Anda di halaman 1dari 33

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN AN.

S DENGAN ILEUS OBSTRUKTIF


DIRUANG KEMUNING BAWAH RSU KABUPATEN TANGERANG

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Disusun oleh:
Cupriyanti / 2014901013

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG
2020

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan
penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus (Sylvia A,
Price, 2012). Hal ini dapat terjadi dikarenakan kelainan didalam lumen usus, dinding usus
atau benda asing diluar usus yang menekan, serta kelainan vaskularisasi pada suatu
segmen usus yang dapat menyebabkan nekrosis segmen usus (Indrayani, 2013).
Berdasarkan data dari World Health Organization tahun 2008, diperkiakan penyakit
saluran cerna tergolong 10 besar penyakit penyebab kematian didunia. Indonesia
menempati urutan ke 107 dalam jumlah kematian yang disebabkan oleh penyakit saluran
cerna didunia tahun 2004, yaitu 39,3 jiwa per jiwa (World Health Organization,2008).
Setiap tahunnya, 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosis ileus. Obstruksi usus
sering disebut juga ileus obstruksi yang merupakan kegawatan dalam bedah abdomen
yang sering dijumpai. Ileus obstruksi merupakan 60-70% seluruh kasus akut abdomen
yang bukan apendiksitis akut (Sjamsulhidajat dan De Jong, 2008). Obstruksi ileus
merupakan kegawatan dalam bedah abdominal yang sering dijumpai.sekitar 20% pasien
datang kerumah sakit datang dengan keluhan nyeri abdomen karena obstruksi pada
saluran cerna, 80% terjadi pada usus halus.obstruksi ileus adalah suatu penyumbatan
mekanis pada usus dimana menghambat proses pencernaan secara normal
(Sjamsuhidayat, 2006).
Insiden dari ileus obstruksi pada tahun 2011 diketahui mencapai 16% dari populasi
dunia.statistic dari databerbagai Negara melaporkan terdapat variasi angka kejadian ileus
obstruksi. Di amerika serikat, insiden kejadian ileus obstruksi adalah sebesar 0,13%.
Selain itu laporan data dari Nepal tahun 2007 menyebutkan jumlah penderita ileus
obstruksi dan paralitik dari tahun adalah 1053 kasus (5,32%). (Mukherjee,2012 dalam
Larayanthi,et al.,2012).di Indonesia tercatat kasus obstruksi ileus paralitik dan obstruktif
tanpa hernia yang dirawat inap dan pasien rawat jalan pada tahun 2004 (Departemen
Kesehatan RI, 2010). Penyebab ileus obstruksi berkaitan pada kelompok usia yang
terserang dan letak obstruksi, 50% terjadi pada kelompok usia pertengahan dan tua akibat
perlekatan oleh pembedahan sebelumnya. Tumor ganas dan volvulus merupakan
penyebab tersering obstruksi usus besar pada usia pertengahan dan orang tua, kanker
kolon merupakan penyebab dari 90% ileus obstruksi yang terjadi (Kasminata, et.al,
2013). Penelitian Obaid J.K, (2011), di Malaysia menunjukkan bahwa dari 92 kasus
obstruksi usus didapatkan persentase penyebab obstruksi usus diantaranya, hernia
eksternal sebesar 38%, adhesi sebesar 25%, neoplasma sebesar 15,2%, volvulus sebesar
8,6%, intususepsi sebesar 5,4%, dan penyebab lainnya sebesar 2,17%. Secara keseluruhan
persentase kejadian obstruksi pada usus halus adalah 73,9%, sedangkan pada obstruksi
usus besar adalah 26,1%.3 Banyak proses patologis yang menyebabkan obstruksi usus.
B. Tujuan
1. Tujuan umum:
Mengetahui proses asuhan keperawatan pada pasien dengan ileus obstruktif
2. Tujuan khusus
a. Mempelajari konsep penyakit ileus obstruktif
b. Melakukan pengkajian pada pasien ileus obstruktif
c. Menentukan diagnose keperawatan
d. Menentukan intervensi yang tepat
e. Mengimplementasi dan mengevaluasi proses asuhan keperawatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Medis

1. Anatomi fisiologi

a. Anatomi

Usus halus membentang dari pylorus hingga katup ileosekal. Panjang usus
halus sekitar 12 kaki atau 3,6 meter . usus ini mengisi bagian tengah dan rongga
abdomen. Ujung proksimalnya berdiameter sekitar 3,8 cm tetapi makin kebawah
garis tengahnya semakin berkurang sampai menjadi sekitar dua cm. usus halus
dibagi menjadi duodenum, jejunum dan ileum.

Panjang duedonum sekitar 25 cm mulai dari pylorus sampai jejunum.


Pemisahan duodenum dan jejunum ditandai oleh adanya ligamentum treitz yaitu
suatu pita muskulo fibrosa yang berperan sebagai Ligamentum Suspensorium
(penggantung). Sekitar 2/5 dari usus halus adalah jejunum, Jejunum terletak
diregio mid abdominalis sinistra dan ileum terletak di regio mid abdominalis
dextra sebelah bawah. Tiga  perlima bagian akhir adalah ileum. Masuknya kimus
kedalam usus halus diatur oleh spingther pylorus, sedangkan pengeluaran zat yang
telah tercerna kedalam usus besar yang diatur oleh katup ileus sekal. Katup illeus
sekal juga mencegah terjadinya refluk dari usus besar ke dalam usus halus.
Apendik fermivormis yang berbentuk tabung buntu berukuran sebesar jari
kelingking terletak pada daerah illeus sekal yaitu pada apeks sekum.

Dinding usus halus terdiri dari empat lapisan dasar yang paling luar dibentuk
oleh peritoneum. Peritoneum mempunyai lapisan visceral dan parietal. Ruang
yang terletak diantara lapisan-lapisan ini disebut sebagai rongga peritoneum.
Omentum memilik lipatan-lipatan yang diberi nama yaitu mesenterium yang
merupakan lipatan peritoneum lebar menyerupai kipas yang menggantung
jejenum dan ileum dari dinding posterior abdomen, dan memungkinkan usus
bergerak dengan leluasa.  Omentum majus merupakan lapisan ganda peritoneum
yang menggantung dari kurva tura mayor lambung dan berjalan turun kedepan
visera abdomen. Omentum biasanya mengandung banyak lemak dan kelenjar
limfe yang membantu melindungi peritoneum terhadap infeksi. Omentum minus
merupakan lipatan peritoneum yang terbentuk dari kurvatura lambung dan bagian
atas duodenum menuju ke hati, membentuk ligamentum suspensorium
hepatogastrika dan ligamentum hepatoduodenale .

            Usus halus mempunyai dua lapisan lapisan luar terdiri dari serabut serabut
longitudinal yang lebih tipis dan lapisan dalam terdiri atas serabut serabut sirkuler.
Penataan yang demikian membantu gerakan peristaltic usus halus. Lapisan
submukosa terdiri atas jaringan ikat sedangkan lapisan mukosa bagian dalam tebal
serta banyak mengandung pembuluh darah dan kelenjar yang berfungsi sebagai
absorbsi. Lapisan mukosa dan sub mukosa membentuk lipatan-lipatn sirkuler yang
disebut sebgai valvula coniventes atau lipatan kercking yang menonjol kedalam
lumen sekitar tiga sampai sepuluh millimeter. Villi merupakan tonjolan-tonjolan
mukosa seperti jari-jari yang jumlahnya sekitar 4 atau 5 juta yang terdapat di
sepanjang usus halus, dengan panjang 0,5 sampai 1,5 mm. Mikrovilli merupakan
tonjolan yang menyerupai jari-jari dengan panjang sekitar 1 mm pada permukaan
luar setiap villus. Valvula coni ventes vili dan mikrovilli sama sama-menambah
luas permukaan absorbsi hingga 1,6 juta cm2.

b. Fisiologi

            Usus halus memepunyai dua fungsi utama yaitu pencernaan  dan absorbsi
bahan-bahan nutrisi dan air. Proses pencernaan yaitu proses pemecahan makanan
menjadi bentuk yang dapat tercerna melalui kerja berbagai enzim dalam saluran
gastrointestinal. Proses pencernaan dimulai dari mulut dan lambung oleh kerja
ptyalin, HCL, Pepsin, mucus dan lipase lambung terhadap makanan yang masuk.
Proses ini berlanjut dalam duodenum terutama oleh kerja enzim-enzim pancreas
yang menghindrolisis karbohidrat, lemak dan protein menjadi zat-zat yang lebih
sederhana. Mucus memberikan perlindungan terhadap asam sekeresi empedu dari
hati membantu proses pemecahan dengan mengemulsikan lemak. Sehingga
memberikan permukaan yang lebih luas bagi kerja lipase pancreas.

