Disusun oleh:
Cupriyanti / 2014901013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan
penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus (Sylvia A,
Price, 2012). Hal ini dapat terjadi dikarenakan kelainan didalam lumen usus, dinding usus
atau benda asing diluar usus yang menekan, serta kelainan vaskularisasi pada suatu
segmen usus yang dapat menyebabkan nekrosis segmen usus (Indrayani, 2013).
Berdasarkan data dari World Health Organization tahun 2008, diperkiakan penyakit
saluran cerna tergolong 10 besar penyakit penyebab kematian didunia. Indonesia
menempati urutan ke 107 dalam jumlah kematian yang disebabkan oleh penyakit saluran
cerna didunia tahun 2004, yaitu 39,3 jiwa per jiwa (World Health Organization,2008).
Setiap tahunnya, 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosis ileus. Obstruksi usus
sering disebut juga ileus obstruksi yang merupakan kegawatan dalam bedah abdomen
yang sering dijumpai. Ileus obstruksi merupakan 60-70% seluruh kasus akut abdomen
yang bukan apendiksitis akut (Sjamsulhidajat dan De Jong, 2008). Obstruksi ileus
merupakan kegawatan dalam bedah abdominal yang sering dijumpai.sekitar 20% pasien
datang kerumah sakit datang dengan keluhan nyeri abdomen karena obstruksi pada
saluran cerna, 80% terjadi pada usus halus.obstruksi ileus adalah suatu penyumbatan
mekanis pada usus dimana menghambat proses pencernaan secara normal
(Sjamsuhidayat, 2006).
Insiden dari ileus obstruksi pada tahun 2011 diketahui mencapai 16% dari populasi
dunia.statistic dari databerbagai Negara melaporkan terdapat variasi angka kejadian ileus
obstruksi. Di amerika serikat, insiden kejadian ileus obstruksi adalah sebesar 0,13%.
Selain itu laporan data dari Nepal tahun 2007 menyebutkan jumlah penderita ileus
obstruksi dan paralitik dari tahun adalah 1053 kasus (5,32%). (Mukherjee,2012 dalam
Larayanthi,et al.,2012).di Indonesia tercatat kasus obstruksi ileus paralitik dan obstruktif
tanpa hernia yang dirawat inap dan pasien rawat jalan pada tahun 2004 (Departemen
Kesehatan RI, 2010). Penyebab ileus obstruksi berkaitan pada kelompok usia yang
terserang dan letak obstruksi, 50% terjadi pada kelompok usia pertengahan dan tua akibat
perlekatan oleh pembedahan sebelumnya. Tumor ganas dan volvulus merupakan
penyebab tersering obstruksi usus besar pada usia pertengahan dan orang tua, kanker
kolon merupakan penyebab dari 90% ileus obstruksi yang terjadi (Kasminata, et.al,
2013). Penelitian Obaid J.K, (2011), di Malaysia menunjukkan bahwa dari 92 kasus
obstruksi usus didapatkan persentase penyebab obstruksi usus diantaranya, hernia
eksternal sebesar 38%, adhesi sebesar 25%, neoplasma sebesar 15,2%, volvulus sebesar
8,6%, intususepsi sebesar 5,4%, dan penyebab lainnya sebesar 2,17%. Secara keseluruhan
persentase kejadian obstruksi pada usus halus adalah 73,9%, sedangkan pada obstruksi
usus besar adalah 26,1%.3 Banyak proses patologis yang menyebabkan obstruksi usus.
B. Tujuan
1. Tujuan umum:
Mengetahui proses asuhan keperawatan pada pasien dengan ileus obstruktif
2. Tujuan khusus
a. Mempelajari konsep penyakit ileus obstruktif
b. Melakukan pengkajian pada pasien ileus obstruktif
c. Menentukan diagnose keperawatan
d. Menentukan intervensi yang tepat
e. Mengimplementasi dan mengevaluasi proses asuhan keperawatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Anatomi fisiologi
a. Anatomi
Usus halus membentang dari pylorus hingga katup ileosekal. Panjang usus
halus sekitar 12 kaki atau 3,6 meter . usus ini mengisi bagian tengah dan rongga
abdomen. Ujung proksimalnya berdiameter sekitar 3,8 cm tetapi makin kebawah
garis tengahnya semakin berkurang sampai menjadi sekitar dua cm. usus halus
dibagi menjadi duodenum, jejunum dan ileum.
