama anak tunarungu dianggap sama
dengan anak normal, Kedua, dianggap bahwa intelegensi anak tunarungu lebih
rendah dari anak norma, bahwa anak tunarungu mengalami kekurangan potensi
intelektual pada segi non verbal. (4) Kepribadian dan emosi, Semua anak
memerlukan perhatian dan dapat diterima di lingkungan yang di tempati. tidak
terkecuali anak tunarungu, tetapi semua itu akan sulit didapatkan oleh anak
tunarungu karena mereka hanya dapat merasakan ungkapan tersebut melalui
kontak visual. Berbeda dengan anak normal yang dapat merasakan ungkapan yang
diberikan melalui nada suara yang diperoleh dengan cara mendengar. Hal ini akan
4
B. Tujuan
1. Dapat memberikan pandangan positif pada masyarakat bagaimana
karakteristik dari anak tuna rungu.
2. Kita bisa lebih mengenal dan menganalisis bagaimana proses kognitif,
penguasaan dan penggunaan bahasa mereka saat kita berada dilingkungan
masyarakat.
3. Kita juga dapat mengetahui kesulitan dan dapat menggolongkan karakter
mereka masing-masing sesuai dengan kebutuhan yang mereka perlukan.
4. Memberi kontribusi kepada para calon-calon pendidik maupun guru-guru
ABK dalam memahami karakteristik terutama karakter anak tuna rungu.
b. Riwayat kelahiran
Perkembangan masa kehamilan : Normal
Penyakit pada masa kehamilan : Normal
Usia kandungan : 9 Bulan
Tempat kelahiran : Bidan Kampung
Penolong proses kelahiran :–
Gangguan pada saat bayi lahir :–
Berat bayi : 3 Kg
Panjang bayi : 50 Cm
Tanda-tanda kelainan pada bayi : Kejang-kejang, step
Perkembangan masa balita
Menetek ibunya hingga umur : 2 Tahun
Minum susu kaleng hingga umur : 2 Tahun
Imunisasi (lengkap/tidak) : Lengkap
Pemeriksaan/penimbangan rutin/tdk : Rutin s/d 5 Tahun
Kualitas makanan : Harus makan yang lembek
Kuantitas makan : Banyak
Kesulitan makan (ya/tidak) : Ya
c. Perkembangan fisik
Dapat berdiri pada umur : 3 Tahun
Dapat berjalan pada umur : 4 Tahun
Naik sepeda roda dua pada umur : 10 Tahun
Bicara dengan kalimat lengkap : Kurang jelas, mulai 2 arah
Kesulitan gerakan yang dialami : Jalan, Menulis
Status Gizi Balita (baik/kurang) : Baik
6
2 Hasil Identifikasi
Ciri – ciri yang ditemukan pada 4 siswa tunarungu:
a. Tidak dapat berucap dengan jelas.
b. Menulisnya sudah cukup jelas.
c. Sudah bisa membaca dan menghitung dengan lancar
d. Kemampuan dalam mengaji lebih cepat.
e. Mudah curiga kepada teman.
f. Pintar menari .
g. Daya menghafal cepat
Ciri-ciri yang ditemukan pada siswi tunarungu dan tunagrahita,tunarungu dan low
vision :
a. Tidak dapat fokus dengan lama
b. Sering menggangu teman.
c. Lemah dalam kemampuan bahasa dan bicaranya.
d. Emosinya tidak stabil.
e. Kemapuan kognitifnya kurang.
4. Pelayanan
a. Percakapan prefektif,
b. Latihan ini dilakukan dengan berinteraksi secara pelan – pelan siswa.
c. Menggunakan bahasa isyarat.
d. Berbicara dengan mengeja perkata.
e. Bicara dengan keras
f. Senam lidah,
Terapi ini bertujuan agar lidah anak menjadi lentur dan diharapkan akan lebih
mudah mengucapkan kata. Hal ini dilakukan dengan cara mengusapkan madu
disekitar mulut kemudian siswa diminta untuk menjilati madu yang sudah
dioleskan pada sekitar mulut tadi.
8
BAB II
PENANGANAN OLEH GURU
2. Pada anak tunarungu lebih lazim terdapat tingkah laku yang ditandai oleh teknan
emosi, seperti tabiat suka marah, gelisah ketakutan yang menetap, kesulitan tidur,
dan ngompol, yang menyebabkan terletak pada hambatan dalam pengalaman dan
eksploitasi sosialnya.
3. Anak tunarungu mengalami kesulitan dalam penyesuaian sosial, dan ada sebagian
yang psikiatris.
4. Perkembangan intelegensi nak tunarungu mengalami kelambatan karena kesulitan
pemakaian simbul – simbul dalam bahasa dan kebiasaan mereka memakai simbul
bukan bahasa “non linguistic symbol”.
5. Pengaruh dan ancaman ketunarunguan terhadap perkembangan sosial dan emosi
tidak dapat dikatakan lebih ringan daripada pengaruh dan ancaman ketulian
terhadap perkembangan bahasa dan intelegensi.
