Anda di halaman 1dari 88

LAPORAN KASUS

KAJIAN MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU


NIFAS DENGAN BENDUNGAN ASI
DI PUSKESMAS PEMBANTU NAGARI TANJUNG BONEI
AUR KECAMATAN SUMPUR KUDUS
KABUPATEN SIJUNJUNG

Oleh

FITRI SURYANI HADI


NIM. 1820332017

Dosen Pembimbing
Dr.dr.Hudilla Rifa karmia, Sp.OG
Bd.Meilinda Agus,M.keb

PROGRAM STUDI PASCASARJANA KEBIDANAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG
TAHUN 2020
LEMBARAN PERSETUJUAN

Judul Laporan : Kajian Manajemen Asuhan Kebidanan Pada Ibu


Nifas dengan Bendungan ASI di Puskesmas
Pembantu Nagari Tanjung Bonei Aur Kecamatan
Sumpur Kudus Kabupaten Sijunjung.
Nama Mahasiswa : Fitri Suryani Hadi
NIM : 1820332017
Ruang Praktik Klinik : Puskesmas Pembantu Nagari Tanjung Bonei Aur
Program Studi : S2 Ilmu Kebidanan Universitas Andalas Padang

Laporan ini telah disetujui dosen pembimbing Praktik Klinik Program Studi

Pascasarjana Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Pada Tanggal

27 Nofember 2020.

Menyetujui

Dosen Pembimbing I Dosen Pemimbing II

Dr.dr.Hudilla Rifa Karmia,SpOG Bd.Meilinda Agus,M.keb


NIP : 19870625 201404 2 001 NIP: 19580523 198603 2001

Mengetahui,
Ketua Program Sudi S2 Ilmu Kebidanan
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Prof.Dr.Arni Amir Ms
NIP : 19570717 198603 2 002

LEMBAR PENGESAHAN

i
Judul Laporan : Kajian Manajemen Asuhan Kebidanan Pada Ibu
Nifas dengan Bendungan ASI di Puskesmas
Pembantu Nagari Tanjung Bonei Aur Kecamatan
Sumpur Kudus Kabupaten Sijunjung.
Nama Mahasiswa : Fitri Suryani Hadi
NIM : 1820332017
Ruang Praktik Klinik : Puskesmas Pembantu Nagari Tanjung Bonei Aur
Program Studi : S2 Ilmu Kebidanan Universitas Andalas Padang

Laporan ini telah di presentasekan dan disetujui dihadapan dosen pembimbing

Praktik Klinik Program Studi Pascasarjana Ilmu Kebidanan Fakultas Kedokteran

Universitas Andalas Pada Tanggal 28 Nofember 2020

Menyetujui

Dosen Pembimbing I Dosen Pemimbing II

Dr.dr.Hudilla Rifa Karmia,SpOG Bd.Meilinda Agus,M.keb


NIP : 19870625 201404 2 001 NIP: 19580523 198603 2001

Mengetahui,
Ketua Program Sudi S2 Ilmu Kebidanan
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Prof.Dr.Arni Amir Ms
NIP : 19570717 198603 2 002
KATA PENGANTAR

Puji Syukur panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus Kajian Asuhan
Kebidanan Pada neonatus dengan judul “Kajian Manajemen Asuhan Kebidanan

ii
Pada Ibu Nifas dengan Bendungan ASI di Puskesmas Pembantu Nagari Tanjung
Bonei Aur Kecamatan Sumpur Kudus Kabupaten Sijunjung.”Laporan Kasus ini
disusun untuk memenuhi tugas pada Residensi Praktek dengan mengambil data
sekunder karena masih dalam keadaan pandemic covid 19. Kegiatan Residensi ini
merupakan salah satu kopetensi yang harus di capai pada program pasca sarjana
ilmu kebidanan Universitas Andalas Padang.
Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada dosen Pembimbing I Ibu
Dr.dr.Hudilla Rifa Karmia,Sp.OG dan kepada Pembimbing II ibu Bd.Meilinda
Agus,M.keb, juga kepada semua teman teman yang secara langsung atau tidak
langsung telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini, semoga
Allah senantiasa melimpahkan karunia-Nya kepada kita semua
Penulis meyakini di dalam penulisan laporan kasus ini masih banyak
kekurangan sehinggga kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk perbaikan
isi dan kualitas laporan kasus ini.

Padang, 24 November 2020

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN................................................................. i

KATA PENGANTAR.......................................................................... iii

iii
DAFTAR ISI.......................................................................................... iii

BAB I  PENDAHULUAN.................................................................... 1

1.1     Latar Belakang............................................................................. 1


1.2     Rumusan Masalah ...................................................................... 4
1.3     Tujuan Masalah .......................................................................... 4

BAB II  TINJAUAN KEPUSTAKAAN............................................. 6

2.1 Masa Nifas................................................................................... 6


2.2 Bendungan ASI............................................................................... 37
2.2.1 Pengertian Bendungan ASI............................................... 37
2.2.2 Etiologi Bendungan ASI..................................................... 38
2.2.3 Faktor Penyebab Bendungan ASI..................................... 39
2.2.4 Cara Mencegah bendungan ASI........................................ 40
2.2.5 Cara Mengatasi Bendungan ASI....................................... 41
2.2.6 Penatalaksanaan Bendungan ASI..................................... 41
2.3 Proses Manjemen Asuhan Kebidanan........................................... 46

BAB III LAPORAN KASUS.................................................................. 50

BAB IV KAJIAN/ANALISA ASUHAN KEBIDANAN...................... 66

BAB V PENUTUP................................................................................. 79

DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan


berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil.
Masa nifas atau peurperium dimulai sejak 2 jam setelah lahirnya plasenta
sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu. Dalam bahasa latin, waktu
mulai tertentu setelah melahirkan anak ini disebut peurperium yaitu kata
puer yang artinya bayi dan parous yang berarti melahirkan. Jadi pueperium
berarti masa setelah melahirkan bayi. Sekitar 50% kematian ibu terjadi
dalam 24 jam pertama postpartum sehingga pelayanan pasca persalinan yang
berkualitas harus terselenggara pada masa itu untuk memenuhi kebutuhan
ibu dan bayi (Pitriani,2013:1).

Perawatan masa nifas merupakan tindakan lanjutan bagi wanita


sesudah melahirkan. Perawatan postpartum bersifat kritis tetapi sering
diabaikan dalam komponen perawatan diri ibu nifas. Resiko sering terjadi
ketika satu minggu pertama postpartum (Early postpartum) karena hampir
seluruh sistem tubuh mengalami perubahan secara drastis, sehingga pada
masa early postpartum pemulihan kesehatan merupakan hal yang sangat
penting bagi ibu. Di negara berkembang sekitar 70 % ibu nifas tidak
mendapatkan perawatan nifas. Kebanyakan perawatan nifas diterima ketika
ada resiko kematian pada ibu dan banyak dari kematian ibu terjadi pada
wanita yang berada di rumah dengan perawatan minimal selama periode
postpartum yaitu antara 11% - 17% dari kematian tersebut terjadi saat
melahirkan dan 50% - 71% pada periode postpartum (Mardiatun, 2015).

1
Dalam rangka menurunkan angka kesakitan dan kematian anak,
United Nations International Children's Emergency Fund (UNICEF) dan
World Health Organization (WHO) merekomendasikan sebaiknya anak
hanya disusui Air Susu Ibu (ASI) selama paling sedikit 6 bulan. Beberapa
penelitian epidemologis menyatakan bahwa ASI melindungi bayi dan anak
dari infeksi misalnya diare dan infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah
(Pusat Data dan Informasi Kesehatan Kementerin Kesehatan RI, 2014).

Menurut data Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) pada


tahun 2013 disimpulkan bahwa presentase cakupan kasus bendungan ASI
pada ibu nifas tercatat 107.654 ibu nifas, pada tahun 2014 terdapat ibu nifas
yang mengalami bendungan ASI sebanyak 95.698 (66,87%) ibu nifas, serta
pada tahun 2015 ibu yang mengalami bendungan ASI sebanyak 76.543
(71,10%) (Depkes RI, 2014).

Menyusui merupakan standar emas untuk sebagai makanan bagi bayi


dan anak. Meningkatnya tingkat menyusui dapat mengurangi morbiditas dan
mortalitas baik untuk anak dan ibu. Selain itu, anak-anak yang mendapatkan
ASI mampu lebih baik dalam perkembangan kongitif dan berlanjut
sampai kehidupan selanjutnya ( Yang dkk, 2016).

Menyusui merupakan salah satu yang terbaik untuk bayi karena


dengan menyusui, kebutuhan gizi bayi akan terpenuhi. Menyusui merupakan
suatu cara yang tidak ada duanya dalam memberikan makanan yang ideal
bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi yang sehat. Selain itu,
mempunyai pengaruh biologis serta kejiwaan yang unik terhadap kesehatan
ibu dan bayi (Yanti, 2013)

Air Susu Ibu (ASI) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein,
laktosa dan garam-garam anorganik yang disekresi oleh kelenjar mammae

2
ibu, yang berguna sebagai makanan bayinya. ASI dalam jumlah cukup
merupakan makanan terbaik pada bayi dan dapat memenuhi kebutuhan gizi
bayi selama 6 bulan pertama. ASI merupakan makanan alamiah yang
pertama dan utama bagi bayi sehingga dapat mencapai tumbuh kembang
yang optimal (Walyani, 2015: 167).

Bendungan payudara adalah terjadinya pembengkakan pada payudara


karena peningkatan aliran vena dan limfe sehingga menyebabkan bendungan
ASI dan rasa nyeri di sertai kenaikan suhu badan (Maryunani, 2015: 13).

Tanda gejala bendungan ASI berupa payudara bengkak, keras, terasa


panas sampai suhu badan naik sehingga menyebabkan air susu tidak lancar
atau keluar sedikit. Pada kasus bendungan ASI bahaya yang terjadi jika tidak
tertangani akan terjadi peradangan pada payudara yang biasa disebut mastitis
(Suryani, dkk, 2016).

Bendungan air susu dapat terjadi pada hari ke-2 atau ke-3 ketika
payudara telah memproduksi air susu. Bendungan disebabkan oleh
pengeluaran air susu yang tidak lancar, karena bayi tidak cukup sering
menyusui, produksi meningkat, terlambat menyusukan, hubungan dengan
bayi yang kurang baik, dan dapat pula terjadi akibat pembatasan waktu
menyusui (Suryani, 2016: 13).

Mastitis sebagai salah satu infeksi masa nifas yang sering terjadi
sebagai akibat terjadinya bendungan payudara. Adanya bendungan payudara
sebagai dampak dari ibu nifas yang tidak menyusui (Achyar dan Rofiqoh,
2016).

Dampak yang akan ditimbulkan jika bendungan ASI tidak teratasi


yaitu akan terjadi mastitis dan abses payudara. Mastitis merupakan inflamasi
atau infeksi payudara dimana gejalanya yaitu payudara keras, memerah, dan

3
nyeri, dapat disertai demam >380C (Kemenkes RI, 2013: 223).

Sedangkan abses payudara merupakan komplikasi lanjutan setelah


terjadinya mastitis dimana terjadi penimbunan nanah didalam payudara
(Rukiyah, 2012: 27).

Selain berdampak pada ibu, bendungan ASI juga berdampak pada


bayi dimana kebutuhan nutrisi bayi akan kurang terpenuhi karena kurangnya
asupan yang didapatkan oleh bayi.Bidan memiliki peranan yang sangat
penting dalam pemberian asuhan postpartum. Asuhan kebidanan pada masa
nifas merupakan hal yang sangat penting, karena periode ini merupakan
masa kritis bagi ibu maupun bayinya. Adapun peran dan tanggung jawab
bidan dalam masa nifas yaitu, mendorong ibu untuk menyusui bayinya
secara on demand selama kurang lebih dua tahun agar meningkatkan rasa
nyaman serta tali kasih dan mencegah terjadinya bendungan asi yang bisa
menimbulkan bahaya bagi ibu (Marmi, 2012:12)

Dari uraian di atas, bendungan ASI pada masa nifas merupakan


masalah yang penting karena dapat berlanjut menjadi mastitis yang dapat
meningkatkan angka kesakitan ibu dan bayi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan masalah diatas maka rumusan masalah dari makalah ini adalah

Manajemen Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas dengan Bendungan ASI di

Puskesmas Pembantu Nagari Tanjung Bonei Aur Kecamatan Sumpur Kudus

Kabupaten Sijunjung.

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

4
Untuk mengetahui tentang Manajemen Asuhan Kebidanan Pada Ibu

Nifas dengan Bendungan ASI

1.3.2 Tujuan Khusus

1) Mengetahui tentang konsep masa nifas

2) Mengetahui tentang Bendungan ASI

3) Mengetahui tentang Asuhan Kebidanan pada ibu nifas dengan

bendungan ASI

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Masa Nifas

2.1.1 Pengertian Masa Nifas

Masa nifas atau masa puerperium adalah masa setelah persalinan


selesai sampai 6 minggu atau 42 hari. Selama masa nifas, organ reproduksi
secara perlahan akan mengalami perubahan seperti keadaan sebelum hamil.
Perubahan organ reproduksi ini disebut involusi (Maritalia,2012:11)

Masa nifas (pueperium) adalah masa setelah keluarnya plasenta


sampai alat-alat reproduksi pulih seperti sebelum hamildan secara normal
masa nifas berlangsung selama 6 minggu atau 40 hari (walyani,2015:1)
Masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta
sampai 6 minggu setelah melahirkan (Taufan Nugroho,2014:1)

Nifas atau puerperium dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir

ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas

atau masa puerperium mulai setelah partus selesai dan berakhir setelah kira-kira

enam minggu atau 42 hari.

Masa nifas (postpartum/ puerperium) berasal dari bahasa

Latin,yaitu dari kata “puer”yang artinya bayi dan” parious” yang berarti

melahirkan. Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali dimulai

setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali

seperti keadaan sebelum hamil.

Periode masa nifas (puerperium) adalah periode waktu selama 6-8

minggu setelah persalinan. proses ini di mulai setelah selesainnya

persalinan dan berakhir setelah alat-alat reproduksi kembali keadaan

sebelum hamil/ tidak hamil sebagai akibat dari adannya perubahan

6
fisiologis dan fsikologi karna proses persalinan.

Jadi, masa nifas (puerperium) adalah masa setelah keluarnya

plasenta sampai alat-alat reproduksi pulih seperti sebelum hamil dan secara

normal masa nifas berlangsung selama 6-8 minggu.

2.1.2 Perubahan Pada Masa Nifas


1. Perubahan Sistem Reproduksi

Perubahan pada sistem reproduksi secara keseluruhan disebut proses

involusi, disamping itu juga terjadi perubahan-perubahan penting lain

yaitu terjadinya hemokonsentrasi dan timbulnya laktasi. Organ dalam

sistem reproduksi yang mengalami perubahan yaitu:

1) Uterus

Uterus adalah organ yang mengalami banyak perubahan

besar. Pada masa pasca persalinan uterus mengalami involusi.

Involusi atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana

uterus kembali ke kondisi sebelum hamil dengan berat sekitar 60

gram.

