Anda di halaman 1dari 74

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP TEORI
1. Kehamilan
a. Pengertian
1) Kehamilan umumnya berlangsung 40 minggu atau
280 hari dari hari pertama haid terakhir. Kehamilan aterm
ialah usia kehamilan antara 38 sampai 42 minggu dan ini
merupakan periode dimana terjadi persalinan normal.
Kehamilan antara 28 dan 36 minggu disebut kehamilan
prematur. Kehamilan yang melewati 294 hari atau lebih 42
minggu lengkap disebut sebagai posterm atau kehamilan
lewat waktu. Ditinjau dari tuanya kehamilan, kehamilan dibagi
3 bagian; masing-masing 1) kehamilan triwulan pertama
(antara 0 sampai 12 minggu); 2) kehamilan triwulan kedua
(antara 12 sampai 28 minggu); dan 3) kehamilan triwulan
terakhir (antara 28 sampai 40 minggu). Janin yang dilahirkan
dalam trimester terakhir telah viable (dapat hidup)
(Prawirohardjo, 2018).
2) Kehamilan normal adalah dimana ibu sehat tidak ada
riwayat obstetrik buruk dan ukuran uterus sama / sesuai usia
kehamilan Trimester I (sebelum 14 minggu), trimester II
(antara minggu 14–28), dan trimester ketiga (antara minggu
28-36 dan sesudah minggu ke 36) (Saifuddin, 2017).

b. Etiologi
Untuk setiap kehamilan harus ada spermatozoa, ovum,
pembuahan ovum (konsepsi), dan nidasi hasil konsepsi
(Wiknjosastro, 2014).
Kehamilan terjadi jika ada pertemuan dan persenyawaan
antara sel telur (ovum) dan sel mani (spermatozoon) yang
dilanjutkan dengan proses nidasi dan plasentasi (Mochtar, 2014).

5
c. Fisiologi
Fisiologi kehamilan adalah seluruh proses fungsi tubuh
pemeliharaan janin dalam kandungan yang di sebabkan
pembuahan sel telur oleh sel sperma, saat hamil akan terjadi
perubahan fisik dan hormon yang sangat berubah drastis. Organ
reproduksi internal wanita adalah alat pembuahan atau kandungan
bagian dalam yang meliputi ovarium, tuba falopi, uterus dan
vagina. Organ reproduksi eksterna wanita adalah alat pembuahan
atau kandungan bagian luar yang meliputi mons veneris, labia
mayor, labia minor, klitoris, introuitus vagina, introitus uretra,
kelenjar bartolini dan anus. Payudara / mammae / susu adalah
kelenjar yang terletak dibawah kulit dan diatas otot dada.

d. Tujuan Pemeriksaan dan Pengawasan Ibu Hamil


Menurut Mochtar 2014, tujuan umum pemeriksaan kehamilan
adalah menyiapkan seoptimal mungkin fisik dan mental ibu dan
anak selama kehamilan, persalinan, nifas, sehingga didapatkan
ibu dan anak yang sehat. Sedangkan tujuan khusus pemeriksaan
kehamilan adalah :
1) Mengenali dan menangani penyulit-penyulit yang mungkin
dijumpai dalam kehamilan, persalinan dan nifas.
2) Mengenali dan mengobati penyulit-penyulit yang mungkin
diderita sedini mungkin.
3) Menurunkan angka morbiditas dan mortalitas ibu dan anak.
4) Memberikan nasehat-nasehat tentang cara hidup sehari-hari
dalam kehamilan, persalinan, nifas, laktasi, serta keluarga
berencana.

e. Perubahan Fisiologi dan Psikologi Masa Hamil


Menurut Manuaba (2015) perubahan fisiologis dan psikologi
pada trimester III kehamilan sebagai berikut:
1) Perubahan fisiologis:
a) Umur kehamilan 28 minggu, tinggi fundus uteri terletak
kira-kira 3 jari diatas pusat.

6
b) Umur kehamilan 32 minggu, tinggi fundus uteri terletak
diantara setengah jarak pusat dan prosesus xifoideus.
c) Payudara penuh dan nyeri tekan.
d) Sering kencing.
e) Umur kehamilan 38 minggu, bagian terendah janin turun
ke rongga panggul.
f) Sakit pinggang dan sering kencing makin meningkat.
g) Susah tidur.
h) Terjadi peningkatan kontraksi Braxton hicks.
i) Kesemutan dan baal pada jari
perubahan pada pusat gravitasi akibat uterus yang
membesar dan bertambah berat dapat menyebabkan
wanita mengambil postur dengan posisi bahu terlalu jauh
ke belakang dan kepalanya antefleksi sebagai upaya
menyeimbangkan berat bagian depannya dan lengkung
punggungnya. Postur ini diduga menyebabkan
penekanan pada saraf median dan ulnar lengan, yang
mengakibatkan kesemutan dan baal pada jari-jari. Hal ini
dapat diatasi dengan menganjurkan ibu mempertahankan
posisi postur tubuh yang baik dan dapat menguranginya
dengan cara berbaring (Varney, 2007).
2) Perubahan Psikologis
Hubungan episode kehamilan dengan reaksi psikologis
yang terjadi pada kehamilan Trimester III, berkaitan dengan
bayangan resiko kehamilan dan proses persalinan sehingga
wanita hamil sangat emosional dalam upaya mempersiapkan
atau mewaspadai segala sesuatu yang mungkin terjadi.

f. Lama Kehamilan
Menurut Prawirohardjo (2014) lama kehamilan yaitu 280 hari
atau 40 pekan (minggu) atau 10 bulan (Lunar Months). Kehamilan
dibagi atas 3 trimester : kehamilan trimester I antara 0 – 12
minggu, kehamilan trimester II antara 12 – 28 minggu, kehamilan
trimester III antara 28 – 40 minggu.

7
g. Penatalaksanaan Pelayanan Antenatal
Setiap wanita yang sedang hamil memiliki resiko komplikasi
yang dapat mengancam jiwa. Oleh karena itu, setiap wanita yang
sedang hamil memerlukan paling sedikit yaitu empat kali
kunjungan selama kehamilannya dengan periode antenatal, yaitu :
1) Satu kali kunjungan selama trimester pertama (sebelum 14
minggu).
2) Satu kali kunjungan selama trimester kedua (antara minggu
14-28).
3) Dua kali kunjungan selama trimester ketiga (antara minggu 28-
36 dan sesudah minggu ke 36).
(Saifuddin, 2010)

h. Pelayanan/ Asuhan Standar Minimal Termasuk “10T” :


Menurut Depkes RI dalam Pedoman PWS KIA 2009, standar
pelayanan antenatal yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan
Kebidanan (SPK) terdiri dari :
1) Timbang berat badan dan ukur tinggi badan.
2) Ukur tekanan darah.
3) Nilai status gizi (ukur lingkar lengan atas).
4) Ukur tinggi fundus uteri.
5) Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin
(DJJ).
6) Skrining status imunisasi Tetanus dan berikan
imunisasi Tetanus Toksoid (TT) bila diperlukan.
7) Pemberian tablet zat besi minimal 90 tablet selama
kehamilan.
8) Tes laboratorium (rutin dan khusus).
9) Tatalaksana kasus.
10) Temu wicara (konseling), termasuk perencanaa
persalinan dan pencegahan komplikasi (P4K) serta KB pasca
persalinan.

8
i. Cara Menentukan Taksiran Persalinan
Menentukan tanggal perkiraan partus, dengan rumus
Naegele, yaitu hari + 7, bulan – 3, tahun + 1.
Jika HPHT lupa, menggunakan patokan gerakan janin
primigravida dirasakan ibu pada kehamilan 18 minggu,
multigravida pada kehamilan 16 minggu. Dapat pula sebagai
pegangan dipakai perasaan nausea yang biasanya hilang pada
kehamilan 12 – 14 minggu.

j. Palpasi Abdomen
Pemeriksaan Leopold meliputi :
1) Leopold I : Untuk menentukan tinggi fundus uteri,
menentukan usia kehamilan, menentukan
bagian janin yang ada pada fundus uteri.
2) Leopold II : Untuk menetukan bagian yang ada di
samping uterus, menetukan letak.
3) Leopold III : Untuk menentukan bagian janin yang
berada di uterus bagian bawah.
4) Leopold IV : Untuk menetukan seberapa jauh bagian
terendah janin masuk ke dalam panggul.

k. Cara Menghitung Berat Badan Janin Dalam


Kandungan
Menghitung perkiraan berat badan janin (PBBJ) menurut cara
Jonson, yaitu:
1) Bila bagian terendah janin masuk pintu atas panggul
PBBJ = (TFU –11) x 155
2) Bila bagian terendah janin belum masuk pintu atas
panggul
PBBJ = (TFU – 12) x 155

l. Cara Menentukan Umur Kehamilan


1) Dihitung dari tanggal haid terakhir.
2) Ditambahkan 4,5 bulan dari waktu ibu merasa janin hidup
“feeling life” (quickening).

9
3) Menurut Spieggelberg : dengan jalan mengukur tinggi fundus
uteri dari simfisis.
(Tabel 2.1: Menentukan umur kehamilan menurut Spieggelberg)
Umur Kehamilan TFU
22-28 minggu 24-25 cm diatas simfisis
28 minggu 26,7 cm diatas simfisis
30 minggu 29,5-30 cm diatas simfisis
32 minggu 29,5-30 cm diatas simfisis
34 minggu 31 cm diatas simfisis
36 minggu 32 cm diatas simfisis
38 minggu 33 cm diatas simfisis
40 minggu 37,7 cm diatas simfisis
(Saifudin 2010)
4) Tinggi fundus dalam cm atau menggunakan jari – jari tangan
sesuai dengan usia kehamilan (dengan cara Leopold).
(Tabel 2.2: tinggi fundus uteri sesuai dengan usia kehamilan)

Usia Kehamilan Tinggi Fundus Uteri


12 mgg 3 jari diatas simphisis
16 mgg ½ pusat ke simphisis
20 mgg 3 jari dibawah pusat
24 mgg Sepusat
28 mgg 3 jari diatas pusat
32 mgg Setengah pusat ke px
36 mgg 3 jari dibawah px
40 mgg Setengah pusat ke px
(Saifudin 2010)
5) Tinggi fundus dalam cm atau menggunakan jari – jari tangan
sesuai dengan usia kehamilan (dengan cara Mc. Donald).
(Tabel 2.3: Menentukan tinggi fundus uteri dalam cm menurut
Mc. Donald)

UK TFU Keterangan
8 mgg Belum teraba Sebesar telur bebek
12 mgg Di atas simfisis Sebesar telur angsa
16 mgg ½ pusat – simfisis Sebesar kepala bayi
Di pinggir bawah
20 mgg --
pusat
Tepat di atas pinggir
24 mgg --
pusat
3 jr ats pusat / 1/3
28 mgg --
pusat – Px
32 mgg ½ pusat – Px --

10
Kepala masih berada
36 mgg 1 jr di bwh Px
di atas pintu panggul.
Fundus uteri turun
kembali, karena
40 mgg 3 jr bwh Px
kepala janin masuk ke
rongga panggul.
(Risanto dan Ova Emilia, 2008)

m. Pemberian tablet Zat Besi (Abdul Bari Saifudin, 2015)


Dimulai dengan memberikan satu tablet sehari sesegera
mungkin setelah rasa mual hilang. Tiap tablet mengandung FeSO4
320 mg (zat besi 60 mg) dan Asam Folat 500 µg, minimal masing-
masing 90 tablet. Tablet zat besi sebaiknya tidak diminum bersama
teh atau kopi, karena akan mengganggu penyerapan

n. Cara Menghitung Denyut Jantung Janin


Auskultasi dengan stetoskop Laennec bunyi jantung janin
baru dapat didengar pada kehamilan 18 – 20 minggu. Dengan
dopler dapat terdengar sejak usia kehamilan 12 minggu.
DJJ dihitung selama 1 menit penuh. Untuk menghitung irama
dilanjutkan dengan cara menghitung per 5 detik= 5’’ 1 + 5’’3 + 5’’5
,sehingga didapatkan irama, contohnya ( 11-12-11) disebut
dengan irama yang teratur/ reguler. Bila selisish lebis atntar irama
leih dari 2 berarti denyunt jantung janin tidak teratur/ irreguler.

o. Pemeriksaan Hemoglobin
Pemeriksaan Hb dilakukan 2 kali selama kehamilan, pada
trimester pertama dan pada kehamilan 30 minggu, karena pada
usia 30 minggu terjadi puncak hemodilusi. Ibu dikatakan anemia
ringan Hb < 11 gr%, dan anemia berat < 8 gr%. Dilakukan juga
pemeriksaan golongan darah, protein dan kadar glukosa pada
urine. Untuk saat ini anemia dalam kehamilan di Indonesia
ditetapkan dengan kadar Hb < 11 gr% pada trimester I dan III atau
Hb < 10,5 gr% pada trimester II. Anjuran program nasional
Indonesia adalah pemberian 60 mg/hari elemental besi dan 50 mg

11
asam folat untuk profilaksis anemia. Program Depkes memberikan
90 tablet besi selama 3 bulan (Pengurus IBI, 2015).
Tabel 2.4 Jadwal Pemberian Imunisasi TT
Interval Lama
Antigen % perlindungan
(selang waktu minimal) perlindungan
Pada kunjungan antenatal
TT1 - -
pertama
TT2 4 minggu setelah TT1 3 tahun 80
TT3 6 bulan setelah TT2 5 tahun 95
TT4 1 tahun setelah TT3 10 tahun 99
25 th/seumur
TT5 1 tahun setelah TT4 99
hidup
Keterangan :artinya apabila dalam waktu 3 tahun WUS tersebut
melahirkan, maka bayi yang dilahirkan akan terilndung dari TN
(Tetanus Neonatorum).

p. Pertambahan Berat Badan Selama Hamil


1) Pertambahan berat total selama kehamilan pada primigravida
sehat yang makan tanpa batasan adalah sekitar 12,5 kg.
Distribusi pertambahan berat badan sebagai berikut :
a) Payudara : 0,5 kg
b) Fat/lemak : 3,5 kg
c) Plasenta : 0,6 kg
d) Fetus : 3,4 kg
e) Cairan ketuban (amniotic fluid) : 0,6 kg)
f) Pembesaran uterus : 0,9 kg
g) Penambahan darah : 1,5 kg
h) Cairan ekstraseluler : 1,5 kg
Total : 12,5 kg
(Cunningham, 2006)
2) Kenaikan berat badan wanita hamil rata-rata antara 6,5 kg
sampai 16 kg. Bila berat badan naik lebih dari semestinya
anjurkan untuk mengurangi makanan yang mengandung
karbohidrat. Lemak jangan dikurangi, terlebih-lebih sayur
mayur dan buah-buahan (Wiknjosastro, 2009).
3) Kenaikan BB per Trimester :
Trimester pertama 1.000 – 1.500 gr

12
Trimester kedua 4.500 gr
Trimester ketiga 5.000 – 5.500 gr
10.000 – 12.000 gr
(Manuaba, 2015)
Tabel 2.5 Rekomendasi Pertambahan berat badan selama hamil
berdasarkan IMT
Kategori IMT Rekomendasi (kg)
Rendah < 19,8 12,7 – 18,2
Normal 19,8 – 26 11,4 – 15,9
Tinggi 26 – 29 6,8 – 11,4
Obesitas > 29 ≥6
(Prawirohardjo, 2018)

q. Kebutuhan Gizi Ibu Hamil


1) Trimester I (minggu 1-13)
Kebutuhan gizi masih tetap seperti biasa.
2) Trimester II (minggu 14-28)
Ibu memerlukan tambahan kalori ± 285 kal, protein lebih
tinggi dari biasa yaitu 1,5 gr/kg BB.
3) Trimester III (minggu 28-lahir)
Kalori sama dengan trimester II, akantetapi protein naik
menjadi 2 gr/kg BB.

