Anda di halaman 1dari 30

Judul : Hubungan Tingkat Pengetahuan Orang tua Terhadap Kebiasaan Anak Usia

Pra Sekolah Pada Masa Pandemi COVID-19 di TK Yaa Bunayaa Kalipang Lodoyo
Blitar.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada Desember 2019, kasus pneumonia misterius pertama kali dilaporkan di
Wuhan, Provinsi Hubei. Sumber penularan kasus ini masih belum diketahui pasti,
tetapi kasus pertama dikaitkan dengan pasar ikan di Wuhan. Tanggal 18 Desember
hingga 29 Desember 2019, terdapat lima pasien yang dirawat dengan Acute
Respiratory Distress Syndrome (ARDS). Sejak 31 Desember 2019 hingga 3 Januari
2020 kasus ini meningkat pesat, ditandai dengan dilaporkannya sebanyak 44 kasus.
Tidak sampai satu bulan, penyakit ini telah menyebar di berbagai provinsi lain di
China, Thailand, Jepang, dan Korea Selatan. Awalnya, penyakit ini dinamakan
sementara sebagai 2019 novel coronavirus (2019-nCoV), kemudian WHO
mengumumkan nama baru pada 11 Februari 2020 yaitu Coronavirus Disease (COVID-
19) yang disebabkan oleh virus Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus-2
(SARS-CoV-2). Virus ini dapat ditularkan dari manusia ke manusia dan telah
menyebar secara luas di China dan lebih dari 190 negara dan teritori lainnya. Pada 12
Maret 2020, WHO mengumumkan COVID-19 sebagai pandemik. Hingga tanggal 29
Maret 2020, terdapat 634.835 kasus dan 33.106 jumlah kematian di seluruh dunia.
Sementara di Indonesia sudah ditetapkan 1.528 kasus dengan positif COVID-19 dan
136 kasus kematian.
Sejak kasus pertama di Wuhan, terjadi peningkatan kasus COVID-19 di China
setiap hari dan memuncak diantara akhir Januari hingga awal Februari 2020. Awalnya
kebanyakan laporan datang dari Hubei dan provinsi di sekitar, kemudian bertambah
hingga ke provinsi-provinsi lain dan seluruh China. Tanggal 30 Januari 2020, telah
terdapat 7.736 kasus terkonfirmasi COVID-19 di China, dan 86 kasus lain dilaporkan
dari berbagai negara seperti Taiwan, Thailand, Vietnam, Malaysia, Nepal, Sri Lanka,
Kamboja, Jepang, Singapura, Arab Saudi, Korea Selatan, Filipina, India, Australia,
Kanada, Finlandia, Prancis, dan Jerman. COVID-19 pertama dilaporkan di Indonesia
pada tanggal 2 Maret 2020 sejumlah dua kasus. Data 31 Maret 2020 menunjukkan
kasus yang terkonfirmasi berjumlah 1.528 kasus dan 136 kasus kematian. Tingkat
mortalitas COVID-19 di Indonesia sebesar 8,9%, angka ini merupakan yang tertinggi
di Asia Tenggara. Per 30 Maret 2020, terdapat 693.224 kasus dan 33.106 kematian di
seluruh dunia. Eropa dan Amerika Utara telah menjadi pusat pandemi COVID-19,
dengan kasus dan kematian sudah melampaui China. Amerika Serikat menduduki
peringkat pertama dengan kasus COVID-19 terbanyak dengan penambahan kasus baru
sebanyak 19.332 kasus pada tanggal 30 Maret 2020 disusul oleh Spanyol dengan 6.549
kasus baru. Italia memiliki tingkat mortalitas paling tinggi di dunia, yaitu 11,3%.
Kejadian wabah COVID-19 telah muncul di 215 negara di seluruh dunia, salah satunya
termasuk negara Indonesia. Indonesia telah menghadapi fluktuasi harian kasus baru
COVID-19. Jumlah pasien yang meninggal terus ada, namun diimbangi oleh fakta
bahwa jumlah yang pulih juga relevan.
Salah satu dampak pandemi Coronavirus 2019–20 ialah terhadap pendidikan di
seluruh dunia, yang mengarah kepada penutupan luas sekolah, madrasah, universitas,
dan pondok pesantren. Secara global, hasil pantauan UNESCO menyebutkan bahwa
sampai 13 April sebanyak 191 negara telah menerapkan penutupan nasional yang
berdampak kepada 1.575.270.054 siswa (91.3% dari populasi siswa dunia) (UNESCO,
2020). UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization)
sejak 4 Maret 2020 menyarankan penggunaan pembelajaran jarak jauh dan membuka
platform pendidikan yang dapat digunakan sekolah dan guru untuk menjangkau peserta
didik dari jarak jauh dan membatasi gangguan pendidikan (UNESCO, 2020).
Sehubungan dengan perkembangan tersebut, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud) turut mengambil kebijakan sebagai panduan dalam menghadapi
penyakit tersebut di tingkat satuan pendidikan (Kemendikbud, 2020).

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana tingkat pengetahuan orangtua terhadap kebiasaan anak usia pra sekolah
pada masa pandemic Covid-19 di TK Yaa Bunaya Kalipang Lodoyo Blitar ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan orang tua terhadap kebiasaan anak usia
pra sekolah pada masa pandemic Covid-19 di TK Yaa Bunayaa Kalipang Lodoyo
Blitar.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi pengetahuan orang tua terhadap kebiasaan anak usia pra
sekolah pada masa pandemic Covid-19 di TK Yaa Bunayaa Kalipang Lodoyo
Blitar sebelum diberikan edukasi
2. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan orang tua terhadap kebiasaan anak usia
pra sekolah pada masa pandemi Covid-19 di TK Yaa Bunayaa Kalipang
Lodoyo Blitar sesudah di berikan edukasi
3. Menganalisis hubungan kebiasaan anak usia pra sekolah pada masa pandemic
Covid-19 di TK Yaa Bunayaa Kalipang Lodoyo Blitar setelah diberikan
edukasi

1.4 Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya :
1.4.1 Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan dapat
berguna sebagai ilmu pengetahuan dan dunia pendidikan khusunya, berupa data
empiris tentang tingkat pengetahuan orangtua terhadap kebiasaan anak usia pra
sekolah pada masa pandemic Covid-19 di TK Yaa Bunayaa Kalipang Lodoyo
Blitar.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Bagi institusi pendidikan
Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan pemikiran yang bermanfaat bagi
institusi dalam rangka peningkatan pengetahuan tentang hubungan pengetahuan
orangtua terhadap kebiasaan anak usia pra seklah pada masa pandemic Covid-
19.
2. Bagi peneliti
Sebagai tambahan referensi bagi peneliti dalam memperkuat penelitian edukasi
terhadap peningkatan pengetahuan orangtua terhadap kebiasaan anak usia pra
sekolah pada masa pandemic Covid-19, serta sebagai pengalaman penerapan
ilmu kesehatan.
3. Bagi responden
Diharapkan penelitian ini dapat menambah penegtahuan masyarakat tentang
alternatif meningkatkan pengetahuan orangtua terhadap kebiasaan anak.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Coronavirus Diseases (COVID-19)