Uterus hamil (diluar berat bayi, plasenta, cairan dll)

memiliki berat sekitar 1000 gram. Setelah 6 minggu

pascapersalinan, beratnya akan berkurang hingga mendekati

ukuran sebelum hamil yaitu sekitar 50-100 gram. Segerasetelah

melahirkan, fundus uteri akan teraba setinggi umbilikus. Setelah

itu, mengecilnya uterus terutama terjadi pada 2 minggu pertama

pascapersalinan, dimana pada saat itu uterus akan masuk ke

dalam rongga pelvis. Pada beberapa minggu setelah itu, uterus

7
perlahan-lahan akan kembali ke ukurannya sebelum hamil,

meskipun secara keseluruhan ukuran uterus tetap akan sedikit

lebih besar sebelum hamil.

Lapisan endometrium akan mengalami regenerasi dengan

cepat, sehingga pada hari ke-7 kelenjar endometrium sudah mulai

ada. Pada hari ke-16 lapisan endometrium telah pulih di seluruh

uterus kecuali di tempat implantasi plasenta.

Pada tempat implantasi plasenta, segera setelah

persalinan, hemostasis terjadi akibat kontraksi otot polos

pembuluh darah arterial dan kompresi pembuluh darah akibat

kontraksi otot miometrium (ligasi fisiologis). Ukuran dari tempat

implantasi plasenta akan berkurang hingga separuhnya, dan

besarnya perubahan yang terjadi pada tempat implantasi plasenta

akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas dari lokhia.

Lokhia yang awal keluar dikenal sebagai lokhia rubra (2

hari pasca persalinan). Lokhia rubra akan segera berubah warna

dari merah menjadi merah kuning berisi darah dan lendir, yaitu

lokhia sanguinolenta (3 -7 hari postpartum), dan akan berubah

menjadi berwarna kuning, tidak berdarah lagi, yaitu lokhia serosa

( 7 -14 hari postpartum) . Setelah beberapa minggu, pengeluaran

ini akan makin berkurang dan warnanya berubah menjadi putih ,

lokhia alba, terjadi setelah 2 minggu postpartum. Periode

pengeluaran lokhia bervariasi, tetapi rata-rata akan berhenti

setelah 5 minggu.

8
Seringkali, seorang ibu mengalami peningkatan jumlah

perdarahan pasca persalinan pada hari ke 7-14. Hal ini disebabkan

oleh lepasnya lapisan pada tempat implantasi plasenta. Periode ini

juga merupakan periode dimana perdarahan pasca persalinan

lanjut terjadi.

2) Vulva danVagina

Pada sekitar minggu ketiga, vagina mengecil dan timbul

rugae kembali. Vagina yang semula sangat teregang akan

kembali secara bertahap seperti ukuran sebelum hamil pada

minggu ke 6-8 setelah melahirkan. Rugae akan terlihat kembali

pada minggu ke 3 atau ke 4.

3) Perineum

Jalan lahir mengalami penekanan serta peregangan yang

sangat besar selama proses melahirkan bayi, sehingga

menyebabkan mengendurnya organ ini bahkan robekan yang

memerlukan penjahitan, namun akan pulih setelah 2-3 minggu.

4) Perubahan Payudara

Persiapan payudara untuk siap menyusu terjadi sejak awal

kehamilan. Laktogenesis sudah terjadi sejak usia kehamilan 16

minggu. Pada saat itu plasenta menghasilkan hormon

progesteron dalam jumlah besar yang akan mengaktifkan sel-

sel alveolar matur di payudara yang dapat mensekresikan susu

dalam jumlah kecil. Setelah plasenta lahir, terjadi penurunan

9
kadar progesteron yang tajam yang kemudian akan memicu

mulainya produksi air susu disertai dengan pembengkakan dan

pembesaran payudara pada periode post partum.

Proses produksi air susu sendiri membutuhkan suatu

mekanisme kompleks. Pengeluaran yang reguler dari air susu

(pengosongan air susu) akan memicu sekresi prolaktin.

Penghisapan puting susu akan memicu pelepasan oksitosin

yang menyebabkan sel-sel mioepitel payudara berkontraksi

dan akan mendorong air susu terkumpul di rongga alveolar

untuk kemudian menuju duktus laktoferus. Jika ibu tidak

menyusui, maka pengeluaran air susu akan terhambat yang

kemudian akan meningkatkan tekanan intramamae.

Distensi pada alveolar payudara akan menghambat

aliran darah yang pada akhirnya akan menurunkan produksi air

susu. Selain itu peningkatan tekanan tersebut memicu

terjadinya umpan balik inhibisi laktasi (FIL= feedback

inhibitory of lactation) yang akan menurunkan kadar prolaktin

dan memicu involusi kelenjar payudara dalam 2-3 minggu

2. Perubahan Sistem Pencernaan

Ibu menjadi lapar dan siap untuk makan pada 1-2 jam setelah

bersalin. Konstipasi dapat menjadi masalah pada awal puerperium

akibat dari kurangnya makanan dan pengendalian diri terhadap

BAB. Ibu dapat melakukan pengendalian terhadap BAB karena

kurang pengetahuan dan kekhawatiran lukanya akan terbuka bila

10
BAB.

3. Perubahan Sistem Perkemihan

Terjadi diuresis yang sangat banyak dalam hari-hari pertama

puerperium. Pelebaran (dilatasi) dari pelvis renalis dan ureter akan

kembali ke kondisi normal pada minggu ke dua sampai minggu ke 8

pasca persalinan.

4. Perubahan Sistem Hormonal

Terdapat perubahan hormon pada saat hamil, bersalin dan nifas,

dimana hormon- hormon yang berperan tersebut antara lain :

1) Hormon Plasenta

Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan hormon yang

diproduksi plasenta. Hormon plasenta akan menurun dengan

cepat pasca persalinan. Penurunan hormon plasenta (human

placental lactogen) menyebabkan kadar gula darah menurun

pada masa nifas. HCG menurun dengan cepat dan menetap

sampai 10% dalam 3 jam – hari ke 7 pasca persalinan dan

sebagai onset pemenuhan payudara pada hari ke 3 pasca

persalinan.

2) Hormon Pituitary

Hormon pituitary antara lain : hormon prolaktin, FSH dan LH.

Hormon prolaktin darah meningkat dengan cepat, dan pada

wanita yang tidak menyusui akan menurun dalam waktu 2

minggu. Hormon prolaktin berperan dalam pembesaran

11
payudara untuk merangsang produksi susu. FSH dan LH

meningkat pada fase konsentrasi folikuler pada minggu ke-3 dan

LH tetap rendah hingga ovulasi terjadi.

3) Hormon Hipotalamik pituitary ovarium

Hormon ini akan mempengaruhi lamanya mendapatkan

menstruasi pada wanita menyusui maupun tidak menyusui. Pada

wanita menyusui, 16% wanita akan mendapatkan menstruasi

pada 6 minggu pasca persalinan, dan 45% wanita setelah 12

minggu pasca persalinan. Sedangkan pada wanita tidak

menyusui, 40% wanita akan mendapatkan menstruasi pada 6

minggu pasca persalinan, serta 90% wanita setelah 24 minggu.

4) Hormon Oksitosin

Hormon oksitosin disekresikan dari kelenjar otak bagian

belakang, bekerja terhadap otot uterus dan jaringan payudara.

Selama kala tiga persalinan, hormon oksitosin berperan dalam

pelepasan plasenta dan mempertahankan kontraksi, sehingga

mencegah perdarahan. Isapan bayi dapat merangsang produksi

ASI dan sekresi oksitosin sehingga dapat membantu involusi

uteri.

5) Hormon estrogen dan progesteron

Volume darah normal selama kehamilan akan meningkat.

Hormon estrogen yang tinggi memperbesar hormon antidiuretik

yang dapat meningkatkan volume darah, sedangkan hormon

progesteron mempengaruhi otot halus yang mengurangi

12
perangsangan dan peningkatan pembuluh darah. Hal ini

mempengaruhi saluran kemih, ginjal, usus, dinding vena, dasar

panggul, perineum,vulva serta vagina.

5. Perubahan Tanda-tandaVital

Tekanan darah seharusnya stabil dalam kondisi normal. Temperatur

kembali ke normal dari sedikit peningkatan selama periode

intrapartum dan menjadi stabil dalam 24 jam pertama postpartum.

Nadi dalam keadaan normal kecuali partus lama dan persalinan

sulit.

6. Perubahan psikologi dan adaptasi lain yang dialami oleh ibu

pascapersalinan

 Abandonment

Adalah perasaan tidak berarti dan dikesampingkan. Sesaat

setelah persalinan, ibu merasa menjadi pusat karena semua

orang menanyakan keadaan dan kesehatannya. Beberapa jam

setelah itu, perhatian orang- orang di sekitar mulai ke bayi dan

ibu merasa “cemburu” kepada bayi.

 Disappointment (kekecewaan)

Adalah perasaan ibu pasca persalinan yang merasa kecewa

terhadap kondisi bayi karena tidak sesuai yang diharapkan saat

hamil.

 Postpartum Blues

80% ibu pasca persalinan mengalami perasaan sedih dan tidak

13
mengetahui alasan mengapa sedih. Ibu sering menangis dan

lebih sensitif. Postpartum blues pada ibu pasca persalinan juga

dikenal sebagai baby blues dapat disebabkan karena penurunan

kadar estrogen dan progesteron.

7. Mengenali Tanda Bayi sehat

 Bayi lahir langsung menangis.

 Tubuh bayi kemerahan.

 Bayi bergerak aktif.

 Berat lahir 2.500 sampai 4.000gram

 Bayi menyusu dari payudara ibu dengan kuat

2.1.3 Tujuan Asuhan Masa Nifas

Tujuan dari pemberian asuhan pada masa nifas adalah :

1) Untuk mempercepat involusi uterus ( rahim )

2) Untuk menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun

psikologisnya.

3) Melaksanakan skrining yang komprehensif, deteksi dini, mengobati

atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya.

4) Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri,

nutrisi, keluarga berencana, cara dan manfaat menyusui, pemberian

imunisasi serta perawatan bayi sehari-hari.

5) Memberikan pelayanan KB

6) Mendapatkan kesehatan emosi.

14
2.1.4 Peran dan Tanggung Jawab Bidan dalam Masa Nifas

Bidan memiliki peranan yang sangat penting dalam pemberian asuhan post

partum. Adapun peran dan tanggung jawab dalam masa nifas antara lain :

1. Memberikan dukungan secara berkesinambungan selama

masa nifas sesuai dengan kebutuhan ibu untuk mengurangi

ketegangan fisik dan psikologis selama masa nifas.

2. Sebagai promotor hubungan antara ibu dan bayi serta keluarga.

3. Mendorong ibu untuk menyusui bayinya dengan meningkatkan rasa

nyaman.

4. Membuat kebijakan, perencana program kesehatan yang berkaitan

ibu dan anak dan mampu melakukan kegiatan administrasi.

5. Mendeteksi komplikasi dan perlunya rujukan.

6. Memberikan konseling untuk ibu dan keluarganya mengenai cara

mencegah perdarahan, mengenali tanda-tanda bahaya,

menjaga gizi yang baik, serta mempraktekkan kebersihan yang

aman.

7. Melakukan manajemen asuhan dengan cara mengumpulkan data,

menetapkan diagnosa dan rencana tindakan serta melaksanakannya

untuk mempercepat proses pemulihan, mencegah komplikasi dengan

memenuhi kebutuhan ibu dan bayi selama priode nifas.

8. Memberikan asuhan secara professional.

Dalam proses penyesuaian ini, dituntut konstribusi bidan

dalam melaksanakan kompetensi, keterampilan, dan sensitivitas

15
terhadap kebutuhan dan harapan setiap ibu dan keluarga. Bidan

harus dapat merencanakan asuhan yang akan diberikan pada ibu

sesuai dengan kebutuhan ibu tersebut.

Pada periode ini bidan dituntut untuk memberikan asuhan

kebidanan terhadap perubahan fisik dan psikologis ibu, dimana

asuhan fisik lebih mudah diberikan karena dapat dilihat dan dinilai

secara langsung, apabila terjadi ketidak normalan bidan langsung

bisa mendeteksi dan memberikan intervensi, sedangkan pemberian

asuhan terhadap emosi dan psikologi ibu membutuhkan ketelitian

dan kesabaran dari bidan. Untuk mencapai hasil yang optimal

dibutuhkan kerjasama yang baik antara bidan dan keluarga.

2.1.5 Tahapan Masa Nifas

Masa nifas terbagi menjadi tiga tahapan, yaitu :

1. Puerperium dini adalah suatu masa kepulihan dimana ibu

diperbolehkan untuk berdiri dan berjalan-jalan.

2. Puerperium intermedial adalah suatu masa dimana kepulihan dari

organ-organ reproduksi selama kurang lebih enam minggu.

3. Remote puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan

sehat kembali dalam keadaan sempurna terutama ibu bila selama hamil

atau waktu persalinan mengalami komplikasi.

2.1.6 Kebijakan Program Nasional Masa Nifas

Kebijakan program nasional pada masa nifas yaitu paling sedikit

empat kali melakukan kunjungan pada masa nifas, dengan tujuan untuk :

16
1. Menilai kondisi kesehatan ibu dan bayi.

2. Melakukan pencegahan terhadap kemungkinan-kemungkinan adanya

gangguan kesehatan ibu nifas dan bayinya.

3. Mendeteksi adanya komplikasi atau masalah yang terjadi pada

masa nifas.

4. Menangani komplikasi atau masalah yang timbul dan mengganggu

kesehatan ibu nifas maupun bayinya.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2014

Pasal 15 (1) menyatakan bahwa pelayanan kesehatan masa sesudah

melahirkan meliputi: pelayanan kesehatan bagi ibu dan pelayanan

kesehatan bayi baru lahir. Pelayanan kesehatan bagi ibu sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf a paling sedikit 3 (tiga) kali selama masa

nifas. Pelayanan kesehatan bagi ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

dilakukan dengan ketentuan waktu pemeriksaan meliputi:

a) 1 kali pada periode 6 jam - 3 hari pascapersalinan

b) 1 kali pada periode 4 hari - 28 hari pascapersalinan

c) 1 kali pada periode 29 hari - 42 hari pascapersalinan.

Kegiatan Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf a meliputi:

1) Pemeriksaan tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu

2) Pemeriksaan tinggi fundus uteri

3) Pemeriksaan lokhia dan perdarahan

4) Pemeriksaan jalan lahir

17
5) Pemeriksaan payudara dan anjuran pemberian asi eksklusif

6) Pemberian kapsul vitamin a

7) Pelayanan kontrasepsi pascapersalinan

8) Konseling

9) Penanganan risiko tinggi dan komplikasi pada nifas.

Pasal 16 (1) menjelaskan bahwa pelayanan kontrasepsi pascapersalinan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4) huruf g bertujuan untuk

menjaga jarak kehamilan berikutnya atau membatasi jumlah anak yang

dilaksanakan dalam masa nifas. Pelayanan kontrasepsi sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui pemilihan metode

kontrasepsi sesuai pilihan pasangan suami istri, sesuai indikasi, dan tidak

mempengaruhi produksi Air Susu Ibu.

Dengan adanya undang-undang diatas diharapkan bidan dapat

melaksanakan tugasnya sesuai dengan peraturan yang berlaku dan sesuai

etika kebidanan dan dapat memberikan pelayanan yang sesuai dengan

kebutuhan ibu.

2.1.7 Tanda Bahaya Pada Ibu Nifas


Sebagian besar kehamilan berakhir dengan persalinan dan masa
nifas yang normal. Akan tetapi, 15-20 % diperkirakan akan mengalami
gangguan atau komplikasi. Gangguan tersebut dapat terjadi secara
mendadak dan biasanya tidak dapat diperkirakan sebelumnya, Oleh karena
itu, tiap tenaga kesehatan, ibu hamil, keluarga dan masyarakat perlu
mengetahui dan mengenali tanda bahaya.