r. Kunjungan Awal
Tujuan :
Untuk menjalin hubungan saling percaya sama pasien dan
keluarga pasien, mendeteksi masalah dan menanginya. Melakukan
tindakan pencegahan seperti tetanus neonaturum, anemia
kekurangan zat besi, Memulai persiapan kelahiran bayi dan
kesiapan untuk menghadapi komplikasi dan Mendorong perilaku
yang sehat (gizi, latihan dan kebersihan, istirahat, hygine dsb)

s. Prosedur Diagnostik
Prosedur Diagnostik dilakukan meliputi :
1) Anamnesa
a) Riwayat Kehamilan
b) Riwayat Kebidanan

13
c) Riwayat Kesehatan
d) Riwayat Sosial
2) Pemeriksaan Umum (Keseluruhan)
3) Pemeriksaan Kebidanan (Luar)
a) Inspeksi
b) Palpasi
c) Auscultasi
d) Perkusi
4) Pemeriksaan Kebidanan (Dalam)
5) Pemeriksaan Laboratorium
6) Pemeriksaan Penunjang : USG dan CTG

t. Prognosa dan Komplikasi


1) Prognosa
Setelah pemeriksaan selesai maka atas dasar
pemeriksaan harus dapat dibuat prognosa atau ramalan
apakah nanti kehamilannya akan berakhir dengan persalinan
normal atau tidak.
Prognosa atau ramalan perlu untuk menentukan apakah
nantinya ibu hamil harus bersalin di Rumah Sakit atau boleh
melahirkan dirumah.
Berikut ini 26 penapisan dalam merujuk pasien, antara
lain:
a) Riwayat bedah sesar
b) Perdarahan Pervaginam
c) Persalinan kurang bulan
(usia kehamilan kurang dari 37 minggu)
d) Ketuban pecah dengan
mekonium kental
e) Ketuban pecah lama (>12
jam)
f) Ketuban pecah pada
kehamilan kurang bulan (usia kehamilan kurang dari 37
minggu)
g) Ikterus

14
h) Anemia berat
i) Preeklampsi
berat/eklampsia
j) Tinggi fundus uteri >40 cm
dan <25 cm
k) Demam >38oC
l) Gawat janin
m) Presentasi bukan
belakang kepala
n) Tali pusat menumbung
o) Gemeli
p) Presentasi majemuk
q) Primipara fase aktif palpasi
5/5
r) Syok
s) Hipertensi
t) Kehamilan dengan
penyakit sistemik (asma, DM, jantung, kelainan darah,
TBC)
u) Tinggi badan <140 cm
v) Kehamilan di luar
kandungan
w) Posterm pregnancy
x) Partus tak maju (Kala I
lama, Kala II lama, Kala II tak maju)
y) Hamil dengan mioma uteri
z) Kehamilan dengan riwayat
penyakit tertentu (Hepatitis, HIV)
2) Komplikasi
Pada kehamilan komplikasi yang sering ditemukan :
a) Perdarahan nidasi merupakan hal yang fisiologis bila
jumlahnya sedikit, sebentar dan tidak berpengaruh buruk
pada kehamilan.
b) Abortus

15
c) Kehamilan unembrionik (Blighted Ovom) dimana sejak
awal mudigah terbentuk kemudian mati
d) Molahidatidosa
e) Kehamilan Ektopik
f) Hiperemesis gravidarum
g) Preeklampsia dan Eklampsia
h) Perdarahan antepartum
i) Kehamilan kembar
j) Kelainan dalam lamanya kehamilan
k) Penyakit serta kelainan plasenta dan selaput janin.

u. Kunjungan Ulang
Tujuan :
Untuk mengetahui perkembangan janin dan kesehatan ibu yang
sesuai dengan umur kehamilan ibu dan Mendorong perilaku yang
sehat (gizi, latihan dan kebersihan, istirahat, hygine dsb)

v. Anatomi Pelvis, Tipe pelvis dan Evaluasi Tulang pelvis


1. Anatomi Pelvis

Gambar 2.13 Anatomis Pelvis


Pelvis terdiri dari 4 tulang, yaitu 2 tulang inominata, os
sacrum, dan koksigis. Setiap tulang inominata memiliki tiga
bagian, yaitu pubis, iskium dan ilium. Tulang ilium adalah
bagian posterior dan bagian atas tulang inominata. Iskium
adalah bagian medial dan bawah tuber iskiadikum dan
dinding pelvis. Pubis adalah bagian anterior tulang inominata.
Sacrum dan koksigis membentuk bagian posterior pelvis.
Sacrum dibentuk dari penyatuan lima vertebre sacral,

16
termasuk penanda tulang yang penting pada promontorium
sacrum, dan menggabungkan koksigis pada simfisis
sakrokoksigea. Os koksigis dibentuk dari penyatuan empat
vertebra rudimenter, biasanya dapat digerakkan dan os
koksigis merupakan penandaan tulang yang penting.

2. Bagian pelvis
Pelvis dibagi oleh linea terminalis menjadi pelvis mayor atas
demarkasi ini dan pelvis minor di bawahnya.
a) Pelvis mayor (palsu) sedikit bermaksa secara obstetric
yang relevan dengan jalan lahir janin melalui pelvis.
b) Pelvis minor (sejati) membentuk jalur tulang yang dilalui
janin untuk dilahirkan pervaginam. Oleh karena itu
konstruksi, bidang dan diameter merupakan usnsur-unsur
obstetric yang paling penting.

Pelvis minor mempunyai lima batasan:


1) Batasan superior : promontorium, sacrum, linea
terminalis, batas atas tulang pubis.
2) Batas inferior : batas inferior tuber iskiadikum dan ujung
koksigis.
3) Bagian posterior : permukaan anterior sarkum dan
coksigeus
4) Bagian lateral : insisura sakroiliaca dan ligament serta
permukaan dalam tulang ischium
5) Bagian anterior : foramen obsturatum dan permukaan
posterior simfisis, pubis, tulang-tulang pubis, dan ramus
acenden tulang-tulang ischium.

Pelvis minor (sejati) memiliki tiga bidang yang secara


obstetric bermakna: pintu atas panggul, pintu tengah panggul
dan pintu bawah panggul. Untuk masing-masing bidang ada
6 diameter yang secara teoritis.
1) Pintu atas panggul (pintu superior) adalah pintu
masuk atas ke pelvis minor. Batasan-batasan pintu di
bagian posterior adalah promontorium sacrum, linea

17
terminalis dibagian lateral dan bagian atas dengan
simfisis pubis dan ramus horizontal tulang pubis di
bagian anterior. Diameter pintu atas panggul yang
sering dijadikan acuan dalam pembahasan di bawah
ini :

Gambar 2.15 Batasan Pintu Atas Panggul


2) Konjugata vera : konjugata sejati pintu atas panggul,
membentang dari bagian tengah promontorium
sacrum hingga pertengahan batas atas simfisis pubis,
ukuran normal konjungata vera adalah 11 cm atau
lebih.
3) Konjugata obstetric pintu atas panggul: membentang
dari bagian tengah promontorium sacrum hingga
bagian tengah simfisis pubis pada permukaan
dalamnya berjarak milimeter di bawah batas atas.
Ukuran minimum diameter ini sebelum pelvis
dianggap berkontraksi adalah 10 cm. Diameter ini
adalah diameter antero posterior terpendek karena
simfisis pubis sedikit lebih tebal pada titik ini
dibandingkan batas di atas atau dibawahnya.
4) Diagonal konjugata pintu atas panggul : terbentang
dari bagian tengah promontrium sacrum hingga ke
bagian tengah tepi inferior (bagian bawah) simfisis
pubis. Konjugata diagonal merupakan satu-satunya
diameter pintu atas panggul yang dapat diukur secara
klinis. Ukuran klinis yang normal minimal 11,5 cm.
Diameter transversal pintu atas panggul mengukur

18
jarak terjauh antara linea terminalis pada salah satu
dari dua sisi pelvis, jarak ini kira-kira 13,5 cm atau
kurang bergantung pada bentuk pelvis.
5) Pintu Bawah Panggul
Pintu bawah panggul dapat dianggap terdiri dari dua
segitiga, dengan diameter transversa pintu atas
panggul berfungsi sebagai dasar yang sama dari
kedua segitiga ini. Diameter transversal pintu atas
panggul merupakan jarak antara aspek dalam bagian
paling bawah tuber ischiadika (diameter intertuberosa
atau biischiadika), yang biasanya berukuran rata-rata
10 cm. segitiga posterior mempuyai ujung pada
sacrum sebagai apeksnya dan segitiga anterior
mempunyai bagian tengah pada batas inferior sismfisi
pubis sebagai aspeknya. Diameter anterio posterior
PAP terbentang dari pertengahan batas inferior
simfisis pubis ke ujung sacrum. Tidak seperti diameter
anterio posterior pada bidang tengah, diameter
anteroposterior PAP ini tidak memotong diameter
transversal. Umunya diameter ini berukuran 11,5 cm.
diameter sagitalis posterior PAP biasanya berukuran
7,5 cm.
Gambaran anatomis pelvis lain yang dipertimbangkan
untuk mengevaluasi keadekuatan pelvis adalah
sebagai berikut :
1. Inklinasi sinfisis pubis: sumbu longitudinal simfisis
pubis biasanya parallel terhadap sumbu
longitudinal sacrum. Apabila simfisis pubis
sekurang-kurangnya rata-rata parallel dengan
sacrum, diameter anteropoterior pintu atas
panggul dan pintu bawah panggul dapat diubah
secara signifikan. Kemiringan batas superior
simfisis pubis kearah promontorium sacrum dan
batas inferior jauh dari sacrum disebut inklinasi
anterior. Kemiringan batas inferior simfisis pubis

19
terhadap sacrum dan batas superior jauh dari
promontorium sacrum disebut inklinasi posterior.
2. Sudut arkus pubis: ramus desenden tulang-tulang
pubis dan batas inferior simfisis pubis membentuk
apa yang dikenal sebagai arkus pubis. Sudut
arcus pubis ini harus sekurang-kurangnya 90°,
yang ditetapkan tepat di bawah simfisis pubis.
3. Struktur umum pelvis anterior: aspek bagian
dalam pelvis depan (bagian anterior pelvis) harus
melingkar. Pelvis anterior yang tidak melingkar,
tetapi bersudut tajam mengarah ke bagian lateral
pelvis mengurangi diameter oblik pintu atas
panggul.
4. Sudut dinding samping pelvis: dinding samping
pelvis membentang dari sudut anterior bagian
atas insisura sakroskiatik di titik diameter
transversal terlebar pada pintu atas panggul di
garis ke arah bawah dan depan menuju tuber
iskiadikum di titik diameter terlebar pintu atas
panggul. Dinding-dinding ini biasanya sedikit
konvergen dalam artian bahwa jika garis-garis
sudutnya memanjang melebihi pelvis, maka
dinding-dinidng tersebut akan bertemu pada area
setinggi lutut. Namun, apabila teraba dalam
pemeriksaan pelvis, umumnya akan teraba lurus.
Insisura saroskiatika: bentuk dan lebar insisura
sakroskiatika penting karena kedua hal ini
mempengaruhi diameter sagital posterior pintu
atas panggul, yang mengombinasi bentuk dan
rotasi sacrum untuk menentukan jumlah ruang
bagian posterior pelvis untuk jalan lahir janin.

20
3. Bidang hodge

Gambar 2.16 Bidang Hodge


Bidang-bidang hodge ini dipelajari untuk menentukan sampai
dimanakah bagian terendah janin turun dalam panggul pada
persalinan.
a) Hodge I : sejajar dengan PAP
b) Hodge II : sejajar HI melalui tepi atas sympisis
c) Hodge III : sejajar HI, HII melalui spina ishiadika
d) Hodge IV : sejajar HI, HII, HIII, melalui ujung os cocsygis

4. Ukuran-ukuran luar panggul


Ukuran-ukuran luar ini masih dapat dipergunakan dimana
pelvimetri rontagen sulit dilakukan. Dengan cara ini masih
dapat ditentukan secara garis besar jenis, bentuk, dan ukuran-
ukuran panggul apabila dikombinasikan dengan pemeriksaan
dalam. Alat-alat yang dipakai anatar lain jangka-jangka
panggul Martin, Aseander, Collin, Boudeloque dan
sebagainya.
Yang diukur adalah :
a. Distansia spinarum (± 24 cm – 26 cm) : jarak antara kedua
spina iliaka anaterior superior sinistra dan dekstra.
b. Distansia kristarum (± 28-30cm): jarak yang terpanjang
anatar 2 tempat yang simetris pada Krista iliaka sinister
dan dektra. Umumnya ukuran-ukuran ini tidak penting,
tetapi ukuran ini lebih kecil 2-3 cm dari angka normal,
maka dapat dicurigai panggul itu patologik.

21
c. Distansia oligna eksnterna (ukuran miring luar): jarak
anatara spina iliaka posterior sinistra dan spina iliaka
anterior superior deksatra dan dari spina iliaka posterior
dekstra ke spina iliaka anterioe superior sinistra.
d. Konjugata eksterna (boudeloque) ± 18 cm: jarak anatar
bagian atas simfisis pubis ke prosesus spinosus lumbal 5.
e. Distansia luberum (± 10,5 cm): jarak anatar tuber iskii
kanan dan kiri. Untuk mengukurnya dipakai oseander.
Angka yang ditunjuk jangkar harus ditambah 1,5 cm
karena adanya jaringan subkutis antara tulang dan ujung
sangkar, yang menghalangi pengukuran secara tepat. Bila
jarak ini kurang dari normal, dengan sendirinya arcus
pubis lebih kecil dari 90°.

5. Tipe Pelvis
Adapun tipe pelvis dibagi menjadi 4 jenis yaitu :
a. Tipe ginekoid
Pelvis ginekoid umumnya dikenal sebagai “pelvis wanita”
karena merupkan tipe yang paling banyak ditemukan yaitu
41 sampai 42% dimana merupakan tipe paling ideal untuk
mengandung anak.
b. Tipe android
Pelvis android dikenal dengan “pelvis pria” karena sering
ditemukan pada pria. Namun pelvis ini sering ditemukan
pada wanita kulit putih hingga 32,5% dan pada wanita
bukan kulit putih hingga 15,7% , pelvis android adalah
pelvis yang berat sehingga menyulitkan untuk proses
persalinan pervaginam. Tipe anthropoid
c. Pelvis anthropoid adalah bentuk pelvis yang paling sering
ditemukan pada ras bukan kulit putih, jika dibandingkan
dengan 23,5 5 wanita kulit putih. Bentuk pelvis ini adekuat
untuk kelahiran pervaginam. Kateristik pelvis ini adalah :
1) Sacrum
2) Insisura sakroskiatika
3) Dinding-samping : sering agak konvergen

22
d. Spina iskiadika Arkus pubis Tipe platipeloid
Pelvis platipeloid sangat jarang dan tidak kondusif untuk
kelahiran pervaginam.

6. Evaluasi Pelvis
Evaluasi klinis pelvis dan pelvimetri biasanya menjadi
bagian dari pemeriksaan antepartum awal dan bergantung
pada keadaan, diulang lagi baik pada saat trimester III ataupun
pada saat pemeriksaan pelvis bimanual intrapartum awal
dilakukan. Adapun hasil temuan yang secara umum diterima
sebagai indikadsi bahwa pelvis ini adalah adekuat adalah ;
a. Pelvis depan melingkar
b. Dinding samping lurus
c. Spina Iskiadika tumpul
d. Ligamen Sakrospinosa 2,5 sampai 3 lebar jari
e. Koksigis imobilitas (dapat digerakan)
f. Sacrum dalam
g. Konjugata diagonal 11,5 cm atau lebih besar
h. Arkus pubis 90º atau lebih besar ( dua lebar jari )
i. Diameter intertuberosa 8 cm atau lebih besar

2. Persalinan
a. Pengertian
1) Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil
konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina
ke dunia luar (Wiknjosastro, 2014).
2) Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi
(janin dan plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup
di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain,
dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri) (Ary
Sulistyawati, 2016).
3) Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil
konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus ke dunia luar
(Ayu Febri, 2011).