Absorbsi adalah pemindahan hasil akhir pencernaaan karbohidrat, lemak dan


protein melalui dinding usus kedalam sirkulasi darah dan limfe untuk digunakan
oleh sel-sel tubuh. Selain itu juga diabsorbsi air, elektrolit dan vitamin. Walaupun
banyak zat yang diabsorbsi disepanjang usus halus namun terdapat tempat tempat
absorbsi khusus bagi zat-zat gizi tertentu. Absorbsi gula, asam amino dan lemak
hampir selesai pada saat kimus mencapai pertengahan jejunum. Besi dan kalsium
sebagian besar diabsorbsi dalam duodenum dan jejunum. Dan absorbsi kalium
memerlukan vitamin D, larut dalam lemak (A,D,E,K) diabsorsi dalam duodenum
dengan bantuan garan-garam empedu. Sebagian besar vitamin yang larut dalam
air diabsorbsi dalam usus halus bagian atas. Absorbsi vitamin B12 berlangsung
dalam ileum terminalis melalui mekanisme transport usus yang membutuhkan
factor intrinsic lambung. Sebagian asam empedu yang dikeluarkan kantung
empedu kedalam duodenum untuk membantu pencernaan lemak akan di
reabsorbsi dalam ileum terminalis dan masuk kembali ke hati. Siklus ini disebut
sebagai sirkulasi entero hepatic garam empedu, dan sangat penting untuk
mempertahankan cadangan empedu.(Sabara, 2007)

2. Definisi
a. Ileus obstruksi adalah gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi usus pada
traktus intestinal (Price & Wilson, 2007).
b. Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan
penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus
(Sabara, 2007).
c. Ileus obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan terhambatnya aliran
normal isi usus sedangkan peristaltiknya normal (Reeves, 2005).
d. Obstruksi Ilius adalah gangguan aliran isi usus yang bisa disebabkan oleh adanya
mekanik dan non mekanik sehingga terjadi askumuli cairan dan gas di lumen usus.
3. Etiologi
a. Adhesi (perlekatan usus halus)
merupakan  penyebab  tersering  ileus  obstruktif,  sekitar 50-70%  dari semua
kasus. Adhesi bisa disebabkan oleh riwayat operasi intraabdominal sebelumnya
atau proses inflamasi intraabdominal. Obstruksi yang disebabkan oleh adhesi
berkembang sekitar 5% dari pasien yang mengalami operasi abdomen dalam
hidupnya. Perlengketan kongenital juga dapat menimbulkan ileus obstruktif di
dalam masa anak-anak.
b. Hernia inkarserata  eksternal ( inguinal, femoral, umbilikal, insisional,  atau 
parastomal) merupakan yang terbanyak kedua sebagai penyebab ileus obstruktif,
dan merupakan penyebab tersering pada pasien yang tidak mempunyai riwayat
operasi abdomen. Hernia interna (paraduodenal, kecacatan mesentericus, dan
hernia foramen Winslow) juga bisa menyebabkan hernia.
c. Neoplasma.Tumor primer usus halus dapat menyebabkan obstruksi intralumen,
sedangkan tumor metastase atau tumor intra abdominal dapat menyebabkan
obstruksi melalui kompresi eksternal.
d. Intususepsi usus halus menimbulkan obstruksi dan iskhemia terhadap bagian usus
yang mengalami intususepsi. Tumor, polip, atau pembesaran limphanodus
mesentericus dapat sebagai petunjuk awal adanya intususepsi.
e. Penyakit Crohn dapat menyebabkan obstruksi sekunder sampai inflamasi akut
selama masa infeksi atau karena striktur yang kronik.
f. Volvulus sering  disebabkan oleh  adhesi  atau  kelainan  kongenital, seperti 
malrotasi  usus. Volvulus lebih sering sebagai penyebab obstruksi usus besar.
g. Batu   empedu   yang    masuk   ke  ileus.  Inflamasi   yang   berat     dari   kantong
empedu menyebabkan fistul dari saluran empedu ke duodenum atau usus halus
yang menyebabkan batu empedu masuk ke traktus gastrointestinal. Batu empedu
yang besar dapat terjepit di usus halus, umumnya pada bagian ileum terminal atau
katup ileocaecal yang menyebabkan obstruksi.
4. Jenis – jenis Obstruksi
a. Obstruksi paralitik (ileus paralitik)
Peristaltik usus dihambat sebagian akibat pengaruh toksin atau trauma yang
mempengaruhi kontrol otonom pergerakan usus. Peristaltik tidak efektif, suplai
darah tidak terganggu dan kondisi tersebut hilang secara spontan setelah 2 sampai
3 hari.
b. Obstruksi mekanik
Terdapat obstruksi intralumen atau obstruksi mural oleh tekanan ekstrinsik.
Obstruksi mekanik digolongkan sebagai obstruksi mekanik simpleks (satu tempat
obstruksi) dan obstruksi lengkung tertutup (paling sedikit 2 obstruksi). Karena
lengkung tertutup tidak dapat didekompresi, tekanan intralumen meningkat dengan
cepat, mengakibatkan penekanan pebuluh darah, iskemia dan infark (strangulasi)
sehingga menimbulkan obstruksi strangulate yang disebabkan obstruksi mekanik
yang berkepanjangan. Obstruksi ini mengganggu suplai darah, kematian jaringan
dan menyebabkan gangren dinding usus.
5. Patofisiologi

Semua peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa
memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau non
mekanik. Perbedaan utama adalah pada obstruksi paralitik peristaltik dihambat dari
permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanik peristaltik mula-mula diperkuat,
kemudian intermitten, dan akhirnya hilang. Sekitar 6-8 liter cairan diekskresikan ke
dalam saluran cerna setiap hari. Sebagian besar cairan diasorbsi sebelum mendekati
kolon.

Perubahan patofisiologi utama pada obstruksi usus adalah adanya lumen usus
yang tersumbat, ini  menjadi tempat perkembangan bakteri sehingga terjadi akumulasi
gas dan cairan (70% dari gas yang tertelan). Akumulasi gas dan cairan dapat terjadi di
bagian proksimal atau distal usus. Apabila akumulasi terjadi di daerah distal
mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan intra abdomen dan intra lumen. Hal
ini dapat meningkatkan terjadinya peningkatan permeabilitas kapiler dan ekstravasasi
air dan elektrolit di peritoneal. Dengan peningkatan permeabilitas dan ekstravasasi
menimbulkan retensi cairan di usus dan rongga peritoneum mengakibatakan terjadi
penurunan sirkulasi dan volume darah. Akumulasi gas dan cairan di bagian proksimal
mengakibatkan kolapsnya usus sehingga terjadi distensi abdomen. Terjadi penekanan
pada vena mesenterika yang mengakibatkan kegagalan oksigenasi dinding usus
sehingga aliran darah ke usus menurun, terjadilah iskemi dan kemudian nekrotik usus.
Pada usus yang mengalami nekrotik terjadi peningkatan permeabilitas kapiler dan
pelepasan bakteri dan toksin  sehingga terjadi perforasi. Dengan adanya perforais
akan menyebabkan bakteri akan masuk ke dalam sirkulasi sehingga terjadi sepsis dan
peritonitis.