Tanda bahaya pada ibu di masa nifas antara lain :

18
a) Perdarahan Pasca Persalinan

Perdarahan yang banyak, segera atau dalam 1 jam setelah


melahirkan, sangat berbahaya dan merupakan penyebab kematian ibu
paling sering. Keadaan ini dapat menyebabkan kematian dalam waktu
kurang dari 2 jam. Ibu perlu segera ditolong untuk penyelamatan
jiwanya.

Perdarahan pada masa nifas (dalam 42 hari setelah melahirkan)


yang berlangsung terus menerus disertai bau tak sedap dan demam,
juga merupakan tanda bahaya.

1) Keluar cairan berbau dari jalan lahir


Keluarnya cairan berbau dari jalan lahir menunjukkan adanya
infeksi. Hal ini bisa disebabkan karena metritis, abses pelvis,
infeksi luka perineum atau karena luka abdominal.
2) Bengkak di wajah, tangan dan kaki, atau sakit kepala dan kejang-
kejang. Bengkak pada wajah, tangan dan kaki bila disertai tekanan
darah tinggi dan sakit kepala (pusing).
3) Demam lebih dari 2 hari
Demam lebih dari 2 hari pada ibu nifas bisa disebabkan oleh
infeksi. Apabila demam disertai keluarnya cairan berbau dari jalan
lahir, kemungkinan ibu mengalami infeksi jalan lahir. Akan tetapi
apabila demam tanpa disertai keluarnya cairan berbau dari jalan
lahir, perlu diperhatikan adanya penyakit infeksi lain seperti
demam berdarah, demam tifoid, malaria, dsb.
4) Payudara bengkak, merah disertai rasa sakit
Payudara bengkak, merah disertai rasa sakit bisa disebabkan karena
bendungan payudara, inflamasi atau infeksi payudara.
5) Gangguan psikologis pada masa pasca persalinan meliputi:
 Perasaan sedih pasca persalinan (postpartum blues)
Depresi ringan dan berlangsung singkat pada masa nifas, ditandai
dengan:
1. Merasa sedih

19
2. Merasa lelah
3. Insomnia
4. Mudah tersinggung
5. Sulit konsentrasi
6. Gangguan hilang dengan sendirinya dan membaik
7. Setelah 2-3 hari, kadang-kadang sampai 10 hari
 Depresi pasca persalinan (postpartum depression)
1. Gejala mungkin bisa timbul dalam 3 bulan pertama
pasca persalinan atau sampai bayi berusia setahun.
2. Gejala yang timbul tampak sama dengan gejala depresi :
sedih selama >2 minggu, kelelahan yang berlebihan dan
kehilangan minat terhadap kesenangan
 Psikosis pasca persalinan (postpartum psychotic)
1) Ide / Pikiran bunuh diri
2) Ancaman tindakan kekerasan terhadap bayi baru lahir
3) Dijumpai waham curiga/persekutorik
4) Dijumpai halusinasi/ilusi

2.1.8 Kebijakan Pemerintah Masa Nifas

Kebijakan pemerintah yang ditujukan untuk peningkatan

kesehatan ibu dan bayi terutama kesehatan ibu nifas. Tingginya angka

kematian ibu dan bayi di Indonesia telah memacu pemerintah untuk

membuat terobosan dan berbagai kebijakan guna meningkatkan derajat

kesehatan ibu dan bayi. Penerapan kebijakan tersebut membutuhkan

koordinasi dan dukungan dari berbagai pihak sampai dengan keluarga.

Seperti misalnya kebijakan tentang Gerakan Sayang Ibu dan ASI

eksklusif, membutuhkan dukungan dari berbagi pihak. Ibu yang baru

melahirkan difasilitasi oleh sarana kesehatan dan petugas kesehatan

20
untuk melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan Rawat Gabung, yang

pada akhirnya bertujuan menurunkan angka mortalitas dan morbiditas

ibu dan bayi. Kebijakan – kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah

tidak hanya menyoroti masalah yang terjadi pada masa nifas, akan tetapi

seluruh masa reproduksi seorang wanita. Kebijakan tersebut melindungi

hak-hak reproduksi seorang ibu untuk dapat hamil, bersalin dan nifas

dalam keadaan normal atau fisiologis, sehingga kebijakan pemerintah

pada masa nifas akan saling berkaitan dengan kebijakan pemerintah

secara umum. Gerakan Sayang Ibu (GSI) telah dilakukan pada awal

tahun 2000an dan sampai sekarang berbagai fasilitas kesehatan seperti

Puskesmas dan Rumah Sakit masih menerapkan gerakan sayang ibu ini.

1) Gerakan Sayang Ibu

Gerakan Sayang Ibu (GSI) mempunyai dampak terhadap upaya

penuruhan angka kematian ibu karena hamil, melahirkan, dan nifas serta

kematian bayi. GSI yang kegiatannya ditunjang oleh Tim Pokja dan Tim

Satgas GSI diarahkan agar mampu mendorong masyarakat untuk

berperan aktif dan mengembangkan potensinya. Kegiatan – kegiatan

yang dilakukan dalam rangka GSI seperti masyarakat melakukan

pendataan ibu hamil dan memberikan kode untuk memberi tanda bagi

ibu yang berisiko tinggi di wilayahnya, melaksanakan KIE (Komunikasi,

Informasi dan Edukasi) melalui pengajian dan penyuluhan pada

masyarakat. Ada beberapa wilayah yang menyediakan Pondok Sayang

Ibu bagi ibu yang mau bersalin, menggalang dana bersalin, donor darah

dan ambulan desa yang tidak selalu berupa mobil, bisa berupa becak,

21
motor bahkan tandu bagi wilayah yg tidak bisa dilalui oleh kendaraan

bermotor. Strategi Pelaksanaan Gerakan Sayang Ibu yang dilakukan agar

tercapai adalah :

a. Menerapkan Gerakan Nasional Kehamilan yang Aman (Making

Pregnancy Safer atau MPS), yang ditujukan untuk memastikan tiga hal

berikut ini :

1) Semua ibu hamil dan bayi baru lahir harus mempunyai akses

terhadap pelayanan kehamilan, persalinan dan nifas oleh tenaga

kesehatan yang terampil.

2) Semua komplikasi obstetric dan neonatal mendapat pelayanan yang

memadai.

3) Setiap perempuan usia subur harus mempunyai akses terhadap

pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan

komplikasi keguguran.

b. Membangun kemitraan yang efektif melalui kerja sama lintas program,

lintas sektor dan mitra lainnya untuk melakukan advokasi guna

memaksimalkan sumber daya yang tersedia. Langkah – langkah yang

dilakukan antara lain : Pendekatan kemasyarakatan GSI dilaksanakan

secara koordinatif dan integrative dengan instansi sektoral terkait,

organisasi profesi, ormas, organisasi perempuan, organisasi keagamaan,

swasta, LSM dan perguruan tinggi.

Kemasyarakatan berarti peran masyarakat menjadi langkah utama:

22
a. Pendekatan desentralisasi pelaksanaan GSI didasarka pada pelaksanaan

UU no 22 Tahun 1999 dan UU no 25 Tahun 1999 dan Peraturan

Pemerintah.

b. Pendekatan kemitraan merupakan dasar kepedulian dan peran serta

kemitraan kerja yang sejajar dan saling menguntungkan.

c. Pendekatan kemandirian mendorong berbagai pihak agar ikut serta

secara aktif mengelola GSI atas dasar kemandirian.

d. Pendekatan keluarga Sasaran GSI adalah keluarga secara utuh (suami

istri dan anggota keluarga yang lain) yang mengacu pada siklus

perkembangan keluarga.

Dengan pendekatan ini pemerintah bermaksud untuk :

1) Mendorong pemberdayaan perempuan dan keluarga melalui

peningkatan pengetahuan untuk menjamin perilaku sehat dan

pemanfaatan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir.

2) Mendorong keterlibatan masyarakat dalam menjamin penyediaan

dan pemanfaatan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir.

2) Rawat Gabung / Rooming In

Dalam pelaksanaannya, bayi harus selalu berada di samping ibu

sejak segera setelah dilahirkan sampai pulang. Istilah rawat gabung

parsial yang dulu banyak dianut, yaitu rawat gabung hanya dalam

beberapa jam seharinya, misalnya hanya siang hari saja, sementara pada

malam hari bayi dirawat di kamar bayi, sekarang tidak dibenarkan dan

23
tidak dipakai lagi. Rawat gabung merupakan lanjutan early ambulation

dimana memungkinkan ibu memelihara anaknya. Tujuan dari rooming in

adalah untuk mendekatkan ibu kepada bayinya, mengajarkan ibu

bagaimana cara menyusui bayi dengan baik dan benar. Selain itu tujuan

dari rooming in adalah sebagai berikut :

1. Bantuan emosional

Setelah menunggu selama sembilan bulan dan setelah lelah dalam

proses persalinan ibu akan sangat senang dan bahagia bila dekat

dengan bayinya. Ibu dapat membelai belai bayi, mendengar tangisnya

serta memperhatikannya disaat buah hatinya tidur. Hubungan ibu dan

bayi ini sangat penting ditumbuhkan pada saat awal dan bayi akan

memperoleh kehangatan tubuh ibu, suara ibu, kelembutan dan kasih

sayangnya.

2. Penggunaan ASI

Dari segala sudut pertimbangan maka ASI adalah makanan

terbaik bagi bayi dan produksi ASI akan makin cepat dan makin

banyak bila menyusui dilakukan sesegera dan sesering mungkin. Pada

hari – hari pertama yang keluar adalah kolostrum yang jumlahnya

sedikit, namun bermanfaat untuk membentuk kekebalan bayi.

Kolostrum yang mengandung antibodi dalam jumlah tinggi akan

melapisi seluruh permukaan mukosa dari saluran pencernaan bayi dan

diserap oleh bayi sehingga bayi akan mempunyai kekebalan yang

24
tinggi. Kekebalan ini akan mencegah infeksi terutama terhadap diare.

Jumlah kolostrum yang sedikit tak perlu dikhawatrikan karena

kebutuhan bayi masih sedikit.

3. Pencegahan Infeksi

Pada perawatan bayi yang terpisah maka kejadian infeksi silang

akan sulit dicegah. Dengan melakukan rawat gabung maka infeksi

dapat dihindari. Perawatan tali pusat juga mudah dilakukan oleh ibu.

Ibu dengan mudah mengganti pakaian bayi jika basah karena keringat

atau terkena air kencing.

4. Pendidikan Kesehatan

Pada saat melaksanakan rawat gabung dapat dimanfaatkan untuk

memberikan pendidikan kesehatan kepada ibu, terutama primipara.

Bagaimana teknik menyusui, memandikan bayi, merawat tali pusat,

perawatan payudara dan nasihat makan yang baik, merupakan

penyuluhan yang diperlukan ibu. Keinginan ibu untuk bangun dari

tempat tidur, menggendong bayi dan merawat diri akan mempercepat

mobilisasi, sehingga ibu akan lebih cepat pulih dari persalinan rawat

gabung yang dilakukan memberikan manfaat tidak saja kepada bayi yang

baru dilahirkan tetapi juga ibu dan keluarganya. Manfaat rawat gabung

ditinjau dari berbagai aspek sesuai dengan tujuannya, adalah sebagai

berikut :

a. Aspek fisik

25
Bila ibu dekat dengan bayinya, maka ibu dapat dengan mudah

menjangkau bayinya untuk melakukan perawatan sendiri dan

menyusui setiap saat, kapan saja bayinya menginginkan. Dengan

perawatan sendiri dan menyusui sedini mungkin, akan mengurangi

kemungkinan terjadinya infeksi silang dari pasien lain atau petugas

kesehatan. Dengan menyusu dini maka ASI pertama keluar yang

berwarna kuning atau biasa disebut kolostrum dapat memberikan

kekebalan yang sangat berharga bagi bayi, karena ibu setiap saat

dapat melihat bayinya, maka ibu dengan mudah dapat mengetahui

perubahan-perubahan yang terjadi pada bayinya yang mungkin

berhubungan dengan kesehatannya.

b. Aspek Fisiologis

Bila ibu dekat dengan bayinya, maka bayi akan segera disusui

dan frekuensinya lebih sering. Proses ini merupakan proses fisiologis

yang alami, dimana bayi mendapat nutrisi alami yang paling sesuai

dan baik. Untuk ibu, dengan menyusui maka akan timbul reflek

oksitosin yang akan membantu proses fisiologis involusi rahim.

Disamping itu akan timbul refleks prolaktin yang akan memacu

proses produksi ASI. Efek menyusui dalam usaha menjarangkan

kelahiran telah banyak dipelajari di negara berkembang. Secara

umum ibu akan terlindung dari kesuburan sepanjang ia masih

menyusui dan belum haid, khususnya bila frekuensi menyusui lebih

sering dan sama sekali tidak menggunakan pengganti ASI (asi

26
eksklusif). Berbagai penelitian menunjukkan bahwa daya proteksi

menyusui eksklusif terhadap usaha KB tidak kalah dengan alat KB

lain.

c. Aspek psikologis

Dengan rawat gabung maka antara ibu dan bayi akan segera

terjalin proses lekat (early in-fant – mother bonding) akibat sentuhan

badan antara ibu dan bayinya, Hal ini mempunyai pengaruh yang

besar terhadap perkembangan psikologis bayi selanjutnya, karena

kehangatan tubuh ibu merupakan stimulasi mental yang mutlak

dibutuhkan oleh bayi. Dengan pemberian ASI kapan saja bayi

membutuhkan, akan memberikan kepuasan pada ibu bahwa ia dapat

berfungsi sebagaimana seorang ibu dan tidak dapat digantikan oleh

orang lain. Keadaan ini memperlancar produksi ASI kerena seperti

telah diketahui, refleks let-down bersifat psikosomatis. Sebaliknya

bayi akan mendapatkan rasa aman dan terlindung, merupakan dasar

bagi terbentuknya rasa percaya pada diri anak.

d. Aspek edukatif

Dengan rawat gabung, ibu (ter-utama yang baru mempunyai anak

pertama) akan mempunyai pengalaman yang berguna, sehingga mampu

menyusui serta merawat bayinya bila pulang dari rumah sakit. Selama di

rumah sakit ibu akan melihat, belajar dan mendapat bimbingan

bagaimana cara menyusui secara benar, bagaimana cara merawat

27
payudara, merawat tali pusat, memandikan bayi, dsb. Keterampilan ini

diharapkan dapat menjadi modal bagi ibu untuk merawat bayi dan

dirinya sendiri setelah pulang dari rumah sakit. Disamping pendidikan

bagi ibu, dapat juga dipakai sebagai sarana pendidikan bagi keluarga,

terutama suami, dengan cara mengajarkan suami dalam membantu istri

untuk proses diatas. Suami akan termotivasi untuk memberi dorongan

moral bagi istrinya agar mau menyusui bayinya. Jangan sampai terjadi

seorang suami melarang istrinya menyusui bayinya karena suami takut

payudara istrinya akan menjadi jelek. Bentuk payudara akan berubah

karena usia adalah hal almin, meskipun dengan meng-gunakan kutang

penyangga yang baik, ditambah dengan nutrisi yang baik, dan latihan

otot – otot dada serta menerapkan posisi yang benar, ketakutan

mengendornya payudara dapat dikurangi.

e. Aspek ekonomi

Dengan rawat gabung maka pemberian ASI dapat dilakukan

sedini mungkin. Bagi rumah bersalin terutama rumah sakit pemerintah,

hal tersebut merupakan suatu penghematan anggaran pengeluaran untuk

pembelian susu formula, botol susu, dot serta peralatan lain yang

dibutuhkan. Beban bidan menjadi lebih ringan karena ibu berperan besar

dalam merawat bayinya sendiri, sehingga waktu terluang dapat

dimanfaat-kan untuk kegiatan lain. Lama perawatan ibu menjadi lebih

pendek karena involusi rahim (proses pengecilan rahim) terjadi lebih

cepat dan memungkinkan tempat tidur digunakan untuk penderita lain.