23
4) Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan
selaput ketuban keluar dari uterus ibu (Asuhan persalinan
normal).

b. Etiologi
Perlu diketahui bahwa selama persalinan, dalam tubuh wanita
terdapat dua hormone yang dominan. Estrogen, berfungsi untuk
meningkatkan sensitifitas otot rahim serta memudahkan
penerimaan rangsangan dari luar seperti rangsangan oksitosin,
prostaglandin dan mekanis. Progesterone, berfungsi untuk
menurunkan sensitivitas otot rahim, menghambat rangsang dari
luar seperti rangsang oksitosin, prostaglandin dan mekanis serta
menyebabkan otot rahim dan otot polos relaksasi.
Estrogen dan progesterone harus dalam posisi yang
seimbang, sehingga kehamilan dapat dipertahankan. Perubahan
keseimbangan antara estrogen dan progesterone memicu
oksitosin dikeluarkan oleh hipofisis posterior, hal tersebut
menyebabkan kontraksi yang disebut dengan Braxton Hicks.
Kontraksi Braxton Hicks akan menjadi kekuatan yang
dominan saat mulainya proses persalinan sesungguhnya, oleh
karena itu makin matang usia kehamilan maka frekuensi kontraksi
ini akan semakin sering.
Adapun teori-teori penyebab persalinan adalah sebagai
berikut :
1) Teori Penurunan Hormon
Saat 1-2 minggu sebelum proses melahirkan dimulai, terjadi
penurunan kadar estrogen dan progesterone. Progesterone
bekerja sebagai penenang otot-otot polos rahim, jika kadar
progesterone turun akan menyebabkan tegangnya
pembuluh darah dan menimbulkan his.
2) Teori Plasenta Menjadi Tua
Seiring matangnya usia kehamilan, villi Chorialis dalam
plasenta mengalami beberapa perubahan, hal ini
menyebabkan turunnya kadar estrogen dan progesterone

24
yang mengakibatkan tegangnya pembuluh darah sehingga
akan menimbulkan kontraksi uterus.
3) Teori Distensi Rahim
a. Otot rahim memiliki kemampuan meregang dalam
batas tertentu.
b. Setelah melewati batas tersebut, akhirnya terjadi
kontraksi sehingga persalinan dapat dimulai.
c. Contohnya pada kehamilan gemeli, sering terjadi
kontraksi karena uterus teregang oleh ukuran janin
ganda, sehingga kadang kehamilan gemeli mengalami
persalinan yang lebih dini.
4) Teori Iritasi Mekanis
Di belakang serviks terletak ganglion servikalis (fleksus
frankenhauser), bila ganglion ini digeser dan ditekan
(misalnya oleh kepala janin), maka akan timbul kontraksi
uterus.
5) Teori Oksitosin
a. Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis posterior.
b. Perubahan keseimbangan estrogen dan progesterone
dapat mengubah sensitivitas otot rahim, sehingga sering
terjadi kontraksi Braxton Hicks.
c. Menurunnya konsentrasi progesterone karena
matangnya usia kehamilan menyebabkan oksitosin
meningkatkan aktivitasnya dalam merangsang otot rahim
untuk berkontraksi, dan akhirnya persalinan dimulai.
6) Teori Hipotalamus-pituitari dan Glandula Suprarenalis
a. Glandula suprarenalis merupakan pemicu terjadinya
persalinan.
b. Teori ini menunjukkan, pada kehamilan dengan bayi
anensefalus sering terjadi keterlambatan persalinan
karena tidak terbentuknya hipotalamus.
7) Teori Prostaglandin
Prostaglandin yang dihasilkan di desidua disangka sebagai
salah satu permulaan persalinan. Hasil percobaan
menunjukkan bahwa prostaglandin F2 atau E2 yang diberikan

25
secara intravena menimbulkan kontraksi miometrium pada
setiap usia kehamilan. Hal ini juga disokong dengan adanya
kadar prostaglandin yang tinggi baik dalam air ketuban
maupun darah perifer pada ibu hamil sebelum melahirkan
atau selama proses persalinan.
8) Induksi persalinan
Persalinan dapat juga ditimbulkan dengan jalan sebagai
berikut:

a) Gagang laminaria : Dengan cara laminaria


dimasukkan ke dalam kanalis
servikalis dengan tujuan
merangsang fleksus
frankenhauser.

b) Amniotomi : Pemecahan ketuban.


c) Oksitosin drip : Pemberian oksitosin menurut
tetesan per infuse.

c. Fisiologis persalinan
Sebab-sebab terjadinya persalinan masih merupakan teori
yang komplek. Perubahan-perubahan dalam biokimia dan biofisika
telah banyak mengungkapkan mulai dari berlangsungnya partus
antara lain penurunan kadar hormon progesterone dan estrogen.
Progesteron merupakan penenang bagi otot-otot uterus.
Menurunnya kadar hormon ini terjadi 1-2 minggu sebelum
persalinan. Kadar prostaglandin meningkat menimbulkan kontraksi
myometrium. Keadaan uterus yang membesar menjadi tegang
mengakibatkan iskemi otot-otot uterus yang mengganggu sirkulasi
uteroplasenter sehingga plasenta berdegenerasi. Tekanan pada
ganglion servikale dari fleksus frankenhauser di belakang servik
menyebabkan uterus berkontraksi (Prawirohardjo, 2018).

d. Tahap-Tahap Persalinan
Berlangsungnya persalinan dibagi dalam 4 kala yaitu:
1) Kala I

26
Kala I persalinan di mulai sejak terjadinya kontraksi uterus
dan pembukaan serviks, hingga mencapai pembukaan
lengkap (10 cm).Inpartu ditandai dengan keluarnya lendir
bercampur darah karena serviks mulai membuka dan
mendatar.Darah berasal dari pecahnya pembuluh darah
kapiler sekitar kanalis servikalis karena pergeseran-
pergeseran, ketika serviks mendatar dan membuka. Sebelum
onset persalinan, serviks mempersiakan kelahiran dengan
berubah menjadi lembut. Saat persalinan mendekat, serviks
mulai menipis dan membuka. Tanda dan gejala kala I :
a) His sudah teratur, frekuensi minimal 2 kali dalam 10 menit
b) Penipisan dan pembukaan serviks
c) Keluar cairan dari vagina dalam bentuk lendir bercampur
darah
Gambaran prosesnya adalah sebagai berikut:
a) Penipisan serviks (effacement)
Berhubungan dengan kemajuan pemendekan dan
penipisan serviks. Seiring dengan bertambah efektifnya
kontraksi, serviks mengalami perubahan bentuk menjadi
lebih tipis. Hal ini disebabkan oleh kontraksi uterus yang
bersifat fundal dominan sehingga seolah-olah serviks
tertarik ke atas dan lama-kelamaan menjadi tipis. Batas
antara segmen atas dan bawah rahim mengikuti arah
tarikan ke atas, sehingga seolah-olah batas ini letaknya
bergeser ke atas.
Panjang serviks pada akhir kehamilan normal
berubah-ubah. Dengan dimulainya persalinan, panjang
serviks berkurang secara teratur sampai menjadi sangat
pendek. Serviks yang sangat tipis ini disebut dengan
“menipis penuh”.
b) Dilatasi
Proses ini merupakan kelanjutan dari effacement.
Setelah serviks dalam kondisi menipis penuh, maka
tahapan berikutnya adalah pembukaan. Serviks
membuka disebabkan daya tarikan otot uterus ke atas

27
secara terus-menerus saat uterus berkontraksi. Dilatasi
dan diameter serviks dapat diketahui melalui pemeriksaan
intravagina.
Berdasarkan diameter pembukaan serviks, proses ini
terbagi menjadi dua fase:
(1) Fase laten, dimana pembukaan serviks berlangsung
lambat dimulai sejak awal kontraksi yang
menyebabkan penipisan dan pembukaan secara
bertahap sampai pembukaan 3 cm, berlangsung
dalam 7-8 jam.
(2) Fase aktif (pembukaan serviks 4-10 cm),
berlangsung selama 6 jam dan dibagi dalam 3
subfase.
(a) Periode akselerasi : berlangsung selama 2 Jam,
pembukaan menjadi 4 cm.
(b) Periode dilatasi maksimal : berlangsung selama
2 jam, pembukaan berlangsung cepat menjadi 9
cm.
(c) Periode deselerasi : berlangsung lambat, dalam
2 jam pembukaan jadi 10 cm atau lengkap.
Pemantauan kala 1 fase aktif persalinan dengan
menggunakan partograf. Partograf adalah alat bantu
yang digunakan selama fase aktif persalinan. Tujuan
utama dari penggunaan partograf adalah untuk :
(a) Mencatat hasil observasi dan kemajuan
persalinan dengan menilai pembukaan serviks
melalui pemeriksaan dalam.
(b) Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan
secara normal. Dengan demikian, juga dapat
melakukan deteksi secara dini setiap
kemungkinan terjadinya partus lama.

28
Halaman depan partograf untuk mencatat atau
memantau :
(a) Kesejahteraan janin
Denyut jantung janin (setiap ½ jam), warna air
ketuban (setiap pemeriksaan dalam),
penyusupan sutura (setiap pemeriksaan dalam).
(b) Kemajuan persalinan
Frekuensi dan lamanya kontraksi uterus (setiap
½ jam), pembukaan serviks (setiap 4 jam),
penurunan kepala (setiap 4 jam).
(c) Kesejahteraan ibu
Nadi (setiap ½ jam), tekanan darah (setiap 4
jam) dan temperatur tubuh, produksi urin ,
aseton dan protein (setiap 2 sampai 4 jam),
makan dan minum.
2) Kala II (Kala Pengeluaran)
Kala II persalinan dimulai ketika pembukaan serviks
sudah lengkap (10 cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi.
Wanita merasa hendak buang air besar karena tekanan pada
rektum. Perineum menonjol dan menjadi besar karena anus
membuka. Labia menjadi membuka dan tidak lama kemudian
kepala janin tampak pada vulva pada waktu his.Pada
primigravida kala II berlangsung 1,5-2 jam, pada multigravida
0,5-1 jam.
Tanda dan gejala kala II :
a) Ibu merasakan ingin meneran bersamaan dengan
terjadinya kontraksi.
b) Perineum terlihat menonjol.
c) Ibu merasakan makin meningkatnya tekanan pada rectum
dan atau vaginanya.
d) Ibu merasakan makin meningkatnya tekanan pada rectum
dan atau vaginanya.
e) Vulva-vagina dan sfingter ani terlihat membuka.
f) Peningkatan pengeluaran lendir dan darah.

29
3) Kala III (Kala Uri)
Kala III persalinan dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir
dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban (Prawirohardjo,
2018). Seluruh proses biasanya berlangsung 5-30 menit
setelah bayi lahir. Permulaan proses pemisahan diri dari
dinding uterus atau pelepasan plasenta:
a) Menurut Duncan.
Plasenta lepas mulai dari bagian pinggir (marginal)
disertai dengan adanya tanda darah yang keluar dari
vagina apabila plasenta mulai terlepas.
b) Menurut Schultze
Plasenta lepas mulai dari bagian tengah (central) dengan
tanda adanya pemanjangan tali pusat yang terlihat di
vagina.
c) Terjadi serempak atau kombinasi dari keduanya.
Sebagian dari pembuluh-pembuluh darah yang kecil akan
robek pada saat plasenta terlepas. Situs plasenta akan
berdarah terus sampai uterus seluruhnya berkontraksi.
Setelah plasenta lahir, seluruh dinding uterus akan
berkontraksi menekan pembuluh darah yang akhirnya
akan menghentikan perdarahan dari situs plasenta
tersebut.
Lepasnya plasenta sudah dapat diperkirakan dengan
memperhatikan tanda-tanda sebagai berikut:
a) Perubahan bentuk uterus dari discoid menjadi globular
(bulat)
b) Semburan darah.
c) Pemanjangan tali pusat.
Manajemen aktif kala III bertujuan untuk menghasilkan
kontraksi uterus yang lebih efektif sehingga dapat
memperpendek waktu kala III dan mengurangi kehilangan
darah dibandingkan dengan penatalaksanaan fisiologis, serta
mencegah terjadinya retensio plasenta.Tiga langkah
menejemen aktif kala III, yaitu:

30
a) Berikan oksitosin 10 IU
dalam waktu satu menit setelah bayi lahir, dansetelah
dipastikan kehamilan tunggal.
b) Lakukan penegangan tali
pusat terkendali.
c) Segera lakukan massage
pada fundus uteri setelah plasenta lahir.
4) Kala IV (2 jam post partum)
Setelah plasenta lahir, kontraksi rahim tetap kuat dengan
amplitudo 60 sampai 80 mmHg, kekuatan kontraksi ini tidak
diikuti oleh interval pembuluh darah tertutup rapat dan terjadi
kesempatan membentuk trombus. Melalui kontraksi yang kuat
dan pembentukan trombus terjadi penghentian pengeluaran
darah post partum. Kekuatan his dapat dirasakan ibu saat
menyusui bayinya karena pengeluaran oksitosin oleh kelenjar
hipofise posterior.
Tanda dan gejala kala IV ialah bayi dan plasenta telah
lahir, tinggi fundus uteri 2 jari bawah pusat.
Selama 2 jam pertama pascapersalinan pantau tekanan
darah, nadi, tinggi fundus, kandung kemih dan perdarahan
yang terjadi setiap 15 menit dalam satu jam pertama dan
setiap 30 menit dalam satu jam kedua kala IV. Jika ada
temuan yang tidak normal, lakukan observasi dan penilaian
secara lebih sering.
Tabel 2.6 Lamanya persalinan pada primigravida dan
multigravida:
Primigravida Multigravida
Kala I 10 – 12 jam 6-8 jam
Kala II 1-1,5 jam 0,5-1 jam

Kala III 10 menit 10 menit

Kala IV 2 jam 2 jam


Jumlah (tanpa 12-14 jam 8-10 jam
memasukkan kala IV
yang bersifat observasi
(Rukiyah, 2009)

31
e. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persalinan
1) Power
His dan tenaga mengejan.
2) Passage
Ukuran panggul dan otot-otot persalinan.
3) Passenger
Terdiri dari janin, plasenta dan air ketuban
4) Personality (kepribadian)
Yang diperhatikan kesiapan ibu dalam menghadapi persalinan
dan sanggup berpartisipasi selama proses persalinan.
5) Provider (Penolong)
Dokter atau bidan yang merupakan tenaga terlatih dalam
bidang kesehatan.
(Prawirohardjo, 2018)

f. Mekanisme persalinan
Mekanisme persalinan adalah proses pengeluaran bayi
dengan mengandalkan posisi, bentuk panggul, serta presentasi
jalan lahir. Bagian terendah janin akan menyesuaikan diri terhadap
panggul ibu pada saat turun melalui jalan lahir. Kepala akan
melewati rongga panggul dengan ukuran yang menyesuaikan
dengan ukuran panggul (Wulanda, 2011).
Gerakan-gerakan utama dari mekanisme persalinan adalah
sebagai berikut:
1) Engagement (fiksasi) = masuk
Ialah masuknya kepala dengan lingkaran terbesar
(diameter Biparietal) melalui PAP. Pada primigravida kepala
janin mulai turun pada umur kehamilan kira-kira 36 minggu,
sedangkan pada multigravida pada kira-kira 38 minggu,
kadang-kadang baru pada permulaan partus. (Prawirohardjo,
2009). Engagement lengkap terjadi bila kepala sudah
mencapai Hodge III. Bila engagement sudah terjadi maka
kepala tidak dapat berubah posisi lagi, sehingga posisinya

