Oleh:
Namirah 70700120017
Pembimbing Supervisor
2021
1
LEMBAR PENGESAHAN
Oleh:
Pembimbing Supervisor
Mengetahui,
2
DAFTAR ISI
JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
1. Data Pasien
2. Klinis Pasien
4. Interpretasi
DAFTAR PUSTAKA
3
DAFTAR TABEL
4
1. Data Pasien
Nama pasien : An. G
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 10 Tahun/ 21 Agustus 2010
No. RM : 653022
2. Klinis Pasien
a. Anamnesis
Pasien anak masuk RS dengan keluhan lemas dan riwayat sebulan
yang lalu 1 minggu dengan ketoasidosis diabetik. Demam tidak ada, kejang
tidak ada, batuk ada, sesak tidak ada, mual dan muntah tidak ada. Riwayat
mudah lapar, sering haus, sering BAK.
Buang air besar: warna kuning, konsistensi lunak, darah tidak ada
Buang air kecil : warna kuning jernih, nyeri saat berkemih tidak ada
Riwayat keluarga DM: Ayah
b. Diagnosis Klinis
Diabetes Melitus Tipe 1, suspect Ketoasidosis Diabetik
3. Data Hasil Laboratorium
Tabel 3.1 Hasil Laboratorium Kimia Darah
Pemeriksaan 20/11/2019 Nilai Rujukan Satuan
GDP 423 110 mg/dL
HbA1c 12,7 4-6 %
Chol Total 199 200 mg/dL
5
Tabel 3.2 Hasil Pemeriksaan Urin
Urinalisa Hasil Nilai Rujukan Satuan
Warna Kuning Kuning muda
pH 6,0 4,5-8,0
BJ 1,010 1,005-1,035
Protein Negatif Negatif mg/dL
Glukosa +++/500 Negatif mg/dL
Bilirubin Negatif Negatif
Urobilinogen Normal Normal mg/dL
Keton +++/78 Negatif mg/dL
Nitrit Negatif Negatif mg/dL
Darah Negatif Negatif RBC/ul
Leukosit Negatif Negatif WBC/ul
Vit. C 0 Negatif mg/dL
Sedimen Leukosit 0 <5 lpb
Sedimen Eritrosit 0 <5 lpb
Sedimen Torak Negatif lpk
Sedimen Kristal Negatif lpk
Sedimen Epitel Sel 0 lpk
Sedimen Lain-lain Negatif Ul
4. Interpretasi
a. Hiperglikemia
b. Ketonuria
c. Diabetes melitus
5. Rekomendasi Pemeriksaan Laboratorium1
a. Analisa gas darah (AGD)
b. Elektrolit
c. BUN
d. CBC
e. Anion gap
6. Rekomendasi Pemeriksaan Tambahan Lainnya1
a. Chest X Ray
b. Elektrokardiogram (EKG)
6
7. Diskusi
a. Diabetes Melitus Tipe 1 (DMT1)
1) Definisi
DM tipe 1 merupakan suatu penyakit autoimun kronis yang
menyebabkan destruksi sel beta pankreas. Sel ini menghasilkan insulin,
sebuah hormon yang berfungsi dalam metabolisme glukosa, lemak, protein
dan mineral serta berperan dalam proses pertumbuhan. Insulin membantu
glukosa untuk masuk ke dalam sel otot dan sel adiposa, menstimulasi hepar
untuk menyimpan glukosa sebagai glikogen dan sintesis asam lemak,
menstimulasi penggunaan asam amino, mencegah pemecahan lemak di
jaringan adiposa, dan stimulasi kalium masuk ke dalam sel. Pasien dengan
DMT1 membutuhkan terapi pengganti insulin seumur hidup mereka. Tanpa
insulin, pasien DM bisa mengalami ketoasidosis diabetik (KAD) yang
mengancam nyawa.2
2) Etiologi
Pada DMT1 terjadi destruksi sel beta pankreas karena respon imun
selama berbulan-bulan bahkan tahunan. Meskipun penyebab pastinya belum
diketahui, beberapa peneliti percaya bahwa terdapat pengaruh genetik yang
berhubungan erat dengan alel HLA (DR dan DQ), terutama DRB103-
DQb10201 dan DRB 10401-DQB10302H). Resiko terjadinya DMT1 tanpa
riwayat keluarga mencapai 0,4%, resiko dengan ibu mengalami DMT1
sebesar 1%-4%, ayah 3%-8%, dan keduanya sebesar 30%.2
Adanya pancreatic autoantibodies dalam sirkulasi menjadi penanda
bahwa seseorang beresiko atau bahkan telah mengalami DMT1. Yang
termasuk antibodi ini adalah islet cell cytoplasmic antibodies (ICA),
antibodies to insulin (IAA), glutamic acid decarboxylase (GAD65),
insulinoma-associated 2, atau protein tyrosine phosphatase antibodies (IA-2)
dan zinc transporter8 (ZnT8). Semakin besar jumlah dan titer yang
ditemukan, semakin tinggi resiko terjadinya DMT1 pada seseorang.2
7
Pada orang yang memiliki resiko, virus dan faktor lingkungan memicu
destruksi sel beta pankreas. Beberapa penelitian menyatakan bahwa terdapat
resiko terjadinya DMT1 pada anak dari ibu yang mengalami infeksi
Coxsackievirus atau jenis Enterovirus lainnya selama kehamilan. Toksin dari
lingkungan juga dipercayai memiliki peran dalam perkembangan penyakit ini.