Masalah lain yang timbul dari distensi abdomen adalah penurunan fungsi usus
dan peningkatan sekresi sehingga terjadi penimbunan di intra lumen secara progresif
yang akan menyebabkan terjadinya retrograde peristaltic sehingga terjadi kehilangan
cairan dan elektrolit. Bila hal ini tidak ditangani dapat menyebabkan syok
hipovolemik. Kehilangan cairan dan elektrolit yang berlebih berdampak pada
penurunanan curah jantung sehingga darah yang dipompakan tidak dapat memenuhi
kebutuhan seluruh tubuh sehingga terjadi gangguan perfusi jaringan pada otak, sel dan
ginjal. Penurunan perfusi dalam sel menyebabkan terjadinya metabolisme anaerob
yang akan meningkatkan asam laktat dan menyebabkan asidosis metabolic. Bila
terjadi pada otak akan menyebabkan hipoksia jaringan otak, iskemik dan infark. Bila
terjadi pada ginjal akan merangsang pertukaran natrium dan hydrogen di tubulus
prksimal dan pelepasan aldosteron, merangsang sekresi hidrogen di nefron bagian
distal sehingga terjadi peningaktan reabsorbsi HCO3- dan penurunan kemampuan
ginjal untuk membuang HCO3. Hal ini akan menyebabkan terjadinya alkalosis
metabolic. (Price &Wilson, 2007)
6. Pathway
7. Manifestasi Klinik

a.   Mekanik sederhana – usus halus atas


Kolik (kram) pada abdomen pertengahan sampai ke atas, distensi, muntah,
peningkatan bising usus, nyeri tekan abdomen.
b.   Mekanik sederhana – usus halus bawah
Kolik (kram) signifikan midabdomen, distensi berat, bising usus meningkat, nyeri
tekan abdomen.
c.   Mekanik sederhana – kolon
Kram (abdomen tengah sampai bawah), distensi yang muncul terakhir, kemudian
terjadi muntah (fekulen), peningkatan bising usus, nyeri tekan abdomen.
d.   Obstruksi mekanik parsial
Dapat terjadi bersama granulomatosa usus pada penyakit Crohn. Gejalanya kram
nyeri abdomen, distensi ringan dan diare.
e.   Strangulasi
Gejala berkembang dengan cepat: nyeri hebat, terus menerus dan terlokalisir,
distensi sedang, muntah persisten, biasanya bising usus menurun dan nyeri tekan
terlokalisir hebat. Feses atau vomitus menjadi berwarna gelap atau berdarah atau
mengandung darah samar. (Price &Wilson, 2007)
8.  Pemeriksaan Penunjang

a. Sinar x abdomen menunjukkan gas atau cairan di dalam usus


b. Barium enema menunjukkan kolon yang terdistensi, berisi udara atau lipatan
sigmoid yang tertutup.
c. Penurunan kadar serum natrium, kalium dan klorida akibat muntah, peningkatan
hitung SDP dengan nekrosis, strangulasi atau peritonitis dan peningkatan kadar
serum amilase karena iritasi pankreas oleh lipatan usus.
d. Arteri gas darah dapat mengindikasikan asidosis atau alkalosis metabolic.

9. Penatalaksanaan

Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan elektrolit dan cairan,
menghilangkan peregangan dan muntah dengan dekompresi, mengatasi peritonitis dan
syok bila ada, dan menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan
fungsi usus kembali normal.
a. Resusitasi
Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda - tanda vital,
dehidrasi dan syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi mengalami dehidrasi
dan gangguan keseimbangan ektrolit sehingga perlu diberikan cairan intravena
seperti ringer laktat. Respon terhadap terapi dapat dilihat dengan memonitor tanda
- tanda vital dan jumlah urin yang keluar. Selain pemberian cairan intravena,
diperlukan juga pemasangan nasogastric tube (NGT). NGT digunakan untuk
mengosongkan lambung, mencegah aspirasi pulmonum bila muntah dan
mengurangi distensi abdomen.
b. Farmakologis
Pemberian obat - obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai profilaksis.
Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah.
c. Operatif
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk mencegah
sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan
teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama laparotomi. Berikut
ini beberapa kondisi atau pertimbangan untuk dilakukan operasi: Jika obstruksinya
berhubungan dengan suatu simple obstruksi atau adhesi, maka tindakan lisis yang
dianjurkan. Jika terjadi obstruksi stangulasi maka reseksi intestinal sangat
diperlukan. Koreksi sederhana (simple correction).Hal ini merupakan tindakan
bedah sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia
incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
d. Tindakan operatif by-pass.
Membuat saluran usus baru yang “melewati” bagian usus yang tersumbat,
misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
e. Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi,
misalnya pada Ca stadium lanjut.
f. Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung
usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinoma
colon, invaginasi, strangulata, dan sebagainya. Pada beberapa obstruksi ileus,
kadang-kadang dilakukan tindakan operatif  bertahap, baik oleh karena
penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya, misalnya pada Ca
sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian hari dilakukan
reseksi usus dan anastomosis. 

10. Komplikasi

a. Nekrosis usus, perforasi usus, dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi selalu
lama pada organ intra abdomen.
b. Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan cepat.
c. Syok-dehidrasi, terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.
d. Abses Sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi, karena absorbsi
toksin dalam rongga peritonium sehinnga terjadi peradangan atau infeksi yang
hebat pada intra abdomen.
e. Pneumonia aspirasi dari proses muntah,
f. Gangguan elektrolit, karena terjadi gangguan absorbsi cairan dan elektrolit pada
usus.
g. Kematian ( Brunner and Suddarth, 2002 )
B. Konsep Dasar Keperawatan

1. PENGKAJIAN
1) Identitas Pasien
2) Keluhan utama pasien
Nyeri pada daerah luka post operasi.
3) Riwayat penyakit sekarang (sesuai pola PQRST)
Klien masuk RS tanggal 28 Mei 2003 jam 18.00 Wita dan langsung dilakukan
operasi cyto jam 21.00 Wita. Saat pengkajian tanggal 29 Mei 2003 klien mengeluh
nyeri pada daerah luka post operasi seperti diiris-iris dan ditusuk-tusuk, nyeri terasa
sampai ke samping kiri/ kanan perut nyeri lebih terasa apabila klien melakukan
pernafasan perut. Nyeri ilang apabila klien tenang dan tidak merasa tegang pada
daerah perut. Intensitas nyeri ± 3 – 5 menit.
4) Riwayat penyakit dahulu.
5) Riwayat penyakit keluarga
Diagnostik Test
1. Pemeriksaan sinar X: akan menunjukkan kuantitas abnormal   dari gas dan cairan
dalam usus.
2. Pemeriksaan simtologi
3. Hb dan PCV: meningkat akibat dehidrasi
4. Leukosit: normal atau sedikit meningkat
5. Ureum dan eletrolit: ureum meningkat, Na+ dan Cl-  rendah
6. Rontgen toraks: diafragma meninggi akibat distensi abdomen
7. Rontgen abdomen dalam posisi telentang: mencari penyebab (batu empedu,
volvulus, hernia).
8. Sigmoidoskopi: menunjukkan tempat obstruktif.
Pemeriksaan fisik pada pasien ileus obstruksi
1.   Inspeksi
Dapat  ditemukan  tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup kehilangan 
turgor  kulit  maupun  mulut  dan  lidah  kering.  Pada  abdomen harus  dilihat 
adanya distensi, parut abdomen,  hernia dan massa abdomen. Terkadang  dapat 
dilihat  gerakan  peristaltik  usus  yang  bisa bekorelasi  dengan  mulainya  nyeri 
kolik  yang  disertai  mual  dan  muntah, tampak  gelisah  dan  menggeliat  sewaktu 
serangan  kolik (Sabiston, 1995; Sabara, 2007)
2.   Palpasi
Pada  palpasi  bertujuan  mencari  adanya  tanda  iritasi  peritoneum apapun  atau 
nyeri  tekan,  yang  mencakup  ‘defance  musculair’  involunter atau  rebound  dan 
pembengkakan  atau  massa  yang  abnormal  (Sabiston, 1995; Sabara, 2007).
3.   Auskultasi
Pada  ileus  obstruktif  pada  auskultasi  terdengar  kehadiran  episodik gemerincing 
logam  bernada  tinggi  dan  gelora  (rush’)  diantara  masa tenang.  Tetapi setelah 
beberapa  hari   dalam  perjalanan  penyakit dan usus di  atas  telah  berdilatasi, 
maka  aktivitas  peristaltik  (sehingga  juga  bising usus)  bisa  tidak  ada  atau 
menurun  parah.  Tidak  adanya  nyeri  usus  bisa juga  ditemukan  dalam  ileus 
paralitikus  atau  ileus  obstruksi  strangulata (Sabiston, 1995).
Bagian  akhir  yang  diharuskan  dari  pemeriksaan  adalah  pemeriksaan  rektum
dan  pelvis.  Ia  bisa  membangkitkan  penemuan  massa  atau  tumor  serta  tidak
adanya  feses  di  dalam  kubah  rektum  menggambarkan  ileus  obstruktif  usus
halus.  Jika  darah  makroskopik  atau  feses  postif  banyak  ditemukan  di  dalam
rektum,  maka  sangat  mungkin  bahwa  ileus  obstruktif  didasarkan  atas  lesi
intrinsik  di  dalam  usus  (Sabiston,  1995).  Apabila  isi  rektum  menyemprot;
penyakit Hirdchprung (Anonym, 2007).
2.  Diagnosa Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang tidak
adequat dan ketidakefektifan penyerapan usus halus yang ditandai dengan adanya
mual, muntah, demam dan diaforesis.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrisi.
c. Gangguan pola eliminasi: konstipasi berhubungan dengan disfungsi motilitas
usus.
d. Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen
e. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