32
seolah-olah terfixer di dalam panggul, oleh karena itu
engagement sering juga disebut fiksasi. Pada kepala masuk
PAP, maka kepala dalam posisi melintang dengan sutura
sagitalis melintang sesuai dengan bentuk yang bulat lonjong..
Seharusnya pada waktu kepala masuk PAP, sutura
sagitalis akan tetap berada di tengah yang disebut
Synclitismus. Tetapi kenyataannya, sutura sagitalis dapat
bergeser kedepan atau kebelakang disebut Asynclitismus.
Asynclitismus dibagi 2 jenis :
a) Asynclitismus posterior: bila sutura sagitalis mendekati
simfisis danos parietal belakang lebih rendah dari os
parietal depan.
b) Asynclitismus anterior: bila sutura sagitalis mendekati
promontorium sehingga os parietal depan lebih rendah
dari os parietal belakang.
2) Descensus = penurunan
Ialah penurunan kepala lebih lanjut kedalam panggul.
Faktor-faktor yng mempengaruhi descensus ialah tekanan air
ketuban, dorongan langsung fundus uteri padabokong janin,
kontraksi otot-otot abdomen, ekstensi badan janin.
Turunnya kepala kedalam panggul disebabkan oleh hal-
hal sebagai berikut:
a) Tekanan air ketuban
b) Tekanan langsung fundus uteri pada bokong
c) Kekuatan mengejan
d) Melurusnya badan fetus.
3) Fleksi Kepala
Pada awal persalinan kepala bayi dalam keadaan fleksi
ringan. Dengan majunya kepala biasanya fleksi juga
bertambah. Pada pergerakan ini dagu dibawa lebih dekat
kearah dada janin sehingga ubun- ubun kecil lebih rendah dari
ibun- ubun besar. Dengan adanya fleksi, diameter suboksipito
frontalis (11 cm) digantikan oleh diameter suboksipito
bregmatika (9,5 cm).
4) Putaran paksi dalam(internal rotation)

33
Ialah berputarnya oksiput ke arah depan, sehingga ubun
-ubun kecil berada di bawah symphisis (HIII). Faktor-faktor
yang mempengaruhi ialah perubahan arah bidang PAP dan
PBP, bentuk jalan lahir yang melengkung, kepala yang
bulatdan lonjong.
5) Defleksi
Ialah mekanisme lahirnya kepala lewat perineum. Faktor
yang menyebabkan terjadinya hal ini ialah lengkungan
panggul sebelah depan lebih pendek dari pada yang
belakang. Pada waktu defleksi, maka kepala akan berputar ke
atas dengan suboksiput sebagai titik putar (hypomochlion)
dibawah symphisis sehingga berturut-turut lahir ubun-ubun
besar, dahi, muka dan akhirnya dagu.
6) Putaran paksi luar (external rotation)
Ialah berputarnya kepala menyesuaikankembali dengan
sumbu badan (arahnya sesuai dengan punggung bayi).
7) Expulsi adalah lahirnya seluruh badan bayi
(Cunningham, 2005)

g. Mekanisme Pelepasan Plasenta


Setelah janin lahir, uterus masih mengadakan kontraksi yang
mengakibatkan penciutan permukaan kavum uteri, tempat
implantasi plasenta. Akibatnya, plasenta akan lepas dari tempat
implantasinya (Hanifa Winjosastro, 2015).

h. Asuhan dalam persalinan


Tujuan asuhan persalinan normal ialah untuk menjaga
kelangsungan hidup dan mencapai derajat kesehatan yang tinggi
bagi ibu dan bayinya, melalui upaya yang terintegrasi dan lengkap
serta intervensi seminimal mungkin agar prinsip keamanan dan
kualitas pelayanan dapat terjaga pada tingkat yang optimal
(Asuhan persalinan normal, 2014).
1) Kala I
Bantulah ibu saat persalinan jika ia nampak gelisah,
ketakutan, dankesakitan :

34
a. Berikan dukungan dan yakinkan dirinya
b. Berikan informasi mengenai proses serta kemajuan
persalinan
c. Dengarkan keluhan dan cobalah untuk lebih sensitive
terhadap perasaannya
Jika ibu tersebut nampak sakit :
a. Lakukan perubahan posisi sesuai dengan keinginan ibu
dan jika ibu ingin ditempat tidur sebaiknya miring kekiri,
jelaskan alasannya
b. Sarankan ibu untuk berjalan
c. Ajarkan orang yang menemaninya untuk memijat atau
menggosok punggungnya atau menyeka keringatnya
diantara kontraksi
d. Ibu boleh melakukan aktifitas sesuai dengan
kesanggupannya
e. Ajarkan tehnik bernafas pada ibu
f. Bernafas dengan menarik nafas melalui hidung kemudian
menghembuskannya melelui mulut pada saat kontraksi dan
bernafas biasa saat tidak ada kontraksi.
g. Penolong tetap menjaga hak privasi ibu dalam persalinan,
antara lain menggunakan penutup tirai, tidak menghadirkan
orang lain tanpa sepengetahuan/izin ibu.
h. Menjelaskan kemajuan persalinan dan perubahan yang
terjadi serta prosedur yang akan dilaksanakan serta hasil
pemerikasaan.
i. Membolehkan ibu untuk mandi dan membasuh sekitar
kemaluannya setelah buang air besar/kecil.

Pantau :
a. Tekanan darah tiap 4 jam
b. Suhu tubuh tiap 2 jam
c. Nadi tiap 30 menit
d. Denyut jantung janin tiap 30 menit
e. Kontraksi uterus tiap 30 menit
f. Pembukaan dan penipisan serviks serta penurunan
bagian terendah janin tiap 4 jam.(JNPKR, 2014)

35
Partograf
1. Pengertian
Partograf adalah alat bantu untuk memantau kemajuan
kala suatu persalinan dan informasi untuk membuat
keputusan klinik. Tujuan utama dari penggunaan partograf
adalah : Mencatat hasil observasi dan kemajuan
persalinan dengan menilai pembukaan serviks melalui
pemeriksaan dalam.
2. Kegunaan Partograf
Partograf digunakan antara lain untuk : Mencatat hasil
observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai
pembukaan serviks melalui pemeriksaan dalam;
Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara
normal, sehingga dapat melakukan deteksi secara dini
terhadap setiap kemungkinan terjadinya partus lama.
3. Kriteria pasien yang dapat dipantau menggunakan
Partograf
a. Persalinan Spontaneous
b. Janin Tunggal
c. Isis Kehamilan 37-42 Minggu
d. Presentasi Kerala
e. Tidak Ada Penyulit Persalinan
f. Persalinan Sudan mask kala 1 fase aktif
4. Pengisian Partograf
a. Denyut jantung janin (DJJ)
b. Manila Dan mencatat DJJ setiap 30 menit
c. Setiap kotak menunjukan waktu 30 menit
d. Skala angkak disebelah kolom paling kiri menunjukan
DJJ. Mencatat DJJ dengan memberi tanda titik (•)
pads garis yang sesuai dengan angkak yg
menunjukan DJJ kemudian menghubungkan titik (•)
yang satu dengan titik (•) lainnya dengan garis tidak
terputus.
e. Kisaran normal DJJ terpapar pads Partograf diantara
garis tebal angka 100 Dan 180.penolong harus Sudan

36
waspada jika DJJ dibawah 120 atau diatas
160.mencatat Dan melakukan tindakan-tindakan
segera yang harus dilakukan jika DJJ melampaui
kisaran normal.
5. Warna Dan adanya air ketuban.
Manilai air ketuban setiap kali dilakukanya pemeriksaan
dalam Dan nilai warna air ketuban jika selaput ketuban
pecah.mencatat temuan-temuan dalam kotak yang sesuai
dibawah lajur DJJ. Menggunakan lambang-lambang
sebagai berikut :
1. U : ketuban utuh (belum pecah)
2. J : ketuban Sudan pecah Dan air ketuban jernih
3. M : ketuban Sudan pecah Dan air ketuban bercampur
mekonium
4. D : ketuban Sudan pecah Dan air ketuban bercampur
darah
5. K : ketuban Sudan pecah Dan tidak Ada air ketuban
(kering)
6. Molase (penyusupan kepala janin)
Penyusupan merupakan indikator penting tentang
seberapa jauh kepala bayi dapat menyesuaikan during
dengan bagian atas panggul ibu. Setiap kali melakukan
pemeriksaan dalam, nilai penyusupan kepala janin, catat
temuan di kotak yang sesuai dibawah lajur air ketuban,
gunakan lambang-lambang sebagai berikut :
a. 0 : tulang-tulang kepala janin terpisah, sutura dengan
mudah dipalpasi (normal)
b. 1 : tulang-tulang kepala janin saying bersentuhan
c. 2 : tulang-tulang kepala janin tumpang tindih, tapi
music dapat dipisahkan
d. 3 : tulang-tulang kepala janin tumpang tindih Dan tidak
dapat dipisahkan
7. Kemajuan persalinan
Menurut Depkes (2004), kolom dan lajr kedua pada
partograf adalah untuk pencatatan kemajuan persalinan.

37
a. Pembukaan serviks
Dengan menggunakan metode yang di jelaskan di
bagian pemeriksaan fisik dalam bab ini, nilai dan catat
pembukaan serviks setiap 4 jam (lebih sering di
lakukan jika ada tanda – tanda penyulit). Saat ibu
berada dalam fase aktif persalinan, catat pada
partograf hasil temuan dari setiap pemeriksaan.
Tanda “X” harus di tulis digaris waktu yang sesuai
dengan jalur besarnya pembukaan serviks. Beri tanda
untuk temuan – temuan dari pemeriksaan dalam yang
di lakukakn pertama kali selama fase aktif persalinan
di garis waspada. Hubungkan tanda “X” dari setiap
pemeriksaan dengan garis utuh (tidak terputus).
b. Penurunan bagian terbawah atau presentasi janin.
Dengan menggunakan metode yang di jelaskan di
bagian fisik bab ini. Setiap kali melakukan
pemeriksaan dalam(setiap 4 jam), atau lebih sering
jika ada tanda – tanda penyulit, nilai dan catat
turunnya bagian terbawah atau presentasi janin. Pada
persalinan normal, kemajuan pembukaan serviks
umumnya di ikuti dengan turunnya bagian
terbawah/presentasi janin baru terjadi setelah
pembukaan serviks sebesar & cm.
c. Garis waspada dan garis bertindak
Garis waspada di mulai pada pembukaan serviks 4
jam cm dan berakhir pada titik dimana pembukaan 1
cm per jam. Pencatatan selama fase aktif persalinan
harus di mulai di garis waspada. Jika pembukaan
serviks mengarah ke sebelah kanan garis waspada.
Jika pembukaan serviks mengarah ke sebelah kanan
garis waspada (pembukaan kurang dari 1 cm per
jam), maka harus di pertimbangkan adanya penyulit
(misalnya fase aktif yang memanjang, macet, dll).
Pertimbangkan pula adanya tindakan intervensi yang
di perlukan, misalnya persiapan rujukan ke

38
fasilitaskesehatan rujukan (rumah sakit atau
puskesmas) yang mampu menangani penyulit dan
kegawat daruratan obsetetri. Garis bertindak tertera
sejajar dengan garis waspada, dipisahkan oleh 8
kotak atau 4 lajur ke sisi kanan. Jika pembukaan
serviks berada di sebelah kanan bertindak, maka
tindakan untuk menyelesaikan persalinan harus
dilakukan. Ibu harus tiba di tempat rujukan sebelum
garis bertindak terlampui.
8. Jam dan waktu
a. Waktu mulainya fase aktif persalinan
Di bagian bawah partograf (pembukaan serviks dan
penurunan) tertera kotak – kotak yang di beri angka 1-
16. Setiap kotak menyatakan waktu satu jam sejak
dimulainnya fase aktif persalinan.
b. Waktu aktual saat pemeriksaan dilakukan
Di bawah lajur kotak untuk waktu misalnya fase aktif,
tertera kotak – kotak untuk mencatat waktu aktual
saat pemeriksaan dilakukan. Setiap kotak
menyebabkan satu jam penuh dan berkaitan dengan
dua kotak waktu 30 menit pada lajur kotak di atasnya
atau lajur kontraksi di bawahnya. Saat ibu masuk
dalam fase aktif persalinan, catatkan waktu aktual
pemeriksaan ini di kotak waktu yang sesuai.
9. Kontraksi uterus
Di bawah lajur waktu partograf terdapat lima lajur
kotak dengan tulisan “kontraksi per 10 menit” di sebelah
luar kolom paling kiri. Setiap kotak menyatakan satu
kontraksi.
Setiap 30 menit, raba dan catat jumlah kontraksi
dalam 10 menit dengan mengisi angka pada kotak yang
sesuai.
10. Obat – obatan dan cairan yang di berikan

39
Di bawah lajur kotak observasi kontraksi uterus tertera
lajur kotak untuk mencatat oksitosin, obat – obat lainnya
dan cairan IV.
a. Oksitosin
Jika tetesan (drip) oksitosin sudah di mulai,
dokumentasikan setiap 30 menit jumlah unit oksitosin
yang di berikan per volume cairan IV dan dalam
satuan tetesan per menit.
b. Obat – obatan lain dan cairan IV
Catat semua pemberian obat – obatan tambahan dan
atau cairan IV dalam kotak yang sesuai dengan kolom
waktunya.
11. Kesehatan dan kenyamanan ibu
Bagian terakhir pada lembar depan partograf berkaitan
dengan keehatan dan kenyamanan.
a. Nadi, tekanan darah, dan temperature tubuh.
Angka di sebelah kiri bagian partograf ini berkaitan
dengan nadi dan tekanan darah ibu.
1) Nilai dan catat nadi ibu setiap 30 menit selama
fase aktif persalinan.
2) Nilai dan catat tekanan darah ibu setiap 4 jam
selama fase aktif persalinan.
3) Nilai dan catat temperature tubuh ibu (lebih sering
jika meningkat, atau di anggap adanya infeksi)
setiap 2 jam dan catat temperature tubuh dalam
kotak yang sesuai.
b. Volume urine, protein atau aseton
Ukur dan catat jumlah produksi urine ibu sedikitnya
setiap 2 jam ( setiap kali ibu berkemih).
12. Asuhan, pengamatan dan keputusan klinik lainnya
Catat semua asuhan lain, hasil pengamatan dan
keputusan klinik disisi luar kolom partograf, atau buat
catatan terpisah tentang kemajuan persalinan. Cantumkan
juga tanggal dan waktu saat membuat catatan persalinan.
Asuhan, pengamatan dan keputusan klinik mencakup :

40
a. Jumlah cairan peroral yang di berikan.
b. Keluhan sakit kepala atau penglihatan (pandangan)
kabur.
c. Konsultasi dengan penolong persalinan lainnya
(dokter obgyn, bidan, dokter umum).
d. Persiapan sebelum melakukan rujukan.
e. Upaya rujukan.
13. Pencatatan pada lembar belakang partograf :
Halaman belakang partograf merupakan bagian untuk
mencatat hal – hal yang terjadi selama proses persalinan
dan kelahiran, serta tindakan – tindakan yang di lakukan
sejak pesalinan kala I hingga IV (termasuk bayi baru lahir).
Itulah sebabnya bagian ini di sebut sebagai catatn
persalinan. Nilai dan catatkan asuhan yang di berikan
pada ib u dalam masa nifas terutama selama persalinan
kala IV untuk memungkinkan penolong persalinan
mencegah terjadinya penyulit dan membuat keputusan
klinik yang sesuai. Dokumentasi ini sangat penting untuk
membuat keputusan klinik, terutamam pada pemantaun
kala IV (mencegah terjadinya perdarahan pasca
persalinan). Selain itu, catatan persalinan( yang sudah di
isi dengan lengkap dan tepat) dapat pula di gunakan untuk
menilai atau memantau sejauh mana telah di lakukan
pelaksanaan asuhan persalinan yang bersih dan aman.
2) Kala II
1. Mendengar dan melihat adanya tanda persalinan kala
dua,dorongan meneran,tekanan anus membuka,
perineum menojol,vulva membuka
2. Memastikan kelengkapan alat pertolongan persalinan
termasuk mematahkan ampul oksitosin dan memasukan
alat suntik sekali pakai 2½ ml ke dalam wadah partus set.
3. Memakai celemek plastik.
4. Memastikan lengan tidak memakai perhiasan, mencuci
tangan degan sabun dan air mengalir.