2.1.1 Pengertian
Severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) yang
lebih dikenal dengan nama virus Corona adalah jenis baru dari coronavirus yang
menular ke manusia. Virus ini bisa menyerang siapa saja, baik bayi, anak-anak,
orang dewasa, lansia, ibu hamil, maupun ibu menyusui. Infeksi virus ini disebut
COVID-19 dan pertama kali ditemukan di kota Wuhan, Cina, pada akhir Desember
2019. Virus ini menular dengan cepat dan telah menyebar ke wilayah lain di Cina
dan ke beberapa negara, termasuk Indonesia. Coronavirus adalah kumpulan virus
yang bisa menginfeksi sistem pernapasan. Pada banyak kasus, virus ini hanya
menyebabkan infeksi pernapasan ringan, seperti flu. Namun, virus ini juga bisa
menyebabkan infeksi pernapasan berat, seperti infeksi paru-paru
(pneumonia), Middle-East Respiratory Syndrome (MERS), dan Severe Acute
Respiratory Syndrome (SARS).
2.1.2 Epidemiologi
Dugaan kasus pertama dilaporkan pada tanggal 31 Desember 2019. Gejala
awal mulai bermunculan tiga pekan sebelumnya pada tanggal 8 Desember 2019.
Pasar ditutup tanggal 1 Januari 2020 dan orang-orang yang mengalami gejala
serupa dikarantina. Kurang lebih 700 orang yang terlibat kontak dengan terduga
pengidap, termasuk +400 pekerja rumah sakit, menjalani karantina. Seiring
berkembangnya pengujian PCR khusus untuk mendeteksi infeksi, 41 orang di
Wuhan diketahui mengidap virus korona SARS-CoV-2, dua orang di antaranya
suami-istri, salah satunya belum pernah ke pasar, dan tiga orang merupakan
anggota satu keluarga yang bekerja di toko ikan. Korban jiwa mulai berjatuhan
pada 9 Januari dan 16 Januari 2020.
Kasus yang dikonfirmasi di luar daratan Tiongkok termasuk 3 wanita dan 1
pria di Thailand, dua pria di Hong Kong, dua pria di Vietnam, satu pria di Jepang,
satu wanita di Korea Selatan, satu pria di Singapura, satu wanita di Taiwan dan satu
pria di Amerika Serikat. Angka-angka ini didukung oleh para ahli seperti Michael
Osterholm. Pada 17 Januari, sebuah kelompok Imperial College London di Inggris
menerbitkan perkiraan bahwa terdapat 1.723 kasus (interval kepercayaan 95%,
427–4.471) dengan timbulnya gejala virus tersebut pada 12 Januari 2020. Perkiraan
ini didapat berdasarkan pola penyebaran awal dari virus 2019-nCoV ke Thailand
dan Jepang. Mereka juga menyimpulkan bahwa "penularan dari manusia ke
manusia yang berkelanjutan tidak harus dikesampingkan" Ketika kasus-kasus
selanjutnya terungkap, mereka kemudian menghitung ulang bahwa "terjadi 4.000
kasus 2019-nCoV di Kota Wuhan mulai timbul gejala pada 18 Januari 2020".
Pada 20 Januari, Tiongkok melaporkan peningkatan tajam dalam kasus ini
dengan hampir 140 pasien baru, termasuk dua orang di Beijing dan satu
di Shenzhen. Per 3 Maret, jumlah kasus yang dikonfirmasi laboratorium mencapai
93.000 kasus, yang terdiri dari lebih dari 80.000 kasus di daratan Tiongkok, dan
sisanya di beberapa negara lainnya.
2.1.3 Patogenesis dan Patofisiologis

Kebanyakan coronavirus menginfeksi hewan dan bersikulasi di hewan.

Coronavirus menyebabkan sejumlah besar penyakit pada hewan dan

kemampuannya menyebabkan penyakit berat pada hewan seperti babi, sapi, kuda,

kucing, dan ayam. Coronavirus disebut dengan virus zoonotik yaitu virus yang

ditransmisikan dari hewan ke manusia. Banyak hewan liar yang dapat membawa

patogen dan bertindak sebagai vektor untuk penyakit menular tertentu. Kelelawar,

tikus bambu, unta dan musang merupakan host yang biasa ditemukan untuk

Coronavirus. Coronavirus pada kelelawar merupakan sumber utama untuk kejadian

Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) dan Middle East Respiratory

Syndrome (MERS) (PDPI, 2020).

Coronavirus hanya bisa memperbanyak diri melalui sel host-nya. Virus

tidak bisa hidup tanpa sel host. Berikut siklus dari Coronavirus setelah menemukan

sel host sesuai tropismenya. Pertama, penempelan dan masuk virus ke sel host

diperantarai oleh Protein S yang ada dipermukaan virus. Protein S penentu utama

dalam menginfeksi spesies host-nya serta penentu triposnye. Pada studi SARS-CoV

Protein S berkaitan dengan reseptor di sel endotel arteri vena, dan sel otot polos.

Setelah berhasil masuk selanjutnya translasi replikasi gen dari RNA genom virus.

Selanjutnya replikasi virus. Tahap selanjutnya adalah perkaitan dan rilis virus

(Wang, 2020).
Setelah terjadi transmisi, virus masuk ke saluran napas atas kemudian

bereplikasi di sel epitel saluran napas atas (melakukan siklus hidupnya). Setelah itu

menyebar ke saluran napas bawah. Pada infeksi akut terjadi penularan virus dari

saluran napas dan virus dapat berlanjut meluruh beberapa waktu di sel

gastrointestinal setelah penyembuhan. Masa inkubasi virus sampai muncul

penyakit sekitar 3-7 hari (PDPI, 2020).

2.1.4 Manifestasi Klinis

Infeksi COVID-19 dapat menimbulkan gejala ringan, sedang atau berat.

Gejala klinis yang mucul yaitu demam (suhu >38°C), batuk dan kesulitan bernapas.

Selain itu dapat disertai dengan sesak memberat, fatigue, mialgia, gejala

gastrointestinal seperti diare dan gejala saluran napas lain. Setengah dari pasien

timbul sesak dalam satu minggu. Pada kasus berat perburukan secara cepat dan

progresif, seperti ARDS, syok septik, asidosis metabolik yang sulit dikoreksi dan

perdarahan atau disfungsi sistem koagulasi dalam beberapa hari. Pada beberapa

pasien, gejala yang muncul ringan, bahkan tidak disertai dengan demam.