3. Perencanaan Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang tidak
adequat dan ketidakefektifan penyerapan usus halus yang ditandai dengan adanya
mual, muntah, demam dan diaforesis.
Tujuan : Kebutuhan cairan dan elektrolit terpenuhi, Mempertahankan hidrasi
adekuat dengan bukti membran mukosa lembab, turgor kulit baik, dan pengisian
kapiler baik, tanda-tanda vital stabil, dan secara individual mengeluarkan urine
dengan tepat.
Kriteria hasil:
1. Tanda vital normal (N:70-80 x/menit, S: 36-37 C, TD: 110/70 -120/80 mmHg)
2. Intake dan output cairan seimbang
3. Turgor kulit elastic
4. Mukosa lembab
5. Elektrolit dalam batas normal (Na: 135-147 mmol/L, K: 3,5-5,5 mmol/L, Cl:
94-111 mmol/L).
Intervensi Rasional
a. Kaji kebutuhan cairan pasien a. Mengetahui kebutuhan cairan
b. Observasi tanda-tanda vital pasien.
c. Observasi tingkat kesadaran dan b. Perubahan yang drastis pada tanda-
tanda-tanda syok tanda vital merupakan indikasi
d. Observasi bising usus pasien tiap kekurangan cairan.
1-2 jam c. kekurangan cairan dan elektrolit
e. Monitor intake dan output secara dapat mempengaruhi tingkat
Intervensi Rasional
ketat kesadaran dan mengakibatkan syok.
f. Pantau hasil laboratorium serum d. Menilai fungsi usus
elektrolit, hematokrit e. Menilai  keseimbangan cairan
g. Beri penjelasan kepada pasien f. Menilai keseimbangan cairan dan
dan keluarga tentang tindakan elektrolit
yang dilakukan: pemasangan g. Meningkatkan  pengetahuan pasien
NGT dan puasa. dan keluarga serta kerjasama antara
h. Kolaborasi dengan medik untuk perawat-pasien-keluarga.
pemberian terapi intravena h. Memenuhi  kebutuhan cairan dan
elektrolit pasien.

b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrisi.
Tujuan : Berat badan stabil dan nutrisi teratasi.
Kriteria hasil :
1.      Tidak ada tanda-tanda mal nutrisi.       
2.      Berat badan stabil.
3.      Pasien tidak mengalami mual muntah. 
Intervensi Rasional
a. Auskultasi bising usus; palpasi   a. Menentukan kembalinya peristaltik
abdomen; catat pasase flatus. ( biasanya dalam 2-4 hari ).
b. Identifikasi kesukaan / b. Meningkatkan kerjasama pasien
ketidaksukaan diet dari pasien. dengan aturan diet. Protein/vitamin
Anjurkan pilihan makanan tinggi C adalah kontributor utuma untuk
protein dan vitamin C. pemeliharaan jaringan dan
c. Observasi terhadap terjadinya perbaikan. Malnutrisi adalah fator
diare; makanan bau busuk dan  dalam menurunkan pertahanan
berminyak. terhadap infeksi.
d. Kolaborasi dalam pemberian c. Sindrom malabsorbsi dapat terjadi
obat-obatan sesuai indikasi: setelah pembedahan usus halus,
Antimetik,mis: proklorperazin memerlukan evaluasi lanjut dan
(Compazine). Antasida dan perubahan diet, mis: diet rendah
inhibitor histamin, mis: simetidin serat.
(tagamet). d. Mencegah muntah. Menetralkan
atau menurunkan pembentukan
asam untuk mencegah erosi mukosa
dan kemungkinan ulserasi.
c. Gangguan pola eliminasi: konstipasi berhubungan dengan disfungsi motilitas usus.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola eliminasi
kembali normal.
Kriteria hasil:
Pola eliminasi BAB normal: 1x/hari, dengan konsistensi lembek, BU normal: 5-35
x/menit, tidak ada distensi abdomen.
Intervensi Rasional
a. Kaji dan catat frekuensi, warna a. Mengetahui  ada atau tidaknya
dan konsistensi feces kelainan yang terjadi pada eliminasi
b. Auskultasi bising usus fekal.
c. Kaji adanya flatus b. Mengetahui normal atau tidaknya
d. Kaji adanya distensi abdomen pergerakan usus.
e. Berikan penjelasan kepada pasien
dan keluarga penyebab terjadinya
c. Adanya flatus menunjukan
gangguan dalam BAB
perbaikan fungsi usus.
f. Kolaborasi dalam pemberian
d. Gangguan motilitas usus dapat
terapi pencahar (Laxatif)
menyebabkan akumulasi gas di
dalam lumen usus sehingga terjadi
distensi abdomen.
e. Meningkatkan pengetahuan pasien
dan keluarga serta untuk
meningkatkan kerjasana antara
perawat-pasien dan keluarga.
f. Membantu dalam pemenuhan
kebutuhan eliminasi

d. Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen


Tujuan : rasa nyeri teratasi atau terkontrol
Kriteria hasil:
pasien mengungkapkan penurunan ketidaknyamanan; menyatakan nyeri pada
tingkat dapat ditoleransi, menunjukkan relaks.

Intervensi Rasional
a. Observasi TTV: N, TD, HR, P a. Nyeri hebat yang dirasakan pasien
tiap shif. akibat adanya distensi abdomen
b. Kaji keluhan nyeri, karakteristik dapat menyebabkan peningkatan
dan skala nyeri yang dirasakan hasih TTV.
pesien sehubungan dengan b. Mengetahui kekuatan nyeri yang
adanya distensi abdomen dirasakan pasien dan menentukan
c. Berikan posisi yang nyaman: tindakan selanjutnya guna
posisi semi fowler mengatasi nyeri.
Intervensi Rasional
c. Posisi yang nyaman dapat
d. Ajarkan dan anjurkan tehnik mengurangi rasa nyeri yang
relaksasi tarik nafas dalam saat dirasakan pasien
merasa nyeri d. Relaksasi dapat mengurangi rasa
e. Anjurkan pasien untuk nyeri
menggunakan tehnik pengalihan e. Mengurangi nyeri yang dirasakan
saat merasa nyeri hebat. pasien.
f. Kolaborasi dengan medic untuk f. Analgetik dapat mengurangi rasa
terapi analgetik nyeri

e. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.


Tujuan:Kecemasan teratasi.
Kriteria hasil : pasien mengungkapkan pemahaman tentang penyakit saat ini dan
mendemonstrasikan keterampilan koping positif.
Intervensi Rasional
a. Observasi adanya peningkatan a. Rasa cemas yang dirasakan pasien
kecemasan: wajah tegang, dapat terlihat dalam ekspresi wajah
gelisah dan tingkah laku.
b. Kaji adanya rasa cemas yang b. Mengetahui  tingkat kecemasan
dirasakan pasien pasien.
c. Berikan penjelasan kepada pasien c. Dengan mengetahui tindakan yang
dan keluarga tentang tindakan akan dilakukan akan mengurangi
yang akan dilakukan sehubungan tingkat kecemasan pasien dan
dengan keadaan penyakit pasien meningkatkan kerjasama
d. Berikan kesempatan pada pasien d. Dengan mengungkapkan kecemasan
untuk mengungkapkan rasa takut akan mengurangi rasa takut/cemas
atau kecemasan yang dirasakan pasien
e. Pertahankan lingkungan yang e. Lingkungan yang tenang dan
tenang dan tanpa stres. nyaman dapat mengurangi stress
f. Dorong dukungan keluarga dan pasien berhadapan dengan
orang terdekat untuk memberikan penyakitnya
support kepada pasien f. Support system dapat mengurani
rasa cemas dan menguatkan pasien
dalam memerima keadaan sakitnya.
FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TN. N DENGAN STROKE
DI RUANG SERUNI RSU KABUPATEN TANGERANG