41
5. Menggunakan sarung tangan DTT pada tangan kanan
yang akan digunakan untuk pemeriksaan dalam.
6. Mengambil alat suntik dengan tangan yang bersarung
tangan, isi dengan oksitosin dan letakan kembali ke dalam
wadah partus set.
7. Membersihkan vulva dan perineum dengan kapas basah
dengan gerakan vulva ke perineum.
8. Melakukan pemeriksaan dalam (pastikan pembukaan
sudah lengkap dan selaput ketuban sudah pecah).
9. Mencelupkan tangan kanan yang bersarung tangan ke
dalam larutan klorin 0,5%, membuka sarung tangan dalam
keadaan terbalik dan merendamnya dalam larutan klorin
0,5%.
10. Memeriksa denyut jantung janin setelah kontraksi uterus
selesai (pastikan DJJ dalam batas normal (120 – 160
x/menit)).
11. Memberi tahu ibu pembukaan sudah lengkap dan
keadaan janin baik, meminta ibu untuk meneran saat ada
his apabila ibu sudah merasa ingin meneran.
12. Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu
untuk meneran (pada saat ada his, bantu ibu dalam posisi
setengah duduk dan pastikan ia merasa nyaman.
13. Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai
dorongan yang kuat untuk meneran.
14. Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau
mengambil posisi nyaman, jika ibu belum merasa ada
dorongan untuk meneran dalam 60 menit.
15. Meletakan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di
perut ibu, jika kepala bayi telah membuka vulva dengan
diameter 5 – 6 cm.
16. Meletakan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian bawah
bokong ibu.
17. Membuka tutup partus set dan memperhatikan kembali
kelengkapan alat dan bahan.
18. Memakai sarung tangan DTT pada kedua tangan.

42
19. Saat kepala janin terlihat pada vulva dengan diameter 5 –
6 cm, memasang handuk bersih untuk mengeringkan janin
pada perut ibu.
20. Memeriksa adanya lilitan tali pusat pada leher janin.
21. Menunggu hingga kepala janin selesai melakukan putaran
paksi luar secara spontan.
22. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang
secara biparental. Menganjurkan kepada ibu untuk
meneran saat kontraksi. Dengan lembut gerakan kepala
ke arah bawah dan distal hingga bahu depan muncul di
bawah arkus pubis dan kemudian gerakan arah atas dan
distal untuk melahirkan bahu belakang.
23. Setelah bahu lahir, geser tangan bawah ke arah perineum
ibu untuk menyanggah kepala, lengan dan siku sebelah
bawah. Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan
memegang tangan dan siku sebelah atas.
24. Setelah badan dan lengan lahir, tangan kiri menyusuri
punggung ke arah bokong dan tungkai bawah janin untuk
memegang tungkai bawah (selipkan jari telunjuk tangan
kiri di antara kedua lutut janin)
25. Melakukan penilaian selintas : bayi menangis kuat, bayi
bergerak aktif.
26. Mengeringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala dan
bagian tubuh lainnya kecuali bagian tangan tanpa
membersihkan verniks. Ganti handuk basah dengan
handuk/kain yang kering. Membiarkan bayi di atas perut
ibu.
27. Memeriksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada
lagi bayi dalam uterus.
28. Memberitahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar
uterus berkontraksi baik.
29. Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikan oksitosin
10 unit IM (intramaskuler) di 1/3 paha atas bagian distal
lateral (lakukan aspirasi sebelum menyuntikan oksitosin).

43
30. Setelah 2 menit pasca persalinan, jepit tali pusat dengan
klem kira-kira 3 cm dari pusat bayi. Mendorong isi tali
pusat ke arah distal (ibu) dan jepit kembali tali pusat pada
2 cm distal dari klem pertama.
31. Dengan satu tangan, pegang tali pusat yang telah dijepit
(lindungi perut bayi), dan lakukan pengguntingan tali pusat
di antara 2 klem tersebut.
32. Mengikat tali pusat dengan benang DTT atau steril pada
satu sisi kemudian melingkarkan kembali benang tersebut
dan mengikatnya dengan simpul kunci pada sisi lainnya.
33. Menyelimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan
memasang topi di kepala bayi.
3) Kala III
1. Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5 -10
cm dari vulva
2. Meletakan satu tangan di atas kain pada perut ibu, di tepi
atas simfisis, untuk mendeteksi. Tangan lain
menegangkan tali pusat.
3. Setelah uterus berkontraksi, menegangkan tali pusat
dengan tangan kanan, sementara tangan kiri menekan
uterus dengan hati-hati ke arah dorsokrainal. Jika plasenta
tidak lahir setelah 30 – 40 detik, hentikan penegangan tali
pusat dan menunggu hingga timbul kontraksi berikutnya
dan mengulangi prosedur.
4. Melakukan penegangan dan dorongan dorsokranial
hingga plasenta terlepas, minta ibu meneran sambil
penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan
kemudian ke arah atas, mengikuti poros jalan lahir (tetap
lakukan tekanan dorsokranial).
5. Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan
plasenta dengan hati-hati. Bila perlu (terasa ada tahanan),
pegang plasenta dengan kedua tangan dan lakukan
putaran searah untuk membantu pengeluaran plasenta
dan mencegah robeknya selaput ketuban.

44
6. Segera setelah plasenta lahir, melakukan masase
(pemijatan) pada fundus uteri dengan menggosok fundus
uteri secara sirkuler menggunakan bagian palmar 4 jari
tangan kiri hingga kontraksi uterus baik (fundus teraba
keras)
7. Periksa bagian maternal dan bagian fetal plasenta dengan
tangan kanan untuk memastikan bahwa seluruh kotiledon
dan selaput ketuban sudah lahir lengkap, dan masukan ke
dalam kantong plastik yang tersedia.
8. Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan
perineum. Melakukan penjahitan bila laserasi
menyebabkan perdarahan.
4) Kala IV
1. Memastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak
terjadi perdarahan pervaginam.
2. Membiarkan bayi tetap melakukan kontak kulit ke kulit di
dada ibu paling sedikit 1 jam.
3. Setelah satu jam, lakukan penimbangan/pengukuran bayi,
beri tetes mata antibiotik profilaksis, dan vitamin K1 1 mg
intramaskuler di paha kiri anterolateral.
4. Setelah satu jam pemberian vitamin K1 berikan suntikan
imunisasi Hepatitis B di paha kanan anterolateral.
5. Melanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah
perdarahan pervaginam.
6. Mengajarkan ibu/keluarga cara melakukan massase
uterus dan menilai kontraksi.
7. Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.
8. Memeriksakan nadi ibu dan keadaan kandung kemih
setiap 15 menit selama 1 jam pertama pasca persalinan
dan setiap 30 menit selama jam kedua pasca persalinan.
9. Memeriksa kembali bayi untuk memastikan bahwa bayi
bernafas dengan baik.
10. Menempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan
klorin 0,5% untuk dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas
peralatan setelah di dekontaminasi.

45
11. Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat
sampah yang sesuai.
12. Membersihkan ibu dengan menggunakan air DDT.
Membersihkan sisa cairan ketuban, lendir dan darah.
Bantu ibu memakai memakai pakaian bersih dan kering.
13. Memastikan ibu merasa nyaman dan beritahu keluarga
untuk membantu apabila ibu ingin minum.
14. Dekontaminasi tempat persalinan dengan larutan klorin
0,5%.
15. Membersihkan sarung tangan di dalam larutan klorin 0,5%
melepaskan sarung tangan dalam keadaan terbalik dan
merendamnya dalam larutan klorin 0,5%
16. Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir.
17. Melengkapi partograf (JNPKR, 2015).

Tanda-tanda Bahaya Dalam Persalinan


(Abdul Bari Saifuddin, 2015)
Tabel 2.7 Tanda – tanda bahaya dalam persalinan
Temuan Tindakan
Parameter Tindakan Mandiri
Abnormal dengan Dokter
Tekanan > 149/90 mmHg Rujuk ibu dengan Sama seperti
darah dengan membaringkan ibu miring tanpa dokter.
sedikitnya satu kekiri sambil diinfus
tanda/ gejala
preeklampsia
Temperatu > 38ºC Kompres, rehidrasi, rujuk Sama seperti
r tanpa dokter.
Nadi > 100x/mnt Rehidrasi, rujuk Sama seperti
tanpa dokter
DJJ <100x/mnt atau Rehidrasi, ganti posisi ibu Sama seperti
>180x/mnt tidur terlentang atau tanpa dokter
miring kekiri
Kontraksi <3x/10 mnt, Ambulasi, rubah posisi, Sama seperti
berlangsung kosongkan kandung tanpa dokter
<40 dtk dan kemih jika perlu dengan
waktu palpasi kateterisasi. Lakukan

46
lemah stimulasi puting susu,
berikan makan, minum,
jika partograf melewati
garis waspada rujuk
Serviks Partograf Rehidrasi, rujuk Sama seperti
melewati garis tanpa dokter
waspada
Cairan Terdapat Tetap monitor DJJ, Sama seperti
amnion mekonium, antisipasi bayi mengisap tanpa dokter
darah dan lendir saat lahir.
berbau Rehidrasi, rujuk dengan
posisi miring kekiri,
berikan antibiotika
Urine Volume sedikit Rehidrasi. Jika tidak ada Sama dengan
dan pekat kemajuan setelah 4 jam, tanpa dokter
periksa dan lakukan
rujukan

47
3. Bayi Baru Lahir
a. Pengertian
Bayi Baru Lahir normal adalah bayi yang lahir dari kehamilan
37 – 42 mgg dgn berat lahir 2500-4000 gram. Asuhan Bayi Baru
Lahir (BBL) adalah asuhan yang diberikan pada bayi tersebut
selama jam pertama setelah kelahiran walaupun sebagian besar
proses persalinan terfokus pada ibu tetapi karena proses tersebut
merupakan proses pengeluaran hasil kehamilan (bayi) maka
penatalaksanaan suatu persalinan baru dikatakan berhasil apabila
selama ibu dan bayi yang dilahirkannya juga dalam kondisi yang
optimal (Buku Panduan Praktis Yankes Maternal dan Neonatal,
2010).
Neonatal adalah masa bayi selama 28 hari pertama setelah
bayi lahir (usia 0-28 hari) (Pusdiknakes, 2003).

b. Fisiologi
Saat bayi dilahirkan dan sirkulasi fetoplasenta berhenti
berfungsi, bayi mengalami perubahan fisiologis yang besar sekali
dan sangat cepat. Segera setelah pola pernafasan bergeser dari
satu inspirasi episodic dangkal menjadi pola inhalasi lebih dalam
dan teratur.
Neonatus mulai bernafas dan menangis segera setelah lahir
yang menunjukkan terbentuknya mekanisme pada thoraks
sewaktu melalui jalan lahir. Penurunan kadar oksigen dan
kenaikan karbondioksida merangsang kemoreseptor pada sinus
karotis (stimulasi kimiawi) dan rangsangan dingin di daerah muka
dapat merangsang permulaan gerakan pernafasan (stimulasi
sensorik).
Dengan terpotongnya tali pusat bayi maka sirkulasi plasenta
terhenti. Aliran darah ke atrium kanan menurun sehingga tekanan
jantung menurun, tekanan darah di aorta hilang sehingga tekanan
jantung kiri meningkat. Paru-paru mengalami retensi dan aliran
darah keparu-paru meningkat yang menyebabkan tekanan
ventrikel kiri meningkat. Hal tersebut mengakibatkan duktus botalii
tidak berfungsi dan foramen ovale menutup.

48
Dalam 24 jam pertama neonatus akan mengeluarkan tinja
yang berwarna hijau kehitam-hitaman. Ini dinamakan mekonium.
Frekuensi pengeluaran tinja pada neonatus dipengaruhi oleh
pemberian makanan atau minuman. Enzim pada saluran
pencernaan biasanya sudah ada pada neonatus kecuali enzim
amilase.
Enzim hepar pada neonatus belum aktif betul misalnya enzim
G6PD yang berfungsi dalam sintesis bilirubin sehingga neonatus
memperlihatkan gejala ikterus fisiologis.
Neonatus memiliki luas permukaan tubuh yang luas sehingga
metabolisme perkilogram berat badannya besar. Pada jam-jam
pertama, energi didapatkan dari pembakaran karbohidrat dan
pada hari kedua energi berasal dari pembakaran lemak.
Apabila neonatus mengalami hipotermia, tubuhnya akan
mengadakan penyesuaian suhu terutama dengan cara
pembakaran cadangan lemak cokelat yang memberikan energi
lebih banyak dari pada lemak biasa.
Hormon yang didapatkan dari ibu masih berfungsi, hal ini
terlihat dari adanya pembesaran kelenjar mammae, kadang-
kadang adanya pengeluaran darah dari vagina yang menyerupai
darah haid.
Ginjal pada neonatus baru bisa memproses air yang didapat
setelah 5 hari kelahiran. Ginjal pada neonatus belum sepenuhnya
berfungsi karena jumlah nefronnya masih belum sebanyak orang
dewasa dan tidak seimbangnya antara luas permukaan
glomerulus dan volume tubulus proksimal. Aliran darah ginjal pada
neonatus relatif kurang bila dibandingkan dengan orang dewasa.
Bayi baru lahir cukup bulan yang sehat dan memiliki berat
badan yang sesuai berat badan rata-rata bayi pada usia
gestasinya dapat diperkirakan mengalami peningkatan berat
badan sebesar satu ons perhari dalam 3 bulan pertamanya. Bayi
yang disusui dapat meningkat berat badannya sedikit kurang dari
satu ons perhari. Selama 3-5 hari atau minggu pertama
kehidupan, bayi baru lahir kehilangan 5-10% berat badan lahirnya,
dengan bayi-bayi yang disusui pengalami penurunan berat badan

49
yang lebih besar. Berat harus dicapai kembali pada hari ke-10
kehidupan bayi (Varney, 2007).

c. Penilaian Klinik
Tujuannya adalah mengetahui derajat vitalitas dan mengukur
reaksi bayi terhadap tindakan resusitasi. Derajat vitalitas bayi
adalah kemampuan sejumlah fungsi tubuh yang bersifat esensial
dan kompleks untuk berlangsungnya kelangsungan hidup bayi
seperti pernapasan, denyut jantung, sirkulasi dan refleks-refleks
primitif seperti menghisap dan mencari putting susu.

d. Penanganan bayi baru lahir


Tujuan utama perawatan bayi segera sesudah lahir, ialah:
1) Membersihkan jalan napas
2) Memotong dan merawat tali pusat
3) Mempertahankan suhu tubuh bayi
4) Identifikasi
5) Pencegahan infeksi
Pembersihan jalan nafas, perawatan tali pusat, perawatan
mata dan identifikasi adalah rutin segera dilakukan, kecuali bayi
dalam keadaan kritis dan dokter memberikan instruksi khusus.

e. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada bayi baru lahir


Penilaian awal pada bayi baru lahir dapat dilakukan dengan
observasi melalui pemeriksaan nilai APGAR. Penilaian APGAR ini
merupakan standar evaluasi untuk bayi baru lahir, dimana nilai ini
dapat mengidentifikasi bayi tersebut membutuhkan tindakan
resusitasi atau tidak.