Kebanyakan pasien memiliki prognosis baik, dengan sebagain kecil dalam kondisi

kritis bahkan meninggal (PDPI, 2020). Berikut ini sindrom klinis yang dapat

muncuk jika terinfesksi menurut PDPI, 2020 :

a. Tidak berkomplikasi

Kondisi ini merupakan kondisi teringan. Gejala yang muncul berupa gejala

yang tidak spesifik. Gejala utama tetap muncul seperti demam, batuk, dapat

disertai dengan nyeri tenggorokan, kongesti hidung, malaise, sakit kepala, dan

nyeri otot. Perlu diperhatikan bahwa pada pasien dengan lanjut usia dan pasien

immunocompromises presentasi gejala jadi tidak khas atau atipikal. Selain itu,

pada beberapa kasus ditemui tidak disertai dengan demam dan gejala relatif
ringan. Pada kondisi ini pasien tidak memiliki gejala komplikasi diantaranya

dehidrasi, sepsis atau napas pendek.

b. Pneumonia ringan

Gejala utama yang dapat muncul seperti demam, batuk dan sesak. Namun tidak

ada tanda pneumonia berat. Pada anak-anak dengan pneumonia tidak berat

ditandai dengan batuk atau susah bernapas.

c. Pneumonia berat, pada pasien dewasa :

a) Gejala yang muncul diantaranya demam atau curiga infeksi saluran napas.

b) Tanda yang muncul yaitu takipnea (frekuensi napas : > 30x/menit),

distress pernapsan berat atau saturasi oksigen psien <90% udara keluar.

2.1.5 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan radiologi : foto toraks, CT-scan toraks, USG toraks. Pada

pencitraan dapat menunjukkan : opasitas bilateral, konsolidasi subsegmental,

lobar, atau kolaps paru atau nodul, tampilan groundglass.

2. Pemeriksaan spesimen saluran napas atas dan bawah

a. Saluran napas atas dengan swab tenggorokan (nasofaring dan orofaring)

b. Saluran napas bawah (sputum, bilasan bronkus, BAL, bila menggunakan

endotrakeal tube dapat berupa aspirat endotrakeal)

3. Bronkoskopi

4. Pungsi pluera sesuai kondisi

5. Pemeriksaan kimia darah

6. Biakan mikroorganisme dan uji kepekaan dari bahan saluran napas (sputum,

bilasan bronkus, cairan pleura) dan darah. Kultur darah untuk bakteri

dilakukan, idealnya sebelum terapi antibiotik. Namun, jangan menunda terapi

antibiotik dengan menunggu hasil kultur darah.

7. Pemeriksaan feses dan urin (untuk investigasi kemungkinan penularan)


2.1.6 Tatalaksana Umum

1. Isolasi pada semua kasus

Sesuai dengan gejala klinis yang muncul, baik ringan maupun sedang

2. Implementasi pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI)

3. Serial foto toraks untuk menilai perkembangan penyakit

4. Suplementasi oksigen

Pemberian terapi oksigen segera kepada pasien dengan distress napas,

hipoksemiaatau syok. Terapi oksigen pertama sekitar 5L/menit dengan target

SpO2 ≥ 90% pada pasien tidak hamil dan ≥ 92-95% pada pasien hamil

5. Kenali kegagalan napas hipoksemia berat

6. Terapi cairan

Terapi cairan konservatif diberikan jika tidak ada bukti syok pasien harus

diperhatikan dalam terapi cairannya, karena jika pemberian cairan terlalu

agresif dapat memperberat kondisi distress napas atau oksigenasi. Monitoring

keseimbangan cairan dan elektrolit

7. Pemberian antibiotik empiris

8. Terapi simtomatik

Terapi simtomatik diberikan seperti antipiretik, obat batuk dan lainnya jika

memang diperlukan

9. Pemberian kortikosteroid sistemik tidak rutin diberikan pada tatalaksana

pneumonia viral atau ARDS selain ada indikasi lain

10. Observasi ketat

11. Memahami komorbid pada pasien

Saat ini belum ada penelitian atau bukti tatalaksana spesifikasi pada

COVID-19. Belum ada tatalaksana antiviral untuk infeksi Coronavirus yang

terbukti efektif. Pada studi terhadap SARS-CoV, kombinasi lopinavir dan


ritonavir dikaitkan dengan memberi manfaat klinis. Saat ini penggunaan

lopinavir dan ritonavir masih diteliti terkait efektivitas dan keamanan pada

infeksi COVID-19. Tatalaksana yang etik atau melalui Monitired Emergency

Use of Unregistered Interventions Framework (MEURI), dengan pemantauan

ketat. Selain itu, saat ini belum ada vaksin untuk mencegah pneumonia

COVID-19 ini (PDPI, 2020).

2.1.7 Penegakkan Diagnosis

Pada anamnesis gejala yang dapat ditemukan yaitu, tiga gejala utama :

demam, batuk kering (sebagian kecil berdahak) dan sulit bernapas atau sesak.

1. Pasien Dalam Pengawasan atau kasus suspek/possible

a. Seseorang yang mengalami :

a) Demam (≥38°C) atau riwayat demam

b) Batuk atau pilek atau nyeri tenggorokan

c) Pneumonia ringan sampai berat berdasarkan klinis dan atau gambaran

radiologis. (Pada pasien immunocompromised presentasi kemungkinan atipikal)

dan disertai minimal satu kondisi sebagai berikut :

1) Memiliki riwayat perjalanan ke wilayah atau negara yang terjangkit dalam 14

hari sebelum timbul gejala

2) Petugas kesehatan yang sakit dengan gejala sama setlah merawat pasien

infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) berat yang tidak diketahui penyebab

penyakitnya, tanpa memperhatikan riwayat berpergian atau tempat tinggal.

b. Pasien infeksi pernapasan akut dengan tingkat keparahan ringan sampai berat

dan salah satu berikut dalam 14 hari sebelum onset gejala:

a) Kontak erat dengan pasien kasus terkonfirmasi atau probable COVID-19

b) Riwayat kontak dengan hewan penular (jika hewan sudah teridentifikasi)


c) Bekerja atau mengunjungi fasilitas layanan kesehatan dengan kasus

terkonfirmasi atau probable infeksi COVID-19 di wilayah atau negara yang

terjangkit

d) Memiliki riwayat perjalanan ke wilayah atau negara yang terjangkit dan

memiliki deman (suhu ≥ 38°C)

2. Orang Dalam Pemantauan

Seseorang yang mengalami gejala demam atau riwayat demam tanpa pneumonia

yang memiliki riwayat perjalanan ke wilayah atau negara yang terjangkit, dan tidak

memiliki satu atau lebih riwayat paparan diantaranya:

a. Riwayat kontak erat dengan kasus konfirmasi COVID-19

b. Berkerja atau mengunjungi fasilitas kesehatan yang berhubungan dengan pasien

konfirmasi COVID-19 di wilayah atau negara yang terjangkit (sesuai dengan

perkembangan penyakit)

c. Memiliki riwayat kontak dengan hewan penular (jika hewan penular sudah

terindentifikasi) di wilayah atau negara yang terjangkit (sesuai dengan

perkembangan penyakit)

3. Kasus probable

Pasien dalam pengawasan yang diperiksakan untuk COVID-19 tetapi inkonklusif

atau tidak dapat disimpulkan atau seseorang dengan hasik konfirmasi positif pan-

coronavirus atau betacoronavirus

4. Kasus Terkonfirmasi

Seseorang yang secara laboratorium terkonfimasi COVID-19

2.1.8 Pencegahan

COVID-19 merupakan penyakit yang baru ditemukan oleh karena itu pengentahuan

terkait pencegahannya masih terbatas. Kunci pencegahan meliputi pemutusan rantai


penularan dengan isolasi, deteksi dini, dan melakukan priteksi dasar (World Health

Organization, 2020).