I. PENGKAJIAN
A. DENTITAS DIRI KLIEN DAN PENANGGUNG JAWAB

Nama Klien : An. S Tanggal Masuk RS : 28.11.2020


Umur : 4 tahun Diagnosa Medis : ileus obstruktif
Jenis Kelamin : Laki-laki Sumber Informasi :
Alamat klien : Kp Cicayur Tanggal Pengkajian : 09.12.2020
Status Perkawinan: belum menikah Ruang : Pav.Kemuning Bawah
Agama : Islam Keluarga dekat yang dapat -
segera dihubungi (PJ):
Suku : Sunda Nama PJ : Tn. K
Pendidikan : Belum sekolah Pekerjaan PJ : Karyawan
Swasta
Pekerjaan : Tidak bekerja Alamat PJ : Kp. Cicayur
Telp PJ :
B. ANAMNESA
- Alasan masuk RS :
Orangtua klien mengatakan klien tidak BAB dan perut semakin membesar sejak ±2
bulam sebelum masuk RS.
- Masuk dari: IGD sendiri/ dibawa keluarga/ orang lain.
- Alat yang digunakan saat masuk : Brankar

C. RIWAYAT KESEHATAN
1. Keluhan Utama saat pengkajian : ( Keluhan yang dirasakan klien berupa
data subjektif yang paling prioritas /penting dan segera…)
klien mengeluh nyeri pada area operasi (abdomen), nyeri seperti tersayat-sayat,
nyeri jika terlalu banyak beraktivitas, nyeri hilang timbul, lamanya nyeri yang
dirasakan ± 10 menit, berkurang jika beristirahat, skala nyeri 4 (sedang).
2. Riwayat Kesehatan Sekarang :
Tingkat kesadaran : composmentis, GCS E:4 V:5 M:6, klien post op colostomy,
nyeri pada area stoma, tidak ada tanda-tanda infeksi pada area stoma, klien sudah
bisa BAB, terdapat feses pada kantung BAB, warna feses hitam, konsistensi
lembek, jumlah sedikit, klien mengatakan tidak nyaman, klien tampak gelisah,
dan sesekali tampak meringis kesakitan, demam (-), mual muntah (-).
3. Riwayat Kesehatan Lalu :
- Penyakit pada masa anak-anak dan penyakit infeksi yang pernah dialami
: tidak ada
- Imunisasi : -
- Kecelakaan yang pernah dialami : tidak ada
- Prosedur operasi dan perawatan rumah sakit : tidak ada
- Allergi ( makanan,obat-obatan, zat/substansi,textil ) :tidak ada
- Pengobatan dini (konsumsi obat-obatan bebas) , lamanya :
Obat-Obatan (Resep/obat Dosis Dosis Frekuensi
bebas) Terakhir

Ceftazidime 2x500 mg
Ranitidine 2x15 mg
Paracetamol 150 mg
metronidazole 3x150 mg

4. Riwayat kesehatan keluarga


Penyakit yang pernah diderita : tidak ada
Orang Tua : tidak ada
Saudara kandung : tidak ada
Anggota keluarga lain : tidak ada
Penyakit yang sedang diderita : ileus obstruktif
Orang tua : tidak ada
Saudara kandung : tidak ada
Anggota keluarga lain : tidak ada
Riwayat penyakit genetic/keturunan/herediter : tidak ada
Genogram: (gambarkan silsilah keluarga 3 generasi)

: Laki-laki
An. S
: Perempuan

: Tinggal dalam satu rumah

: Meninggal

D. PENGKAJIAN POLA KESEHATAN ( Model Gordon )


1. POLA PERSEPSI DAN PENANGANAN / MANAJEMEN KESEHATAN
 Persepsi terhadap penyakit :
Orang tua klien mengatakan penyakit yaitu kondisi yang buruk pada manusia
 Arti sehat dan sakit bagi pasien:
Orang tua klien mengatakan sehat ialah ketika tubuh tidak merasakan nyeri
dan bisa beraktivitas sedangkan sakit ialah ketika tubuh merasakan nyeri dan
tidak bisa beraktivitas
 Pengetahuan status kesehatan pasien saat ini:
Orang tua klien mengatakan klien mengalami penyakit yang menyebabkan
klien tidak bisa bab secara normal
 Perlindungan terhadap kesehatan : program skrining, kunjungan ke pusat
pelayanan kesehatan, diet, latihan dan olahraga, manajemen stress, faktor
ekonomi : klien mengatakan sebelumnya sering melakukan kunjungan
kepelayanan kesehatan.
 Pemeriksaan diri sendiri : payudara, riwayat medis keluarga, pengobatan yang
sudah dilakukan: tidak ada
 Perilaku untuk mengatasi masalah kesehatan
Tembakau : (√ ) Tidak () Ya Berhenti (Tanggal) : 28.11.2020 ( ) Pipa ( )
Cerutu ( ) <1 bks/hari ( ) 1-2 bks/hari ( ) >2 bks/hari Riwayat bks/tahun :
Alkohol : (√ ) Tidak ( ) Ya Jenis/jumlah : /hari /minggu /bulan
 Obat lain : (√) Tidak ( ) Ya Jenis : Penggunaan : Alergi (obat-obatan,
makanan, plester, zat warna) :
 Reaksi : -
 Obat-obatan warung/tanpa resep dokter : tidak ada
2. POLA NUTRISI / METABOLISME
Kebiasaan jumlah makanan : sebelum sakit, nafsu makan baik, makan 3x/hari,
jumlah 1 porsi setiap kali makan,
Jenis dan jumlah (makanan dan minuman) :
Jenis makanan padat dan lunak, makan 3x/hari, 1 porsi setiap kali makan, minum
air putih ± 1500 ml/hari
Di RS : Jenis = lembut Jumlah = 1 porsi
Pola makan 3 hari terakhir atau 24 jam terakhir, porsi yang dihabiskan, nafsu
makan :
makan 3 kali sehari, klien menghabiskan 1 porsi makanan setiap kali makan, nafsu
makan baik
Kepuasan akan berat badan : cukup puas
Persepsi akan kebutuhan metabolik : penting agar tidak lemas dan lebih berenergi
Faktor pencernaan : nafsu makan baik, ketidaknyamanan - ,rasa dan bau -
gigi caries - , mukosa mulut lembab , mual atau muntah
Tidak ada ,pembatasan makanan - , alergi makanan tidak ada
Data pemeriksaan fisik yang berkaitan (berat badan saat ini dan SMRS) :
Diet/Suplemen Khusus : Diit rendah lemak - Instruksi Diet Sebelumnya :
( )Ya (√ )Tidak
Nafsu makan : (√ ) Normal ( )Meningkat ( ) Menurun
Penurunan Sensasi Kecap (√ ) tidak ada ( ) Mual ( ) Muntah ( ) Stomatitis
TB : 90 cm, BB saat ini: 14 kg, IMT:-
Perubahan BB 6 bulan terakhir : (√ )Tak ada ( )Ada kg (Peningkatan /
Penurunan)
Kesulitan Menelan (Disfagia) : (√ ) Tidak ( ) Makanan Padat ( ) Makanan Cair
Gigi : 20 , Atas ( 1 Parsial 9 Lengkap) Bawah ( - Parsial 10 Lengkap) Riwayat
Masalah Kulit / Penyembuhan (√ ) Tak ada ( ) Penyembuhan abnormal ( ) Ruam
( ) Kering () Keringat Berlebihan ( saat sesak ) Gambaran diet pasien dalam
sehari: -