50
Tabel 2.8 Penilaian bayi baru lahir dilakukan dengan sistem
nilai Apgar Score

Aspek Yang Nilai


No
Dinilai 0 1 2
1) Apperence Biru/pucat Badan Seluruh
(Penampilan) merah, badan dan
ekstremitas ekstremitas
biru merah
2) Pulse (Denyut Tidak ada Tidak Teratur
jantung) teratur >100x/mnt
<100x/mnt
3) Grimace Tidak ada Menyeringai Menangis
(Reaksi kuat
terhadap
Rangsangan)
4) Activity (Otot) Tidak ada Fleksi Aktifitas
sedikit kuat
5) Respiration Tidak Lemah Teratur
(Pernafasan) bernafas
Catatan :
NA 1 menit lebih atau sama dengan 7 tidak perlu resusitasi
NA 1 menit 4-6 bayi mengalami asfiksia sedang – ringan
NA 1 menit 1-3 asfiksia berat

f. Menilai refleks pada bayi


1) Refleks Babinski : Menggores permukaan plantar kaki
dengan benda runcing, (+) bila ibu jari
akan terangkat, jari lainnya meregang.
2) Refleks rooting : Menyentuhkan sesuatu ke sudut mulut
(+) bila bayi menengok ke arah
rangsangan dan berusaha
memasukannya ke dalam mulut.
3) Refleks suching : (+) bila bayi menghisap kuat.

4) Grasp reflex : Meletakkan sesuatu di telapak tangan


bayi, (+) bila bayi menggenggam benda

51
yang diletakkan pada telapak tangan.
5) Refleks morro : Mengejutkan bayi, (+) bila kaget
disertai lengan direntangkan dalam
posisi abduksi ekstensi dan tangan
disertai gerakan lengan adduksi dan
fleksi.
6) Refleks tonic : Menengokkan kepala bayi ke kiri/ke
neck kanan, (+) bila kepala ditengokkan ke
kanan, (+) bila kepala ditengokkan ke
kiri, anggota gerak bagian kanan akan
melakukan ekstensi dan anggota gerak
lainnya melakukan fleksi.
7) Refleks plantar : Meletakkan sesuatu pada telapak kaki
grasp bayi, (+) bila terjadi fleksi pada jari-jari
kaki.
8) Refleks palmar : Meletakkan sesuatu pada telapak
grasp tangan bayi, (+) bila terjadi fleksi pada
jari-jari tangan.

g. Pemeriksaan Antropometri
1) Berat Badan (BB) : 2500-4000 gram
2) Panjang Badan (PB) : 48-52 cm
3) Lingkar Kepala (LIKA) : 33-35 cm
4) Lingkar Dada (LIDA) : 30-38 cm
5) Lingkar Lengan (LILA) : 9-11 cm

h. Pemeriksaan fisik
1) Kepala
a) Lingkar kepala oksipito-frontal harus selalu diukur dan
dicatat pada semua neonatus.
b) Deteksi apakah ada caput suksedanum (cairan efusion
terletak di atas periosteum dan terdiri dari cairan edema,
melewati batas sutura, tidak tampak jelas), atau
sefalohematoma (cairan yang berupa darah terletak di
bawah periosteum dan tidak melewati sutura, tampak
jelas dan lembek jika diraba).

52
c) Sutura tulang tengkorak harus diperiksa untuk melihat
apakah sutura melebar atau tumpang tindih. Fontanella
yang terbuka penuh menunjukkan adanya kenaikan
tekanan intrakranial (TIK) yang bisa disebabkan oleh
perdarahan intrakranial, edema otak, atau hidrosefalus.
d) Periksa adanya massa di garis tengah yang keluar dari
tulang kepala mungkin suatu omfalokel dan perlu
pemeriksaan yang lengkap.
e) Ubun-ubun yang cekung menandakan bayi dehidrasi
dan terlalu cembung disertai badan demam menandakan
bayi terkena infeksi.
2) Mata
Adanya perdarahan subkonjungtiva, mata yang menonjol,
katarak, kesimetrisan kedua mata, keluarnya sekret mata,
pergerakan kelopak mata yang seimbang.
3) Telinga
a) Posisi, rotasi dan letak telinga harus dicatat. Letak telinga
yang lebih rendah harus cepat diperiksa dengan teliti
kemungkinan adanya tanda dismorfik lainnya.
b) Pada bayi sangat prematur, pinnanya pendek, datar, dan
mudah terlipat ke belakang.
c) Pada bayi matur, heliks luar dari pinna akan membentuk
kurvatura yang jelas.
d) Telinga harus diamati dengan teliti untuk memastikan
tidak ada kelainan pada kanalis auditoris eksterna.
4) Mulut
Pemeriksaan yang harus diperiksa meliputi lengkung
palatum dan bibir (labioskisis atau labiognatopalatoskisis),
bentuk dan gerakan lidah, adanya massa abnormal di daerah
mulut dan faring membutuhkan perhatian segera terhadap
kemungkinan terjadi obstruksi jalan napas.
5) Leher
Apakah ada gumapalan atau pembengkakan pada leher,
deteksi adanya kemungkinan hematoma sternokleidomastoid,
duktus tiroglosus, higroma koli.

53
6) Dada
a) Bentuk, pembesaran buah dada, adanya massa pada
dinding dada.
b) Pernapasan
Napas yang bunyi (grunting) terjadi karena udara yang
dikeluarkan bayi mengenai glotis yang tertutup sebagian
dan merupakan petunjuk terjadinya proses-proses yang
menyebabkan kolaps atau atelektasis. Stridor terjadi
karena berbagai sebab obstruksi jalan nafas, akan tetapi
pada bayi yang pernapasannya sangat lemah mungkin
tidak terdengar atau sulit didiagnosis.
c) Gerakan dinding dada yang asimetris pada pernapasan
terjadi pada beberapa lesi diafragma atau ruangan intra
pleura unilateral. Retraksi supra renal bisa terjadi pada
distres respirasi berat.
d) Mendengarkan suara jantung bayi dengan menggunakan
stetoskop, irama dan keteraturannya untuk mendeteksi
kelainan bunyi jantung, normalnya 120 – 160 kali/menit.
e) Pernapasan normalnya 40-60 kali/menit.
7) Abdomen
a) Inspeksi apakah ada pembesaran pada perut (membuncit
yang terjadi kemungkinan karena pembesaran hati, limfe,
tumor, asites). Pembesaran hati tampak dari
pemebesaran 1-2 cm di bawah batas kosta kanan.
Sedang limpa biasanya tidak teraba.
b) Hernia diafragmatika dapat menyebabkan abdomen
membentuk skapoid akibat protrusi isi abdomen ke dalam
rongga toraks. Usus yang tampak di permukaan usus
memberikan adanya obstruksi usus, khususnya bila
terjadi emesis bilius (muntah empedu) atau aspirat
lambung.
c) Periksa tali pusat, jangan sampai terjadi pedarahan dari
tali pusat, bernanah, ataupun berbau. Permukaan tali
pusat juga perlu diperhatikan, warna kemerahan disertai
suhu meningkat merupakan tanda infeksi tali pusat.

54
8) Alat kelamin
a) Wanita : bila cukup bulan. Labia mayora lebih menonjol
dibandingkan labia minora dan umumnya menutupi labia
minora. Tonjolan mukosa vagina umumnya tejadi karena
pengaruh hormonal ibu terhadap janin. Pada bayi
prematur, labia minoranya lebih menonjol dan klitoris
relatif mengalami protusi ke dalam lipatan labia. Pada
bayi wanita normalnya gonad berada dalam kanalis
inguinalis atau lipatan labia yang tidak teraba.
b) Laki-laki : harus diperiksa apakah ada hipospadia atau
epispodia. Penis yang terlalu kecil menunjukkan
hipopituitarisme. Testis bayi laki-laki cukup umur biasanya
berada dalam kantong skrotum. Penurunan skrotum yang
tidak komplet dan testis pada kanalis inguinalis dapat
diketahui melalui palpasi.
c) Pastikan pula bahwa tidak ada kelainan, misalnya bayi
wanita tidak mengalami maskulinisasi, atau bayi yang
memiliki alat kelamin dua, jenis kelamin tidak dapat
ditentukan sampai dilakukan pemeriksaan yang lebih
komplit lagi.
9) Punggung
Punggung harus diinspeksi dan kolumna vertebralis harus
dipalpasi. Harus dicatat keabnormalannya seperti:
meningomielokel, skoliosis dan defek kulit pada linea
mediana. Deteksi pula adanya spina bifida, pilonidal sinus
atau dimple.
10) Ekstremitas
Inspeksi yang cermat biasanya cukup untuk memastikan
apakah bentuk ekstremitas baik. Beberapa abnormalitas
struktur yang jelas atau pemendekan anggota gerak dapat
dievaluasi lebih lanjut dengan palpasi dan pemeriksaan
radigrafi. Harus dicatat juga kontraktur sendi, asimetris, atau
distorsi. Abnormalitas jari-jari (pemendekan, lancip, sindaktili,
polidaktili), lipatan palmar, hipoplasi kuku merupakan petunjuk
penting adanya sindrom dismorfik.

55
11) Anus
Diperhatikan apakah ada lubang pada anus atau tidak, ini bisa
kita tunggu sampai bayi mengeluarkan mekonium dalam 24
jam (asuhan sayang bayi). Pastikan tidak terjadi atresia ani
dan obstruksi usus.
12) Kulit
a) Pada bayi prematur (usia kehamilan 23-28 minggu)
dengan sedikit lemak subkutan, kulit bayi akan transulen
dan terlihat vena-vena superfisial. Karena stratum
korneum sangat tipis, kulit bayi prematur mudah terluka
oleh karena tindakan atau manipulasi yang tampaknya
tidak berbahaya sehingga menyebabkan kerusakan
stratum korneum dan permukaan kasar.
b) Saat usia kehamilan 35-36 minggu, bayi dilapisi verniks.
Lapisan verniks tipis muncul pada kehamilan matur dan
biasanya menghilang pada postmatur.
c) Bayi postmatur memiliki kulit seperti kertas dengan kerut-
kerut tajam pada badan dan ekstremitas. Pada bayi
postmatur juga terdapat kuku jari atau pengelupasan kulit
pada distal ekstremitas.
d) Kulit bayi juga ditumbuhi oleh lanugo, yang banyak
terdapat pada punggung.
e) Perlu diinspeksi seluruh kulit untuk mencari adanya tanda
lahir, ataupun bercak-bercak pada kulit seperti milia
(papula keputihan 1-2 mm, umumnya ditemukan pada
wajah bayi) dan bercak mongol(suatu daerah
hiperpigementasi yang tidak menonjol (datar), lebih
banyak terjadi di seluruh pantat atau badan; umumnya
terjadi pada bayi kulit hitam atau oriental.

i. Perawatan Bayi Baru Lahir


Program dan Kebijakan Teknis, yaitu :
1) Kunjungan Neonatal I : 6- 48 jam setelah persalinan
2) Kunjungan Neonatal II : hari ke 3-7 setelah persalinan

56
3) Kunjungan Neonatal III : hari ke 8-28 setelah persalinan
(PWS KIA, 2009)

j. Pencegahan Infeksi pada Mata


Bayi baru lahir harus mendapatkan profilaksis mata terhadap
infeksi yang disebabkan oleh Gonore atau Clamidia. Pelindung
terbaik terhadap Gonore atau Clamidia ialah salep mata
Eritromisin 0,5% yang menyebar dari kontur mata dalam ke kontur
mata luar (Varney, 2007).
Tetes mata untuk pencegahan infeksi mata dapat diberikan
setelah ibu atau keluarga memomong bayi dan diberi ASI.
Pencegahan infeksi tersebut menggunakan salep mata Tetrasiklin
1%. Salep mata tersebut harus diberikan dalam waktu 1 jam
setelah kelahiran (APN, 2014).

k. Profilaksis Perdarahan Bayi Baru Lahir


Bayi baru lahir cenderung memiliki kadar vitamin K dan
cadangan vitamin K dalam hati yang relatif lebih rendah dibanding
bayi yang lebih besar. Sementara itu pasokan vitamin K dari ASI
rendah, sedangkan pasokan vitamin K dari makanan tambahan dan
sayuran belum dimulai. Hal ini menyebabkan bayi baru lahir
cenderung mengalami defisiensi vitamin K sehingga beresiko tinggi
untuk mengalami perdarahan intracranial (HTA, 2003).
Semua bayi baru lahir harus diberikan vitamin K1 injeksi 1 mg
intramuscular di paha kiri sesegera mungkin untuk mencegah
perdarahan bayi baru lahir akibat defisiensi vitamin K yang dapat
dialami sebagian bayi baru lahir (APN, 2014).

l. Pemberian Imunisasi Hepatitis B


Centre for Desease Control merekomendasikan agar semua
bayi baru lahir mendapatkan rangkaian imunisasi untuk Hepatitis B
segera setelah lahir. Sebagai alasannya adalah tindakan ini
memberikan perlindungan bagi bayi baru lahir yang ibunya
memiliki antigen permukaan hepatitis B yang tidak terdiagnosis
pada saat kelahiran, dengan pemajanan selanjutnya pada bayi

57
baru lahir. Vaksin tersebut efektif untuk mencegah penularan
perinatal bayi baru lahir.
Bayi-bayi yang lahir dari ibu dengan HbsAg positif harus
mendapatkan imunisasi Hepatitis B dan 0,5 ml Hepatitis B Immuno
Globulin (HBIG) dalam 12 jam setelah lahir. Dosis kedua
dianjurkan pada usia 1-2 bulan. Dosis terakhir dalam rangkaian
vaksinasi tidak boleh diberikan sebelum usia 6 bulan. Bayi-bayi ini
harus di uji untuk HbsAg dan anti-HBs pada usia 9-15 bulan.
Bayi yang lahir dari ibu dengan status HbsAg tidak diketahui
harus menerima dosis pertama rangkaian Hepatitis B dalam 12
jam setelah lahir.

m. Inisiasi Menyusu Dini (IMD)


Inisiasi Menyusu Dini merupakan proses membiarkan bayi
mencari dan minum ASI sendiri segera setelah lahir. Di luar negeri
sudah menyadari hal ini sejak 1987 namun di Idonesia baru
menyadari pada tahun 2006. Proses Inisiasi Menyusui Dini
merupakan proses alami yang seharusnya dilakukan setelah
seorang ibu melahirkan bayinya.
Ada beberapa hal yang akan terjadi selama proses ini adalah:
1) Sesaat setelah ari-ari dipotong, bayi langsung
diletakkan di dada ibu tanpa membersihkan bayi kecuali
tangannya, kulit bertemu kulit. Suhu badan ibu yang baru
melahirkan 1 derajat lebih tinggi. Namun jika si bayi
kedinginan, otomatis suhu badan ibu menjadi 2 derajat dan
jika si bayi kepanasan, suhu badan ibu akan turun 1 derajat.
Setelah diletakkan didada ibu, biasanya bayi akan diam
selama 20-30 menit, hal ini terjadi karena bayi sedang
menetralisir keadaannya setelah terauma melahirkan.
2) Bayi merasa lebih tenang, otomatis kaki bayi mulai
bergerak-gerak seperti hendak merangkak. Gerakan ini pun
bukanlah gerakan tanpa makna karena kaki bayi pasti akan
menginjak-menginjak perut ibunya diatas rahim. Gerakan ini
bertujuan untuk menghentikan perdarahan ibu. Lama dari
proses ini tergantung dari bayi

58
3) Bayi mencium tangannya
Bau tangan bayi sama dengan bau air ketuban dan wilayah
sekitar putting ibu juga memiliki bau yang sama, jadi dengan
mencium bau tangannya membantu mengarahkan kemana
dia akan bergerak. Ketika sudah mendekati puting ibu, bayi
akaan menjilat-jilat dada ibu. Jilatan ini berfungsi
membersihkan dada ibu dari bakteri-bakteri jahat dan begitu
masuk ketubuh bayi akan di ubah menjadi bakteri yang baik
dalam tubuhnya. Lamanya kegiatan ini juga tergantung dari
bayi karena hanya bayi yang tahu seberapa banyak dia harus
membersihkan dada ibu
4) Bayi meremas-remas putting susu ibu. Ini untuk
merangsang ASI segera berproduksi dan bisa keluar.
Lamanya kegiatan ini juga tergantung dari bayi.
5) Mulailah bayi menyusu

4. Neonatus
a. Pengertian
Neonatus adalah masa bayi selama 28 hari pertama
setelah bayi lahir (usia 0-28 hari). (Saifuddin, AB, 2015).
Pelayanan Kesehatan Neonatus adalah pelayanan sesuai
standar yang diberikan oleh nakes yang kompeten kepada
neonatus sedikitnya 3x selama periode 0-28 hari setelah lahir
pelaksanaan pelayanan kesehatan neonatus :
1) Kunjungan neonatal K1 (Kn1) dilakukan pada hari ke 6-8 jam
setelah lahir.
2) Kunjungan neonatal K2 (Kn2) dilakukan pada hari ke 3-7
setelah lahir.
3) Kunjungan neonatal K3 (Kn3) dilakukan pada hari ke 8-28 hari
setelah persalinan.