Dapat disimpulkan bahwa maslah yang dihadapi anak tunarungu ialah masalah
komunikasi, masalah kepribadian dan masalah kehidupan leih lanjut, terutama
masalah pemilihan dan penempatan kerja.
tunarungu hanya sebagai hiasan di kelas inklusi tanpa bisa mencerna dan
memahami pembelajaran yang diberikan oleh guru.
b. Sekolah yang di dalamnya menyertakan anak berkebutuhan khusus harus
memiliki guru pendamping yang berlatarbelakang PLB, lebih baik lagi jika
guru pendamping tersebut berlatarbelakang dari sekolah luar biasa dengan
bidang kajian yang sama dengan anak berkebutuhan khusus yang ada di kelas
inklusi.
c. Guru regular hendaknya memahami karakteristik anak tunarungu serta sedapat
mungkin mampu berempati terhadap anak tunarungu agar pembelajaran yang
diberikan dapat dipahami dengan mudah.
d. Guru regular mampu menggunakan prinsip-prinsip pembelajaran bagi anak
tunarungu seperti prinsip keterarahwajahan, keterarahsuaraan, prinsip
intersubyektivitas dan prinsip kekonkritan.
e. Lingkungan di sekolah inklusi harus kondusif dan dapat menerima keberadaan
anak berkebutuhan khusus.
f. Sarana dan prasarana yang mendukung bagi anak berkebutuhan khusus.
C. Alat Bantu/ Media yang digunakan di SDN 014 Loa Janan
Anak Tuna Rungu memiliki keterbatasan dalam berbicara dan
mendengar, media pembelajaran yang cocok untuk Anak Tuna Rungu adalah
media visual dan cara menerangkannya dengan bahasa bibir/gerak bibir.
Media pembelajaran yang dapat digunakan untuk Anak Tuna Rungu dalam
sebuah makalah yang berjudul “Media Pembelajaran Bina Komunikasi
Persepsi Bunyi Dan Irama ( BKPBI) adalah sebagai berikut:
1. Media Stimulasi Visual
a. Cermin artikulasi, yang digunakan untuk mengembangkan feed back visual,
dengan melihat/mengontrol gerakan organ artikulasi diri siswa itu sendiri,
maupun dengan menyamakan gerakan/posisi organ artikulasi dirinya dengan
posisi organ artikulasi guru.
b. Benda asli maupun tiruan
c. Gambar, baik gambar lepas maupun gambar kolektif.
13
BAB III
DAMPAK KELAINAN
Sikap orang tua sangat tergantung pada reaksi terhadap kelainan anaknya itu.
Sebagai reaksi orang tua atas sikap – sikapnya itu maka:
Orang tua ingin menebus dosa dengan jalan mencurahkan kasih sayangnya
secara berlebih – lebihan terhadap anaknya.
Orang tua biasanya menolak kehadiran anaknya.
Orang tua cenderung menyembunyikan anaknya atau menahannya di rumah.
Sikap – sikap orang tua ini mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap
perkembangan kepribadian anaknya. Sikap – sikap yang kurang mendukung
keadaan anaknya tentu saja akan menghambat perkembangan anak, misalnya
dengan melindunginya atau dengan mengabaikannya.
3. Bagi masyarakat
Pada umumnya orang masih berpendapat bahwa anak tunarungu tidak
dapat berbuat apapun. Pandangan yang semacam ini sangat merugikan anak
tunarungu. Karena adanya pandangan ini biasanya dapat kita lihat sulitnya anak
tunarungu untuk memperoleh lapangan pekerjaan. Disamping pandangan karena
ketidkamampuannya tadi, ia sulit bersaing dengan orang normal.
Kesulitan memperoleh pekerjaan di masyarakat mengkibatkan timbulnya
kecemasan, baik dari anak itu sendiri maupun dari keluarganya, sehingga lembaga
pendidikan dianggap tidak dapat berbuat sesuatu karena anak tidak dapat bekerja
sebagaimana biasanya. Oleh karena itu, masyarakat hendaknya dapat
memperhatikan kemampuan yang dimiliki anak tunarungu walaupun hanya
merupakan sebagian kecil dari pekerjaan yang telah lazim dilakukan oleh orang
normal.
4. Bagi Penyelenggara Pendidikan
Perhatian akan kebutuhan pendidikan bagi anak tunarungu tidaklah dapat
dikatakan kurang karena terbukti bahwa anak tunarungu telah banyak mengikuti
pendidikan sepanjang lembaga pendidikan itu dapat dijangkaunya.
Persoalan baru yang perlu mendapat perhatian jika anak tunarungu tetap
saja harus sekolah pada sekolah khusus (SLB) adalah jika anak – anak tunarungu
itu tempat tinggalnya jauh dari SLB, maka tentu saja mereka tidak akan dapat
bersekolah. Usaha lain muncul dengan didirikannya asrama disamping sekolah
16
khusus itu. Rupanya usaha itu tidak dapat diandalkan sebagai satu – satunya cara
untuk menyekolahkan mereka.