Makan pagi :
Nasi tim,Tahu,telur, susu, air putih
Makan malam :
Nasi, ayam ,sayur sop, air putih
Makan malam :
Nasi,telur, sayur, air putih
Pantangan/Alergi :-
3. POLA ELIMINASI
- Kebiasaan pola buang air kecil : frekuensi 6 x/hr, jumlah (cc),± 1000cc
Warna Kuning jernih , bau Amoniak, nyeri/disuria ( ) nokturia ( ) hematuria ( )
kemampuan mengontrol BAK, Baik, Inkontinensia uri Tidak √ Ya Total
Siang Hari
Malam Hari Kadang-kadang Kesulitan menahan berkemih /retensi ( )
Kesulitan mencapai toilet ( )
Alat bantu (√ ) Kateterisasi intermitten Kateter indwelling √, Kateter Eksternal
Jenis implantasi penis
Perubahan Lain-lain : …………………………………………………...
Balance cairan :...............................................................................
- Kebiasaan pola buang air besar saat ini frekuensi 2 hari 1 kali
(cc), warna, hitam, bau, - nyeri,Tidak ada Incontinensia alvi/.kemampuan
mengontrol BAB, , adanya perubahan lain (√ ) Tgl defekasi terakhir
24.09.2010 Konstipasi (- ), Diare (- ) penggunaan obat pencahar.(-)
- Ostomi (√ ) Jenis colostomi sementar Alat colostomy karakteristik stoma -
- Keyakinan budaya dan kesehatan : -
- Kemampuan perawatan diri : perawatan diri dibantu oleh orangtua klien
- Kebersihan diri : bersih
- Penggunaan bantuan untuk ekskresi : -
- Data pemeriksaan fisik yang berhubungan (abdomen, genitalia, rektum,
prostat) :Perut tampak datar,tidak ada nyeri tekan bising usus
- Mual muntah ( ), bentuk simetris (√ ), asites (- ), nyeri tekan (-√) , tanda
murfhi
(- ), pembesaran hati atau limfe(- ), Bising usus : 14x/menit

4. POLA AKTIVITAS / OLAHRAGA


 Aktivitas kehidupan sehari-hari : sebelum sakit bermain dengan teman- teman,
saat sakit hanya berbaing di tempat tidur
 Olahraga : tipe, frekuensi, durasi dan intensitas : Tidak ada
 Aktivitas menyenangkan : bermain mobil mobilan
 Keyakinan tentang latihan dan olahraga :-
 Kemampuan untuk merawat diri sendiri (berpakaian, mandi, makan, kamar
mandi)
Penggunaan alat bantu : sebelum sakit dapat melakukan nya secara mandiri,
saat sakit perlu bantan orang lain
 Data pemeriksaan fisik (pernapasan, kardiovaskular, muskuloskeletal,
neurologi) :
Sistem Kardiovaskular (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi):
N : 140 x/menit, S: 36,5˚C,CRT : ˂ 3 detik, tidak ada pembesaran jantung,
bunyi saat diperkusi dullnes, S1 S2 reguler. Tidak bunyi jantung tambahan
Sistem Respirasi (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi):
Jalan nafas , RR : 22 x/menit,
Tidak ada sumbatan jalan nafas ,tidak ada sesak nafas,tidak ada sekret,tidak
ada batuk,irama teratur,suara nafas vesikuler,tidak menggunaan otot bantu
nafas,tidak ada nyeri tekan, perkembangan dada kanan dan kiri simetris.

Sistem Muskuloskeletal (inspeksi, palpasi, perkusi): hemiparesis dekstra


Menggunakan alat bantu: ……… Tidak ada ………. Kruk walker
....... tongkat ………. Belat/Mitela ……….. Kursi Roda
Kekuatan Otot : 5555 5555
5555 5555
0: Tidak ada kontraksi otot
1: Terdapat kontraksi otot
2: Gerakan hanya bergeser dengan bantuan
3: Gerakan aktif terhadap gravitasi,mampu menahan
4: Gerakan aktif terhadap gravitasi dengan tahanan sedang
5: Gerakan aktif, tahanan penuh

Keluhan saat beraktivitas: nyeri pada luka operasi

Sistem Neurologi (saraf kranial, refleks, dll):


Tingkat kesadaran composmentis, GCS : E:4, M:6, V: 5 total : 15, tidak ada
riwayat kejang
Olfaktorius : klien dapat merasakan aroma minyak kayu putih dan kopi
Optikus : Lapang pandang DBN, klien dapat menyebut huruf yang ditunjukan
Okulomotorius,trokhlearis, abdusen : tidak ada stabismus, tidak ada katarak,
tidak ada ptosis, pupil miosis, perbandingan sama antara kanan dan kiri,
gerakan bola mata DBN,
trigeminus : gerakan mengunyah DBN, sensasi wajah DBN,gerakan lidah
DBN,
fasialis : senyum (+), bersiul (+), mengangakat alis (+), menutup mata dengan
tahanan ( +), menjulurkan lidah (+), membedakan rasa asin dan manis ( +)
vestibulotroklear : tes rine, weber, swabah dalam batas normal
glosofaringeus : membedakan rasa ( +)
vagus : reflek muntan ( +), menelan (+)
asesorius : menggerakan bahu sebelah kanan (+) bahu sebelah kiri (+)
hipoglosus: gerakan lidah dari sisi ke sisi (+)
 Kemampuan Perawatan Diri :

Aspek dinilai Score


0 1 2 3 4
Makan/Minum √
Mandi √
Berpakaian/berdandan √
Toileting √
Mobilisasi di tempat tidur √
Berpindah √
Berjalan √
Menaiki Tangga √
Berbelanja √
Memasak √
Pemeliharaan Rumah √
Total
Keterangan :
0 = Mandiri 2 = Bantuan Orang Lain 4 = Tergantung / tidak mampu
1 = Dengan Alat Bantu 3 = Bantuan peralatan dan orang lain

5. POLA ISTIRAHAT TIDUR


- Kebiasaan tidur sehari-hari (jumlah waktu tidur, :7 Jam/malam. Tidur siang (√
) Tidur sore ( ). Merasa segar setelah tidur : (√ ) Ya ( ) Tidak
- Jam tidur 10:00 .dan bangun 05:00 , ritual menjelang tidur,berdoa ,
lingkungan tidur, nyaman tingkat kesegaran setelah tidur cukup segar
- Penggunaan alat mempermudah tidur (obat-obatan, music. dlll)
- Jadwal istirahat dan relaksasi Malam dan siang hari
- Faktor yang berhubungan (nyeri, suhu, proses penuaan dll)....
- Data pemeriksaan fisik (lesu - , kantung mata Hitam mengantuk - )
- Masalah/Gejala gangguan pola tidur: (√ )Tidak ada ()Terbangun ( ) Terbangun
dini ( ) Insomnia ( )Mimpi buruk Lain – lain :
.
6. POLA KOGNITIF – PERSEPSI
- Status mental : (√ ) Sadar ( ) Afasia reseptif ( ) Mengingat cerita buruk (
- Terorientasi ( ) Kelam pikir ( ) Kombatif ( ) Tidak responsif
- Bicara: (√ )Normal ( ) Tidak jelas ( ) Gagap ( ) Afasia ekspresif
- Bahasa sehari – hari : (√ ) Indonesia () Daerah Lain – lain :
- Kemampuan membaca Bahasa Indonesia : (√ ) Ya ( ) Tidak
- Kemampuan memahami : (√ ) Ya ( ) Tidak
- Tingkat ansietas : (√ ) Ringan ( ) Sedang, ( ) Berat ( ) Panik ( )
- Keterampilan interaksi : (√ ) Tepat Lain – lain : .
- Pendengaran : (√ ) DBN ( ) Kerusakan ( kanan kiri) ( ) Tuli ( kanan
Kiri Alat bantu dengar Tinitus
- Penglihatan : (√ ) Dalam batas Normal ( ) Kacamata ( ) Lensa kontak ( )
Kerusakan Kanan Kiri Buta Kanan kiri
- Vertigo : Tidak ada
- Ketidaknyamanan / nyeri : ( ) Tidak ada (√) Akut ( ) Kronik
- Pencetus nyeri: beraktivitas
- Quality/ kualitas nyeri: tersayat-sayat
- Regio nyeri: bagian abdomen (luka operasi)
- Skala nyeri: 4 (sedang)
- Time/ waktu nyeri: ± 10 menit
- Penalaksanaan nyeri : Beristirahat ditempat tidur
- Keyakinan budaya terhadap nyeri……Tingkat pengetahuan klien terhadap
nyeri dan pengetahuan untuk mengontrol dan mengatasi nyeri :
- Data pemeriksaan fisik yang berhubungan (neurologis, ketidaknyamanan)
Tingkat kesadaran : Composmentis GCS : 15 ,tremor ,orientasi
,tingkah laku , kekuatan menggenggam lemah ,pegerakan ekstremitas
kaku , riwayat kejang -