28
Demikian pula infeksi nosokomial dapat dicegah atau dikurangi, berarti

penghematan biaya bagi rumah sakit maupun keluarga ibu. Bagi ibu juga

penghematan oleh karena lama perawatan menjadi singkat.

f. Aspek medis

Dengan pelaksanaan rawat gabung maka akan menurunkan

terjadinya infeksi nosokomial pada bayi serta menurunkan angka

morbiditas dan mortalitas ibu maupun bayi.

3) ASI Eksklusif

Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa ASI adalah hak

setiap anak. Dalam UU Kesehatan no 36 tahun 2009 hak bayi dijelaskan

dalam pasal 128 ayat 1 yang berbunyi, setiap bayi berhak mendapatkan

air susu ibu eksklusif sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, kecuali

atas indikasi medis. Selain itu juga dikuatkan dengan telah disahkannya

Peraturan Pemerintah no 33 tahun 2012 tentang ASI Eksklusif. Dengan

UU ini, kita dapat melihat dengan jelas bahwa seorang anak yang baru

dilahirkan dalam kondisi normal, artinya tidak memerlukan tindakan

khusus berhak mendapatkan ASI secara eksklusif. Selama pemberian air

susu ibu, pihak keluarga, pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat

harus mendukung ibu, bayi secara penuh dengan penyediaan waktu dan

fasilitas khusus. Seorang ibu nifas sangat membutuhkan dukungan dari

orang-orang sekitar terutama dari keluarga seperti suami, orang tua, atau

orang di lingkungan kerjanya seperti yang tercantum pada pasal 128 ayat

29
3 yang berbunyi, “Penyediaan fasilitas khusus sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) diadakan di tempat kerja dan tempat sarana umum. Pada

kenyataannya, belum banyak dijumpai fasilitas umum yang menyediakan

tempat khusus bagi ibu menyusui (breastfeeding room). Hal tersebut

tampaknya belum tersosialisasikan pada perkantoran, perusahaan-

perusahaan, tempat dimana banyak terdapat ibu bekerja yang sedang

melaksanakan ASI Eksklusif. Meninjau pada ayat 3, perusahaan dapat

menyediakan tempat khusus yang bersih dan nyaman sebagai tempat

dimana seorang ibu menyusui dapat memompa ASInya untuk kemudian

menyimpannya ke dalam botol dan diberikan pada bayinya sepulang dari

bekerja. Peran pemerintah pun secara tegas dinyatakan dalam pasal 129

ayat (1) yang menyatakan bahwa Pemerintah bertanggung jawab

menetapkan kebijakan dalam rangka menjamin hak bayi untuk

mendapatkan air susu ibu secara eksklusif. Kebijakan yang berupa

pembuatan norma, standar, prosedur dan kriteria tersebut selanjutnya

akan diatur dalam PP (pasal 239 ayat(2)), Peraturan Pemerintah (PP) no

33 tahun 2012 yang telah diputuskan tanggal 1 Maret 2012 ini berisi

tentang Pemberian ASI eksklusif. Peraturan pemerintah ini dilahirkan

bertujuan untuk menjamin pemenuhan hak bayi untuk mendapatkan

sumber makanan terbaik sejak dilahirkan sampai berusia 6 bulan,

disamping itu kebijakan ini juga untuk melindungi ibu dalam

memberikan ASI eksklusif kepada bayinya. Di dalam peraturan tersebut

dibahas mengenai Program Inisiasi Menyusu dini (IMD) dan ASI

Eksklusif. Pengaturan penggunaan susu formula produk bayi lainnya,

30
sarana menyusui di tempat kerja dan sarana umum lainnya, dukungan

masyarakat, tanggung jawab pemerintah, pemerintah daerah baik

provinsi maupun kabupaten/kota dalam serta pendanaannya.

Keberhasilan pemberian ASI eksklusif, perlu dukungan berbagai pihak

mulai dari pemerintah, pemda provinsi dan kabupaten/kota,

penyelenggara pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan, masyarakat serta

keluarga terdekat ibu.

2.1.9 Waktu Pelayanan Pasca Persalinan

Kunjunga Waktu Tujuan


n
1 6-8 jam setelah  Mencegah perdarahan masa nifas
persalinan karena atonia uteri.
 Mendeteksi dan merawat penyebab
lain perdarahan, rujuk jika perdarahan
berlanjut
 Pemberian ASI awal
 Melakukan hubungan antara ibu dan
bayi baru lahir
 Menjaga bayi tetap sehat dengan cara
mencegah hipotermia.
 Jika petugas kesehatan menolong
persalinan, ia harus tinggal dengan iu
dan bayi baru lahir untuk 2 jam I
setelah kelahiran/sampai ibu dan byi
dalam keadaan stabil.
2 6 hari setelah  Memastikan involusi berjalan normal
persalinan : uterus berkontraksi, fundus di
bawah umbilicus, tidak ada

31
perdarahan abnormal, tidak ada bau.
 Menilai adanya tanda-tanda demam,
infeksi atau perdarahan abnormal
 Memastikan ibbu mendapat cukup
makanan, cairan dan istirahat
 Memastikn ibu menyusui dengan
baik dan tak memperlihatkan tanda-
tanda penyulit.
 Memberikan konseling pada ibbu
mengenai asuhan pada bayi, tali
pusat, menjaga bayi tetap hangat dan
merawat bayi sehari-hari.
3 2 minggu Sama seperti di atas (6 hari setelah
setelah persalinan)
persalinan
4 6 minggu  Menanyakan pada ibu tentang
setelah penyulit-penyulit yangia atau bayi
persalinan alami
 Memerikan konseling untuk KB
secara dini.
(sumber, saifuddin, AB,2002)

Pelayanan pasca persalinan dilaksanakan minimal 4 kali dengan waktu


kunjungan ibu dan bayi baru lahir bersamaan yaitu.:
 Pelayanan pertama dilakukan pada waktu 6 - 48 jam setelah
persalinan.
 Pelayanan kedua dilakukan pada waktu 3-7 hari setelah persalinan.
 Pelayanan ketiga dilakukan pada waktu 8-28 hari setelah persalinan.
 Pelayanan keempat dilakukan pada waktu 29-42 hari setelah
persalinan untuk ibu dan bayi berumur lebih dari 28 hari.(Kemenkes
RI, 2019).

32
2.1.10 Hal-Hal Yang Harus Dipenuhi Selama Nifas

Hal-hal yang harus dipenuhi selama nifas adalah sebagai berikut:


1) Fisik : Istirahat, asupan gizi, lingkungan bersih
2) Psikologi : Dukungan dari keluarga sangat diperlukan
3) Sosial : Perhatian, rasa kasih sayang, menghibur ibu saat sedih
dan menemani saat ibu merasa kesepian
4) Psikososial.
Periode ini diuraikan oleh rubin dalam 3 tahap, yaitu taking on,
talking hold, dan letting go
 Periode Taking on
 Periode ini terjadi 1-2 hari sesudah melahirkan, ibu
baru pada umumnya pasif dan tergantung,
perhatiannya tertuju pada kekhawatiran akan
tubuhnya.
 Kemungkinan akan mengulangi pengalamanya waktu
bersalin dan melahirkan
 Tidur tanpa ada gangguan sangat penting bagi ibu
 Peningkatan nutrisi sangat dibutuhkan karena selera
makan ibu biasanya bertambah, kurang nafsu makan
menandakan proses pengembalian kondisi ibu tidak
berlangsung normal.

 Periode Taking Hold


 Periode ini berlangsung pada hari ke 2-4 pascapartum,
ibu menjadi perhatian pada kemampuannya menjadi
orang tua yang sukses dan meningkatkan tanggung
jawab terhadap bayinya.
 Ibu berkonsentrasi pada pengontrolan fungsi
tubuhnya, berkemih, defekasi, dan kekuatan atau
ketahanan tubuhnya.
 Ibu berusaha keras untuk menguasai keterampilan
perawatan bayi, misalnya menggendong, menyusui,

33
memandikan, dan mengganti popok. Pada masa ini,
ibu agak sensitif dan merasa tidak mahir dalam
melakukan aktivitas. Ia cenderung menerima nasihat
bidan/perawat karena ia terbuka untuk menerima
pengetahuan dan kritikan yang bersifat pribadi. Pada
tahap ini, bidan harus memperhatikan perubahan yang
mungkin terjadi.
 Periode Letting go
 Periode ini biasanya terjadi setelah ibu pulang ke
rumah dan sangat berpengaruh terhadap waktu dan
perhatian yang diberikan keluarganya.
 Ibu mengambil tanggung jawab terhadap perawatan
bayi, ia harus beradaptasi dengan kebutuhan bayi yang
sangat bergantung, menyebabkan berkurangnya hak,
kebebasan, dan hubungan sosial ibu.
 Depresi pascapartum umumnya terjadi pada priode ini.
Banyak ibu mengalami perasaan “let down” setelah
melahirkan, sehubungan dengan seriusnya
pengalaman waktu melahirkan dan keraguan akan
kemampuan untuk mengatasi secara efektif dalam
membesarkan anak. Umumnya, depresi ini sedang dan
mudah berubah, dimulai 2-3 hari setelah melahirkan
dan dapat diatasi 1-2 minggu kemudian. Depresi
sedang jarang menjadi patologis.

Bila Rubin mengatakan bahwa pencapaian peran ibu ini


dimulai sejak hamil sampai enam bulan setelah melahirkan, Mercer
melihat bahwa peran aktif seorang wanita dalam pencapaian peran
ini umumnya dimulai setelah bayi lahir, yaitu pada tiga bulan
sampai tujuh bulan pascapartum.
Mercer menemukan 11 variabel yang mempengaruhi wanita dalam
pencapaian peran ibu :

34
1. Usia ibu waktu melahirkan
2. Persepsi ibu pada waktu melahirkan anak pertama kali
3. Memisahkan ibu dan anaknya secepatnya.
4. Stres sosial
5. Dukungan sosial
6. Konsep diri
7. Sifat pribadi
8. Sikap dalam membesarkan anak
9. Status kesehatan ibu
10. Faktor bayi (Temperamen dan kesehatan bayi)
11. Faktor lain (Latar belakang suku/etnik, status perkawinan,
status sosial ekonomi)

Sementara itu Mercer juga menguraikan 4 faktor dalam masa


adaptasi ibu :
1. Fase pemulihan fisik (lahir sampai 1 bulan)
2. Fase achievement / pencapaian peran (2-4/5 Bulan)
3. Fase Disruption/ Gangguan (6-8 bulan)
4. Fase reorganisasi/Penyesuaian (8-12 bulan)
Hal-hal yang dapat membantu ibu dalam beradaptasi pada masa
nifas adalah sebagai berikut:
1. Fungsi menjadi orang tua
2. Respon dan dukungan dari keluarga
3. Riwayat dan pengalaman kehamilan serta persalinan
4. Harapan, keinginan dan aspirasi saat hamil dan melahirkan

2.1.11 Penanganan Masa Nifas


1) Kebersihan diri :
 Anjurkan kebersihan seluruh tubuh
 Mengajarkan ibu bagaimana membersihkan daerah kelamin
dengan sabun dan air. Pastikan bahwa ia mengerti untuk

35
membersihkan daerah disekitar vulva terlebih dahulu, dari depan
ke belakang baru kemudian membersihkan daerah sekitar anus.
 Nasihatkan kepada ibu utuk membersihkan vulva setiap selesai
BAK/ BAB
 Sarankan ibu untuk menggnti pembalut atau kain pembalut
stidaknya dua kali sehari. Kain dapat digunakan ulang jika telah
dicuci dengan baik dan keringkan di bawah sinar matahari dn
disetrika
 Sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum
dan sesudah membersihkan daerah kelainnya.
 Jika ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi, sarankan kepada
ibu untuk menghindari menyentuh daerah luka.
2) Istirahat
 Anjurkan ibu agar istirahat cukup untuk mencegah kelelahan yang
berlebihan
 Sarankan ia untuk kembali ke kegiatan-kegiatan rumah tangga
secara perlahan-lahan, serta untuk tidur siang atau beristirahat
selagi bayi tidur
 Kurang istirahat akan mempengaruhi ibu dalam beberapa hal :
- Mengurangi jumlah ASI yang diproduksi
- Memperlambat proses involusi uterus dan memperbanyak
perdarahan
- Menyebabkan depresi dan ketidakampuan untuk merawat bayi
dan
dirinya sendiri.
3) Gizi
Ibu menyusui harus :
 Mengonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari
 Makan dengan diet seimbang untuk mendapatkan protein, mineral,
dan vitamin yang cukup.
 Minum setidaknya 3 liter air setiap hari (anjurkan ibu untuk
minum setiap kali menyusui)

36
 Pil zat besi harus diminum untuk menambah zat gizi setidaknya
selama 40 hari pasca bersalin
 Minum kapsul vitamin A (200.000 unit) agar isa memberikan
vitamin A kepada bayinya melalui ASI nya.

4) Perawatan Payudara
 Menjaga payudara tetap bersih dan kering, terutama putting susu
 Menggunakan bra yang menyokong payudara
 Apabila putting susu lecet oleskan kolostrum atau ASI yang keluar
pada sekitar putting susu setiap kali selesai menyusui. Menyusui
tetap dilakukan, dimulai dari putting susu yang tidak lecet.
 Apabila lecet sangat berat dapat diistirahatkan selama 24 jam. ASI
di keluarkan dan diminumkan dengan menggunakan sendok.
 Untuk menghilangkan nyeri ibu dapat minum parsetamol 1 tablet
4-6 jam
 Apabila payudara bengkak akibat pembendungan ASI, lakukan :
- Pengompresan payudara dengan menggunakan kain basah dan
hangat selama 5 menit
- Urut payudara dari pangkal menuju putting susu atau gunakan
sisir untuk mengurut payudara dengan arah Z menuju putting
- Keluarkan ASI sebagian dari bagian depan payudara sehingga
putting susu menjadi lunak.
- Susukan bayi setiap 2-3 jam, Apabila tidak dapat mengisap
seluruh ASI sisanya keluarkan dengan tangan.
- Letakkan kain dingin pada payudara setelah menyusui

2.2 Bendungan ASI


2.2.1 Pengertian Bendungan Payudara
Bendungan payudara adalah terjadinya pembengkakan pada
payudara karena peningkatan aliran vena dan limfe sehingga
menyebabkan bendungan ASI dan rasa nyeri di sertai kenaikan suhu
badan (Maryunani, 2015: 13).

37
Bendungan air susu ibu adalah pembengkakan pada payudara
karena peningkatan aliran vena dan limfe sehingga menyebabkan rasa
nyeri disertai kenaikan suhu badan (Yanti, 2017).

