Perkemihan
NIM : 191101116
Kelas/Sem : B/4
Kelompok : 2B
FAKULTAS KEPERAWATAN
ILMU KEPERAWATAN
T.A 2021/2022
1. Pemeriksaan Fisik
A. Inspeksi
Inspeksi pada sistem perkemihan meliputi :
1) Keadaan umum sistem perkemihan
2) Keadaan lokalis sistem perkemihan (ginjal, kandung kemih, alat
genitalia,rectum, dll)
3) Penggunaan alat bantu seperti : condom catheter, folleys catheter, silikon
kateter atau urostomy atau supra pubik kateter.
4) Dll
Atur posisi pasien dengan tidur terlentang, minta klien membuka bajunya. Perhatikan
sekitar abdomen klien. Lakukan inspeksi pada abdominal jika terdapat massa di
abdominal atas massa keras dan padat kemungkinan terjadi keganasan atau infeksi
perinefritis.
B. Palpasi
Palpasi, yaitu menyentuh atau merasakan dengan tangan, adalah langkah kedua
pada pemeriksaan pasien dan digunakan untuk menambah data yang telah
diperoleh melalui inspeksi sebelumnya. Palpasi struktur individu,baik pada
permukaan maupun dalam rongga tubuh, terutama pada abdomen, akan
memberikan informasi mengenai posisi, ukuran, bentuk, konsistensi dan
mobilitas/gerakan komponen-komponen anatomi yang normal, dan apakah
terdapat abnormalitas misalnya pembesaran organ atau adanya massa yang dapat
teraba. Palpasi juga efektif untuk menilai menganaikeadaan cairan pada ruang
tubuh.
Palpasi medium, untuk menilai lesi medieval pada peritoneum dan untuk massa,
nyeri tekan, pulsasi (meraba denyut), dan nyeri pada kebanyakan struktur tubuh.
Dilakukan dengan menekan permukaan telapak jari 1-2 cm ke dalam tubuh pasien,
menggunakan gerakan sirkuler/memutar.
palpasi dalam, digunakan untuk menilai organ dalam rongga tubuh, dan dapat
dilakukan dengan satu atau dua tangan. Jika dilakukan dengan dua tangan, tangan
yang di atas menekan tangan yang dibawah 2-4 cm ke bawah dengan gerakan
sirkuler. Bagian yang nyeri atau tidak nyaman selalu dipalpasi terakhir. Kadang,
diperlukan untuk membuat rasa tidak nyaman atau nyeri untuk dapat benar-benar
menilai suatu gejala. Pemeriksaan fisik dengan menggunakan teknik palpasi dapat
dilakukan pada ginjal, kandung kemih, alat genitalia dan rectum klien dengan
memperhatikan prinsipdiatas untuk mendapatkan informasi tambahan terkait
kondisi klien.
1. Palpasi Ginjal Kanan
1) Letakkan tangan kiri anda di belakang penderita, paralel pada costa ke-12, dengan
ujung jari anda menyentuh sudut kostovertebral. Angkat, dan cobalah mendorong
ginjal kanan ke depan (anterior).
2) Letakkan tangan kanan anda dengan lembut pada kuadran kanan atas, disebelah
lateral dan sejajar terhadap otot rektus (muskulus rektus abdominisdekstra)
3) Mintalah penderita untuk bernapas dalam. Pada waktu puncak inspirasi,tekanlah
tangan kanan anda dalam-dalam ke kuadran kanan atas, di bawah arcus costa, dan
cobalah untuk “menangkap” ginjal diantara kedua tangan anda.
4) Mintalah penderita untuk membuang napas dan menahan napas. Pelan-pelan,
lepaskan tekanan tangan kanan anda, dan rasakan bagaimana ginjal akan kembali
ke posisi pada waktu ekspirasi. Apabila ginjal teraba (normalnya jarang teraba),
tentukan ukurannya, contour, dan ada/tidaknya nyeri tekan.