7. POLA PERAN HUBUNGAN


- Pekerjaan : Tidak bekerja
- Status Pekerjaan : Bekerja ( ) Tidak bekerja (√ )
- Ketidakmampuan Jangka Pendek (√ )
- Ketidakmampuan jangka panjang ( )
- Sistem Pendukung / Pentingnya keluarga: Ada (√ ) Tidak Ada ( ) Pasangan (√)
Tetangga ( ) Teman (√ ) Keluarga serumah ( ) Keluarga tinggal berjauhan ( )
lain-lain : ...............
- Masalah keluarga berkenaan dengan masalah di Rumah Sakit : tidak ada
- Kegiatan Sosial / Hubungan dengan orang lain : cukup baik
- Kepuasan/ketidakpuasaan menjalankan peran : kurang puas
- Efek terhadap status kesehatan : perlalu bantuan orang lain untuk melakukan
aktivitas
- Struktur dan dkungan keluarga : klien mendapatkan dukungan dari anak dan
istrinya
- Proses pengambilan keputusan keluarga : bermusyawarah
- Pola membersarkan anak : baik
- Orang terdekat dengan klien : orang tua
- Data pemeriksaan fisik yang berkaitan : perut tampak datar, bising usus 14
x/menit, terdapat stoma dan terpasang kantung kolostomi

8. POLA SEKSUALITAS / REPRODUKSI


- Tanggal Menstruasi Terakhir (TMA) : -
- Masalah menstruasi : -
- Pap Smear Terakhir : -
- Pemeriksaan payudara/testis mandiri bulanan : ( ) Ya (√ ) Tidak
- Masalah seksualitas b.d penyakit dan efek terhadap kesehatan
- Lain-lain : -
- Jumlah anak: - jumlah suami/istri : -
- Pengetahuan yang berhubungan dengan seksualitas dan reproduksi :-
- Riwayat yang berhubungan dengan masalah fisik dan atau psikologi : -
- Data pemeriksaan fisik yang berkaitan (KU, genetalia, payudara, rektum): -
9. POLA KOPING – TOLERANSI STRES
- Sifat pencetus stress yang dirasakan baru-baru ini :
- Tingkat stress yang dirasakaan : ringan
- Gambaran respons umum dan khusus terhadap stress : gelisah
- Strategi mengatasi stress yang biasa digunakan dan keefektifannya : menonton
youtube
- Pengetahuan dan penggunaan teknik manajemen stress:-
- Hubungan antara manajemen stress dengan keluarga: -
- Perhatian utama tentang perawatan di rumah sakit atau penyakit ( finansial,
perawatan diri ) : finansial tidak ada masalah karna menggunakan BPJS,
- Kehilangan / perubahan di masa lalu : (√ ) Tidak ( ) Ya
- Penggunaan obat untuk menghilangkan stres : tidak ada
- Keadaan emosi dalam sehari-hari : (√ ) Santai () Tegang ( ) Lain-lain
10. POLA KONSEP DIRI
- Body image : ....tidak terganggu √ terganggu sebutkan
- Ideal diri : .. √..tidak terganggu …terganggu sebutkan
- Harga diri :.. √...tidak terganggu …terganggu …sebutkan.
- Peran :.. √...tidak terganggu…terganggu …sebutkan
- Identitas diri :.. √...tidak terganggu …terganggu …sebutkan.
11. POLA KEYAKINAN-NILAI
- Latar belakang budaya/etnik : sunda
- Status ekonomi, perilaku kesehatan yang berkaitan dengan kelompok
budaya/etnik : tidak ada
- Tujuan kehidupan bagi pasien : -
- Pentingnya agama/spiritualitas : -
- Dampak masalah kesehatan terhadap spiritualitas : terhambat untuk beribadah
- Keyakinan dalam budaya (mitos, kepercayaan, laragan, adat) yang dapat
mempengaruhi kesehatan : -
- Agama : (√ ) Islam ( ) Kristen ( ) Protestan ( ) Hindu ( ) Budha
- Pantangan keagamaan : (√ ) Tidak ( ) Ya. Jelaskan
- Pengaruh agama dalam kehidupan : -
- Permintaan kunjungan rohaniawan pada saat ini : ( ) Ya (√ ) Tidak

PEMERIKSAAN FISIK
 Kepala dan leher
Rambut lebat,rambut bersih ,tidak ada alopesia,tidak ada masa,tidak ada nyeri
tekan,tidak ada pembesaran KGB,tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
 Mata (bola mata, kelopak mata, konjungtiva, sklera, kornea, pupil, lapang
pandang, ketajaman penglihatan)
Bentuk mata simetris, kelopak mata normal, konjungtiva ananemis, sklera
anikterik, pupil miosis terhadap reflek cahaya, lapang pandang dalam batas
normal, ketajaman normal, penglihatan dalam batas normal, tidak aya nyeri
tekanan palpebra
 Telinga (daun telinga, lubang, saluran, membran tympani, fungsi pendengaran)
Bentuk simetris, tidak ada kelainan, terlihat kotor, fungsi pendengaran kanan dan
kiri baik, tidak ada nyeri tekan diarea sikitas
 Hidung dan sinus
Bentuk simetris, tidak ada sumbatan jalan nafas, tidak ada sinusitis, tidak ada
pernafasan cuping, tidak ada nyeri tekanan, penciuman normal.
 Mulut, lidah, dan tonsil
Bentuk simetris, kebersihan mulut baik, mukosa lembab, lidah terlihat kotor,
terdapat kaies, tidak ada pembesaran tonsil. Tidak ada stomatitis, tidak ada
kebiruan pada bibir,
 Payudara dan ketiak
Bentuk simetris, tidak ada lesi, tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran
kelenjar.
 Abdomen (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi)
Bentuk normal, tidak ada acites, terdapat stoma dan penggunaan kantung
kolostomi, tidak ada nyeri tekan tidak ada bunyi bruit, tidak ada penumpukan
cairan, bising usus 14x/menit
 Endokrin:
o Rasa haus : dalam batas normal
o Rasa lapar : dalam batas normal
o Poli uri : tidak ada
o Penurunan BB dratis :tidak ada
o Ada riwayat sukar sembuh :tidak ada
 Imunologi :
Riwayat alergi :tidak ada
Jenis alergi :tidak ada
Reaksi alergi yang muncul :tidak ada
 Pemeriksaan penunjang dan diagnostik (tanggal, hasil, dan interpretasi)
03,12,2020, pemeriksaan colon inloop/bariumenema, kesan : Dilatasi rectum dan
sigmoid dengan ireguleritas dinding rectum hingga flexura lienalis. dengan
gambaran haustra kesan sulit diidentifikasi atau seolah menghilang---
DD/megacolon ec.colitis (bagaimana klinis). disingkirkan (mohon korelasi
histopatolo Colon in loop saat ini, kemungkinan suatu hirschprung belum dapat
disingkirkan (mohon korelasi histopatologi), Sugestif kalsifikasi multipel di regio
pelvis minor,
 Pengobatan (nama, dosis, rute): -
 Perencanaan pulang
Tanggal informasi didapatkan :
1. Tanggal pulang yang diantisipasi : 11 desember 2020
2. Sumber-sumber yang tersedia : -
Keuangan : tidak ada masalah
3. Perubahan-perubahan yang diantisipasi dalam situasi kehidupan setelah
pulang: -
4. Area yang mungkin membutuhkan perubahan / bantuan :
Penyiapan makan:
Tranfortasi :
Ambulasi :
Obat/terapi IV : paracetamol sirup, cefadroxil
Bantuan perawatan diri (khusus) : Ya
Gambaran fisik rumah (khusus) : rumah nyaman, ventilasi baik, pencahayaan
baik, kebersihan baik, kebisingan tidak ada.
Bantuan merapihkan/pemeliharaan rumah : perlu bantuan orang lain
Fasilitas kehidupan selain rumah (khusus) : -