Bendungan ASI (Bendungan Payudara) adalah peningkatan


aliran vena dan limfe pada payudara dalam rangka mempersiapkan
diri untuk laktasi. Hal ini bukan disebabkan overdistensi dari saluran
sistem laktasi (Walyani dan Purwoastuti, 2015: 160)

2.2.2 Etiologi

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan bendungan Payudara,


yaitu:
a) Pengosongan mammae yang tidak sempurna (dalam masa laktasi,
terjadi peningkatan produksi ASI pada ibu yang produksi ASI-nya
berlebihan. Apabila bayi sudah kenyang dan selesai menyusu
payudara tidak dikosongkan, maka masih terdapat sisa ASI
didalam payudara. Sisa ASI tersebut jika tidak dikeluarkan dapat
menimbulkan bendungan ASI).
b) Faktor hisapan bayi yang tidak aktif (pada masa laktasi, bila ibu
tidak menyusukan bayinya sesering mungkin atau jika bayi tidak
aktif menghisap, maka akan menimbulkan bendungan ASI).
c) Faktor posisi menyusui bayi yang tidak benar (teknik yang salah
dalam menyusui dapat mengakibatkan puting susu menjadi lecet
dan menimbulkan rasa nyeri pada saay bayi menyusu. Akibatnya,
ibu tidak mau menyusui bayinya dan terjadi bendungan ASI).
d) Puting susu terbenam (puting susu terbenam akan menyulitkan
bayi dalam menyusu. Karena bayi tidak dapat menghisap puting
dan areola, bayi tidak mau menyusu dan akibatnya terjadi
bendungan ASI).
e) Puting susu terlalu panajang (puting susu yang panjang
menimbulkan kesulitan pada saat bayi menyusu karena bayi tidak
dapat menghisap areola dan merangsang sinus laktiferus untuk
mengeluarkan ASI. Akibatnya, ASI tertahan dan menimbulkan

38
bendungan ASI) (Rukiyah, Yulianti, 2012: 20)
Gambar 2.1 Bentuk putting susu

2.2.3 Faktor-Faktor Penyebab Bendungan Payudara


Bendungan Payudara disebabkan oleh pengeluaran air susu
yang tidak lancar, karena bayi tidak cukup sering menyusu, produksi
meningkat, terlambat menyusukan, hubungan dengan bayi (bonding)
kurang baik, dan dapat pula karena adanya pembatasan waktu
menyusui, yaitu:
a. Faktor frekuensi menyusui
Bahwa insiden bendungan payudara dapat dikurangi hingga
setengahnya bila bayi disusui tanpa batas. Sejumlah penelitian
lainnya mengamati bahwa bila waktu untuk menyusui dijadwal
lebih sering, maka dapat terjadi bendungan yang sering diikuti
dengan mastitis dan kegagalan laktasi. Menyusui yang dijadwal
akan berakibat kurang baik karena isapan bayi sangat berpengaruh
pada rangsangan ASI selanjutnya.
b. Menyusu Yang Buruk
Pentingnya isapan bayi yang baik pada payudara untuk
mengeluarkan ASI yang efektif. Isapan yang buruk sebagai
penyebab pengeluaran ASI yang tidak efisien saat ini dianggap
sebagai faktor predisposisi utama mastitis. Selain itu, nyeri puting
susu akan menyebabkan ibu menghindar untuk menyusui pada
payudara yang sakit dan karena itulah terbentuknya statis ASI dan

39
bendungan ASI.
c. Perlekatan kurang baik
Banyak ibu merasa lebih mudah untuk menyusui bayinya
pada satu sisi payudara dibandingkan dengan payudara yang lain.

d. Produksi ASI yang meningkat


Apabila ASI berlebihan, sampai keluar memancar maka
sebelum menyusui sebaiknya ASI dikeluarkan terlebih dahulu untuk
menghindari bayi tersedak dan menghilangkan bendungan atau
memacu produksi ASI saat ibu sakit dan tidak dapat langsung
menyusui bayinya.
e. Payudara yang tidak dikosongkan seluruhnya
Bila tidak dikeluarkan saat ASI terbentuk, maka volume ASI
dalam payudara akan melebihi kapasitas alveoli untuk
penyimpanannya sehingga bila situasi ini tidak di atasi, maka akan
menyebabkan bendungan dan mastitis dalam waktu singkat, dan
mempengaruhi kelanjutan produksi ASI dalam jangka panjang.
f. Pakaian yang ketat BH
Pakaian yang ketat BH yang ketat juga bias menyebabkan
segmental engorgement. Selama masa menyusui sebaiknya ibu
menggunakan kutang (BH) yang dapat menyangga payudara, tetapi
tidak terlalu ketat (Sutarni dan Pertiwi, 2014).
2.2.4 Cara Mencegah Bendungan Payudara
Adapun cara mencegah bendungan ASI adalah:
1) Untuk mencegah diperlukan menyusui dini, perlekatan yang baik,
menyusui secara on demandi. Bayi harus sering disusui. Apabila
terlalu tegang, atau bayi tidak dapat menyusu sebaiknya ASI
dikeluarkan dahulu, agar ketegangan menurun.
2) Untuk merangsang reflek oksitosin maka dilakukan :
 kompres untuk mengurangi rasa sakit
 Ibu harus rileks
 Pijat punggung belakang (sejajar daerah payudara)
 Pijat ringan pada payudara yang bengkak (pijat pelan – pelan

40
kearah tengah)
 Stimulasi payudara dan putting
 Kompres dingin pasca menyusui, untuk mengurangi oedema.
 Pakailah BH yang sesuai.
 Bila terlalu sakit dapat dberikan obat analgetik
(Dewi dan Dwi Sunar, 2011).

2.2.5 Cara Mengatasi Bendungan Payudara


1) Susui bayinya semau dia sesering mungkin tanpa jadwal dan tanpa
batas waktu.
2) Bila bayi sukar menghisap, keluarkan ASI dengan bantuan tangan
atau pompa ASI yang efektif.
3) Sebelum menyusui untuk merangsang reflek oksitosin dapat
dilakukan kompres hangat untuk mengurangi rasa sakit, masase
payudara, masase leher dan punggung.
4) Setelah menyusui, kompres air dingin untuk mengurangi oedema
(Dewi dan Dwi Sunar, 2011).
2.2.6 Penatalaksanan Bendungan Payudara
Penanganan yang dilakukan yang paling penting adalah dengan
mencegah terjadinya payudara bengkak yaitu :
a) Bila ibu menyusui
Susukan sesering mungkin bila memungkinkan pada kedua
payudara sebelum di susukan kompres hangat payudara. Keluarkan
sedikit ASI sebelum menyusui agar payudara lembek, sehingga
lebih mudah memasukkannya ke dalam mulut bayi. Bila bayi
belum dapat menyusu, ASI dikeluarkan dengan tangan atau pompa
dan diberikan pada bayi dengan cangkir atau sendok. Tetap
mengeluarkan ASI sesering yang diperlukan sampai bendungan
teratasi. Untuk mengurangi rasa sakit dapat diberikan kompres
hangat dan dingin. Bila ibu demam dapat diberikan obat penurun
demam dan pengurang sakit. Pada saat menyusui sebaiknya ibu
tetap rileks. Makan makanan bergizi untuk meningkatkan daya
tahan tubuh dan perbanyak minum (Walyani dan Purwoastuti,

41
2015: 161).
b) Bila ibu tidak menyusui
Sangga payudara terlebih dahulu, lalu kompres hangat dan
dingin secara bergantian pada payudara untuk mengurangi
pembengkakan dan rasa sakit kemudian gunakan pompa ASI untuk
mengeluarkan air susu dan masukkan ke dalam botol susu (Walyani
dan Purwoastuti, 2015: 161-162).
c) Perawatan Payudara
Menurut Walyani dan Purwoastuti 2015 : Perawatan
payudara adalah suatu tindakan untuk merawat payudara terutama
pada masa nifas untuk memperlancar pengeluaran ASI.
1) Tujuan Perawatan Payudara
Memelihara hygiene payudara, melenturkan dan
menguatkan puting susu. payudara yang terawat akan
memproduksi ASI cukup untuk kebutuhan bayi, dengan
perawatan payudara yang baik ibu tidak perlu khawatir bentuk
payudaranya akan cepat berubah sehingga kurang menarik,
dengan perawatan payudara yang baik puting susu tidak akan
lecet sewaktu dihisap oleh bayi dan melancarkan aliran ASI.
2) Waktu Pelaksanaan Perawatan Payudara
Perawatan payudara dilakukan pertama kali pada hari
kedua setelah melahirkan dan dilakukan minimal dua kali sehari.
3) Pelaksanaan Perawatan Payudara
Perawatan payudara pasca persalinan dimulai sedini
mungkin yaitu 1-2 hari sesudah bayi lahir, hal tersebut dilakukan
2 kali sehari.

Persiapan alat

a) Baby oil secukupnya.


b) Kapas secukupnya.
c) Washlap 2 buah.
d) Handuk bersih 2 buah.

42
e) 2 baskom berisi air (hangat dan dingin).
f) BH yang bersih untuk menyokong payudara dan terbuat dari
bahan katun.
Persiapan Ibu:

a) Cuci tangan dengan sabun di bawah air mengalir dan


keringkan dengan handuk.

b) Baju ibu bagian depan dibuka.


c) Pasang handuk.

Dalam pelaksanaan perawatan payudara ada beberapa hal yang


perlu diperhatikan dalam melaksanakan perawatan payudara pasca
persalinan, yaitu :

1) Puting susu dikompres dengan kasa yang sudah diberi baby oil
selama 3- 4 menit, kemudian bersihkan dengan kasa yang sudah
diberi baby oil tadi.
2) Pengenyalan yaitu puting susu dipegang dengan ibu jari dan jari
telunjuk diputar ke dalam 20 kali dan keluar 20 kali. Penonjolan
puting susu yaitu:
a) Puting susu cukup ditarik sebanyak 20 kali.
b) Dirangsang dengan menggunakan ujung waslap.

3) Pengurutan Payudara
a) Pengurutan yang pertama
Licinkan kedua tangan dengan baby oil tempatkan kedua
telapak tangan diantara kedua payudara lakukan pengurutan,
dimulai dari arah atas lalu arah sisi samping kiri kemudian kearah
kanan, lakukan terus pengurutan kebawah atau melintang. Lalu
kedua tangan dilepas dari payudara, ulangi gerakan 20-30 kali
untuk setiap satu payudara.
b) Pengurutan yang kedua
Menyokong payudara kiri dengan tangan kiri, kemudian

43
dua atau tiga jari tangan kanan mulai dari pangkal payudara dan
berakhir pada puting susu. Lakukan tahap mengurut payudara
dengan sisi kelingking dari arah tepi kearah putting susu.
Lakukan gerakan 20-30 kali.
c) Pengurutan yang ketiga

Menyokong payudara dengan satu tangan, sedangkan


tangan lain mengurut dan menggenggam dari pangkal menuju ke
putting susu. Langkah gerakan 20-30 kali. Setelah selesai
pengurutan, payudara dikompres dengan air hangat dan air dingin
secara bergantian selama kurang lebih 5 menit (air hangat dahulu
kemudian air dingin) kemudian keringkan dengan handuk dan
pakaiah BH yang menyangga payudara (Istiqomah, 2016)
d) Teknik Menyusui dengan Benar
Menurut Astutik, 2015 : teknik menyusui yang benar
diperlukan agar bayi dan ibu merasa nyaman dan bayi memperoleh
manfaat terbesar dari menyusui.
Langkah-langkah menyusui yang benar :
• Cuci tangan sebelum dan sesudah menyusui dengan sabun dan
air mengalir.
• Masase payudara mulai dari corpus menuju areola sampai teraba
lemas atau lunak.
• ASI dikeluarkan sedikit kemudian dioleskan pada puting susu
dan areola.
• Bayi diletakkan menghadap perut ibu atau payudara.
• Ibu duduk atau berbaring santai.
• Bayi dipegang dengan satu lengan, kepala bayi terletak pada
lengkung siku ibu dan bokong bayi terletak pada lengan.
• Satu tangan bayi diletakkan dibelakang badan ibu dan yang satu
di depan.
• Perut bayi menempel pada badan ibu, kepala bayi menghadap
payudara.
• Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus.

44
• Ibu menatap bayi dengan kasih sayang.
• Setelah selesai menyusui, ASI dikeluarkan sedikit kemudian
oleskan pada puting susu dan areola, dan biarkan kering untuk
menghindari puting lecet ataupun pecah-pecah.
• Sendawakan bayi dengan cara menggendong bayi tegak dengan
bersandar pada bahu ibu kemudian punggung bayi ditepuk
perlahan-lahan atau bayi ditidurkan tengkurap di pangkuan ibu
kemudian punggung bayi ditepuk perlahan-lahan.
• Periksa keadaan payudara, adakah perlukaan atau pecah-pecah
atau terbendung.

Untuk mengetahui bayi telah disusui dengan teknik yang benar dan
tepat.
Dapat dilihat dari :
Bayi tampak senang, badan bayi menempel dengan perut ibu, mulut
bayi membuka dengan lebar, sebagian areola masuk ke dalam mulut
bayi, bayi nampak menghisap kuat dengan irama perlahan, puting susu
ibu tidak terasa nyeri, telinga dan lengan sejajar terletak pada garis
lurus, kepala tidak menengadah, bayi tidak melepaskan isapannya,
setelah menyusui pada satu payudara sampai kosong sebaiknya ganti
payudara yang lain.
Untuk melepaskan isapan bayi ada beberapa langkah, yaitu : Jari
kelingking ibu dimasukan kemulut bayi melalui sudut mulut, dagu bayi

45
ditekan kebawah, setelah selesai menyusui, ASI dikeluarkan sedikit
kemudian dioleskan pada puting susu dan areola sekitar. Biarkan
kering dengan sendirinya (Istiqomah, 2016: 13).

2.3 Proses Manajemen Asuhan Kebidanan


1. Pengertian Manajemen Asuhan Kebidanan
Manajemen kebidanan adalah metode dan pendekatan
pemecahan masalah ibu dan anak yang khusus dilakukan oleh bidan
dalam memberikan asuhan kebidanan kepada individu, keluarga, dan
masyarakat (Mufdillah, dkk,2012: 22).
2. Langkah-Langkah Manajemen Asuhan Kebidanan
Adapun dalam tahapan Manajemen Kebidanan yaitu :
a. Langkah I. Identifikasi data dasar
Pada langkah pertama ini dikumpulkan semua informasi yang
akurat dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi
klien untuk memperoleh data dilakukan dengan cara : Pertama yaitu
anamnesis, dimana akan didapatkan data subjektif dari pasien seperti ibu
akan mengeluhkan payudara bengkak, terasa keras, ibu meresa demam
dan dirasakan setelah persalinan.
Kedua, yaitu akan didapatkan data objektif dengan melakukan
pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhannya , pada pemeriksaan fisik
ini akan dilakukan inspeksi dan palpasi pada payudara dan akan
didapatkan hasil pemeriksaan payudara warnanya kemerahan, payudara
bengkak, keras dan nyeri bila ditekan.
Ketiga yaitu pemeriksaan tanda-tanda vital, pada kasus ini
memungkinkan akan didapatkan hasil pemeriksaan dimana suhu tubuh
bisa mencapai 380C.
b. Langkah II. Identifikasi diagnosa/Masalah aktual
Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar tehadap
diagnosa atau masalah kebutuhan klien beradarkan interpretasi yang benar
atas data-data yang telah

dikumpulakan. Data dasar yang sudah dikumpulkan di interpretasikan,


sehingga dapat merumuskan diagnosa dan masalah yang spesifik.