2. Palpasi ginjal kiri
Untuk meraba ginjal kiri, pindahkan kesebalah kiri penderita. Gunakan tangan kanan
anda untuk menyangga dan mengangkat dari belakang, dan tangan kiri untuk meraba
pada kuadran kiri atas. Lakukan pemeriksaan seperti ginjal kanan. Ginjal kiri yang
normal jarang dapat teraba.
3. Palpasi aorta
Tekanlah kuat-kuat abdomen bagian atas sedikit di sebelah kiri garis tengah, dan
rasakan adanya pulsasi aorta. Pada penderita di atas 50 tahun, cobalah memperkirakan
lebar aorta dengan menekan kedua tangan pda kedua sisi.
C. Perkusi
Teknik perkusi digunakan untuk mengetahui nyeri ketok pada ginjal. Nyeri tekan
ginjal mungkin ditemui saat palpasi abdomen, teteapi juga dapat dilakukan pada sudut
costovertebrae. Kadang-kadang penekanan pada ujung jari pada tempat tersebut cukup
membuat nyeri, tapi seringkali harus digunakan kepalan tangan untuk menumbuhkan
nyeri ketok ginjal ( ditinju dengan permukaan ulnar kepalan tangan dengan beralaskan
volar tangan kiri ( fish percussion) ). Letakkan satu tangan pada sudut kostovertebra,
dan pukulah dengan sisi ulnar kepalan tangan anda.
2. Pemeriksaan Laboratorium
A. Urinalisis
Urialisis dapat meberikan informasi klinik yang penting. Urinalisis merupakan
pemeriksaan rutin pada sebagian besar kondisi klinis, pemeriksaan urin menangkup
evluasi hal-hal berikut:
1. Observasi warna dan kejernihan urin.
2. Pengkajian bau urin
3. Pengukuran keasaman dan berat jenis urin.
4. Tes untuk memeriksa keberadaan protein, glukosa, dan badan keton dalam urin
(masing-masing untukproteinuria, glukosuria, da ketonoria)
5.Pemeriksaan mikroskopik sedimen urin sesudah melakukan pemusingan
(centrifuging) untuk mendeteksi sel darah merah (hematuria), sel darah putih, slinder
(silindruria), Kristal (kristaluria), pus (piuria) dan bakteri (bakteriuria).
C. Ultrasound
Ultrasound atau pemeriksaan USG menggunakan gelombang suara yang dipancarakan
ke dalam tubuh untuk mendeteksi abnormalitas. Organ-organ dalam system urinarius
akan menghasilkan gambar-gambar ultrasound yang khas. Abnormalitas seperti
akumulasi cairan, massa, malformasi, perubahan ukuran organ ataupun obstruksi
dapat diidentifikasi. Pemeriksaan USG merupakan teknik noninvasif dan tidak
memerlukan persiapan khusus kecuali menjelaskan prosedur serta tujuannya kapada
pasien. Karena sensitivitasnya, pemeriksaan USG telah menggantikan banyak
prosedur diagnosis lainnya sebagai tindakan diagnostic pendahuluan.
4. Pielografi retrograd.
Dalam pielografi retrograd, kateter uretra dimasukan lewat ureter ke dalam pelvis
ginjal dengan bantuan sistoskopi. Kemudian media kontras dimasukkan dengan
gravitasi atau penyuntikan melalui kateter. Pielografi retrograd biasanya dilakukan
jika pemeriksaan IVP kurang memperlihatkan dengan jelassystem pengumpul.
Pemeriksaan pielografi retrograd jarang dilakukan dengan semakin majunya
teknik-teknik yang digunakan dalam urografi ekskretorik.
5. Infusion drip pyelography merupakan pemberian lewat infuse larutan encer media
kontras dengan volume yang besar untuk menghasilkan opasitas parenkim ginjal
dan mengisi seluruh traktus urinarius. Metode iniberguna bila teknik urografi yang
biasa dikerjakan tidak berhasil memperlihatkan struktur drainase.