Terdapat sebuah hipotesis yang mengatakan bahwa rendahnya paparan
terhadap agen infeksi karena sanitasi yang sangat baik menyebabkan
rendahnya sistem imun anak. Faktor diet juga dipercaya menjadi trigger dari
perkembangan DMT1.2
3) Patofisiologi
Perkembangan DMT1 terbagi menajdi 3 fase. Fase pertama
merupakan fase asimptomatik yang ditandai dengan nilai gula darah puasa
normal, toleransi glukosa normal, dan adanya 2 atau lebih pancreatic
autoantibodies. Fase 2 ditandai dengan gula darah puasa terganggu (100-125
mg/dL) dan toleransi gula terganggu (GD2P 140-199 mg/dL) atau HbA1c
5.7%-6.4%. Pada fase 2 pasien masih asimptomatik. Fase 3 ditandai dengan
hiperglikemia disertai manifestasi klinis dan terdapat dua atau lebih
pancreatic autoantibodies.2
DMT1 pada anak memberikan gejala hiperglikemik dan sepertiga
kasus menunjukkan gejala KAD. Onset gejala bisa muncul tiba-tiba saat
diagnosis, terutama pada remaja. Jika tidak dievaluasi dan ditangani dengan
baik bisa menjadi kasus emergensi. Gejala yang biasanya muncul sama
dengan DMT2, yaitu poliuria karena adanya osmotic diuresis. Remaja bisa
menunjukkan gejala enuresis. Polidipsi berhubungan dengan hiperosmolaritas
dan dehidrasi karena peningkatan frekuensi miksi, penglihatan kabur akibat
pembengkakan pada lensa karena perubahan tekanan osmotik, dan penurunan
berat badan karena adanya peningkatan lipolisis dan produksi keton akibat
penguraian cadangan makanan di otot dan lemak. Gangguan elektrolit juga
bisa ditemukan. Jika gejala-gejala ini tidak dialami seorang anak dengan
8
DMT1, biasanya mereka terdiagnosa saat telah mengalami komplikasi yaitu
KAD dan membutuhkan perawatan lebih intensif.2
Onset DMT1 pada dewasa lebih bervariasi. Diagnosa bisa ditegakkan
berdasarkan kadar glukosa plasma dibanding HbA1c, karena kadarnya
mungkin abnormal pada 2 atau 3 bulan terakhir. DMT1 bisa didiagnosa
dengan:2
a) Gula darah sewaktu ≥200 mg/dL pada pasien dengan gejala klasik
b) Gula darah puasa ≥126 mg/dL
c) Tes toleransi glukosa oral ≥200 mg/dL
d) HbA1c ≥6,5%
4) Komplikasi2
a) Neuropati diabetik
b) Nefropati diabetik
c) Retinopati diabetik
d) Kardiomiopati
e) Hipoglikemia
f) Ketoasidosis diabetik
g) Kaki diabetik
5) Prognosis
9
b. Ketoasidosis Diabetik (KAD)
1) Definisi
2) Epidemiologi
3) Etiologi
4) Patofisiologi
10
KAD ditandai oleh adanya hiperglikemia, asidosis metabolik, dan
peningkatan konsentrasi keton yang beredar dalam sirkulasi. Ketoasidosis
merupakan akibat dari kekurangan atau inefektifitas insulin yang terjadi
bersamaan dengan peningkatan hormon kontraregulator (glukagon,
katekolamin, kortisol, dan growth hormon). Kedua hal tersebut
mengakibatkan perubahan produksi dan pengeluaran glukosa dan
meningkatkan lipolisis dan produksi benda keton. Hiperglikemia terjadi akibat
peningkatan produksi glukosa hepar dan ginjal (gluconeogenesis dan
glikogenolisis) dan penurunan utilisasi glukosa pada jaringan perifer.