1. Vaksin

Salah satu upaya yang sedang dikembangkan adalah pembuatan vaksin guna membuat

imunitas dan mencegah transimi. Saat ini, sedang berlangsung 2 uji klinis fase I vaksin

COVID-19. Studi pertama dari National Istitute of Health (NIH) menggunaka mRNA-

1273 dengan dosis 25, 100, dan 250 µg. Studi kedua berasal dari China menggunakan

adenovirus type 5 vector dengan dosis ringan, sedang dan tinggi (World Health

Organization, 2020).

2. Deteksi dini dan isolasi

Seluruh individu yang memenuhi kriteria suspek atau pernah berkontak dengan pasien

yang psoitif COVID-19 harus segra berobat ke fasilitas kesehatan (World Health

Organization, 2020). WHO juga sudah membuat instrumen penilaian risiko bagi

petugas kesehatan yang menangani pasien COVID-19 sebagai panduan rekomendasi

tindakan lanjutan. Bagi kelompok risiko tinggi, direkomendasikan pemberhentian

seluruh aktivitas yang berhubungan dengan pasien selama 14 hari, pemeriksaan

infeksi SARS-CoV-2 dan isolasi. Pada kelompok risiko rendah, dihimbau

melaksanakan pemantauan mandiri setiap harinya terhadap suhu dan gejala

pernapasan selama 14 hari dan mencari bantuan jika keluhan memberat. Pada tingkat

masyarakat, usaha mitigasi meliputi pembatasan berpergian dan kumpul massa pada

acara besar (sosial distancing) (World Health Organization, 2020).

3. Hygiene, cuci tangan, dan desinfektas

Rekmenadi WHO dalam menghadapi wabah COVID-19 adalah melakukan proteksi

dasar, yang terdiri dari cuci tangan secara rutin dengan alkohol atau sabun dan air,

menjaga jarak dengan seseorang yang memiliki gejala batuk atau bersin, melakukan

etika batuk atau bersin, dan berobat ketika memiliki keluhan yang sesuai kategori
suspek. Rekomendasi jarak yang harus dijaga adalah satu meter. Pasien rawat inap

dengan kecurigaan COVID-19 juga harus diberijarak minimal satu meter dari pasien

lainnya, diberikan masker bedah, diajarkan etika batuk dan bersin, dan ajarkan cuci

tangan (World Health Organization, 2020).

Perilaku cuci tangan harus diterapkan seluruh petugas kesehatan pada lima waktu,

yaitu sebelum menyentuh pasien, sebelum melakukan prosedur, setelah terpajan cairan

tubuh, setelah menyentuh pasien, dan setelah menyentuh lingkungan pasien. Air

sering disebut sebagai pelarutan universal, namun mencuci tangan dengan air saja

tidak cukup untuk menghilangkan coronavirus karena virus tersebut merupakan virus

RNA dengan selubung lipid bilayer.

Sabun mampu mengangkat dan mengurai senyawa hidrofobik seperti lemak atau

minyak. Selain menggunakan air dan sabun, etanol 62-71% dapat mengurangi

infektivitas virus (Steinmann E et al, 2020). Oleh karena itu membersihkan tangan

dapat dilakukan dengan hand rub berbasis alkohol atau sabun dan air. Berbasis alkohol

lebih dipilih katika secara kasat mata tangan tidak kotor sedangkan sabun dipilih

ketika tangan tampak kotor.

Hindari menyentuh wajah terutama bagian wajah, hidung atau mulut dengan

permukaan tangan. Ketika tangan terkontaminasi dengan virus, menyentuh wajah

dapat menjadi portal masuk. Terakhir, pastikan menggunakan tissu satu kali pakai

ketika bersin atau batuk untuk menghindari penyebaran droplet (World Health

Organization, 2020).

4. Alat pelindung diri

SARS-CoV-2 menular terutama melalui droplet. Alat pelindung diri (APD)

merupakan salah satu metode efektif pencegahan penularan selama penggunaanya

rasional. Komponen APD terdiri atas sarung tangan, masker nonsteril lengan panjang.

Alat pelindung diri akan efektif jika didukung dengan kontrol administratif dan

kontrol lingkungan dan teknik (World Health Organization, 2020).


Penggunaan APD secara irasional dinilai berdasarkan risiko pajanan dan dinamika

transmisi dari patogen. Pada kondisi berinteraksi dengan pasien tanpa gejala

pernapasan, tidak diperlukan APD. Jika pasien memiliki gejala pernapasan, jaga jarak

minimal satu meter dan pasien dipakaikan masker. Tenaga medis disarankan

menggunakan APD lengkap (World Health Organization, 2020). Alat seperti

stetoskop, thermometer, dan spigmomanometer sebagainya disediakan khusus untuk

pasien. Bila akan digunakan untuk pasien lain, bersihkan dan desinfeksi dengan

alkohol 70%.

World Health Organization tidak merekomendasikan penggunaan APD pada

masyarakat umum yang tidak ada gejala demam, batuk, atau sesak.

Berdasarkan bukti yang tersedia, COVID-19 ditularkan melalui kontak dekat dan

droplet, bukan melalui transmisi udara. Orang-orang yang paling berisiko terinfeksi adalah

mereka yang berhubungan dekat dengan pasien COVID-19 atau yang merawat pasien

COVID-19.

Tindakan pencegahan dan mitigasi merupakan kunci penerapan di pelayanan

kesehatan dan masyarakat. Langkah-langkah pencegahan yang paling efektif di masyarakat

meliputi:

1. Melakukan kebersihan tangan menggunakan hand sanitizer jika tangan tidak

terlihat kotor atau cuci tangan dengan sabun jika tangan terlihat kotor;

2. Menghindari menyentuh mata, hidung dan mulut;

3. Terapkan etika batuk atau bersin dengan menutup hidung dan mulut dengan

lengan atas bagian dalam atau tisu, lalu buanglah tisu ke tempat sampah;

4. Pakailah masker medis jika memiliki gejala pernapasan dan melakukan kebersihan

tangan setelah membuang masker;

5. Menjaga jarak (minimal 1 m) dari orang yang mengalami gejala gangguan

pernapasan.
Penggunaan masker adalah efektif. karena tujuan memakai masker adalah untuk

memblokir ‘pembawa’ yang mentransmisikan virus, daripada secara langsung memblokir

virus. Mengenakan masker dengan benar dapat secara efektif memblokir tetesan

pernapasan dan karenanya mencegah virus masuk langsung ke dalam tubuh. Perlu

diingatkan bahwa tidak perlu memakai respirator KN95 atau N95. Masker bedah biasa

dapat menghalangi sebagian besar virus yang membawa tetesan memasuki saluran

pernapasan (Safrizal, dkk, 2020).