46
Diagnosis bendungan Payudara ditegakkan berdasarkan data
subjektif dari pasien dan data objektif yang telah didapatkan, serta pada
pemeriksaan fisik yang telah dilakukan. Bendungan Payudara ditegakkan
jika didapatkan payudara warnanya kemerahan, payudara bengkak, keras,
nyeri bila ditekan, suhu tubuh bisa mencapai 38 0C dan terjadi pada hari ke
3-5 setelah persalinan.
Jika ibu mengalami bendungan payudara, ASI nya tidak keluar
atau belum lancar, maka kemungkinan disebabkan oleh pengosongan
mammae yang tidak sempurna, hisapan bayi yang tidak aktif, posisi
menyusui bayi yang tidak benar, puting susu terbenam, dan puting susu
terlalu panjang.
c. Langkah III. Antisipasi diagnosa/Masalah potensial
Pada langkah ini kita mengidentifikasi diagnosa atau masalah
potensial dan mengantisipasi penanganannya. Pada langkah ini kita
mengidentifikasi masalah potensial atau diagnosis potensial yang
berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah
diidentifikasikan. Langkah ini membutuhkan antisipasi bila
memungkinkan dilakukan pencegahan, sambil mengamati klien, bidan
diharapkan dapat bersiap-siap bila diagnosa/masalah potensial ini benar-
benar terjadi. Langkah ini sangat penting dalam melakukan asuhan yang
aman.
Pada kasus Bendungan Payudara, maka perlu dilakukan antisipasi
terjadinya mastitis karena pada kasus ini, Bendungan Payudara
merupakan gejala awal akan

terjadinya mastitis dan jika tidak ditangani dengan baik kemungkinan


akan terjadi mastitis, sehingga perlu untuk dilakukan antisipasi.
d. Langkah IV. Tindakan segera/Kolaborasi
Pada langkah ini mencerminkan kesinambungan dari proses
manajemen kebidanan. Bidan menetapkan kebutuhan terhadap tindakan
segera, melakukan konsultasi, dan kolaborasi dengan tenaga kesehatan
yang lain berdasarkan kondisi klien, pada langkah ini bidan juga harus
merumuskan tindakan emergency untuk menyelamatkan ibu, yang mampu

47
dilakukan secara mandiri dan bersifat rujukan.
e. Langkah V. Rencana asuhan kebidanan
Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh
ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya dan merupakan lanjutan
manajemen terhadap diagnosa atau masalah yang telah diidentifikasi atau
diadaptasi. Setiap rencana asuhan harus disertai oleh klien dan bidan agar
dapat melaksanakan dengan efektif (Jannah, 2012: 208-209).
Rencana asuhan yang akan dilakukan yaitu lakukan perawatan
payudara, ajarkan teknik menyusui yang baik dan benar, sanggah
payudara ibu dengan bebat atau bra yang pas, kompres payudara dengan
menggunakan kain basah/hangat selama 5 menit, urut payudara dari arah
pangkal menuju putting, keluarkan ASI dari bagian depan payudara
sehingga putting menjadi lunak, susukan bayi 2-3 jam sekali sesuai
keinginan bayi (on demandi feeding) dan pastikan bahwa perlekatan bayi
dan payudara ibu sudah benar, pada masa-masa awal atau bila bayi yang
menyusui tidak mampu mengosongkan payudara, mungkin diperlukan
pompa atau pengeluaran ASI

secara manual dari payudara, kompres dingin dengan es pada payudara


setelah menyusui atau setelah payudara dipompa, bila perlu, berikan
parasetamol 3 X 500 mg per oral untuk mengurangi nyeri., lakukan
evaluasi setelah 3 hari.
f. Langkah VI. Implementasi asuhan kebidanan
Melaksanakan rencana tindakan serta efisiensi dan menjamin rasa
aman klien. Implementasi dapat dikerjakan keseluruhan oleh bidan
ataupun bekerja sama dengan kesehatan lain. Bidan harus melakukan
implementasi yang efisien dan akan mengurangi waktu perawatan serta
akan meningkatkan kualitas pelayanan kebidanan klien (Jannah, 2012:
211).
g. Langkah VII. Evaluasi kebidanan

Mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan asuhan yang


diberikankepada klien. Pada tahap evaluasi ini bidan harus melakukan

48
pengamatan dan observasi terhadap masalah yang dihadapi klien, apakah
masalah diatasi seluruhnya, sebagian telah dipecahkan atau mungkin
timbul masalah baru. Pada prinsipnya tahapan evaluasi adalah pengkajian
kembali terhadap klien untuk menjawab pertanyaan sejauh mana
tercapainya rencana yang dilakukan.

49
BAB III
LAPORAN KASUS
MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN IBU NIFAS PADA NY. “M”

P₁A0H₁ 7 HARI POSTPARTUM DENGAN BENDUNGAN ASI DI

PMB HJ GUSNIATI AMD KEB TANGGAL 2 NOVEMBER 2020

Tanggal : 2 November 2020

Pukul : 10.00 WIB

I. PENGUMPULAN DATA

A. Identitas / Biodata

Nama Istri : Ny. M

Umur : 27 Th

Suku / Bangsa : Minang / Indonesia

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : IRT

Alamat : Seberang Padang

Nama Suami : Tn. A

Umur : 33 Th

Suku / Bangsa : Minang / Indonesia

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Buruh

Alamat : Seberang Padang

50
Nama keluarga terdekat yang bisa dihubungi: Ny D

Hubungan dengan ibu : Ibu Kandung

No. Telp / Hp :-

Alamat : Seberang Padang

B. ANAMNESA (DATA SUBJEKTIF)

Alasan kunjungan : ibu mengeluh payudaranya terasa

keras, bengkak, nyeri dan anak jarang menyusu serta bayi sering tidur

sejak 2 hari yang lalu, ibu mengatakan suhu badannya terasa panas,

bayinya malas menyusu dan ibu merasa cemas dan tidak nyaman

dengan keadaannya.

1. Riwayat kesehatan

a. Riwayat penyakit sekarang : Tidak ada

b. Riwayat penyakit sistematik

Jantung : Tidak ada

Ginjal : Tidak ada

Asma / TBC paru : Tidak ada

Hepatitis : Tidak ada

D.M : Tidak ada

Hipertensi : Tidak ada

Epilepsi : Tidak ada

PMS : Tidak ada

c. Riwayat alergi

Makanan : Tidak ada

Obat – obatan : Tidak ada

51
d. Riwayat transfusi darah : Tidak ada

e. Riwayat pernah mengalami gangguan jiwa : Tidak ada

f. Riwayat haid

Menarche : Usia 14 tahun

Teratur/tidak : Teratur

Sifat : Encer

Banyak : 2 x ganti pembalut

Lama : 7 hari

Keluhan : Tidak ada

2. Riwayat Kesehatan keluarga

a. Riwayat penyakit

Jantung : Tidak ada

Ginjal : Tidak ada

Asma : Tidak ada

TBC : Tidak ada

D.M : Tidak ada

Hipertensi : Tidak ada

Epilepsi : Tidak ada

b. Riwayat kehamilan

Gammeli/kembar : Tidak ada

c. Psikologis : Baik

3. Riwayat perkawinan

a. Status perkawinan : Sah

b. Kawin ke :1

52
c. Usia kawin : 26 tahun

d. Lama hamil setelah menikah : 1 bulan

4. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu

N Tgl Usi Jenis Tempat Komplikasi Pen Bayi Nifas


o lahi a persalina persalin o-
r keh n an Ibu Ba lon PB/ Keada an Loche Lakta
ami g BB/ JK
yi a si
lan
1 Ini

5. Riwayat keluarga berencana

a. Alat kontrasepsi yang pernah dipakai / lama : -

b. Alat kontrasepsi yang dipakai sekarang :-

6. Riwayat persalinan terakhir

a. Tempat persalinan : RS

b. Penolong : Dokter

c. Tanggal/jam persalinan : 25 Oktober 2020 / pukul 05.40

WIB

d. Jenis persalinan : SC

e. Komplikasi : Tidak ada

f. Plasenta

- Ukuran : Normal

- Berat : ± 500 gr

- Kelainan : Tidak ada

g. Panjang tali pusat : ± 51 cm

53
h. Perineum : Ada laserasi derajat 1

i. Perdarahan

- Kala III : ± 100 cc

- Kala IV : ± 50 cc

j. Tindakan lain : Tidak ada

k. Catatan waktu

- Kala I : ± 5 jam

- Kala II : 30 menit

- Kala III : 10 menit

l. Keadaan bayi

- BB/PB : 2800 gr / 49 cm

- Cacat bawaan : Tidak ada

7. Pola kebiasaan

a. Nutrisi

- Makan

Selama hamil : ± 3-4 x/ hari

Setelah melahirkan : Ibu sudah makan 1 x setelah

melahirkan

- Minum

Selama hamil : ± 3 liter/ hari

Setelah melahirkan : Ibu sudah minum ± 6 gelas sejak

setelah melahirkan

b. Eliminasi

- BAB

54
Selama hamil : ± 1-2 x/ hari

Setelah melahirkan : Ibu belum BAB

- BAK

Selama hamil : ± 6 x sehari

Setelah melahirkan :±3x

c. Istirahat/tidur

Selama hamil : Ada, malam ± 5 jam, siang ± 3 jam

Setelah melahirkan : Ibu sudah tidur ± 2 jam setelah

melahirkan

d. Keadaan psikologis : Baik

e. Riwayat sosial budaya

- Dukungan keluarga : Ada

- Pantangan makan : Tidak ada

f. Penggunaan obat – obatan/rokok : Tidak ada

C. DATA OBJEKTIF

1. Status generalis

a. Keadaan umum : Baik

b. Kesadaran : CMC

c. Tanda vital

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Pernafasan : 18 x/ menit

Nadi : 76x/ menit

Suhu : 38,0 o C

55
d. TB : 160 cm

e. BB sebelum hamil : 60 kg

f. BB saat ini : 70 kg

g. Lila : 27 cm

2. Pemeriksaan Sistematis

a. Kepala

Rambut : Bersih, tidak rntok, tidak ada ketombe

Muka : Bersih, tidak oedema, tidak ada cloasma

Mata

- Conjunctiva : Tidak anemis

- Sclera : Tidak ikterik

Hidung : Bersih

Telinga : Bersih

Mulut/gusi/gigi : Bersih, tidak ada stomatitis, tidak ada caries pada

gigi

b. Leher

Kelenjar gondok : Tidak ada

Tumor : Tidak ada

Pembesaran kelenjar limfe : Tidak ada

c. Dada dan axilla

Mammae

- Pembesaran : Ada

- Tumor : Tidak ada

- Simetris/tidak : Simetris

56
- Putting susu : Menonjol

- Areola : Terjadi Hiperpigmentasi

- Kolostrum/ASI : Ada

Axilla

- Benjolan : Tidak ada

- Nyeri : Tidak ada

d. Ekstremitas

Atas

- Oedema : Tidak ada

- Sianosis : Tidak ada

Bawah

- Oedema : Tidak ada

- Varices : Tidak ada

- Reflek patella :+

3. Pemeriksaan Obstetrik

a. Abdomen

Inspeksi

- Pembesaran : Normal

- Linea alba/nigra : Tidak ada

- Stiae albican/lividae : Tidak ada

Palpasi

- Kontraksi :-

- TFU : tidak teraba

- Kandung kemih : Tidak teraba

57
b. Anogenital

Vulva dan vagina

- Varices : Tidak ada

- Kemerahan : Tidak ada

- Nyeri : Tidak ada

- Lochea : Ada

Perineum

- Keadaan luka :-

- Bengkak/kemerahan :-

Anus

- Hemmorhoid : Tidak ada

- Lain – lain : Tidak ada

Inspekulo

- Vagina : Tidak dilakukan

- Portio : Tidak dilakukan

4. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium

- Golongan darah :A

- Hb : 12,0 gr%

58
b. Pemeriksaan lain : Tidak dilakukan

59
MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS PADA NY. “M” 7 HARI POST PARTUM
DENGAN BENDUNGAN ASI DI PMB HJ GUSNIATI AMD KEB KOTA PADANG
TANGGAL 2 NOVEMBER 2020
SUBJEKTIF OBJEKTIF ASSESMENT PLANING PENATALAKSANAAN PARA
F
KEGIATAN EVALUASI
Tanggal : Status emosional Ibu post partum 1. Informasikan 1) Menjelaskan pada ibu
2-11-2020 : Stabil 7 hari dengan hasil pemeriksaan tentang hasil pemeriksaan, 1. Ibu
Hari : Senin Kesadaran bendungan ASI kepada ibu yaitu : senang
Jam : 08.00 : CMC KU ibu baik TTV dalam batas normal : mendeng
TD : 110/70 mmHg ar hasil
WIB
N : 76x/menit pemeriks
TTV Masalah: aan
R : 18x/menit
TD : 110/70 - payudara S : 38,0 °C
- Ibu mmHg bengkak, Ibu mengalami bendungan ASI
mengatakan N : 76 x/menit nyeri dan
melahirkan R : 18 x/menit teraba keras
7 hari yang S : 38,0 °C - ASI
lalu Payudara Kebutuhan: 2. Berikan 2) Memberikan penjelasan
- Ibu bengkak, teraba - Penjelasan penjelasan kepada ibu cara mengatasi
mengatakan keras saat di tentang kepada ibu cara bendungan payudara yaitu :
2. Ibu
 Menyanggah payudara
lahir SC palpasi, dan bendungan mengatasi paham
dengan bra yang pas dan
- Ibu terdapat nyeri ASI bendungan ASI
mengatakan tekan, Lochea - Kompres  Kompres payudara bersedia
ada hangat pada dengan kain melakuk
payudaran
basah/hangat selam 5 annya
ya terasa payudara
- Nutrisi, menit
bengkak,
hidrasi  Urut payudara dari
keras, arah pangkal menuju
- Personal
nyeri sejak puting
hygiene
2 hari yang  Keluarkan ASI dari
- Teknik
lalu menyusui bagian depan payudara

60
- ibu yang benar
mengataka - Terapi obat sehingga puting
n merasa - Informasi menjadi lunak
demam tanda bahaya
nifas 3. Ajarkan ibu cara
- ibu
perawatan 3) Mengajarkan ibu cara
mengataka perawatan payudara :
payudara 3. Ibu
n jarang  Tempatkan kedua paham
menyusui tangan diantara kedua dan mau
bayinya Diagnosa payudara kemudian melakuk
potensial : urut keatas lalu annya
mastitis kesamping kemudian
Tindakan segera
urut kebawah hingga
: Belum
diperlukan tangan menyanggah
payudara kemudian
sentakkan kebawah
payudara secara
perlahan
 Telapak tangan kiri
menopang payudara
kiri dan jari-jari tangan
saling dirapatkan,
kemudian sisi keliling
tangan kanan
mengurut payudara
dari pangkal ke arah
puting demikian pula
payudara kanan
 Telapak tangan
menopang payudara
pada car kedua,
kemudian jari tangan

61
kanan dikepalkan lalu
buku-buku jari tangan
kanan mengurut dari
4. Anjurkan ibu pangkal kearah puting
menyusui secara
on demand 4) Menganjurkan ibu menyusui
bayinya secara teratur dalam
selang waktu 2-3 jamsecara
on demand 4. Bayi
sudah
disusui
5. Ajarkan ibu ibu
teknik menyusui 5) Mengajarkan ibu tentang
yang benar teknik menyusui yang benar
yaitu : 5. Ibu
mengerti
- Ibu menyusui harus dalam dengan
posisi yang nyaman penjelasa
n dan
- Membersihkan putting dan
dapat
aerola dengan ASI mencoba
- Perut ibu bertemu dengan kan
perut bayi secara
- Aerola harus masuk langsung
seluruhnya ke dalam mulut teknik
bayi menyusu
i yang
- Menyendawakan bayi
benar
setelah selesai menyusu
- Susukan bayi
sampaipayudara terasa
kosong

62
6. Anjarkan ibu
memerah ASI
secara manual 6) Mengajarkan ibu memerah asi
atau dengan secara manual dan pompa
ASI, secara manula dengan
pompa ASI 6. Ibu
cara : cuci tangan, jari dan
jempol berada dibagian areola paham
dan tekan kearah dada, dan
gulung jari kerah puting, berjanji
gerakkan jari disepanjang melakuk
areola sampai ASI dapat annya
keluar dari payudara hingga dirumah
payudara kosong. Cara
memerah ASI dengan pompa
ASI yaitu dengan cara : cuci
tangan, lakukan gerakan
piston yang ditarik kebawah
mempermudah kekuatan
tekanan isapan, ASI kan
ditampung dibotol yang
ditempelkan di pompa hingga
payudara kosong.