Dinding usus halus terdiri dari empat lapisan dasar yang paling luar dibentuk
oleh peritoneum. Peritoneum mempunyai lapisan visceral dan parietal. Ruang
yang terletak diantara lapisan-lapisan ini disebut sebagai rongga peritoneum.
Omentum memilik lipatan-lipatan yang diberi nama yaitu mesenterium yang
merupakan lipatan peritoneum lebar menyerupai kipas yang menggantung
jejenum dan ileum dari dinding posterior abdomen, dan memungkinkan usus
bergerak dengan leluasa. Omentum majus merupakan lapisan ganda peritoneum
yang menggantung dari kurva tura mayor lambung dan berjalan turun kedepan
visera abdomen. Omentum biasanya mengandung banyak lemak dan kelenjar
limfe yang membantu melindungi peritoneum terhadap infeksi. Omentum minus
merupakan lipatan peritoneum yang terbentuk dari kurvatura lambung dan bagian
atas duodenum menuju ke hati, membentuk ligamentum suspensorium
hepatogastrika dan ligamentum hepatoduodenale .
Usus halus mempunyai dua lapisan lapisan luar terdiri dari serabut serabut
longitudinal yang lebih tipis dan lapisan dalam terdiri atas serabut serabut sirkuler.
Penataan yang demikian membantu gerakan peristaltic usus halus. Lapisan
submukosa terdiri atas jaringan ikat sedangkan lapisan mukosa bagian dalam tebal
serta banyak mengandung pembuluh darah dan kelenjar yang berfungsi sebagai
absorbsi. Lapisan mukosa dan sub mukosa membentuk lipatan-lipatn sirkuler yang
disebut sebgai valvula coniventes atau lipatan kercking yang menonjol kedalam
lumen sekitar tiga sampai sepuluh millimeter. Villi merupakan tonjolan-tonjolan
mukosa seperti jari-jari yang jumlahnya sekitar 4 atau 5 juta yang terdapat di
sepanjang usus halus, dengan panjang 0,5 sampai 1,5 mm. Mikrovilli merupakan
tonjolan yang menyerupai jari-jari dengan panjang sekitar 1 mm pada permukaan
luar setiap villus. Valvula coni ventes vili dan mikrovilli sama sama-menambah
luas permukaan absorbsi hingga 1,6 juta cm2.
b. Fisiologi
Usus halus memepunyai dua fungsi utama yaitu pencernaan dan absorbsi
bahan-bahan nutrisi dan air. Proses pencernaan yaitu proses pemecahan makanan
menjadi bentuk yang dapat tercerna melalui kerja berbagai enzim dalam saluran
gastrointestinal. Proses pencernaan dimulai dari mulut dan lambung oleh kerja
ptyalin, HCL, Pepsin, mucus dan lipase lambung terhadap makanan yang masuk.
Proses ini berlanjut dalam duodenum terutama oleh kerja enzim-enzim pancreas
yang menghindrolisis karbohidrat, lemak dan protein menjadi zat-zat yang lebih
sederhana. Mucus memberikan perlindungan terhadap asam sekeresi empedu dari
hati membantu proses pemecahan dengan mengemulsikan lemak. Sehingga
memberikan permukaan yang lebih luas bagi kerja lipase pancreas.
2. Definisi
a. Ileus obstruksi adalah gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi usus pada
traktus intestinal (Price & Wilson, 2007).
b. Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan
penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus
(Sabara, 2007).
c. Ileus obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan terhambatnya aliran
normal isi usus sedangkan peristaltiknya normal (Reeves, 2005).
d. Obstruksi Ilius adalah gangguan aliran isi usus yang bisa disebabkan oleh adanya
mekanik dan non mekanik sehingga terjadi askumuli cairan dan gas di lumen usus.
3. Etiologi
a. Adhesi (perlekatan usus halus)
merupakan penyebab tersering ileus obstruktif, sekitar 50-70% dari semua
kasus. Adhesi bisa disebabkan oleh riwayat operasi intraabdominal sebelumnya
atau proses inflamasi intraabdominal. Obstruksi yang disebabkan oleh adhesi
berkembang sekitar 5% dari pasien yang mengalami operasi abdomen dalam
hidupnya. Perlengketan kongenital juga dapat menimbulkan ileus obstruktif di
dalam masa anak-anak.
b. Hernia inkarserata eksternal ( inguinal, femoral, umbilikal, insisional, atau
parastomal) merupakan yang terbanyak kedua sebagai penyebab ileus obstruktif,
dan merupakan penyebab tersering pada pasien yang tidak mempunyai riwayat
operasi abdomen. Hernia interna (paraduodenal, kecacatan mesentericus, dan
hernia foramen Winslow) juga bisa menyebabkan hernia.