1. Pemeriksaan
Sistoskopi merupakan metode untuk melihat lanngsung uretra dan kandung
kemih. Alat sistokop, yang dimasukan melalui retra ke dalam kandung kemih,
memiliki system lensa optis yang sudah ada pada alat itu sendiri sehingga akan
memberikan gambar kandung kemih yang diperbesar dan terang. Sistoskop
tersebut dapat dimanipulasi untuk memungkinkan visualisasi uretra dan kandung
kemih secara lengkap selain visualisasi orifisium uretra dan uretra pars prostatika.
Kateter uretra yang halus dapat dimasukan melalui sistoskop sehingga ureter dan
pelvis ginjal dapat dikaji. Sistoskop juga memungkinkan ahli urologi untuk
mendapatkan spesimen urin dari setiap ginjal guna mengevaluasi fungsi ginjal
tersebut. Alat forceps dapat dimasukkan melalui sistoskop untuk keperluan biopsi.
Batu dapat dikeluarkan dari uretra, kandung kemih dan ureter melalui sistoskop.
Alat endoskop dimasukkan dengan melihatnya secara langsung. Uretra dan
kandung kemih diinspeksi. Larutan irigasi steril disemprotkan untuk menimbulkan
distensi kandung kemih dan membilas keluar semua bekuan darah sehinngga
visualisasi menjadi lebih baik. Penggunaan cahaya dengan intensitas tinggi dan
lensa yang bisa ditukar-tukar memungkinkan visualisasi yang sangat baik serta
memudahkan pembuatan gambar-gambar yang diam danyang bergerak dari
struktur ini. Sebelum melaksanakan prosedur pemeriksaan dapat diberikan
preparat sedativ. Anestesi topical local disemprotkan kedalam uretra sebelum ahli
urologi memasukkan alat sistoskop. Pemberian diazepam (valium) intravena
bersama dengan preparat anestesi topical uretra dapat diberikan. Sebagai
alternative lain dapat dilakukan anestesi spinal atau umum. Setelah menjalani
pemeriksaan sistoskopik, kadang-kadang penderita kelainan patologik obstruktif
mengalami iretensi urin sebagai akibat dari edema yang disebabkan oleh
instrumentasi. Penderita hyperplasia prostat harusdipantau dengan cermat akan
adanya kemungkinan retensi urin. Pasien yang menjalani instrumentasi traktus
urinarus (yaitu, sistoskopi) perlu dipantau untuk mendeteksi tanda-tanda dan
gejala infeksi urinarius. Edema uretra yang terjadi sekunder akibat trauma local
dapat menyumbat aliran urin, oleh karena itu pemantauan akan adanya tanda-
tanda dan gejala obstruksi pada pasien juga perlu dilakukan.
4. Biopsi ginjal
Bopsi ginjal dilakukan dengan menusukan jarum biopsi melalui kulit kedalam
jaringan renal atau dengan melakukan biopsi terbuka melalui luka insisi yang
kecil di daerah pinggang. Pemeriksaan ini berguna untuk mengevaluasi perjalanan
penyakit ginjal dan mendapatkan specimen bagi pemeriksaan mikroskopik
electron serta imunofluoresen, khususnya bagi penyakit glomerulus.Sebelum
biopsi dilakukan, pemeriksan koagulasi perlu dilakukan lebih dahulu untuk
mengidentifikasi setiap resiko terjadinya perdarahan pascabiopsi.Prosedur, pasien
dipuasakan selama 6 hingga 8 jam sebelum pemeriksaan. Set infuse dipasang.