7. Anjurkan ibu 7) Mengajurkan ibu


untuk mengkonsumsi sayuran hijau
mengkonsumsi dan makanan yang bergizi
makanan bergizi
7. Ibu
paham
dan
berjanji
akan
makan
makanan
yang

63
8. Berikan ibu obat 8) Memberikan terapi obat bergizi
untuk paracetamol 500 mg 3x1 per
mengurangi nyeri oral dan diberhentikan bila
demam sudah turun

9) Memberitahu ibu tentang 8. Ibu


9. Beritahu ibu sudah
personal hygiene dengan
tentang personal meminu
rajin mencuci tangan
hyigine m Obat
baik sebelum maupun
sesudah melakukan dan
membersihkan kedua 9. Ibu
payudara sebelum dan paham
sesudah menyusui dan
berjanji
menjaga
10) Menjelaskan tanda- kebersih
10. Jelaskan tanda- an diri
tanda bahaya nifas pada
tanda bahaya ibu diantaranya :
nifas - Perdarahan banyak dan
keluar terus menerus 10. Ibu bisa
- Pengeluaran dari kemaluan mengula
berbau busuk ng 5 dari
- Demam tinggi 7 tanda
bahaya
- Payudara menjadi panas,
merah dan sakit
- Nyeri hebat pada perut dan
panggul
- Ibu pusing, lemas dan mata
berkunang
- Rasa sakit dan panas
didaerah kemaluan pada

64
saat BAK

65
BAB IV

KAJIAN / ANALISA ASUHAN KEBIDANAN

Dalam hal ini, pembahasan akan diuraikan secara narasi berdasarkan

pendekatan asuhan kebidanan dengan tujuh langkah varney yaitu:

pengumpulan data dasar, merumuskan diagnosis atau maslah aktual,

merumuskan diagnosis atau masalah potensial, melaksanakan tindakan segera

atau kolaborasi, merencanakan tindakan asuhan kebidanan, melakukan

tindakan asuhan kebidanan dan mengevaluasi asuhan kebidanan.

Langkah I: Identifikasi Data Dasar

Identifikasi data dasar merupakan proses manajemen asuhan

kebidanan yang ditujukan untuk pengumpulan informasi baik fisik,

psikososial dan spritual. Informasi yang diperoleh mengenai data-data

tersebut penulis dapatkan dengan mengadakan wawancara langsung dari

klien dan keluarganya serta sebagian bersumber dari pemeriksaan fisik

(Nurhayati, dkk, 2013). Pengkajian data dasar pada kasus bendungan ASI

dilakukan pada saat pengamatan pertama kali di ruangan postnatal care.

Pengkajian meliputi anamnesis langsung oleh pasien. Pengkajian ini berupa

identitas pasien, keluhan pasien, riwayat kehamilan, persalinan dan nifas ibu,

riwayat kesehatan, riwayat reproduksi, riwayat keluarga berencana, dan

riwayat pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Pengkajian data objektif diperoleh

melalui pemeriksaan umum, pemeriksaan tanda-anda vital dan pemriksaan

fisik. Pengkajian pada kasus ini dilanjutkan pada pendokumentasian asuhan

66
kebidanan.

Tahap ini dilakukan identifikasi data dasar atau pengkajian data awal

yang merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk mengumpulkan

semua data dan informasi yang akurat dan lengkap dari semua sumber yang

berkaitan dengan kondisi Ny “M” baik keluarga, bidan maupun dokter yang

ada di ruangan dapat memberikan informasi secara terbuka sehingga

memudahkan pengkaji untuk memperoleh data dan informasi yang diingikan

apakah sesuai dengan permasalahan yang diangkat atau tidak. Data yang

diambil dari studi kasus Ny “M” dengan bendungan ASI

Ibu mengeluh payudaranya terasa bengkak, nyeri, panas dan terasa

keras sejak 2 hari yang lalu, ibu mengatakan suhu badannya terasa panas dan

ibu mengatakan bayinya malas menyusu. Ini merupakan persalinan pertama

ibu dan tidak pernah keguguran. Ibu melahirkan di rumah sakit 7 hari yang

lalu dengan jenis kelamin laki-laki, berat badan lahir 2900 gram, dan ditolong

oleh bidan dan dokter. Ibu tidak ada riwayat penyakit menular, menurun

ataupun menurun.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum ibu baik, kesadaran

composmentis, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80x/menit, suhu 38,00C,

penapasan 22x/menit.

Bendungan air susu ibu adalah pembengkakan pada payudara karena

peningkatan aliran vena dan limfe sehingga menyebabkan rasa nyeri disertai

kenaikan suhu badan (Yanti, 2017). Bendungan payudara adalah terjadinya

67
pembengkakan pada payudara karena peningkatan aliran vena dan limfe

sehingga menyebabkan bendungan ASI dan rasa nyeri di sertai kenaikan suhu

badan (Maryunani, 2015: 13)

Faktor-faktor yang dirasakan pada ibu Pengosongan mammae yang

tidak sempurna, faktor posisi menyusui bayi yang tidak benar. Tanda dan

gejala yang dialami pada ibu dengan bendungan ASI adalah payudara

bengkak, keras, nyeri bila ditekan, warnanya kemerahan, suhu tubuh sampai

38oC (Rukiyah, Yulianti 2012: 22).

Berdasarkan uraian diatas terdapat persamaan antara teori dengan

gejala yang timbul pada kasus bendungan ASI. Hal ini membuktikan bahwa

tidak ditemukan adanya kesenjangan antara teori dan kasus.

Langkah II: Identifikasi Diagnosa/Masalah Aktual

Pada langkah kedua dilakukan identifikasi diagnosis atau masalah

berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan.

Data tersebut kemudian diinterpretasikan sehingga dapat dirumuskan

diagnosis dan masalah yang spesifik ( Nurhayati, dkk, 2013). Hasil

pengkajian data subjektif dan data objektif yang diperoleh menunjukkan

diagnosis Ny “M” Post Partum Hari ketujuh dengan masalah aktual

Bendungan ASI.

Ibu mengeluh payudaranya terasa bengkak, nyeri dan terasa keras sejak 2 hari

yang lalu, suhu badannya terasa panas dan bayinya malas menyusu. Pada

pemeriksaan fisik ditemukan payudara ibu tampak merah, bengkak, keras,

68
panas dan terasa nyeri ketika dilakukan palpasi. Berdasarkan teori menurut

Rukiyah dan Yulianti, tanda dan gejala yang muncul pada ibu dengan

bendungan ASI adalah payudara bengkak, keras, nyeri bila ditekan, warnanya

kemerahan, suhu tubuh sampai 38oC (Rukiyah, Yulianti 2012: 22).

Demam yang dialami oleh ibu merupakan gejala yang berasal dari

gejala bendungan ASI saja karena pada saat dilakukan pemeriksaan fisik

(head to toe) tidak ditemukan suatu masalah lain yang dapat menimbulkan

demam pada ibu. Berdasarkan data yang diperoleh dari pengkajian data tidak

ada perbedaan dengan tinjauan kepustakaan yang ditemukan pada kasus.

Langkah III: Identifikasi Diagnosis/Masalah Potensial

Pada langkah ini, kita mengidentifikasi masalah atau diagnosis

potensial lain berdasarkan rangkaian diagnosis dan masalah yang sudah

teridentifikasi. Identifikasi diagnosis potensial yaitu mengantisipasi segala

sesuatu yang mungkin terjadi (Mangkuji, dkk, 2014). Langkah ini di lakukan

untuk mengantisipasi bila memungkinkan dilakukan pencegahan sambil

mengamati klien, bidan diharapkan bersiap-siap bila diagnosis/masalah

potensial ini benar-benar terjadi dan dilakukan asuhan yang aman.

Bendungan ASI disebabkan oleh pengeluaran susu yang tidak lancar,

karena bayi tidak cukup sering menyusu, produksi meningkat, terlambat

menyusukan, hubungan dengan bayi (bonding) kurang baik, dan dapat pula

karena adanya pembatasan waktu menyusui. Engorgement (Bendungan ASI)

kebanyakan terjadi pada hari kedua sampai hari keempat postpartum.

69
Terjadinya pembengkakan payudara dan secara palpasi teraba keras, kadang

terasa nyeri serta seringkali disertai peningkatan suhu badan ibu. Bendungan

ASI yang tidak disusukan secara adekuat akhirnya terjadi mastitis. (Sutarni

dan Pertiwi, 2014).

Dampak dari Bendungan ASI adalah Mastitis. Mastitis adalah

peradangan pada payudara. Payudara menjadi merah, bengkak kadangkala

diikuti rasa nyeri dan panas, suhu tubuh meningkat. Didalam terasa ada massa

padat (lump), dan diluarnya kulit mencari merah. Kejadian masa nifas 1-3

minggu setelah persalinan diakibatkan oleh sumbatan aliran susu yang

berlanjut. Dapat juga karena kebiasaan menekan payudara dengan jari atau

karena tekanan baju. Dampak yang lain adalah abses payudara, bilamana

penangananan mastitis tidak sempurna, maka infeksi akan makin berat

sehingga terjadi abses. Ditandai dengan payudara lebih berwarna merah

mengkilat dari sebelumnya saat baru terjadi radang, ibu merasa lebih sakit,

benjolan lebih lunak karena berisi nanah. Jika sudah terjadi abses maka

payudara tidak boleh di susukan. (Indasari, 2017: 184)

Langkah IV: Tindakan Segera/Kolaborasi

Tindakan segera atau kolaborasi dilakukan berdasarkan indikasi yang

memerlukan penanganan yang cepat dan tepat sehingga memerlukan

kolaborasi dengan tenaga kesehatan yang ahli di bidangnya. Berdasarkan

kasus ini, tidak ada data yang mendukung perlunya tindakan segera.

70
Langkah V: Perencanaan Asuhan Kebidanan

Langkah ini merupakan lanjutan manajemen asuhan kebidanan

terhadap diagnosis atau masalah yang telah diidentifikasi atau diantisipasi.

Suatu rencana tindakan harus disetujui pasien dan bidan agar lebih efektif.

Semua keputusan yang dibuat dalam merencanakan suatu asuhan yang

komprehensif harus merefleksikan alasan yang benar berlandaskan

pengetahuan, teori yang berkaitan dan terbaru, serta telah divalidasi dengan

keinginan atau kebutuhan pasien. Rencana asuhan disusun berdasarkan

diagnosa/masalah aktual dan pencegahan maslah/diagnosa potensial.

Membuat rencana tindakan asuhan kebidanan hendaknya menentukan tujuan

tindakan yang akan dilakukan dan terdapat sasaran target serta hasil yang

akan dicapai dalam penerapan asuhan kebidanan sesuai dengan kasus

(Nurhayati, dkk, 2013).

Adapun sasaran/target dalam rencana asuhan pada kasus ini berfokus

untuk mencegah terjadinya komplikasi pada ibu dengan penanganan yang

cepat dan tepat serta payudara ibu kembali normal. Bila diagnosis bendungan

ASI ditegakkan rencana asuhan yang akan diberikan adalah memberitahu ibu

hasil pemeriksaan, diskusikan penyebab dan penatalaksanaannya,

rekomendasikan untuk segera diintervensi.

Pada tempat pengambilan kasus yaitu di PMB Hj Gusniati, Amd,

Keb, ibu nifas diberikan penjelasan mengenai pentingnya perawatan

payudara, teknik menyusui yang baik dan benar dan menyusui bayinya secara

71
teratur dengan selang waktu 2-3 jam atau dengan cara on demand di kedua

payudaranya secara bergantian untuk mencegah terjadinya bendungan ASI.

Rencana tindakan yang telah disusun yaitu menyampaikan kepada ibu

tentang kondisinya sekarang bahwa ibu mengalami bendungan ASI,

mengobservasi tanda- tanda vital, menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya

secara on demand pada kedua payudaranya secara bergantian, memberikan

penjelasan kepada ibu cara mengatasi keluhan yang dirasakan seperti;

menyanggah payudara dengan bebat atau bra yang pas, kompres payudara

dengan menggunakan kain basah/hangat dan kain dingin secara bergantian

selama 5 menit, urut payudara dari arah pangkal menuju puting, keluarkan

ASI dari bagian depan payudara sehingga puting menjadi lunak,mengajarkan

kepada ibu cara melakukan perawatan payudara, mengajarkan ibu teknik dan

posisi menyusui yang baik dan benar, menganjurkan ibu untuk

mengkonsumsi sayuran hijau dan makanan yang bergizi, memberikan terapi

obat paracetamol 500 mg 3x1 per oral dan diberhentikan apabila demam ibu

telah turun.

Perawatan payudara merupakan upaya untuk merangsang sekresi

hormon oksitosin untuk menghasilkan ASI sedini mungkin dan memegang

peranan penting dalam menghadapi masalah menyusui. Teknik pemijatan dan

rangsangan pada puting susu yang dilakukan pada perawatan payudara

merupakan latihan semacam efek hisapan bayi sebagai pemicu pengeluaran

ASI (Sari, 2014: 6).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Evi Rosita dapat diketahui

72
bahwa dari 34 responden hampir seluruhnya dari responden melakukan

perawatan payudara sejumlah 26 orang (76,4%). Menurut peneliti bahwa

responden ditempat penelitian sebagian besar melakukan perawatan

payudara. Hal ini menunjukkan bahwa responden menyadari dan mengerti

tentang pentingnya perawatan payudara. Perawatan payudara ini dilakukan

untuk mencegah tersumbatnya saluran susu dan memperlancar pengeluaran

Asi sehingga kebutuhan Asi bayi dapat tercukupi (Rosita, 2017 : 3)

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Astuti dan kurniawati yaitu

sebanyak 33 responden, responden yang melakukan cara menyusui kurang

benar diantaranya 9 responden (81,8%) telah mengalami payudara bengkak

dan 2 responden (18,2%) tidak mengalami payudara bengkak sedangkan

responden yang melakukan cara menyusui dengan benar 20 responden

(90,9%) tidak mengalami payudara bengkak dan 2 responden (9,1%) yang

mengalami payudara bengkak. Penelitian ini menunjukkan bahwa ibu yang

melakukan cara menyusui yang kurang benar lebih banyak yang mengalami

payudara bengkak (Astuti dan Kurniawati, 2012).