Usaha lainnya yang mungkin akan dapat mendorong anak tunarungu dapat
bersekolah dengan cepat adalah mereka mengikuti pendidikan pada sekolah
normal/biasa dan disediakan program – program khusus bila mereka tidak mampu
mempelajari bahan pelajaran seperti anak normal
.
B. Dampak Terhadap Orang Tua
Pada saat-saat kritis seperti ini biasanya orang tua lebih mudah
menerima saran dan petunjuk. Setelah kejutan yang pertama, orang tua ingin
mengetahui mengapa anaknya tuna rungu. Mereka dan anak-anaknya yang
normal ingin mengetahui apakah sesudah melahirkan anak yang tuna rungu
mereka dapat melahirkan anak normal.
Pada umumnya masyarakat kurang mengacuhkan anak tuna rungu,
bahkan tidak dapat membedakannya dari orang gila. Orang tua biasanya tidak
memiliki gambaran mengenai masa depan anaknya yang tuna rungu. Mereka
tidak mengetahui layanan yang dibutuhkan oleh anaknya yang tersedia di
masyarakat. Saudara-saudaranya ketika memasuki usia remaja menghadapi
hal-hal yang menyangkut emosional kehadiran saudaranya yang tuna rungu
dirasakan sebagai beban baginya. Dilihat dari sudut tertentu, baik juga
seandainya anak tuna rungu dipisahkan di tempat-tempat penampungan.
Tetapi bila dilihat dari sudut lain, pemisahan seperti ini dapat pula
mengakibatkan ketegangan orang tua, terlebih bagi ibu yang sudah terlalu
menyayangi anaknya.
Peranan orang tua dapat dikatakan sebagai orang yang memegang
peranan penting dalam perkembangan seseorang anak. Juga tidak terlepas
terhadap pandangan orang tua pada penyandang tuna rungu. Dengan
demikian orang tua anak tuna rungu juga mempunyai peran yang sama
dengan orang tua pada umumnya. Namun bagi orang tua yang memiliki anak
tuna rungu umumnya mereka lebih membutuhkan perhatian yang lebih ketat
terhadap perkembangan anak tuna rungu. Hal ini diasumsikan karena anak
18
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Seorang anak dikatakan tuna rungu berdasarkan karakteristik seperti
lamban, kesulitan dalam menggeneralisasi dan mempelajari hal-hal yag baru,
kemampuan bicaranya sangat kurang, cacat fisik dan perkembangan gerak,
kurang dalm kemampuan menolong diri sendiri, .tingkah laku dan interaksi
yang tidak lazim
Masalah yang dihadapi anak tuna rungu sangat kompleks.
Perkembangan fungsi intelektual anak tuna rungu yang rendah dan disertai
dengan perkembangan prilaku adaptif yang rendah pula akan berakibat
langsung pada kehidupan mereka sehari-hari, sehingga banyak menghadapi
kesulitan dalam hidupnya
Tidak ada yang sia-sia dalam penciptaan Tuhan. Hanya saja manusia
butuh kecerdasan untuk membaca setiap penciptaan yang Tuhan kehendaki.
Begitu pula ketika kita diamanahi anak yang istimewa, seperti Juwita Ariani,
misalnya. Kita tak boleh patah arang untuk mendidiknya. Dibalik kekurangan
yang ada pada seseorang, tersimpan potensi yang luar biasa jika kita mau
menggali dan memberinya ruang.
Tuna rungu ringan yang menimpa pada Juwita Ariani merupakan
gangguan keterbelakangan mental yang terjadi akibat perkembangannya
terganggu pada waktu balita, yaitu Dia sering sakit-sakitan hingga suhu
20
badanya meningkat, panas. Sehingga dari hasil diagnosa dokter, ada syaraf-
syaraf Juwita Ariani yang terganggu. Dan ini berdampak pada perkembangan
mental-intelektualnya yang berada dibawah rata-rata anak pada umumnya.
Jika melihat tulisan-tulisan tangan Juwita Ariani dan nilai-nilai yang
diperolehnya, penulis menilai bahwa Juwita Ariani masih punya peluang
untuk dapat berkembang dengan layak. Support orang tua,Guru, teman-teman
dan lingkunganlah yang ia butuhkan untuk menjadikan dirinya sebagai
manusia yang dapat memberikan manfaat terhadap sesama.
Dan bagaimana untuk berhati-hati ketika merawat balita merupakan hal
yang patut menjadi perhatian kita disini. Karena masa depan anak harus
dipersiapkan dari nol. Jika dalam perjalanan perkembangannya ada yang kita
abaikan, maka hasilnya akan dapat mengganggu proses perkembangan
selanjutnya.
B. Saran
Setelah disusunnya laporan tentang tuna rungu, diharapkan semua
pihak lebih membuka mata dan tidak memandang remeh anak-anak ini.
Karena sejatinya mereka sama dengan kita. Mereka membutuhkan apa yang
kita butuhkan. Mereka merasakan apa yang kita rasakan. Sayangilah mereka,
berkawanlah dengan mereka. Biarkan mereka memperoleh hak untuk menjadi
manusia yang seutuhnya. Dengan menjalani pendidikan sebagaimana
mestinya.
21
Dokumentasi Observasi