2.2 Konsep Anak Pra Sekolah

2.2.1 Pengertian Anak Usia Pra Sekolah

Anak pra sekolah merupakan fase perkembangan individu sekitar 3-6 tahun.
Pada masa pra sekolah, anak sudah mengetahui banyak tentang dirinya dan
lingkunganya. Mereka sudah mengetahui dirinya sebagai pria maupun wanita,
dapat mengatur buang air (toilet training), dan mengenal beberapa hal yang
dianggap berbahaya atau mencelakakan dirinya (Yusuf, 2012)

2.2.2 Karakteristik Anak Usia Pra Sekolah

Karakteristik anak usia pra sekolah umumnya sangat aktif. Mereka telah

memiliki penguasaan (kontrol) terhadap tubuhnya dan sangat menyukai kegiatan

yang dilakukan sendiri seperti memanjat, melompat dan kegiatan menantang

lainya. Anak dengan usia pra sekolah biasanya mengekspresikan emosianya dengan

bebas dan terbuka. Sikap marah sering diperlihatkan oleh anak pada usia tersebut.

Anak memiliki kemampuan motoric dengan seimbang seperti melompat, berguling,

meluncur, dan menendang bola.

2.2.3 Tahap Perkembangan Anak Usia Prasekolah

Pada anak usia pra sekolah perkembangan fisik akan lebih lambat dan

relative menetap. Ketrampilan motoric seperti berjalan, berlari, melompat, menjadi

semakin luwes. Pada masa ini anak mengalami perkembangan kognitif sudah mulai

menunjukkan perkembangan dan anak sudah mempersiapkan diri untuk memasuki


sekolah dan tampak kemampuan anak belum mampu menilai sesuatu berdasarkan

apa yang mereka lihat dan anak membutuhkan pengalaman belajar dengan

lingkungan dan orang tauanya (Hidayat, 2008). Pada masa usia prasekolah ini

dapat di golongkan menjadi 2 masa, yaitu masa vital dan masa estetik.

1. Masa vital (usia 0-3 tahun)

Pada masa ini anak menggunakan fungsi–fungsi biologis untuk menemukan

berbagai hal dalam dunianya untuk belajar. Freud menamakan setahun pertama

dalam kehidupan individu ini sebagai masa oral karena mulut digunakan

sebagai sumber kenikmatan. Anak akan memasukkan apa saja yang

dipegangnya kedalam mulutnya, karena mulut merupakan sumber kenikmatan

utama dan merupakan alat untuk melakukan explorasi dan belajar ( Elisabeth B

Hurlolock, 1999 dalam Mera, 2011).

2. Masa estetik (usia 4-5 tahun)

Masa estetik di anggap sebagai masa perkembangan rasa keindahan. Kata

estetik disini berarti bahwa pada masa ini perkembangan anak yang utama

adalah fungsi panca indranya. Pada masa ini panca indra sangat peka karena itu

menciptakan bermacam–macam alat permainan untuk melatih panca indranya (

Harlock, 1999 dalam Mera, 2011).

2.2.4 Tahap Pertumbuhan Anak Usia Prasekolah

Menurut Sujono (2009) tahap pertumbuhan anak prasekolah adalah

1. Usia 3-4 tahun

Motorik kasar : anak sudah mampu berjalan berjinjit,

melompat dengan satu kaki, menangkap

bola dan melempar bola

Motorik halus : anak sudah bisa menggunakan gunting

dengan lancar, sudah bisa menggambar


kotak, menggambar garis vertical

maupun horizontal, belajar membuka dan

memasang kancing baju.

2. Usia 5-6 tahun

Motorik kasar : berjalan mundur sambil berjinjit, sudah

dapat menangkap dan melempar bola

dengan baik, sudah dapat melompat

dengan kaki secara bergantian.


Motorik halus : menulis dengan angka-angka, menulis

dengan huruf, menulis dengan kata–

kata, belajar menulis nama, belajar

menulis nama, belajar mengikat tali

sepatu.

2.2.5 Faktor Yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang Anak Usia Prasekolah

Menurut Soetjiningsih (2014) factor yang mempengaruhi tumbuh kembang pada

anak adalah :

1. Faktor Genetik

Faktor genetic merupakan modal dasar yang mempunyai peran utama dalam mencapai

hasil akhir dalam proses tumbuh kembang anak. Factor genetic pada anak antara lain

adalah berbagai factor bawaan yang normal dan patologik, jenis kelamin dan suku

bangsa.

2. Faktor lingkungan

Factor lingkungan merupakan factor yang sangat menentukan terhadap tercapainya

tindaknya potensi genetic. Lingkungan yang baik akan memungkinkan tercapainya

potensi genetic sedangkan yang tidak baik akan menghambatnya.