c. Neoplasma.Tumor primer usus halus dapat menyebabkan obstruksi intralumen,
sedangkan tumor metastase atau tumor intra abdominal dapat menyebabkan
obstruksi melalui kompresi eksternal.
d. Intususepsi usus halus menimbulkan obstruksi dan iskhemia terhadap bagian usus
yang mengalami intususepsi. Tumor, polip, atau pembesaran limphanodus
mesentericus dapat sebagai petunjuk awal adanya intususepsi.
e. Penyakit Crohn dapat menyebabkan obstruksi sekunder sampai inflamasi akut
selama masa infeksi atau karena striktur yang kronik.
f. Volvulus sering disebabkan oleh adhesi atau kelainan kongenital, seperti
malrotasi usus. Volvulus lebih sering sebagai penyebab obstruksi usus besar.
g. Batu empedu yang masuk ke ileus. Inflamasi yang berat dari kantong
empedu menyebabkan fistul dari saluran empedu ke duodenum atau usus halus
yang menyebabkan batu empedu masuk ke traktus gastrointestinal. Batu empedu
yang besar dapat terjepit di usus halus, umumnya pada bagian ileum terminal atau
katup ileocaecal yang menyebabkan obstruksi.
4. Jenis – jenis Obstruksi
a. Obstruksi paralitik (ileus paralitik)
Peristaltik usus dihambat sebagian akibat pengaruh toksin atau trauma yang
mempengaruhi kontrol otonom pergerakan usus. Peristaltik tidak efektif, suplai
darah tidak terganggu dan kondisi tersebut hilang secara spontan setelah 2 sampai
3 hari.
b. Obstruksi mekanik
Terdapat obstruksi intralumen atau obstruksi mural oleh tekanan ekstrinsik.
Obstruksi mekanik digolongkan sebagai obstruksi mekanik simpleks (satu tempat
obstruksi) dan obstruksi lengkung tertutup (paling sedikit 2 obstruksi). Karena
lengkung tertutup tidak dapat didekompresi, tekanan intralumen meningkat dengan
cepat, mengakibatkan penekanan pebuluh darah, iskemia dan infark (strangulasi)
sehingga menimbulkan obstruksi strangulate yang disebabkan obstruksi mekanik
yang berkepanjangan. Obstruksi ini mengganggu suplai darah, kematian jaringan
dan menyebabkan gangren dinding usus.
5. Patofisiologi
Semua peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa
memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau non
mekanik. Perbedaan utama adalah pada obstruksi paralitik peristaltik dihambat dari
permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanik peristaltik mula-mula diperkuat,
kemudian intermitten, dan akhirnya hilang. Sekitar 6-8 liter cairan diekskresikan ke
dalam saluran cerna setiap hari. Sebagian besar cairan diasorbsi sebelum mendekati
kolon.
Perubahan patofisiologi utama pada obstruksi usus adalah adanya lumen usus
yang tersumbat, ini menjadi tempat perkembangan bakteri sehingga terjadi akumulasi
gas dan cairan (70% dari gas yang tertelan). Akumulasi gas dan cairan dapat terjadi di
bagian proksimal atau distal usus. Apabila akumulasi terjadi di daerah distal
mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan intra abdomen dan intra lumen. Hal
ini dapat meningkatkan terjadinya peningkatan permeabilitas kapiler dan ekstravasasi
air dan elektrolit di peritoneal. Dengan peningkatan permeabilitas dan ekstravasasi
menimbulkan retensi cairan di usus dan rongga peritoneum mengakibatakan terjadi
penurunan sirkulasi dan volume darah. Akumulasi gas dan cairan di bagian proksimal
mengakibatkan kolapsnya usus sehingga terjadi distensi abdomen. Terjadi penekanan
pada vena mesenterika yang mengakibatkan kegagalan oksigenasi dinding usus
sehingga aliran darah ke usus menurun, terjadilah iskemi dan kemudian nekrotik usus.
Pada usus yang mengalami nekrotik terjadi peningkatan permeabilitas kapiler dan
pelepasan bakteri dan toksin sehingga terjadi perforasi. Dengan adanya perforais
akan menyebabkan bakteri akan masuk ke dalam sirkulasi sehingga terjadi sepsis dan
peritonitis.