Spesimen urin dikumpulkan dan disimpan untuk dibandingkan dengan specimen
pascabiopsi. Jika akan dilakukan biopsi jarum pasien diberitahukan agar menahan
nafas ketika jarum biopsi ditusukan. Pasien yang sudah dalam keadaan sedasi di
tempatkan dalam posisi berbaring telungkup dengan bantal pasir diletakan
dibawah perut. Kulit pada lokasi biopsy diinfiltrasi dengan preparat anestesi local.
Lokasi jarum dapat dipastikan melalui fluoroskopi atau ultrasound dengan
menggunakan teknik khusus. Pada biopsi terbuka dilakukan insisi yang kecil
didaerah ginjal dapat dilihat secara langsung.
6. Pengukuran urodinamik
Pengukuran urodinamik menghasilkan berbagai pemeriksaan fisiologik dan
structural untuk mengevaluasi fungsi kandung kemih serta uretra dengan
mengukur :
a. Kecepatan aliran urin
b. Tekanan kandung kemih pada saat buang air kecil dan saat istirahat
c. Resitensi uretra internal
d. Kontras serta relaksasi kandung kemihTekanan abdominal , kandung kemih
serta detrusor, aktivitas sfingter, inervasi kandung kemih, tonus otot dan reflex
sacrum dikaji. Berikut ini merupakan pengukuran urodinamik yang paling sering
dilakukan :
e. Uroflometri (kecepatan aliran) merupakan rekaman volume urin yang mengalir
melalui ureter persatuan waktu (ml/s)
f. Sistometrogram merupakan rekaman grafik tekanan dalam kadung kemih (intra
vesikal) pada berbagai fase pengisian dan pengosongan kandung kemih untuk
mengkaji fungsinya. Selama prosedur pemeriksaan dilakukan, jumlah cairan yang
dimasukan dan dikeluarkan dari kandung kemih disamping rasa penuh pada
kandung kemih dan keinginan untuk buang air kecil harus dicatat. Kemudian
semua hasil ini dibandingkan dengan tekanan yang diukur dalam kandung
kemih selama pengisian kandung kemih dan berkemih. Pertama-tama pasien
diminta untuk berkemih, dan dokter mengamati lamanya waktu yang diperlukan
untuk memulai, ukuran, kekuatan serta kontinuitas aliran urin, dan derajat
mengajan serta adanya hesitancy. Kateter retensi dimasukan melalui uretra
kedalam kandung kemih. Volume sisa diukur dan kateter tersebut dibiarkan pada
tempatnya. Kateter uretral dihubungkan dengan manometer air, dan larutan steril
dibiarkan mengalir kedalam kandung kemih dengan kecepatan biasanya 1 ml/s.
pasien memberitahukan dokter pada saat terasa ingin buang air kecil, dan pada
saat kandung kemih terasa penuh. Derajat pengisian kandung kemih pada kedua
situasi ini dicatat. Tekanan diatas tingkat nol pada simfisis pubis diukur, dan
tekanan serta volume dalam kandung kemih diukur serta dicatat.
g. Profil tekanan uretra mengukur resitensi uretra disepanjang uretra. Gas dan
cairan dimasukkan melalui sebuah kateter yang ditarik keluar sambil mengukur
tekanan disepanjang dinding uretra.
h. Sistouretrogram memungkinkan visualisasi uretra dan kandung kemih yang
dapat dilakukan dengn penyuntikan retrograd atau dengan mengeliminasi media
kontras.
i. Pada voiding cystourethogram, kandung kemih diisi dengan media kontras dan
pasien berkemih sementara foto-foto spot dibuang dengan cepat. Ada tidaknya
refluks vesikouretral atau kelainan congenital pada traktus urinarius inferior dapat
diperlihatkan. Voiding cystourethrogram juga digunakan untuk menyelidiki
kesulitan dalam pengosongan kandung empedu dan inkontinensia.
j. Elektromiografi meliputi penempatan elektroda dalam otot dasar panggul dan
fingter ani untuk mengevaluasi fungsi neuromuskuler traktus urinarius inferior.