2.3 Konsep Pengetahuan


2.3.1 Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan adalah suatu hasil dari rasa keingintahuan melalui proses
sensoris, terutama pada mata dan telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan
merupakan domain yang penting dalam terbentuknya perilaku terbuka atau open
behavior (Donsu, 2017).Pengetahuan atau knowledge adalah hasil penginderaan
manusia atau hasil tahu seseorang terhadap suatu objekmelalui pancaindra yang
dimilikinya. Panca indra manusia guna penginderaan terhadap objek yakni
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan perabaan. Pada waktu
penginderaan untuk menghasilkan pengetahuan tersebut dipengaruhi oleh intensitas
perhatiandan persepsi terhadap objek. Pengetahuan seseorang sebagian besar
diperoleh melalui indra pendengaran dan indra penglihatan (Notoatmodjo, 2014).
Pengetahuan dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal dan sangat erat
hubungannya. Diharapkan dengan pendidikan yang tinggi maka akan semakin luas
pengetahuannya. Tetapi orang yang berpendidikan rendah tidak mutlak
berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari
pendidikan formal saja, tetapi juga dapat diperoleh dari pendidikan non formal.
Pengetahuan akan suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek
negatif. Kedua aspek ini akan menentukan sikap seseorang. Semakin banyak aspek
positif dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap semakin positif
terhadap objek tertentu (Notoatmojo, 2014).
2.3.2 Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (dalam Wawan dan Dewi, 2010) pengetahuan
seseorang terhadap suatu objek mempunyai intensitas atau tingkatan yang berbeda.
Secara garis besar dibagi menjadi 6 tingkat pengetahuan, yaitu :
1. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai recall atau memanggil memori yang telah ada
sebelumnya setelah mengamati sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang
telah dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Tahu disisni merupakan
tingkatan yang paling rendah. Kata kerja yang digunakan untuk mengukur
orang yang tahu tentang apa yang dipelajari yaitu dapat menyebutkan,
menguraikan, mengidentifikasi, menyatakan dan sebagainya.
2. Memahami (Comprehention)
Memahami suatu objek bukan hanya sekedar tahu terhadap objek tersebut, dan
juga tidak sekedar menyebutkan, tetapi orang tersebut dapat
menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahuinya. Orang
yang telah memahami objek dan materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan
contoh, menarik kesimpulan, meramalkan terhadap suatu objek yang dipelajari.
3. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud
dapat menggunakan ataupun mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut
pada situasi atau kondisi yang lain. Aplikasi juga diartikan aplikasi atau
penggunaan hukum, rumus, metode, prinsip, rencana program dalam situasi
yang lain.
4. Analisis (Analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang dalam menjabarkan atau memisahkan,
lalu kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen dalam suatu
objek atau masalah yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang
telah sampai pada tingkatan ini adalah jika orang tersebut dapat membedakan,
memisahkan, mengelompokkan, membuat bagan (diagram) terhadap
pengetahuan objek tersebut.
5. Sintesis (Synthesis)
Sintesis merupakan kemampuan seseorang dalam merangkum atau meletakkan
dalam suatu hubungan yang logis dari komponen pengetahuan yang sudah
dimilikinya. Dengan kata lain suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
baru dari formulasi yang sudah ada sebelumnya.
6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi merupakan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian
terhadap suatu objek tertentu. Penilaian berdasarkan suatu
2.3.3 Proses Perilaku Tahu
Menurut Rogers yang dikutip oleh Notoatmodjo (dalam Donsu, 2017)
mengungkapkan proses adopsi perilaku yakni sebelum seseorang mengadopsi
perilaku baru di dalam diri orang tersebut terjadi beberapa proses, diantaranya:
1. Awareness ataupun kesadaran yakni apda tahap ini individu sudah menyadari
ada stimulus atau rangsangan yang datang padanya.
2. Interest atau merasa tertarik yakni individu mulai tertarik pada stimulus
tersebut.
3. Evaluation atau menimbang-nimbang dimana individu akan
mempertimbangkan baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Inilah
yang menyebabkan sikap individu menjadi lebih baik.
4. Trial atau percobaanyaitu dimana individu mulai mencoba perilaku baru .
5. Adaption atau pengangkatan yaitu individu telah memiliki perilaku baru sesuai
dengan penegtahuan,, sikap dan kesadarannya terhadap stimulus.
2.3.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (dalam Wawan dan Dewi, 2010) faktor-faktor yang
mempengaruhi pengetahuan adalah sebagai berikut :
1. Faktor Internal
a. Pendidikan
Pendidikan merupakan bimbingan yang diberikan seseorang terhadap
perkembangan orang lain menuju impian atau cita-cita tertentu yang
menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan agar
tercapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk
mendapatkan informasi berupa hal-hal yang menunjang kesehatan
sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Menurut YB Mantra yang
dikutip oleh Notoatmodjo, pendidikan dapat mempengaruhi seseorang
termasuk juga perilaku akan pola hidup terutama dalam memotivasi
untuk sikap berpesan serta dalam pembangunan pada umumnya makin
tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah menerima informasi.
b. Pekerjaan
Menurut Thomas yang kutip oleh Nursalam, pekerjaan adalah suatu
keburukan yang harus dilakukan demi menunjang kehidupannya dan
kehidupan keluarganya. Pekerjaan tidak diartikan sebagai sumber
kesenangan, akan tetapi merupakan cara mencari nafkah yang
membosankan, berulang, dan memiliki banyak tantangan. Sedangkan
bekerja merupakan kagiatan yang menyita waktu.
c. Umur
Menurut Elisabeth BH yang dikutip dari Nursalam (2003), usia adalah
umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang
tahun . sedangkan menurut Huclok (1998) semakin cukup umur, tingkat
kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matangdalam berfikir
dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih
dewasa dipercaya dari orang yang belum tinggi kedewasaannya.
d. Faktor Lingkungan
Lingkungan ialah seluruh kondisi yang ada sekitar manusia dan
pengaruhnya dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku individu
atau kelompok.
e. Sosial Budaya
Sistem sosial budaya pada masyarakat dapat memberikan pengaruh dari
sikap dalam menerima informasi
2.3.5 Kriteria Tingkat Pengetahuan
Menurut Nursalam (2016) pengetahuan seseorang dapat diinterpretasikan dengan
skala yang bersifat kualitatif, yaitu :
1. Pengetahuan Baik :76%-100%

2. Pengetahuan Cukup :56%-75%

3. Pengetahuan Kurang :<56%

2.4 Konsep Perilaku


2.4.1 Definisi Perilaku
Perilaku menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2014) merupakan sautu
tanggapan atau reaksi seseorang terhadap rangsangan. Menurut Soekidjo N.
perilaku merupakan bentuk dari aktivitas yang dilakukan oleh manusia. Sedangkan
menurut Robert Kwick, perilaku adalah sebagian tindakan seseorang yang dapat
dipelajari dan diamati (Donsu, 2017).
Menurut sudut pandang biologis, perilaku adalah suatu aktivitas seseorang
dan perilaku terbentuk berdasarkan pengamatan. Sedangkan berdasarkan sudut
pandang operasional, perilaku merupakan tanggapan seseorang ketika diberikan
rangsangan dari luar. Berbeda dengan Ensiklopedia Amerika yang mengatakan
perilaku adalah suatau bentuk aksi-reaksi yang dipengaruhi oleh lingkungan.
Reaksi inilah yang biasa disebut rangsangan (Donsu, 2017). Berdasarkan pendapat
diatas dapat diartikan sebagai proses interaksi manusia dengan lingkungannya. Hal
inilah yang menjadi bentuk manifestasi bahwa manusia adalah makhluk sosial yang
membutuhkan bantuan orang lain untuk bertahan hidup dan mempertahankan
dirinya (Donsu, 2017).
Perilaku merupakan resultan dari berbagai faktor, baik internal ataupun
eksternal (lingkungan) sehingga faktor penentu atau determinan perilaku manusia
sulit untuk dibatasi. Perilau memiliki 3 aspek, yakni aspek fisik, psikis, dan sosial.
Akan tetapi dari ketiga aspek tersebut sulit untuk ditarik garis tegas yang
mempengaruhi perilaku (Notoatmodjo, 2014). Berikut bebrapa teori perilaku
menurut para ahli dalam Notoadmojo (2014), yaitu :
1. Teori ABC
Teori ABC dikemukan oleh Sulzer, Azaroff, Mayer (1997) yang
mengungkapkan perilaku adalah suatu proses dan sekaligus hasil interaksi
antara antecedent, behavior, dan concequences.