Masalah lain yang timbul dari distensi abdomen adalah penurunan fungsi usus
dan peningkatan sekresi sehingga terjadi penimbunan di intra lumen secara progresif
yang akan menyebabkan terjadinya retrograde peristaltic sehingga terjadi kehilangan
cairan dan elektrolit. Bila hal ini tidak ditangani dapat menyebabkan syok
hipovolemik. Kehilangan cairan dan elektrolit yang berlebih berdampak pada
penurunanan curah jantung sehingga darah yang dipompakan tidak dapat memenuhi
kebutuhan seluruh tubuh sehingga terjadi gangguan perfusi jaringan pada otak, sel dan
ginjal. Penurunan perfusi dalam sel menyebabkan terjadinya metabolisme anaerob
yang akan meningkatkan asam laktat dan menyebabkan asidosis metabolic. Bila
terjadi pada otak akan menyebabkan hipoksia jaringan otak, iskemik dan infark. Bila
terjadi pada ginjal akan merangsang pertukaran natrium dan hydrogen di tubulus
prksimal dan pelepasan aldosteron, merangsang sekresi hidrogen di nefron bagian
distal sehingga terjadi peningaktan reabsorbsi HCO3- dan penurunan kemampuan
ginjal untuk membuang HCO3. Hal ini akan menyebabkan terjadinya alkalosis
metabolic. (Price &Wilson, 2007)
6. Pathway
7. Manifestasi Klinik
9. Penatalaksanaan
Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan elektrolit dan cairan,
menghilangkan peregangan dan muntah dengan dekompresi, mengatasi peritonitis dan
syok bila ada, dan menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan
fungsi usus kembali normal.
a. Resusitasi
Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda - tanda vital,
dehidrasi dan syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi mengalami dehidrasi
dan gangguan keseimbangan ektrolit sehingga perlu diberikan cairan intravena
seperti ringer laktat. Respon terhadap terapi dapat dilihat dengan memonitor tanda
- tanda vital dan jumlah urin yang keluar. Selain pemberian cairan intravena,
diperlukan juga pemasangan nasogastric tube (NGT). NGT digunakan untuk
mengosongkan lambung, mencegah aspirasi pulmonum bila muntah dan
mengurangi distensi abdomen.
b. Farmakologis
Pemberian obat - obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai profilaksis.
Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah.
c. Operatif
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk mencegah
sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan
teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama laparotomi. Berikut
ini beberapa kondisi atau pertimbangan untuk dilakukan operasi: Jika obstruksinya
berhubungan dengan suatu simple obstruksi atau adhesi, maka tindakan lisis yang
dianjurkan. Jika terjadi obstruksi stangulasi maka reseksi intestinal sangat
diperlukan. Koreksi sederhana (simple correction).Hal ini merupakan tindakan
bedah sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia
incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
d. Tindakan operatif by-pass.
Membuat saluran usus baru yang “melewati” bagian usus yang tersumbat,
misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
e. Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi,
misalnya pada Ca stadium lanjut.
f. Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung
usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinoma
colon, invaginasi, strangulata, dan sebagainya. Pada beberapa obstruksi ileus,
kadang-kadang dilakukan tindakan operatif bertahap, baik oleh karena
penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya, misalnya pada Ca
sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian hari dilakukan
reseksi usus dan anastomosis.
10. Komplikasi
a. Nekrosis usus, perforasi usus, dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi selalu
lama pada organ intra abdomen.
b. Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan cepat.
c. Syok-dehidrasi, terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.
d. Abses Sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi, karena absorbsi
toksin dalam rongga peritonium sehinnga terjadi peradangan atau infeksi yang
hebat pada intra abdomen.
e. Pneumonia aspirasi dari proses muntah,
f. Gangguan elektrolit, karena terjadi gangguan absorbsi cairan dan elektrolit pada
usus.
g. Kematian ( Brunner and Suddarth, 2002 )
B. Konsep Dasar Keperawatan
1. PENGKAJIAN
1) Identitas Pasien
2) Keluhan utama pasien
Nyeri pada daerah luka post operasi.
3) Riwayat penyakit sekarang (sesuai pola PQRST)
Klien masuk RS tanggal 28 Mei 2003 jam 18.00 Wita dan langsung dilakukan
operasi cyto jam 21.00 Wita. Saat pengkajian tanggal 29 Mei 2003 klien mengeluh
nyeri pada daerah luka post operasi seperti diiris-iris dan ditusuk-tusuk, nyeri terasa
sampai ke samping kiri/ kanan perut nyeri lebih terasa apabila klien melakukan
pernafasan perut. Nyeri ilang apabila klien tenang dan tidak merasa tegang pada
daerah perut. Intensitas nyeri ± 3 – 5 menit.