Peningkatan glukoneogenesis akibat dari tingginya kadar substrat
nonkarbohidrat (alanin, laktat, dan gliserol pada hepar, dan glutamin pada
ginjal) dan dari peningkatan aktivitas enzim glukoneogenik (fosfoenol piruvat
karboksilase/ PEPCK, fruktose1, 6 bifosfat, dan piruvat karboksilase).
Peningkatan produksi glukosa hepar menunjukkan pathogenesis utama yang
bertanggung jawab terhadap keadaan hiperglikemia pada pasien dengan
KAD.3,4,5
11
Pada hepar, asam lemak bebas dioksidasi menjadi benda keton yang
prosesnya distimulasi terutama oleh glukagon. Peningkatan konsentrasi
glucagon menurunkan kadar malonyl coenzyme A (Co A) dengan cara
menghambat konversi piruvat menjadi acetyl Co A melalui inhibisi acetyl Co
A carboxylase, enzim pertama yang dihambat pada sintesis asam lemak bebas.
Malonyl Co A menghambat camitine palmitoyl transferase I (CPT I), enzim
untuk trancesterifikasi dari fatty acyl Co A menjadi fatty acyl camitine, yang
mengakibatkan oksidasi asam lemak menjadi benda keton. CPT I diperlukan
untuk perpindahan asam lemak bebas ke mitokondria tempat dimana asam
lemak teroksidasi. Peningkatan aktivitas fatty acyl Co A dan CPT I pada KAD
mengakibatkan peningkatan ketongenesis.3,4,5
5) Manifestasi Klinis
a) Poliuri, polidipsi
b) Penurunan kesadaran
c) Mual, muntah
d) Nyeri perut menghilang jika asidosisnya teratasi
e) Penurunan kesadaran hingga koma kasus berat
f) Dehidrasi
g) Syok hipovolemi kulit / mukosa kering, penurunan turgor, takikardi
h) Napas cepat dan dalam kussmaul kompensasi hiperventilasi
akibat asidosis metabolik
i) Napas berbau aseton
6) Diagnosis
12
Untuk menengakkan diagnosis dari ketoasidosis diabetic tentunya
diperlukan anamnesis yang detail, pemeriksaan fisik yang teliti serta didukung
dengan pemeriksaan penunjang.5
a) Anamnesis
Dari anamnesis didapatkan gejala diabetes melitus: polidipsia,
poliuria, polifagia, nokturia, enuresis, dan anak lemah (malaise), terdapat
riwayat penurunan berat badan dalam beberapa waktu terakhir yang
tidak dapat dijelaskan sebabnya. Selain itu,juga dapat ditemukan
nyeri perut, mual, muntah tanpa diare, jamur mulut atau jamur pada
alat kelamin, dan keputihan, dehidrasi, hiperpnea, napas berbau aseton,
syok dengan atau tanpa koma.6
b) Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisis pasien dengan KAD, dapat ditemui gejala
asidosis, dehidrasi dengan atau tanpa syok , pernapasan Kussmaul (pada kasus
yang berat dapat terjadi depresi napas), mual, muntah, dan sakit perut seperti
akut abdomen; penurunan kesadaran hingga koma, demam, napas berbau
aseton; serta peningkatan produksi urin. 7
c) Pemeriksaan Penunjang5
Pemeriksaan gula darah
Elektrolit
Analisis gas darah
Keton darah dan urin
Osmolalitas serum
Darah perifer lengkap dengan hitung jenis
Anion gap
EKG
Foto polos dada
13
Tabel 7.1 Kriteria Diagnostik KAD Menurut American Diabetes Association5
Pemeriksaan KAD Ringan KAD Sedang KAD Berat
Glukosa Plasma
>250 >250 >250
(mg/dl)
pH Arteri 7,25-7,30 7,00-7,24 <7,00
Serum Bikarbonat
15-18 10-15 <10
(mEq/L)
Keton Urin Positif Positif Positif
Keton Serum Positif Positif Positif
Beta-Hidroksibutirat Tinggi Tinggi Tinggi
Osmolalitas Serum
Variasi Variasi Variasi
(mOsm/kg)
Anion Gap >10 >12 >12
Sadar /
Kesadaran Sadar Spoor/ koma
mengantuk
7) Penatalaksanaan
Terapi dari ketoasidosis diabetic bersifat multifaktorial sehingga
memerlukan pendekatan terstruktur oleh dokter dan tenaga medis.