 Kesimpulan Keadaan Pasien


An. S usia 4 tahun datang ke RS karna Orangtua klien mengatakan klien tidak
BAB dan perut semakin membesar sejak ±2 bulan sebelum masuk RS. klien post
op colostomy, klien mengeluh nyeri pada area stoma (abdomen), nyeri seperti
tersayat-sayat, nyeri jika terlalu banyak beraktivitas, nyeri hilang timbul, lamanya
nyeri yang dirasakan ± 10 menit, berkurang jika beristirahat, skala nyeri 4
(sedang). Tidak ada tanda-tanda infeksi pada area stoma, tingkat kesadaran :
composmentis, GCS E:4 V:5 M:6, klien sudah bisa BAB, terdapat feses pada
kantung colostomy, warna feses hitam, konsistensi padat, jumlah sedikit, klien
mengatakan tidak nyaman terpasang kantung BAB, klien tampak gelisah, dan
sesekali tampak meringis, demam (-), mual muntah (-), N : 140 x/menit, S:
36,5˚C,CRT : ˂ 3 Rr : 22 x/menit.
 Analisa Data
Data Interpretasi Data dan Masalah
Kemungkinan Keperawatan
Penyebab
DS : Agn pencedera Nyeri akut
- klien mengeluh nyeri pada fisiologis
area stoma (abdomen),
- nyeri seperti tersayat-sayat,
- nyeri jika terlalu banyak
beraktivitas,
- nyeri hilang timbul,
lamanya nyeri yang
dirasakan ± 10 menit,
- berkurang jika beristirahat,
DO:
- skala nyeri 4 (sedang).
- klien tampak gelisah
- klien sesekali tampak
meringis kesakitan
- N : 140 x/menit,
- RR : 22 x/menit
DS : Gangguan rasa nyaman Gejala penyakit
- klien mengeluh nyeri pada
area stoma (abdomen),
- klien mengatakan tidak
nyaman terpasang kantung
BAB
DO :
- klien tampak gelisah, dan
sesekali tampak meringis
- N : 140 x/menit,
- RR : 22x/menit

 Prioritas Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut b/d agen pencendera fisiologis


2. Gangguan rasa nyaman b/d Gejala penyakit

II. INTERVENSI KEPERAWATAN


Tgl DX Kep SLKI SIKI
09.12.20 Nyeri akut b/d Ekspetasi managemen nyeri :
agen pencendera menurun - Identifikasi lokasi, karakteristik,
fisiologis Tingkat nyeri : durasi, frekuensi, kualitas,
 Keluhan intensitas nyeri
nyeri cukup - identifikasi skala nyeri
menurun - identifikasi respon nyeri non
verbal
 Gelisah
- identifikasi faktor yang
cukup memperberat rasa nyeri
menurun
- berikan terapi nonfarmakologis
Ekspetasi untuk mengurangi rasa nyeri
membaik - kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri ( suhu,
 Frekuensi pencahayaan, kebisingan)
nadi cukup - fasilitasi istirahat dan tidur
membaik - ajarkan ternik nonfarmakologi
untuk mengurangi nyeri
- kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu
09.12.20 Gangguan rasa Status Pengaturan posisi
nyaman b/d kenyamanan : - tempatkan pada posisi terapeutik
gejala penyakit Ekspetasi - atur posisi semi fowler
meningkat - posisikan kesejajaran tubuh
- rileks cukup yang tepat
meningkat - berikan bantal yang tepat pada
ekspetasi leher
menurun : - hindari menempatkan pasa
- keluhan tidak posisi yang dapat meningkatkan
nyaman cukup nyeri
menurun Terapi relaksasi
- gelisah cukup - ciptakan lingkungan yang
menurun tenang dan tanpa gangguan
- menangis dengan pencahayaan dan suhu
cukup ruangan yang nyaman
menurun - gunakan pakaian longgar
- pola eliminasi - anjurkan mengambil posisi yang
cukup nyaman
membaik - anjurkan rileks dan merasakan
sensasi relaksasi
- demonstrasikan dan latih ternik
relaksasi (nafas dalam,
peregangan, imajinasi terbimbing)
III. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Tgl DX Kep IMPLEMENTASI EVALUASI
10.12.20 Nyeri akut b/d managemen nyeri : S:
agen pencendera - Mengidentifikasi lokasi, - klien mengatakan
fisiologis karakteristik, durasi, masih merasakan
frekuensi, kualitas, nyeri
intensitas nyeri O:
- mengidentifikasi skala - skala nyeri 4 (sedang)
nyeri - klien tidak tampak
- mengidentifikasi respon meringis
nyeri non verbal - N : 134x/menit
- mengidentifikasi faktor - S : 36,1 celcius
yang memperberat rasa - RR : 23 x/ menit
nyeri A : masalah belum
- memberikan terapi teratasi
nonfarmakologis untuk P : lanjutkan intervensi
mengurangi rasa nyeri
- mengkontrol lingkungan
yang memperberat rasa
nyeri ( suhu,
pencahayaan,
kebisingan)
- memfasilitasi istirahat
dan tidur
- mengajarkan ternik
nonfarmakologi untuk
mengurangi nyeri
- berkolaborasi pemberian
analgetik.

10.12.20 Gangguan rasa Pengaturan posisi S:


nyaman b/d - menempatkan pada - klien mengatakan
gejala penyakit posisi terapeutik sedikit lebih nyaman
O:
- memposisikan
- klien sudah tidak
kesejajaran tubuh yang tampak gelisah
tepat - klien tampak lebih
- memberikan bantal yang rileks
tepat pada leher - N : 134 x/menit
- menghindari - RR : 23 x/menit
menempatkan pasa - S : 36,1 celcius
A : masalah sebagian
posisi yang dapat
teratasi
meningkatkan nyeri P: lanjutkan intervensi

Terapi relaksasi
- menciptakan lingkungan
yang tenang dan tanpa
gangguan dengan
pencahayaan dan suhu
ruangan yang nyaman
- menggunakan pakaian
longgar
- menganjurkan
mengambil posisi yang
nyaman
- mengaanjurkan rileks
dan merasakan sensasi
relaksasi
- mendemonstrasikan dan
latih ternik relaksasi
(nafas dalam,
peregangan, imajinasi
terbimbing)

Tgl DX Kep IMPLEMENTASI EVALUASI


11.12.20 Nyeri akut b/d managemen nyeri : S:
agen pencendera - mengidentifikasi skala - klien mengatakan
fisiologis nyeri nyeri berkurang
- memberikan terapi - lamanya nyeri yang
nonfarmakologis untuk dirasakan tidak tentu
mengurangi rasa nyeri - orang tua klien
- mengkontrol lingkungan mengatan klien sudah
yang memperberat rasa tidak meringis
nyeri ( suhu, kesakitan
pencahayaan, O:
kebisingan) - skala nyeri 3 (ringan)
- memfasilitasi istirahat - klien tidak tampak
dan tidur meringis
- mengajarkan ternik - N : 132x/menit
nonfarmakologi untuk - S : 36,2 celcius
mengurangi nyeri - RR : 22 x/ menit
- berkolaborasi pemberian A : masalah sebagian
analgetik. teratasi
P : lanjutkan intervensi

11.12.20 Gangguan rasa Pengaturan posisi S:


nyaman b/d - menempatkan pada - klien mengatakan
gejala penyakit posisi terapeutik sedikit lebih nyaman
- memposisikan O:
- klien sudah tidak
kesejajaran tubuh yang
tampak gelisah
tepat - klien tampak lebih
- menghindari rileks
menempatkan pasa - N : 132 x/menit
posisi yang dapat - RR : 22 x/menit
meningkatkan nyeri - S : 36,2 celcius
A : masalah sebagian
teratasi
Terapi relaksasi
P: lanjutkan intervensi
- menciptakan lingkungan
yang tenang dan tanpa
gangguan dengan
pencahayaan dan suhu
ruangan yang nyaman
- menganjurkan
mengambil posisi yang
nyaman
- mendemonstrasikan dan
latih ternik relaksasi
(nafas dalam,
peregangan, imajinasi
terbimbing)

IV. PEMBAHASAN

Pada bab ini akan di bahas tentang hal yang ditemukan antara teori dengan kasus
- Pada teori dikatakan feses atau vomitus menjadi berwarna gelap atau
berdarah atau mengandung darah samar, pada kasus diatas feses klien
berwarna hitam (gelap)
- Pada teori dikatakan manefestasi yang akan muncul salah satunya distensi
abdomen dan nyeri pada abdomen, pada kasus diatas orangtua klien
mengatakan perutnya semakin membesar ±2 bulan SMRS
- Pada teori dikatakan pada klien dengan post operasi kolostomi klien akan
mengeluh nyeri pada daerah luka post operasi seperti diiris-iris dan ditusuk-
tusuk, pada kasus diatas klien mengeluh nyeri pada area post operasi dan
nyeri yang dirasakanseperi teriris-iris

Anda mungkin juga menyukai