4) Riwayat penyakit dahulu.
5) Riwayat penyakit keluarga
Diagnostik Test
1. Pemeriksaan sinar X: akan menunjukkan kuantitas abnormal dari gas dan cairan
dalam usus.
2. Pemeriksaan simtologi
3. Hb dan PCV: meningkat akibat dehidrasi
4. Leukosit: normal atau sedikit meningkat
5. Ureum dan eletrolit: ureum meningkat, Na+ dan Cl- rendah
6. Rontgen toraks: diafragma meninggi akibat distensi abdomen
7. Rontgen abdomen dalam posisi telentang: mencari penyebab (batu empedu,
volvulus, hernia).
8. Sigmoidoskopi: menunjukkan tempat obstruktif.
Pemeriksaan fisik pada pasien ileus obstruksi
1. Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup kehilangan
turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus dilihat
adanya distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Terkadang dapat
dilihat gerakan peristaltik usus yang bisa bekorelasi dengan mulainya nyeri
kolik yang disertai mual dan muntah, tampak gelisah dan menggeliat sewaktu
serangan kolik (Sabiston, 1995; Sabara, 2007)
2. Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau
nyeri tekan, yang mencakup ‘defance musculair’ involunter atau rebound dan
pembengkakan atau massa yang abnormal (Sabiston, 1995; Sabara, 2007).
3. Auskultasi
Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodik gemerincing
logam bernada tinggi dan gelora (rush’) diantara masa tenang. Tetapi setelah
beberapa hari dalam perjalanan penyakit dan usus di atas telah berdilatasi,
maka aktivitas peristaltik (sehingga juga bising usus) bisa tidak ada atau
menurun parah. Tidak adanya nyeri usus bisa juga ditemukan dalam ileus
paralitikus atau ileus obstruksi strangulata (Sabiston, 1995).
Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan adalah pemeriksaan rektum
dan pelvis. Ia bisa membangkitkan penemuan massa atau tumor serta tidak
adanya feses di dalam kubah rektum menggambarkan ileus obstruktif usus
halus. Jika darah makroskopik atau feses postif banyak ditemukan di dalam
rektum, maka sangat mungkin bahwa ileus obstruktif didasarkan atas lesi
intrinsik di dalam usus (Sabiston, 1995). Apabila isi rektum menyemprot;
penyakit Hirdchprung (Anonym, 2007).
2. Diagnosa Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang tidak
adequat dan ketidakefektifan penyerapan usus halus yang ditandai dengan adanya
mual, muntah, demam dan diaforesis.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrisi.
c. Gangguan pola eliminasi: konstipasi berhubungan dengan disfungsi motilitas
usus.
d. Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen
e. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
3. Perencanaan Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang tidak
adequat dan ketidakefektifan penyerapan usus halus yang ditandai dengan adanya
mual, muntah, demam dan diaforesis.
Tujuan : Kebutuhan cairan dan elektrolit terpenuhi, Mempertahankan hidrasi
adekuat dengan bukti membran mukosa lembab, turgor kulit baik, dan pengisian
kapiler baik, tanda-tanda vital stabil, dan secara individual mengeluarkan urine
dengan tepat.
Kriteria hasil:
1. Tanda vital normal (N:70-80 x/menit, S: 36-37 C, TD: 110/70 -120/80 mmHg)
2. Intake dan output cairan seimbang
3. Turgor kulit elastic
4. Mukosa lembab
5. Elektrolit dalam batas normal (Na: 135-147 mmol/L, K: 3,5-5,5 mmol/L, Cl:
94-111 mmol/L).
Intervensi Rasional
a. Kaji kebutuhan cairan pasien a. Mengetahui kebutuhan cairan
b. Observasi tanda-tanda vital pasien.
c. Observasi tingkat kesadaran dan b. Perubahan yang drastis pada tanda-
tanda-tanda syok tanda vital merupakan indikasi
d. Observasi bising usus pasien tiap kekurangan cairan.