a. Antecedent
Antecedent merupakan suatu pemicu atau trigger yang menyebabkan
seseorang berperilaku, yakni kejadian-kejadian dilingkungan kita. Dapat
berupa alamiah (hujan, angin, cuaca, dan sebagainya), dan buatan
manusia atau “man made” (interaksi dan komunikasi dengan orang
lain).
b. Behavior
Behavior merupakan reaksi atau tindakan terhadap adanya antecendent
atau pemicu tersebut yang bersal dari lingkungan.
c. Concequences
Kejadian yang mengikuti perilaku atau tindakan tersebut disebut
konsekuensi. Konsekuensi dapat bersifat positif maupun negatif. Jika
bersifat positif atau menerima berarti akan mengulang perilaku tersebut.
Sedangkan sifat negatif atau menolak berarti tidak akan mengulangi
perilaku tersebut (berhenti).
2. Teori “Reason Action”
Teori ini dikembangkan oleh Fesbein dan Ajzen yang menekankan
pentingnya peranan dari intention atau niat sebagai alasan atau faktor
penentu perilaku. Niat ditentukan oleh :
a. Sikap
Sikap merupakan penilaian yang menyeluruh terhadap perilaku atau
tindakan yang akan diambil.
b. Norma Subjektif
Norma subjektif merupakan kepercayaan terhadap pendapat orang lain
apakah menyetujui atau tidak menyetujui tentang tindakan yang akan
diambil tersebut.
c. Pengendalian Perilaku
Pengendali perilaku adalah persepsi terhadap konsekuensi atau akibat
dari perilaku yang akan diambil.
3. Teori “Preced-Proceed”
Teori ini dikembangkan oleh Lawrence Green yang dirintis sejak tahun
1980. Lawrence menganilisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan.
Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh faktor perilaku
(behavior causes) dan faktor dari luar (non-behavior causes). Kemudian
perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama yang disingkat PRECEDE
(Predisposing, Enabling, dan Rainforcing Causes in Educational Diagnosis
and Evaluation). Precede merupakan arahan dalam menganalisis atau
diagnosis dan evaluasi perilaku untuk intervensi pendidikan (promosi)
kesehatan. Selain itu Precede adalah fase diagnosis masalah.
Sedangkan PROCEED atau Policy, Regulatory, Organizational
Construct in Educational and Environmantal Development merupakan
arahan dalam perencanaan, implementasi, dan evaluasi pendidikan
kesehatan. Proceed merupakan fase perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
promosi kesehatan.Precede menguraikan perilaku dibentuk dari 3 faktor,
yaitu :
a. Faktor predisposisi (predisposing factors) yang terwujud dalam
penegtahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan lain
sebagainya.
b. Faktor pemungkin (enabling factor) yang terwujud dalam lingkungan
fisik, tersedia atau tidak tesedianya fasilitas atau sarana kesehatan,
misalnya puskesmas, obat-obatan, lat kontrasepsi dan lain sebagainya.
c. Faktor pendorong atau penguat (renforcing factors) yang terwujud dalam sikap
dan perilau petugas kesehatan atau petugas lain, yang termasuk kelompok refensi dari
perilau masyarakat.
4. Teori “Bevavior Intention”
Teori ini dikembangkan oleh Snehendu Kar (1980) berdasarkan
analisisnya terhadap niatan orang yang bertindak atau berperilaku. Kar
menganalisis perilaku kesehatan sebagai fungsi dari :

a. Niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau perawatan


kesehatan (behaviour intention)
b. Dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya (social support)
c. Ada atau tidak adanya informasi tentang kesehatan ataupun fasilitas kesehatan
(accessebility of information)
d. Otonomi pribadi yang bersangkutan dalam hal ini mengambil tindakan atau
keputusan (personal autonomy)
e. Situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak (action
situation).
5. Teori “Thoughs and Feeling”
Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO (1984) menganalisis penyebab
seseorang berperilaku tertentu adalah karena 4 pokok alasan yaitu bentuk
pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan, penilaian seseorang terhadap
objek.
a. Pengetahuan
Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman dari
orang lain.
b. Kepercayaan
Kepercayaan sering diperoleh dari orang tua, kakek, atau nenek. Ketika
seseorang menerima kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa
adanya pembuktian terlebih dahulu.
c. Sikap
Sikap menggambarkan seseorang menyukai atau tidak suka terhadap
objek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau dari orang
lain yang paling dekat. Sikap dapat membuat seseorang mendekati atau
menjauhi orang lain atau objek lain.
d. Orang penting sebagai referensi
Perilaku anak kecil lebih banyak dipengaruhi oleh orang-orang yang
dianggap penting. Apabila seseorang tersebut penting untuknya, maka
apa yang dikatakan atau perbuatannya cenderung untuk dicontoh.
Orang-orang yang diangggap penting antara lain guru, alim ulama,
kepala adat, kepala desa dan lain sebagainya.
e. Sumber-sumber daya (resource).
Sumber daya disini antara lain mencakup fasilitas, uang, waktu, tenaga,
dan sebagainya. Semua itu berpengaruh terhadap perilaku seseorang
atau kelompok masyarakat.
2.4.2 Ciri-ciri Perilaku
Menurut Sarlito Wirawan Sarwono (dalam Donsu, 2017), perilaku memiliki
ciri-ciri sebagai berikut :
1. Kepekaan Sosial
Kepekaansosial atau yang disebut juga kecerdasan sosial adalah kunci
keberhasilan dalam interaksi sosial. Tidak hanya dituntut mengikuti norma
sosial, hidup sosial juga harus siap dengan segala sanksi sosial, baik berupa
konflik sosial ataupun kerja sama. Agar tercapai kerja sama dan kesepakatan,
kita membutuhkan sensitivitas terhadap lingkungan.
Tantangan berat dalam interaksi sosial adalah menghadapi konflik. Konflik
berasal dari persepsi dan ketidaksesuaian pandangan. Seseorang atau individu
yang memiliki kepekaan sosial cenderung mementingkan kepentingan orang
lain yang disebut altruis. Manusia sebagai makhluk sosial, saling tolong
menolong menjadi bagian yang sangat penting untuk dilakukan. Ada banyak
hal yang menyebabkan perilaku kita seringkali berbeda dari yang seharusnya
kita inginkan, hal tersebut dapat disebabkan oleh faktor situasional.
2. Orientasi pada Tugas
Perilaku manusia memiliki orientasi pada tugas, seperti halnya kita yang
berpandangan kedepan merupakan bentuk optimisme dari segala hal bentuk
kegiatan. Orientasi pada tugas juga menjadi salah satu cara menjaga semangat
untuk malangkah ke depan. Bentuk orientasi bersifat umum dan dapat
dilakukan oleh siapapun tanpa batasan usia tertentu.
3. Bekerja Keras
Manusia umumnya memilki tujuan yang ingin dicapai, tujuan tersebut dapat
besifat berat atau ringan. Syarat agar tujuan dapat di capai adalah dengan
berusaha dan bekerja keras.
4. Kelangsungan Perilaku
Setiap manusia memiliki memiliki perilaku dan karakter yang unik.
Keunikan ini yang menyebabkan perilaku dan pemikiran antar orang berbeda.
Perilaku manusia terkadang terlihat abstrak, akan tetapi terjadinya perilaku
tersebut saling berkesinambungan, baik disadari ataupun tidak.
Bentuk kesinambungan perilaku adalah hubungan masa lalu dan masa kini.
Karena adanya masa lalu maka munculah masa kini dan masa mendatang.
Kedua masa inilah yang membentuk sebuah fase perkembangan manusia,
perkembangan yang selalu bergerak dinamis karena setiap orang memiliki
perkembangan yang unik dan bermacam-macam.
2.4.3 Proses Terbentuknya Perilaku
Menurut Skiner, perilaku adalah hasil interaksi antara rangsangan yang
diterima dengan tanggapan yang di berikan. Sebagian besar perilau manusia adalah
operant respons, untuk membentuk adanya jenis respons atau perilaku ini perlu
diciptakan adanya suatu kondisi tertentu yang disebut operant conditioning.
Prosedur pembentukan perilaku dalam operant conditioning ini menurut Skiner
sebagai berikut (Wawan dan Dewi, 2010) :
1. Mengidentifikasi tentang hal-hal yang merupakan penguat atau reinforcer
berupa hadiah-hadiah atau rewads bagi perilaku yang akan dibentuk.
2. Menganalisis untuk mengidentifikasi komponen kecil yang membentuk
perilaku yang dikehendaki. Kemudian komponen tersebut disusun dalam
urutan yang tepat untuk menuju terbentuknya perilau yang dimaksud.
3. Menggunakan secara urut komponen – komponen tersebut sebagai tujuan
sementara, serta mengidentifikasi reinforcer atau hadiah untuk masing-masing
komponen tersebut.
4. Melakukan pembentukan perilaku dengan menggunakan urutan komponen
yang telah tersusun tersebut. Jika komponen pertama telah dilakukan maka
hadiahnya dapat diberikan. Dengan begitu akan mengakibatkan komponen atau
perilaku (tindakan) tersebut cenderung akan sering dilakukan. Jika perilau
tersebut sudah terbentuk maka dapat dilakukan kekomponen ke dua, diberi
hadiah, kemudian selanjutnya seperti itu sampai seluruh perilaku diharapkan
terbentuk terbentuk.
2.4.4 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku
Perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor (dalam Donsu, 2017), yaitu
faktor genetik yang meliputi jenis RAS, jenis kelamin, sifat fisik, sifat kepribadian,
bakat pembawaan, dan intelegensi. Sedangkan factor eksternal meliputi
lingkungan, pendidikan, agama, sosial ekonomi, dan kebudayaan.
1. Faktor Genetik
a. Jenis RAS
Setiap RAS di dunia mempunyai perilaku yang spesifik dan berbeda satu
dengan lainnya. Tiga kelompok RAS terbesar didunia antara lain, yaitu:
1) RAS Kulit Putih (Kaukasia)
Ciri khas RAS ini adalah berkulit putih, bermata biru, dan berambut
pirang. Perilaku dominan pada RAS ini adalah terbuka, senang akan
kemajuan, dan menjunjuang tinggi hak asasi manusia.
2) Ras Kulit Hitam (Negroid)
RAS ini memiliki ciri fisik berupa kulit berwarna hitam, berambut
keriting, dan bermata hitam. Perilau dominan pada RAS ini adalah
memiliki tabiat yang keras, tahan menderita, dan menonjol dalam
olah raga keras.
3) RAS Kulit Kuning (Mongoloid)
Ciri khas RAS ini antara lain berkulit kuning, berambut lurus, dan
bermata coklat. Perilaku dominan meliputi keramah tamahan, suka
bergotong royong, teetutup dan senang dengan upacara ritual.
b. Jenis Kelamin
Perbedaan perilau antara pria dan wanita dapat dilihat dari cara
berpakaian dan melakuan pekerjaan sehari-hari. Pria berperilaku
berdasarkan pertimbangan rasional atau akal, sedangkan wanita
berperilaku berdasarkan pertimbangan emosional atau perasaan.
Perilaku pada pria disebut maskulin, sedangkan pada wanita disebut
feminim.

c. Sifat Fisik
Perilaku individu akan berbeda-beda tergantung pada sifat fisiknya.
Misalnya perilaku individu yang pendek dan gemuk berbeda dengan
individu yang tinggi dan kurus.

d. Sifat Kepribadian
Sifat kepribadian merupakan keseluruhan pola pikiran, perasaan dan
perilaku yang sering digunakan oleh seseorang dalam usaha adaptasi
yang terus menerus dalam kehidupannya. Misalnya pemalu, pemarah,
ramah, pengecut, dan lainnya.
e. Bakat Pembawaan
Bakat ialah kemampuan individu dalam melakukan sesuatu tanpa
bergantung pada intensitas latihan mengenai hal tersebut.

f. Intelegensi
Intelegensi ialah kemampuan seseorang untuk berpikir abstrak. Dengan
begitu individu mampu mengambil keputusan secara tepat dan mudah,
serta bertindak dengan tepat.
2. Faktor Eksternal
a. Lingkungan
Lingkungan menyangkut segala sesuatu yang ada didalam individu,
baik fisik, biologis, maupun sosial.
b. Pendidikan
Secara luas pendidikan mencakup seluruh proses kehidupan individu
sejak dalam ayunan hingga liang lahat yang berupa interaksi individu
dengan lingkungannya. Misalnya individu yang berpendidikan S1
perilakunya akan berbeda dengan individu lain yang berpendidikan
SMP.
c. Agama
Agama merupakan tempat mencari makna hidup yang terakhir atau
penghabisan. Sebagai suatu keyakinan hidup, agama akan masuk ke
dalam kontruksi kepribadian seseorang dalm hidupnya.
d. Sosial Ekonomi
Merupakan salah satu yang berpengaruh dalam perilaku seseorang.
Misalnya keluarga yang status ekonominya berkecukupan akan
mampu menyediakan segala fasilitas yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal tersebut akan berbeda dengan
keluarga yang berpenghasilan pas-pasan.
e.Kebudayaan
Kebudayaan diartikan sebagai kesenian, adat istiadat atau peradaban
manusia. Hasil kebudayaan manusia tersebut akan mempengaruhi
perilaku manusia itu sendiri.

2.5 Kerangka Konsep

Pandemi Covid-19

Dampak : Factor yang mempengaruhi kebiasaan :


- Orang lanjut usia Factor genetic :
- Orang dengan riwayat - Jenis ras
penyakit tertentu - Jenis kelamin
- Tenaga medis di rs - Sifat fisik
- Anak pra sekolah - Sifat kepribadian
Pengetahuan : - Bakat pembawaan
- Intelegensi
- Factor eksternal
- Tingkat - Lingkungan
pengetahuan - Pendidikan
orangtua - Agama
- Social ekonomi
Kesiapan kebiasaan
anak menghadapi new
normal life

Patuh Tidak Patuh

Protokol
kesehatan
BAB III

METODE PENELITIAN

Anda mungkin juga menyukai