Kunjungan ini bertujuan untuk meningkatkan akses neonatus


terhadap pelayanan keseahatan dasar mengetahui sendini
mungkin bila terdapat kelaian / masalah kesehatan pada
neonatus. Resiko terbesar kematian neonatus terjadi pada 24 jam
pertama kehidupan, minggu pertama \dan bulan pertama

59
kehidupan sehingga jika bayi lahir di pasilitaskan kesehatan
sangat dianjurkan untuk tetap tinggal selama 24 jam pertama.
Pelayanan kesehatan neonatal dasar dilakukan secara koferensif
dengan melakukan pemeriksaan bayi bari lahir dan penggunaan
pendekatan manajemen terpadu bayi (MTBM) untuk memastikan
bayi dalam keadaan sehat).

5. Nifas
a. Pengertian
Masa puerperium atau masa nifas mulai setelah partus
selesai, dan berakhir setelah kira-kira 6 minggu. Akan tetapi,
seluruh alat genital baru pulih kembali seperti sebelum ada
kehamilan dalam waktu 3 bulan (Wiknjosastro, 2014).
Masa nifas didefinisikan sebagai periode selama dan
setelah kelahiran. Namun secara popular, diketahui istilah tersebut
mencakup 6 minggu berikutnya saat terjadi involusi kehamilan
normal (Cunningham, 2006).

b. Etiologi
Lahirnya hasil konsepsiyang berada didalam rahim (Huliana,
2003).

c. Fisiologi
Setelah plasenta dilahirkan, tinggi fundus uteri kira-kira setinggi
pusat, segera setelah plasenta lahir, tinggi fundus uteri kira-kira ±
2 jari di bawah pusat. Uterus menyerupai suatu buah advokat
gepeng berukuran panjang ± 15 cm, lebar ± 12 cm, dan tebal ± 10
cm. Sedangkan pada bekas implantasi plasenta lebih tipis dari
bagian lain. Korpus uteri sekarang sebagian besar merupakan
miometrium yang dibungkus serosa dan dilapisi desidua. Dinding
anterior dan posterior menempel dengan tebal masing-masing 4-5
cm. Oleh karena adanya kontraksi rahim, pembuluh darah
tertekan sehingga terjadi ischemia. Selama 2 hari berikut uterus
tetap dalam ukuran yang sama baru 2 minggu kemudian turun

60
kerongga panggul dan tidak dapat diraba lagi diatas symfisis dan
mencapai ukuran normal dalam waktu 4 minggu.

d. Perubahan Anatomi dan Fisiologi Masa Nifas


1) Adanya perubahan fisik
a) Uterus (Rahim)
Setelah persalinan uterus seberat ± 1 kg, karena involusio
1 minggu kemudian beratnya sekitar 500 gram, dan pada
akhir minggu kedua menjadi 300 gram dan segera
sesudah minggu kedua menjadi 100 gram. Jumlah sel-sel
otot tidak berkurang banyak hanya saja ukuran selnya
yang berubah.
Setelah persalinan tempat plasenta terdiri dari banyak
pembuluh darah yang mengalami trombus. Setelah
kelahiran, ukuran pembuluh darah ekstra uteri mengecil
menjadi sama atau sekurang-kurangnya mendekati
ukuran sebelum hamil.
b) Serviks (Leher rahim)
Serviks menjadi tebal, kaku dan masih terbuka selama 3
hari. Namun ada juga yang berpendapat sampai 1
minggu. Bentuk mulut servik yang bulat menjadi agak
memanjang dan akan kembali normal dalam 3-4 bulan.
c) Vagina
Vagina yang bengkak serta lipatan (rugae) yang hilang
akan kembali seperti semula setelah 3-4 minggu.
d) Abdomen
Perut akan menjadi lembek dan kendor. Proses involusio
pada perut sebaiknya diikuti olahraga atau senam
penguatan otot-otot perut. Jika ada garis-garis biru
(striae) tidak akan hilang, kemudian perlahan-lahan akan
berubah warna menjadi keputihan.
e) Payudara
Payudara yang membesar selama hamil dan menyusui
akan kembali normal setelah masa menyusui berakhir.

61
Untuk menjaga bentuknya dibutuhkan perawatan yang
baik.
f) Kulit
Setelah melahirkan, pigmentasi akan berkurang,
sehingga hiperpigmentasi pada muka, leher, payudara
dan lainnya akan menghilang secara perlahan-lahan.
2) Involusio uterus dan pengeluaran lochea
Dengan involusio uteri, maka lapisan lapisan luar dari desidua
yang mengelilingi situs plasenta akan menjadi nekrotik.
Desidua yang mati akan keluar bersama-sama dengan sisa
cairan, campuran antara darah yang dinamakan lochea.
Biasanya berwarna merah, kemudian semakin lama semakin
pucat, dan berakhir dalam waktu 3-6 minggu.
a) Lochea Rubra
Sesuai dengan namanya yang muncul pada hari pertama
post partum sampai hari keempat. Warnanya merah yang
mengandung darah dan robekan/luka pada tempat
perlekatan plasenta serta serabut desidua dan korion.
b) Lochea Serosa
Berwarna kecoklatan, mengandung lebih sedikit darah,
banyak serum, juga leukosit. Muncul pada hari kelima
sampai hari kesembilan.
c) Lochea Alba
Warnanya lebih pucat, putih kekuning-kuningan dan
mengandung leukosit, selaput lendir servik serta jaringan
yang mati. Timbulnya setelah hari kesembilan.
3) Laktasi atau pengeluaran ASI
Selama kehamilan hormon estrogen dan progesteron
menginduksi perkembangan alveolus dan duktus laktiferus
didalam payudara dan juga merangsang produksi kolostrum.
Namun produksi ASI akan berlangsung sesudah kelahiran
bayi saat kadar hormon estrogen dan progesteron menurun.

Pelepasan ASI berada dibawah kendali neuro-endokrin,


rangsangan sentuhan payudara (bayi mengisap) akan

62
merangsang produksi oksitosin yang menyebabkan kontraksi
sel mioepitel.
Hisapan bayi memicu pelepasan ASI dari alveolus
mammae melalui duktus kesinus lactiverus.Cairan pertama
yang diperoleh bayi sesudah ibunya melahirkan adalah
kolostrum, yang mengandung campuran yang lebih kaya akan
protein, mineral, dan antibody daripada ASI yang telah
mature. ASI yang mature muncul kira-kira pada hari ketiga
atau keempat setelah kelahiran.
4) Perubahan sistem tubuh lain
a) Endokrin
Endokrin diproduksi oleh kelanjar hypofise anterior,
meningkat dan menekan produksi FSH (Folicle
Stimulating Hormon) sehingga fungsi ovarium tertunda.
Dengan menurunnya.
b) Hemokonsentrasi
Volume darah yang meningkat saat hamil akan kembali
normal dengan adanya mekanisme kompensasi yang
menimbulkan hemokonsentrasi, umumnya terjadi pada
hari ketiga dan kelima.

e. Aspek Psikologis Post Partum

Dibagi dalam beberapa fase yaitu :


1) Fase “Taking In”
a) Perhatian ibu terhadap kebutuhan dirinya, fase ini
berlangsung selama 1-2 hari.
b) Ibu memperhatikan bayinya tetapi tidak menginginkan
kontak dengan bayinya. Ibu hanya memerlukan informasi
tentang bayinya.
c) Ibu memerlukan makanan yang adekuat serta
istirahat/tidur.

2) Fase “Taking Hold”


a) Fase mencari pegangan, berlangsung ±10 hari.
b) Ibu berusaha mandiri dan berinisiatif.

63
c) Perhatian terhadap kemampuan diri untuk mengatasi
fungsi tubuhnya seperti kelancaran BAB, BAK, duduk,
jalan dan lain sebagainya.
d) Ibu ingin belajar tentang perawatan diri dan bayinya.
e) Timbul rasa kurang percaya diri.
3) Fase “Letting Go”
a) Ibu merasakan bahwa bayinya terpisah dari dirinya.
b) Ibu mandapatkan peran dan tanggung jawab baru
c) Terjadi peningkatan kemandirian diri dalam merawat diri
dan bayinya.
d) Terjadi penyesuaian dalam hubungan keluarga dan
bayinya.
Ada yang membagi aspek psikologis masa nifas adalah
sebagai berikut :
1) Fase Honeymoon
Fase honeymoon adalah fase setelah anak lahir dimana
terjadi kontak yang lama antara ibu, ayah dan anak pada fase
ini.
a) Tidak memerlukan hal-hal yang romantis
b) Saling memperhatikan anaknya dan menciptakan
hubungan yang baru.
2) Bounding and Attachment
Menurut Nelson Attachment, bonding adalah dimulainya
interaksiemosi sensorik fisik antara orang tua dan bayi segera
setelah lahir. Menurut Nelson Attachment adalah ikatan aktif
yang terjadi antara individu.
3) Post Partum Blues
Keadaan dimana wanita :
a) Kadang-kadang mengalami kekecewaan yang berkaitan
dan mudah tersinggung dan terluka
b) Nafsu makan dan pola tidur terganggu, biasanya terjadi di
Rumah Sakit karena adanya perubahan hormon dan
perlu transisi.
c) Adanya rasa ketidaknyamanan, kelelahan, kehabisan
tenaga yang menyebabkan ibu tertekan

64
d) Dapat diatasi dengan menangis. Bila tidak teratasi dapat
menyebabkan depresi.
e) Dapat dicegah dengan memberikan penyuluhan
sebelumnya bahwa hal tersebut diatas adalah normal.

f. Asuhan masa nifas


Program dan kebijakan teknismeliputi :
1) Kunjungan nifas pertama pada masa 6 jam sampai dengan 3
hari setelah persalinan.
2) Kunjungan nifas ke dua dalam waktu hari ke-4 sampai
dengan hari ke-28 setelah persalinan.
3) Kunjungan nifas ke tiga dalam waktu hari ke-29 sampai
dengan hari ke-42 setelah persalinan.
(Depkes RI, Panduan PWS KIA 2009)

Tujuan asuhan masa nifas :


1) Menjaga kesehatan
ibu maupun bayinya, baik fisik maupun psikologis.
2) Melaksanakan
skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati
atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya.
3) Memberikan
pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri,
nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi
kepada bayinya dan perawatan bayi sehat.
4) Memberikan
pelayanan keluarga berencana.

Tindakan yang baik untuk asuhan masa nifas normal pada ibu
hamil :
1) Kebersihan diri
a) Anjurkan ibu bagaimana membersihkan daerah kelamin
dengan air dan sabun didaerah vulva terlebih dahulu, dari

65
depan ke belakang, baru kemudian membersihkan
daerah anus. Dibersihkan setiap kali setelah selesai
buang air kecil dan buang air besar.
b) Sarankan ibu untuk mengganti pembalut setidaknya 2 kali
sehari
c) Sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun
dengan air mengalir sebelum dan sesudah membersihkan
daerah kemaluan.
d) Jika ibu mempunyai luka operasi atau laserasi, tidak
diperkenankan untuk menyentuh daerah luka.
2) Istirahat
a) Anjurkan kepada ibu untuk beristirahat dengan cukup
guna mencegah kelelahan yang berlebihan. Ibu tidur
pada saat bayinya juga tidur.
b) Sarankan ibu kembali ke kegiatan rumah tangga biasa
secara bertahap.
3) Latihan
a) Diskusikan pentingnya mengembalikan otot-otot perut
dan panggul, kembali seperti keadaan sebelum hamil.
b) Jelaskan bahwa latihan tertentu beberapa menit setiap
hari akan sangat membantu, seperti misalnya latihan
kegel.
4) Gizi
a) Mengkonsumsi tambahan 500 kalori setiap hari
b) Makan dengan diet seimbang untuk mendapatkan
protein, mineral dan vitamin yang cukup
c) Minum sedikitnya 3 liter air setiap hari (anjurkan ibu
minum setiap kali setelah selesai menyusui)
d) Tablet tambah darah harus di minum untuk menambah
zat gizi setidaknya selama 40 hari pasca persalinan
e) Minum kapsul vitamin A (200.000 IU)
5) Perawatan payudara
a) Menjaga payudara tetap bersih
b) Menggunakan bra yang menyokong payudara
c) Rawat payudara bila bengkak atau lecet

66
d) Hubungan intim (suami istri): Begitu darah merah sudah
tidak lagi keluar, dan ibu tidak merasa ada
ketidaknyamanan, maka hubungan intim sudah dapat
dimulai atau sesuai dengan kepercayaan yang dianut ibu.
(Saifuddin, 2014)

g. Prognosa dan Komplikasi


1) Prognosis
Masa nifas normal, jika involusio uterus, pengeluaran lochea,
pengeluaran ASI dan perubahan sistem tubuh, termasuk
keadaan psikologis ibu normal (Saifuddin, 2014).
2) Komplikasi
Komplikasi pada masa nifas yang biasa terjadi adalah :
a) Infeksi nifas
b) Kelainan atau gangguan pada mammae
(1) Mastitis
(2) Bendungan ASI
(3) Kelainan puting susu
c) Sub involusio
d) Perdarahan nifas sekunder
e) Tromboflebitis

h. Bendungan ASI
a. Pengertian
Bendungan ASI adalah pembendungan air susu karena
penyempitan duktus laktiferi atau kelenjar-kelenjar tidak
dikosongkan dengan sempurna atau karena kelainan pada
puting susu. Bendungan air susu adalah terjadinya
pembengkakan pada payudara karena peningkatan aliran
vena dan limfe sehingga menyebabkan bendungan ASI dan
rasa nyeri disertai kenaikan suhu badan. (Sarwono, 2014)
b. Etiologi
Bendungan air susu dapat terjadi pada hari kedua atau ketiga
ketika payudara telah memproduksi air susu. Bendungan
disebabkan oleh pengeluaran air susu yang tidak lancar,

67
karena bayi tidak cukup sering menyusu, produksi meningkat,
terlambat menyusukan, hubungan dengan bayi (bonding)
kurang baik dan dapat pula karena adanya pembatasan waktu
menyusui. (Sarwono, 2014)
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan bendungan ASI
yaitu :
1) Pengosongan mammae yang tidak sempurna
Dalam masa laktasi, terjadi peningkatan produksi ASI
pada ibu yang berlebihan. Apabila bayi sudah kenyang
dan selesai menyusu dan payudara tidak dikosongkan,
maka terdapat sisa ASI pada payudara.
2) Faktor hisapan bayi yang tidak aktif
Pada masa laktasi, bila ibu tidak menyusukan bayinya
sesering mungkin atau jika bayinya tidak aktif menghisap.
3) Faktor posisi menyusui bayi yang tidak benar
Teknik yang salah dalam menyusui dapat mengakibatkan
puting susu menjadi lecet dan menimbulkan rasa nyeri
saat menyusu. Akhirnya ibu tidak mau menyusui bayinya.
4) Puting susu terbenam
Puting susu yang terbenam akan menyulitkan bayi untuk
menyusu karena bayi tidak dapat menghisap puting dan
areola, bayi tidak mau menyusu.
5) Puting susu terlalu panjang
Puting susu terlalu panjang menimbulkan kesulitan pada
saat menyusu karena bayi tidak dapat menghisap areola
dan merangsang sinus laktiferus untuk mengeluarkan
ASI.