1-2 jam c. kekurangan cairan dan elektrolit
e. Monitor intake dan output secara dapat mempengaruhi tingkat
Intervensi Rasional
ketat kesadaran dan mengakibatkan syok.
f. Pantau hasil laboratorium serum d. Menilai fungsi usus
elektrolit, hematokrit e. Menilai keseimbangan cairan
g. Beri penjelasan kepada pasien f. Menilai keseimbangan cairan dan
dan keluarga tentang tindakan elektrolit
yang dilakukan: pemasangan g. Meningkatkan pengetahuan pasien
NGT dan puasa. dan keluarga serta kerjasama antara
h. Kolaborasi dengan medik untuk perawat-pasien-keluarga.
pemberian terapi intravena h. Memenuhi kebutuhan cairan dan
elektrolit pasien.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrisi.
Tujuan : Berat badan stabil dan nutrisi teratasi.
Kriteria hasil :
1. Tidak ada tanda-tanda mal nutrisi.
2. Berat badan stabil.
3. Pasien tidak mengalami mual muntah.
Intervensi Rasional
a. Auskultasi bising usus; palpasi a. Menentukan kembalinya peristaltik
abdomen; catat pasase flatus. ( biasanya dalam 2-4 hari ).
b. Identifikasi kesukaan / b. Meningkatkan kerjasama pasien
ketidaksukaan diet dari pasien. dengan aturan diet. Protein/vitamin
Anjurkan pilihan makanan tinggi C adalah kontributor utuma untuk
protein dan vitamin C. pemeliharaan jaringan dan
c. Observasi terhadap terjadinya perbaikan. Malnutrisi adalah fator
diare; makanan bau busuk dan dalam menurunkan pertahanan
berminyak. terhadap infeksi.
d. Kolaborasi dalam pemberian c. Sindrom malabsorbsi dapat terjadi
obat-obatan sesuai indikasi: setelah pembedahan usus halus,
Antimetik,mis: proklorperazin memerlukan evaluasi lanjut dan
(Compazine). Antasida dan perubahan diet, mis: diet rendah
inhibitor histamin, mis: simetidin serat.
(tagamet). d. Mencegah muntah. Menetralkan
atau menurunkan pembentukan
asam untuk mencegah erosi mukosa
dan kemungkinan ulserasi.
c. Gangguan pola eliminasi: konstipasi berhubungan dengan disfungsi motilitas usus.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola eliminasi
kembali normal.
Kriteria hasil:
Pola eliminasi BAB normal: 1x/hari, dengan konsistensi lembek, BU normal: 5-35
x/menit, tidak ada distensi abdomen.
Intervensi Rasional
a. Kaji dan catat frekuensi, warna a. Mengetahui ada atau tidaknya
dan konsistensi feces kelainan yang terjadi pada eliminasi
b. Auskultasi bising usus fekal.
c. Kaji adanya flatus b. Mengetahui normal atau tidaknya
d. Kaji adanya distensi abdomen pergerakan usus.
e. Berikan penjelasan kepada pasien
dan keluarga penyebab terjadinya
c. Adanya flatus menunjukan
gangguan dalam BAB
perbaikan fungsi usus.
f. Kolaborasi dalam pemberian
d. Gangguan motilitas usus dapat
terapi pencahar (Laxatif)
menyebabkan akumulasi gas di
dalam lumen usus sehingga terjadi
distensi abdomen.
e. Meningkatkan pengetahuan pasien
dan keluarga serta untuk
meningkatkan kerjasana antara
perawat-pasien dan keluarga.
f. Membantu dalam pemenuhan
kebutuhan eliminasi
Intervensi Rasional
a. Observasi TTV: N, TD, HR, P a. Nyeri hebat yang dirasakan pasien
tiap shif. akibat adanya distensi abdomen
b. Kaji keluhan nyeri, karakteristik dapat menyebabkan peningkatan
dan skala nyeri yang dirasakan hasih TTV.
pesien sehubungan dengan b. Mengetahui kekuatan nyeri yang
adanya distensi abdomen dirasakan pasien dan menentukan
c. Berikan posisi yang nyaman: tindakan selanjutnya guna
posisi semi fowler mengatasi nyeri.
Intervensi Rasional
c. Posisi yang nyaman dapat
d. Ajarkan dan anjurkan tehnik mengurangi rasa nyeri yang
relaksasi tarik nafas dalam saat dirasakan pasien
merasa nyeri d. Relaksasi dapat mengurangi rasa
e. Anjurkan pasien untuk nyeri
menggunakan tehnik pengalihan e. Mengurangi nyeri yang dirasakan
saat merasa nyeri hebat. pasien.
f. Kolaborasi dengan medic untuk f. Analgetik dapat mengurangi rasa
terapi analgetik nyeri
I. PENGKAJIAN
A. DENTITAS DIRI KLIEN DAN PENANGGUNG JAWAB
C. RIWAYAT KESEHATAN
1. Keluhan Utama saat pengkajian : ( Keluhan yang dirasakan klien berupa
data subjektif yang paling prioritas /penting dan segera…)
klien mengeluh nyeri pada area operasi (abdomen), nyeri seperti tersayat-sayat,
nyeri jika terlalu banyak beraktivitas, nyeri hilang timbul, lamanya nyeri yang
dirasakan ± 10 menit, berkurang jika beristirahat, skala nyeri 4 (sedang).