Keberhasilan penatalaksanaan KAD membutuhkan koreksi dehidrasi,
hiperglikemia, asidosis dan kelainan elektrolit, identifikasi faktor
presipitasi komorbid, dan yang terpenting adalah pemantauan pasien terus
menerus. Prinsip tata laksana KAD pada anak dengan DM 1, yaitu:8
14
c) Syok (bila ada) diatasi dengan pemberian cairan normal saline 0,9%
untuk penggantian cairan dalam 4-6 jam pertama, dilanjutkan dengan
normal saline 0,9% ditambah dengan KCl untuk 48 jam berikutnya.
d) Insulin kerja pendek/cepat (0,1 unit/kg BB/jam) diberikan 1-2 jam setelah
terapi cairan
h) Perlu mengenal gejala dan tanda edema serebri berupa: nyeri kepala,
frekuensi denyut jantung menurun, perubahan status neurologis, gejala
gangguan neurologis, peningkatan tekanan darah, dan penurunan saturasi
oksigen. Apabila terdapat gejala dan tanda tersebut, dapat diberikan tata
laksana berupa pengurangan kecepatan infus cairan dan pemberian
manitol 0,5-1 g/kg IV dalam 20 menit atau NaCl 0,3% 5 mL/kg dalam 30
menit.
c. Integrasi Keislaman
15
Artinya: "Dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku." (QS.
Asy-Syu'ara: 80).
DAFTAR PUSTAKA
1. Lucier J, Weinstock RS. Diabetes Mellitus Type 1. [Updated 2020 Nov 19]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021
Jan. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK507713/
2. Hamdy, Osama. Diabetic Ketoacidosis (DKA). [Updated 2021 Jan 19]. In:
Medscape [Internet]. America: 2021 Jan. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/118361-overview#a1
16
3. Gotera, Wira, Dewa Gde Agung Budiyaksa. Penatalaksanaan Ketoasidosis
Diabetik (KAD). Jurnal Penyakit Dalam. Fakultas Kedokteran Udayana/ RSUP
Sanglah Denpasar. 11 (2). 2016.
4. Sherwood, Lawralee. Fisiologi Manusia dari Sel Ke Sistem Edisi 8. Jakarta :
EGC. 2014.
5. Tarigan Tri J E. Ketoasidosis Diabetik. Dalam Sudoyo dkk. Buku Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II Edisi VI. Jakarta : Interna Publishing. 2015
6. Tarigan Tri J E. Ketoasidosis Diabetik. Dalam Sudoyo dkk. Buku Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II Edisi VI. Jakarta : Interna Publishing. 2015
7. Batubara JRL, Tridjaja B, Pulungan AB, Aditiawati, Soenggoro EP, Faizi M,
et al. Ketoasidosis diabetik. Dalam:Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S,
Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED. Jakarta: Ikatan Dokter Anak
Indonesia. 2010.h.
8. Alemzadeh R, Wyatt DT. Diabetes mellitus-introduction and classification.
Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson. Nelson textbook of pediatrics.
Edisi ke-19. Philadelphia:Saunders Elsevier. 2011
9. International Diabetes Federation. Global IDF/ISPAD Guideline for Diabetes in
Childhood and Adolescence. 2011. UKK Endokrinologi Anak dan Remaja IDAI.
Konsensus Nasional Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 1. 2009.
10. Harjutsalo, V., et al., Sex-related differences in the long-term risk of
microvascular complications by age at onset of type 1 diabetes. Diabetologia,
2011. 54(8): p. 1992-9.
17