Terapi dan pengobatan menurut Prawirohardjo


(2014) adalah :
a) Anjurkan ibu untuk tetap menyusui bayinya
b) Anjurkan ibu untuk melakukan post natal breast care
c) Lakukan pengompresan dengan air hangat sebelum
menyusui dan kompres dingin sesudah menyusui
untuk mengurangi rasa nyeri

68
d) Gunakan BH yang menopang
e) Berikan paracetamol 500mg untuk mengurangi rasa
nyeri dan menurunkan panas

c. Perawatan Payudara pada Masa Nifas


Dengan tangan yang sudah dilicinkan dengan minyak
lakukan pengurutan 3 macam cara :
1) Tempatkan kedua telapak tangan diantara kedua
payudara kemudian urut ke atas, terus ke samping,
ke bawah, dan melintang hingga tangan menyangga
payudara kemudian lepaskan tangan dari payudara.
2) Telapak tangan kiri menopang payudara kiri dan jari-
jari tangan saling dirapatkan, kemudian sisi
kelingking tangan kanan mengurut payudara dari
pangkal ke arah puting, demikian pula payudara
kanan.
3) Telapak tangan menopang payudara pada cara
kedua kemudian jari tangan kanan dikepalkan
kemudian buku buku jari tangan kanan mengurut dari
pangkal ke arah puting, demikian pula payudara
kanan.(Depkes RI. 1993)

i. Puting Susu Lecet


a. Pengertian
Puting susu terasa nyeri karena lecet bahkan sampai
mengeluarkan darah dan terasa nyeri. ( Ambarwati dan
Wulandari, 2008)

b. Penyebab puting susu lecet


Menurut Suherni dkk (2009), beberapa penyebab yang
menjadikan puting susu lecet adalah sebagai berikut :
1) Bayi tidak menyusu sampai ke kalang payudara, karena
kesalahan dalam teknik menyusui.

69
2) Puting susu terpapar (ada sisa) bahan-bahan seperti
sabun, krim, alkohol, karena mencuci puting susu
menggunakan bahan-bahan tersebut.
3) Penyakit moniliasis pada puting susu yang berasal dari
moniliasis pada mulut bayi yang menular ke puting susu.
4) Frenulum lidah bayi pendek, sehingga bayi susah
menghisap sampai kalangan payudara, karenanya hisapan
hanya sampai ke puting susu.
5) Teknik ibu menghentikan bayi menyusui kurang tepat

6. Keluarga Berencana (KB)


a. Pengertian
Keluarga berencana adalah salah satu usaha untuk mencapai
kesejahteraan dengan jalan memberikan nasehat perkawinan,
pengobatan kemandulan dan penjarangan kehamilan (Perawatan
Ibu Paska Melahirkan, 2003).

b. Tujuan
Keluarga berencana adalah tindakan yang membantu individu
atau pasangan suami istri untuk :
1) Mendapatkan obyek tertentu
2) Menghindari kehamilan yang tidak diinginkan
3) Mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan
4) Mengatur interval diantara kehamilan
5) Mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan
suami istri
6) Menentukan jumlah anak yang diinginkan

c. Macam-macam metode kontrasepsi


1) Metode sederhana
a) Tanpa alat, disebut juga cara KB alamiah.
(1) Pantang berkala
(2) Metode kalender

70
(3) Metode suhu basal
(4) Metode lendir servik
(5) Koitus interuptus
(6) Amenora laktasi
b) Dengan alat, secara mekanis (barier) :
(1) Kondom
(2) Barier intravagina : diafragma, kap servik, spons.
(3) Secara kimia (Spermicid)
(4) Vaginal krem
(5) Vaginal foam
(6) Vaginal jelly
(7) Vaginal tablet busa
2) Metode Efektif
a) Kontrasepsi hormonal
(1) Peroral : Pil oral kombinasi, Mini Pil, Morning after
Pil.
(2) Injeksi : DMPA, Net-Oen, Implan.
b) IUD (AKDR)
3) Kontrasepsi mantap : Vasektomi dan Tubektomi

d. Metode Amenorea Laktasi


1) Pengertian Metode Amenorea Laktasi
Metode amenorea laktasi (MAL) atau disebut juga Lactational
Amenorrhea Method (LAM) adalah salah satu metode dalam
merencanakan kehamilan (kontrasepsi) yang bersifat alamiah
dan sementara. MAL diterapkan dengan mengandalkan
pemberian ASI eksklusif kepada bayi di bawah 6 bulan dan
kondisi infertilitas postpartum alami wanita yang terjadi setelah
persalinan dan dapat diperpanjang dengan menyusui. Karena
bagi ibu yang tidak menyusui, fertilitas mungkin kembali
normal dalam waktu empat minggu setelah persalinan.
(Varney, 2006)
2) Mekanisme Kerja
a) Menunda atau menekan ovulasi

71
b) Saat laktasi / menyusui, hormon yang berperan adalah
prolaktin dan oksitosin.
c) Semakin sering menyusui, maka kadar prolaktin
meningkat dan hormone gonadotrophin melepaskan
hormone penghambat (inhibitor)
d) Hormot penghambat akan mengurangi kadar estrogen,
sehingga tidak terjadi ovulasi.
e) (Hidayati, 2009)
3) Efektivitas
Metode kontrasepsi ini memiliki efektivitas tinggi (keberhasilan
98% pada enam bulan pasca persalinan bila ASI menjadi
satu-satunya sumber nutrisi pada bayi, segera efektif pasca
persalinan, dan tidak mengganggu senggama. Selain itu juga
tidak ada efek samping secara sistemik, dan tidak
memerlukan pengawasan medis dan tidak memerlukan
pengawasan medis dan tida memerlukan obat atau alat,
sehingga tidak perlu mengeluarkan biaya.
4) Keuntungan Penggunaan Metode Amenorea Laktasi
Keuntungan Metode Amenorea Laktasi (MAL) memberikan
manfaat kontrasepsi maupun non kontrasepsi.
a) Keuntungan Kontrasepsi
1) Efektifitas tinggi (98%) apabila digunakan selama
enam bulan pertama setelah melahirkan, belum
mendapat haid dan menyusui eksklusif.
2) Dapat segera dimulai setelah melahirkan.
3) Tidak memerlukan prosedur khusus, alat maupun
obat.
4) Tidak memerlukan pengawasan medis.
5) Tidak mengganggu senggama.
6) Mudah digunakan.
7) Tidak perlu biaya.
8) Tidak menimbulkan efek samping sistemik.
9) Tidak bertentangan dengan budaya maupun agama.
b) Keuntungan Nonkontrasepsi
Keuntungan non kontrasepsi dari MAL antara lain :

72
Untuk bayi
1) Mendapatkan kekebalan pasif.
2) Peningkatan gizi.
3) Mengurangi resiko penyakit menular.
4) Terhindar dari keterpaparan terhadap kontaminasi air,
susu formula atau alat minum yang dipakai.
Untuk ibu
1) Mengurangi perdarahan post partum/setelah
melahirkan.
2) Membantu proses involusi uteri (uterus kembali
normal).
3) Mengurangi resiko anemia.
4) Meningkatkan hubungan psikologi antara ibu dan
bayi.
5) Kekurangan/ keterbatasan penggunaan Metode
Amenorea Laktasi
Metode Amenorea Laktasi (MAL) mempunyai kekurangan
antara lain:
a. Memerlukan persiapan dimulai sejak kehamilan.
b. Metode ini hanya efektif digunakan selama 6 bulan setelah
melahirkan, belum mendapat haid dan menyusui secara
eksklusif.
c. Tidak melindungi dari penyakit menular seksual termasuk
Hepatitis B ataupun HIV/AIDS.
d. Tidak menjadi pilihan bagi wanita yang tidak menyusui.
e. Kesulitan dalam mempertahankan pola menyusui secara
eksklusif.
6) Indikasi dan Kontraindikasi
a) Indikasi
(1) Ibu yang menyusui secara eksklusif dan bayinya
berusia kurang dari 6 bulan.
(2) Belum mendapat menstruasi setelah melahirkan.
(3) Kita dapat mendorong ibu untuk memilih metode lain
dengan tetap menganjurkannya untuk melanjutkan
ASI, saat terjadi keadaan-keadaan seperti:

73
a. Bayi mulai diberikan makanan pendamping
secara teratur (menggantikan satu kali
menyusui).
b. Menstruasi sudah mulai kembali.
c. Bayi sudah tidak terlalu sering menyusu.
d. Bayi sudah berusia 6 bulan atau lebih.
b) Kontraindikasi
1) Sudah mendapat menstruasi setelah persalinan.
2) Tidak menyusui secara eksklusif.
3) Bayinya sudah berumur lebih dari 6 bulan.
4) Bekerja dan terpisah dari bayi lebih lama dari 6 jam.
(Hidayati, 2009)
7) Waktu Mulai Menggunakan Metode Amenore Laktasi
1. Bayi harus berusia kurang dari 6 bulan.
2. Wanita yang belum mengalami perdarahan pervaginam
setelah 56 hari pascapartum.
3. Pemberian ASI harus merupakan sumber nutrisi yang
eksklusif untuk bayi. (Varney, 2006)

B. KONSEP MANAJEMEN VARNEY DAN PENDOKUMENTASIAN SOAP


1. Konsep Manajemen Varney
Manajemen Kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang
digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan
tindakan berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan, keterampilan
dalam rangkaian/tahapan yang logis untuk pengambilan suatu
keputusan yang berfokus pada klien (Varney, 2007).
Langkah- langkah Manajemen Kebidanan
a. Langkah I (Pertama) : Tahap
Pengumpulan Data Dasar
Pada langkah ini dikumpulkan semua informasi yang akurat
dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi
klien.
Untuk memperoleh data dilakukan dengan cara :
1) Anamnesa

74
Biodata, riwayat menstruasi, riwayat kesehatan, riwayat
kehamilan, persalinan dan nifas, biopsikososiospritual dan
pengetahuan klien.
2) Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan
pemeriksaan tand-tanda vital.
3) Pemeriksaan khusus
Inspeksi,palpasi, auskultasi dan perkusi
4) Pemeriksaan penunjang
Laboratorium, catatan terbaru dan sebelumnya. Tahap ini
merupakan langkah awal yang akan menentukan
langkahberikutnya. Sehingga kelengkapan data sesuai
dengan kasus yang dihadapi akan menentukan proses
interpretasi yang benar atau tidak dalam tahap selanjutnya.
Sehingga dalam tahapan ini harus komprehensip meliputi data
subyektif, obyektif, dan hasil pemeriksaan sehingga dapat
menggambarkan kondisi/masalah klien yang sebenarnya atau
valid.
b. Langkah II (Kedua) : Interpretasi Data
Dasar
Pada langkah ini dilakukan identifikasi terhadap diagnosa atau
masalah bukan berdasarkan interpretasi yang benar atas data-
data yang dikumpulkan.
1) Diagnosa Kebidanan
Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan bidan
dalam lingkup praktek kebidanan dan memenuhi standar
nomenklatur.Diagnosa kebidanan yaitu :
a) Diakui dan telah disyahkan oleh profesi
b) Berhubungan langsung dengan praktek kebidanan
c) Memiliki ciri khas kebidanan
d) Didukung oleh clinical judgement dalam praktek
kebidanan
e) Dapat dijelaskan dengan pendekatan manajeman
kebidanan
2) Masalah

75
Masalah adalah hal yang berkaitan dengan pengalaman klien
yang ditemukan dari hasil pengkajian atau yang menyertai
diagnose.
3) Kebutuhan
Kebutuhan adalah hal-hal yang dibutuhkan oleh klien dan
belum teridentifikasi dalam diagnosa dan masalah yang
didapatkan dengan melakukan analisa data.
c. Langkah III (Ketiga): Mengidentifikasi
Diagnosa atau Masalah Potensial dan Mengantisipasi
Penanganannya
Pada langkah ini kita mengidentifikasi diagnosa atau masalah
potensial berdasarkan diagnosa atau masalah yang sudah
diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila
memungkinkan dilakukan pencegahan.
d. Langkah IV (Keempat): Menetapkan
Kebutuhan Terhadap Tindakan Segera, untuk Melakukan
Konsultasi, Kolaborasi dengan Tenaga Kesehatan Lain
Berdasarkan Kondisi Klien.
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau
dokter dan untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan
anggota tim kesehatan yang sesuai dengan kondisi klien. Langkah
keempat mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen
kebidanan. Kaji ulang apakah tindakan segera ini benar-benar
dibutuhkan.
e. Langkah V (Kelima): Menyusun Rencana Asuhan yang
Menyeluruh
Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh
ditentukan oleh langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan
kelanjutan manajemen terhadap masalah atau diagnosa yang
diidentifikasi atau antisipasi. Rencana asuhan yang menyeluruh
tidak hanya meliputi apa-apa yang sudah teridentifikasi dari
kondisi klien atau dari setiap masalah yang berkaitan tapi juga jadi
kerangka pedoman antisipasi terhadap wanita tersebut seperti apa
yang akan terjadi berikutnya.

76
f. Langkah VI (Keenam) : Pelaksanaan
Langsung Asuhan dengan Efisien dan Aman.
Pada langkah VI ini langkah V dilaksanakan dengan efisien
dan aman. Pelaksanaan ini biasa dilakukan seluruhnya oleh bidan
atau sebagian lagi oleh klien, atau anggota tim kesehatan lainnya.
Walau bidan tidak melakukan sendiri ia tetap memikul tanggung
jawab untuk mengarahkan pelaksanaannya.
g. Langkah VII (Ketujuh): Mengevaluasi
Yang dilakukan adalah mengevaluasi keefektifan dari asuhan
yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan
bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan
kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi di dalam diagnosa
dan masalah.
Ada kemungkinan bahwa sebagian rencana tersebut efektif
sedang sebagian belum efektif. Maka perlu mengulang kembali
dari awal setiap asuhan yang tidak efektif melalui manajemen
untuk mengidentifikasi mengapa proses manajemen tidak efektif
serta melakukan penyesuaian pada rencana tersebut.

2. Pendokumentasian SOAP
Manajemen kebidanan merupakan suatu metode atau bentuk
pendekatan yang digunakan oleh bidan dalam memberikan asuhan
kebidanan. Asuhan yang telah dilakukan harus dicatat secar benar,
jelas, singkat, logis dalam suatu metode pendokumentasian.
Pendokumentasian yang benar adalah pendokumentasian yang
dapat mengkomunikasikan kepada orang lain mengenai asuhan yang
telah dilakukan pada seorang klien, yang dialamnya tersirat proses
berpikir yang sistematis seorang bidan dalam menghadapi seorang
klien sesuai langkah - langkah dalam proses manajemen kebidanan.
Menurut Helen Varney, alur berpikir saat menghadapi klien
meliputi 7 langkah.Untuk orang lain mengetahui apa yang telah
dilakukan oleh seorang bidan melalui proses berpikir sistematis,
didokumentasikan dalam bentuk SOAP, yaitu :

77
a. S = Subyektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data
klien melalui anamnesa sebagai langkah I Varney.
b. O = Obyektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik
klien, hasil laboratorium dan test diagnostik lain yang
dirumuskandalam data fokus untuk mendukung asuhan sebagai
langkah I Varney.

c. A = Analisa
Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan
interprestasi data subyaktif dan obyektif dalam suatu identifikasi :
1) Diagnosa/masalah.
2) Antisipasi diagnosa/masalah potensial.
3) Perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter,
konsultasi/ kolaborasi dan atau rujukan sebagai langkah 2, 3,
dan 4 Varney.

d. P = Penatalaksanaan
Menggambarkan pendokumentasian dari tindakan (1) dan
Evaluasi perencanaan (E) berdasarkan analisa sebagai langkah 5,
6, dan 7 Varney

78

Anda mungkin juga menyukai