2. Riwayat Kesehatan Sekarang :
Tingkat kesadaran : composmentis, GCS E:4 V:5 M:6, klien post op colostomy,
nyeri pada area stoma, tidak ada tanda-tanda infeksi pada area stoma, klien sudah
bisa BAB, terdapat feses pada kantung BAB, warna feses hitam, konsistensi
lembek, jumlah sedikit, klien mengatakan tidak nyaman, klien tampak gelisah,
dan sesekali tampak meringis kesakitan, demam (-), mual muntah (-).
3. Riwayat Kesehatan Lalu :
- Penyakit pada masa anak-anak dan penyakit infeksi yang pernah dialami
: tidak ada
- Imunisasi : -
- Kecelakaan yang pernah dialami : tidak ada
- Prosedur operasi dan perawatan rumah sakit : tidak ada
- Allergi ( makanan,obat-obatan, zat/substansi,textil ) :tidak ada
- Pengobatan dini (konsumsi obat-obatan bebas) , lamanya :
Obat-Obatan (Resep/obat Dosis Dosis Frekuensi
bebas) Terakhir
Ceftazidime 2x500 mg
Ranitidine 2x15 mg
Paracetamol 150 mg
metronidazole 3x150 mg
: Laki-laki
An. S
: Perempuan
: Meninggal
Makan pagi :
Nasi tim,Tahu,telur, susu, air putih
Makan malam :
Nasi, ayam ,sayur sop, air putih
Makan malam :
Nasi,telur, sayur, air putih
Pantangan/Alergi :-
3. POLA ELIMINASI
- Kebiasaan pola buang air kecil : frekuensi 6 x/hr, jumlah (cc),± 1000cc
Warna Kuning jernih , bau Amoniak, nyeri/disuria ( ) nokturia ( ) hematuria ( )
kemampuan mengontrol BAK, Baik, Inkontinensia uri Tidak √ Ya Total
Siang Hari
Malam Hari Kadang-kadang Kesulitan menahan berkemih /retensi ( )
Kesulitan mencapai toilet ( )
Alat bantu (√ ) Kateterisasi intermitten Kateter indwelling √, Kateter Eksternal
Jenis implantasi penis
Perubahan Lain-lain : …………………………………………………...
Balance cairan :...............................................................................
- Kebiasaan pola buang air besar saat ini frekuensi 2 hari 1 kali
(cc), warna, hitam, bau, - nyeri,Tidak ada Incontinensia alvi/.kemampuan
mengontrol BAB, , adanya perubahan lain (√ ) Tgl defekasi terakhir
24.09.2010 Konstipasi (- ), Diare (- ) penggunaan obat pencahar.(-)
- Ostomi (√ ) Jenis colostomi sementar Alat colostomy karakteristik stoma -
- Keyakinan budaya dan kesehatan : -
- Kemampuan perawatan diri : perawatan diri dibantu oleh orangtua klien
- Kebersihan diri : bersih
- Penggunaan bantuan untuk ekskresi : -
- Data pemeriksaan fisik yang berhubungan (abdomen, genitalia, rektum,
prostat) :Perut tampak datar,tidak ada nyeri tekan bising usus
- Mual muntah ( ), bentuk simetris (√ ), asites (- ), nyeri tekan (-√) , tanda
murfhi
(- ), pembesaran hati atau limfe(- ), Bising usus : 14x/menit
PEMERIKSAAN FISIK
Kepala dan leher
Rambut lebat,rambut bersih ,tidak ada alopesia,tidak ada masa,tidak ada nyeri
tekan,tidak ada pembesaran KGB,tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
Mata (bola mata, kelopak mata, konjungtiva, sklera, kornea, pupil, lapang
pandang, ketajaman penglihatan)
Bentuk mata simetris, kelopak mata normal, konjungtiva ananemis, sklera
anikterik, pupil miosis terhadap reflek cahaya, lapang pandang dalam batas
normal, ketajaman normal, penglihatan dalam batas normal, tidak aya nyeri
tekanan palpebra
Telinga (daun telinga, lubang, saluran, membran tympani, fungsi pendengaran)
Bentuk simetris, tidak ada kelainan, terlihat kotor, fungsi pendengaran kanan dan
kiri baik, tidak ada nyeri tekan diarea sikitas
Hidung dan sinus
Bentuk simetris, tidak ada sumbatan jalan nafas, tidak ada sinusitis, tidak ada
pernafasan cuping, tidak ada nyeri tekanan, penciuman normal.
Mulut, lidah, dan tonsil
Bentuk simetris, kebersihan mulut baik, mukosa lembab, lidah terlihat kotor,
terdapat kaies, tidak ada pembesaran tonsil. Tidak ada stomatitis, tidak ada
kebiruan pada bibir,
Payudara dan ketiak
Bentuk simetris, tidak ada lesi, tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran
kelenjar.
Abdomen (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi)
Bentuk normal, tidak ada acites, terdapat stoma dan penggunaan kantung
kolostomi, tidak ada nyeri tekan tidak ada bunyi bruit, tidak ada penumpukan
cairan, bising usus 14x/menit
Endokrin:
o Rasa haus : dalam batas normal
o Rasa lapar : dalam batas normal
o Poli uri : tidak ada
o Penurunan BB dratis :tidak ada
o Ada riwayat sukar sembuh :tidak ada
Imunologi :
Riwayat alergi :tidak ada
Jenis alergi :tidak ada
Reaksi alergi yang muncul :tidak ada
Pemeriksaan penunjang dan diagnostik (tanggal, hasil, dan interpretasi)
03,12,2020, pemeriksaan colon inloop/bariumenema, kesan : Dilatasi rectum dan
sigmoid dengan ireguleritas dinding rectum hingga flexura lienalis. dengan
gambaran haustra kesan sulit diidentifikasi atau seolah menghilang---
DD/megacolon ec.colitis (bagaimana klinis). disingkirkan (mohon korelasi
histopatolo Colon in loop saat ini, kemungkinan suatu hirschprung belum dapat
disingkirkan (mohon korelasi histopatologi), Sugestif kalsifikasi multipel di regio
pelvis minor,
Pengobatan (nama, dosis, rute): -
Perencanaan pulang
Tanggal informasi didapatkan :
1. Tanggal pulang yang diantisipasi : 11 desember 2020
2. Sumber-sumber yang tersedia : -
Keuangan : tidak ada masalah
3. Perubahan-perubahan yang diantisipasi dalam situasi kehidupan setelah
pulang: -
4. Area yang mungkin membutuhkan perubahan / bantuan :
Penyiapan makan:
Tranfortasi :
Ambulasi :
Obat/terapi IV : paracetamol sirup, cefadroxil
Bantuan perawatan diri (khusus) : Ya
Gambaran fisik rumah (khusus) : rumah nyaman, ventilasi baik, pencahayaan
baik, kebersihan baik, kebisingan tidak ada.
Bantuan merapihkan/pemeliharaan rumah : perlu bantuan orang lain
Fasilitas kehidupan selain rumah (khusus) : -
Terapi relaksasi
- menciptakan lingkungan
yang tenang dan tanpa
gangguan dengan
pencahayaan dan suhu
ruangan yang nyaman
- menggunakan pakaian
longgar
- menganjurkan
mengambil posisi yang
nyaman
- mengaanjurkan rileks
dan merasakan sensasi
relaksasi
- mendemonstrasikan dan
latih ternik relaksasi
(nafas dalam,
peregangan, imajinasi
terbimbing)
IV. PEMBAHASAN
Pada bab ini akan di bahas tentang hal yang ditemukan antara teori dengan kasus
- Pada teori dikatakan feses atau vomitus menjadi berwarna gelap atau
berdarah atau mengandung darah samar, pada kasus diatas feses klien
berwarna hitam (gelap)
- Pada teori dikatakan manefestasi yang akan muncul salah satunya distensi
abdomen dan nyeri pada abdomen, pada kasus diatas orangtua klien
mengatakan perutnya semakin membesar ±2 bulan SMRS
- Pada teori dikatakan pada klien dengan post operasi kolostomi klien akan
mengeluh nyeri pada daerah luka post operasi seperti diiris-iris dan ditusuk-
tusuk, pada kasus diatas klien mengeluh nyeri pada area post operasi dan
nyeri yang dirasakanseperi teriris-iris