Pembengkakan payudara terjadi karena ASI tidak disusu dengan

adekuat dan posisi bayi pada payudara saat menyusu salah. Sehingga hal ini

akan menyebabkan puting susu lecet dan ASI tidak keluar optimal sehingga

terjadi pembendungan air susu pada payudara yang selanjutnya dapat

menyebabkan pembengkakan.

Penatalaksanaan yang dilakukan pada ibu dengan bendungan ASI

73
menurut kemenkes RI, sanggah payudara ibu dengan bebat atau bra yang pas,

kompres payudara dengan menggunakan kain basah/hangat dan kain dingin

secara bergantian selama 5 menit, urut payudara dari arah pangkal menuju

puting, keluarkan ASI dari bagian depan payudara sehingga puting menjadi

lunak, susukan bayi 2-3 jam sekali sesuai keinginan bayi (on demand feeding)

dan pastikan bahwa perlekatan bayi dan payudara ibu sudah benar, pada

masa-masa awal atau bila bayi yang menyusui tidak mampu mengosongkan

payudara, mungkin diperlukan pompa atau pengeluaran ASI secara manual

dari payudara, letakkan kain dingin/kompres dingin dengan es dan kompres

kain hangat secara bergantian pada payudara setelah menyusui atau setelah

payudara dipompa, bila perlu berikan parasetamol 3x1 500 mg per oral untuk

mengurangi nyeri dan penurun demam, lakukan evaluasi setelah 3 hari

(Kemenkes RI, 2013: 227-228).

Karena stasis susu sering merupakan faktor awal mastitis. Langkah

manajemen yang paling penting dan efektif untuk mengeluarkan susu yaitu:

Ibu harus didorong untuk menyusui lebih sering mulai pada payudara yang

sakit. Jika nyeri mengganggu proses menyusui, pemberian susu bisa dimulai

pada payudara yang tidak terpengaruh dengan gejala bendungan ASI,

kemudian beralih ke payudara yang terkena bendungan ASI segera setelah

proses menyusui pada payudara yang satu selesai. Memposisikan bayi sesuai

dengan posisi menyusui yang benar dapat membantu pengeluaran ASI.

Memijat payudara selama menyusui dengan minyak goreng atau baby oil

74
pada tangan juga bisa membantu untuk memudahkan pengeluaran ASI, dapat

dilakukan oleh ibu atau orang lain yang dapat membantu, harus dimulai dari

area yang tersumbat atau terkena bendungan payudara hingga menuju puting

susu. Setelah menyusui, keluarkan susu dengan pompa dapat meningkatkan

aliran ASI dan mempercepat penyembuhan bendungan ASI ( Lisa dan Amir ,

2014).

Durasi pemberian ASI mempunyai peranan terhadap terjadinya

bendungan ASI karena durasi menyusui berkaitan dengan refleks prolaktin

yang merupakan hormon laktogenik yang penting untuk memulai dan

mempertahankan sekresi ASI. Stimulasi isapan bayi akan mengirim pesan ke

hipotalamus yang merangsang hipofisis anterior untuk melepas prolaktin,

suatu hormon yang meningkatkan produksi ASI oleh sel-sel alveolus kelenjar

mamaria. Jumlah prolaktin yang disekresikan dan jumlah ASI yang

diproduksi berkaitan dengan besarnya stimulasi isapan yaitu frekuenasi,

intensitas dan lama bayi menghisap (Sutarni dan Pertiwi, 2014).

Bendungan Payudara pada ibu nifas dapat terjadi jika air susu yang

diproduksi oleh payudara tidak segera diberikan pada bayi atau tidak segera

dikosongkan. Untuk mencegah terjadinya bendungan ASI pada ibu nifas

yaitu dengan menyusui bayi secara teratur tanpa jadwal (on demand), tidak

membatasi waktu pemberian ASI dan perawatan payudara secara teratur

(Sutarni dan Pertiwi, 2014).

Seorang bidan harus mempunyai pengetahuan yang baik dan benar

75
agar dapat melaksanakan pencegahan atau penanganan segera pada ibu post

partum sesuai kebijakan dan prosedur tetap serta menyempurnakan kebijakan

dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan kebidanan khususnya pada ibu

dengan bendungan ASI. Uraian tersebut tampak adanya persamaan antara

teori dengan rencana tindakan yang dilakukan pada kasus Ny “M”.

Langkah VI: Implementasi

Berdasarkan tinjauan manajemen asuhan kebidanan bahwa

melaksanakan rencana tindakan harus efisien dan menjamin rasa aman pada

klien. Implementasi dapat dilaksanakan seluruhnya oleh bidan ataupun

sebagian dilaksanakan pasien serta kerjasama tim kesehatan lainnya sesuai

dengan tindakan yang telah direncanakan (Mangkuji, dkk, 2014).

Pada studi kasus Ny “M” dengan bendungan payudara, semua

tindakan yang direncanakan terlaksana dengan baik. Pemantauan pertama

yang dilakukan di PMB, mengobservasi tanda-tanda vital, menganjurkan ibu

untuk menyusui bayinya secara on demand, menjelaskan pada ibu cara

mengatasi keluhannya seperti; menyanggah payudara dengan bebat atau bra

yang pas, kompres payudara dengan menggunakan air hangat dan dingin

secara bergantian selama 5 menit, urut payudara dari arah pangkal menuju

puting, keluarkan ASI dari bagian depan payudara sehingga puting menjadi

lunak, mengajarkan ibu cara melakukan perawatan payudara, mengajarkan

ibu teknik menyusui yang baik dan benar, menganjurkan ibu untuk

mengkonsumsi sayuran hijau dan makanan yang bergizi serta memberikan

76
terapi obat seperti paracetamol 500 mg 3x1 per oral dan diberhentikan apabila

demam ibu telah turun.

Pada pemantauan kedua yang dilakukan dirumah ibu, asuhan yang

diberikan mengobservasi tanda-tanda vital, menganjurkan ibu untuk

menyusui bayinya secara secara on demand, menganjurkan ibu untuk tetap

melakukan perawatan payudar, menganjurkan ibu untuk mengkonsumsi

sayuran hijau dan makanan bergizi, menganjurkan ibu untuk tetap

mengkonsumsi obat yang telah diberikan.

Pemantauan ketiga yang dilakukan dirumah ibu, asuhan yang

diberikan menganjurkan ibu untuk memberikan ASI eksklusif kepada

bayinya selama 6 bulan, menganjurkan ibu untuk mengkonsumsi makanan

yang bergizi, ibu mengerti dengan yang dijelaskan dan akan melakukan apa

yang dianjurkan.Dalam tahap ini penulis melakukan asuhan kebidanan

selama 1 hari

Langkah VII: Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah akhir dari proses manajemen asuhan

kebidanan dalam mengevaluasi pencapaian tujuan, membandingkan data

yang dikumpulkan dengan kriteria yang diidentifikasi, memutuskan apakah

tujuan telah dicapai atas tidak dengan tindakan yang sudah

diimplementasikan.

Proses evaluasi merupakan langkah dari proses manajemen asuhan

77
kebidanan pada tahap ini penulis tidak mendapatkan permasalahan atau

kesenjangan pada evaluasi menunjukkan masalah teratasi tanpa adanya

komplikasi. Hasil evaluasi setelah melakukan asuhan kebidanan selama 1 hari

di PMB dan selanjutnya via telpon. Ibu tidak mengalami komplikasi,

bendungan ASI telah teratasi yang ditandai dengan keadaan payudara ibu

telah normal dan bayi telah menyusu dengan baik.

Keberhasilan asuhan ini juga ditandai dengan pemahaman ibu

mengenai cara dan teknik menyusui yang baik dan benar, cara melakukan

perawatan payudara serta menyusui bayinya secara on demand. Kondisi

kesehatan ibu yang sudah membaik dimana bendungan payudara tidak

menjadi mastitis.

Dengan demikian dapat terlihat bahwa proses Manajemen Asuhan

Kebidanan yang diterapkan pada Ny “M” Post Partum Hari Ketujuh dengan

bendungan payudara cukup berhasil dan efektif.

BAB V

78
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Telah dilakukan pengkajian dan analisis data dasar pada Ny”M” dengan
bendungan payudara didapatkan data dasar dengan Pada kedua payudara ibu
tampak merah, puting susu menonjol, hiperpigmentasi pada areola mammae,
tampak bengkak, keras, panas dan terasa nyeri ketika dilakukan palpasi. Telah
dilakukan perumusan diagnosa / masalah aktual pada Ny”M” sehingga
didapatkan diagnosa kebidanan pada Ny “H” dengan bendungan ASI.

Telah dilakukan perumusan diagnosa / masalah potensial pada Ny”M”


dengan bendungan payudara mengantisispasi terjadinya Mastitis dan Abses
Payudara dengan hasil tidak ada masalah potensial yang terjadi pada ibu karena
diberikannya penanganan yang tepat..

Telah menetapkan rencana tindakan asuhan kebidanan pada Ny”M”


dengan bendungan payudara. Adapun Intervensi yang diberikan yaitu
melakukan perawatan payudara, teknik menyusui yang baik dan benar dan
menyusui bayinya secara teratur dengan cara on demand dengan hasil
merencanakan asuhan berdasarkan diagnosa / masalah aktual dan masalah
potensial yang dapat terjadi.

Telah dilakukan tindakan asuhan kebidanan pada Ny”M” dengan


bendungan payudara dengan hasil yaitu semua tindakan yang telah direncanakan
dapat dilaksanakan seluruhnya dengan baik tanpa adanya hambatan. Telah
dilakukan Evaluasi hasil tindakan yang telah dilaksanakan pada Ny”M” dengan
bendungan payudara dengan hasil yaitu asuhan yang telah diberikan berhasil
dengan ditandai perubahan yang tampak pada payudara ibu tidak bengkak lagi
dan ibu menyusui bayinya secara on demand.
3.2 Saran
Demikian makalah ini disusun diharapkan menjadi sumber informasi
bagi mahasiswa maupun semua kalangan masyarakat. Saya menyadari
bahwa penyusunan makalah ini kurang baik dan masih terdapat banyak
kekurangan, sehingga kritik dan saran membangun dari pembaca sangat saya
harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

79
Achyar, K & Rofiqoh, I. Pengaruh Nifas Terhadap Komplikasi Masa Nifas
Di Wilayah Puskesmas Soekarja 1 Kabupaten Banyumas.

Aisyah, sitti, Al-Masruroh.“AsuhanKebidananPadaNy.”I” P 1 Post


PartumHari Ke-14 Dengan Sub Involusi Uteri”.JurnlMidpro.Vol. 6,
No. 2, Desember 2015.
Astuti, Kurniawati. Analisa Hubungan Pengaruh Cara Menyusui Dengan
Kejadian Payudara Bengkak Pada Ibu Post Partum. Jurnal Kebidanan
Vol.3 No.1, Juni 2012.

Astutik, RY. Buku ajar Asuhan Kebidanan Masa Nifas dan Menyusui.
Jakarta: CV Trans Info Media. 2015

Buhari, ItaSasmita, dkk. “Hubungan Tingkat


PengetahuanDenganMobilisasiDini Cullinane, M, dkk. Determinants of
mastitis in women in the CASTLE study: a cohort study. Journal Bio Med
Central Family Practice Volume 18. Published 16 December 2015.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2014


Dewi & Dwi Sunar. Asuhan Kehamilan untuk Kebidanan. Jakarta: Salemba
Medika, 2011
Dwi, VNL & Sunarsih, T. Asuhan Kebidanan Pada IBU NIFAS. Jakarta:
Salemba Medika. 2014.

Hamdani, M. Buku Pendidikan Agama Islam “Islam Dalam Kebidanan”.


Jakarta: CV Trans Info Media. 2012.

Heryani Reni. Asuhan Kebidanan Ibu Nifas dan Menyusui. Jakarta: Trans
Info Media. 2012.

80
Indasari & chotimah : Hubungan tingkat pengetahuan ibu nifas tentang
perawatan payudara dengan kejadian bendungan Asi Di RB Suko
Asih Sukoharjo,journal on medical science, vol.4, No. 2, 2017.

Istiqomah Annisa, Asuhan kebidanan Ibu Nifas dan Menyusui. Jakarta: Trans
Info Media. 2012

Mangkuji, B, dkk. Asuhan Kebidanan 7 Langkah Soap. Jakarta: EGC. 2014.


Marni.Asuhan kebidanan pada masa nifas” peurperium
care”.Yogyakarta: Pustakapelajar. 2012

Maritalia, D. Buku Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar. 2012.

Maritalia Dewi. Asuhan Kebidanan Nifas Dan Menyusui. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar. 2014

Maryunani, A. Buku Inisiasi Menyusui Dini, ASI E ksklusif dan Manajemen


Laktasi. Jakarta: CV. Trans Info Media. 2012.

Mufdillah, dkk. Konsep Kebidanan. Yogyakarta: Muha medika, 2012

Mulyani Nina Siti. ASI dan Panduan Ibu Menyusui. Yogyakarta: Nuha
Medika. 2013.

NugrohoTaufan, dkk. Buku Ajar Asuhan kebidanan 3


nifas. Yogyakarta: Nuhamedika. 2014

Nurjannahnunung, dkk.Asuhan kebidanan Postpartum. Bandung: PT


RefikaAditama.2013

Nurhayati, dkk. Konsep Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika. 2013

Pitrianirisa. Panduan Lengkap Asuhan Kebidanan Ibu Nifas


Normal.Yogyakarta: CV Budi utama. 2014

81
Pada Ibu Nifas Di Puskesmas Likupang Timur Kecamatan Likupang Timur”.
E- journal keperawatan.Vol. 1, No. 3, Februaru 2015.

Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Situasi dan Analisis
ASI Eksklusif. 2014.
Rukiyah. Asuhan Kebidanan III (Nifas). Jakarta : TIM. 2012.

Roito H, J, dkk. Buku Asuhan Kebidanan Ibu Nifas & Deteksi Dini
Komplikasi.Jakarta: EGC. 2013.
Rosita Evi, hubungan perawatan payudara ibu nifas dengan Bendungan Asi,
journal of STIKes Insan Cendekia Medika Jombang, Vol. 12, No.1,
2017

Sari Mustika Surya. Hubungan Pengetahuan Ibu Post Partum Tentang Breast
Care Dengan Kejadian Bendungan ASI Pada Ibu Post Partum. Jurnal
Keperawatan & Kebidanan - Stikes Dian Husada Mojokerto Vol.6 No
1 (2014).

Suryani, I. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas Dengan Bendungan ASI Di


Ruang VII (Nifas) RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya. 2016. Jurnal
Kebidanan.

Sutarni & Pertiwi H.W. Hubungan Antara Postnatal Breast Care Dengan
Terjadinya Bendungan ASI Di Bidan Praktek Swasta (BPS) Wilayah
Kerja Puskesmas Wuryantoro Wonogiri. Jurnal Kebidanan. Volume 6,
Nomor 1. Juni 2014.

Walyani, siwi.Asuhan Kebidanan Masa Nifa sdan Menyusui. Yogyakarta:


Pustaka barupress.2015

Walyani, E.S & Purwoastuti, T.E. Asuhan Kebidanan Masa Nifas dan
Menyusui. Yogyakarta: Pustaka Baru Press. 2015.

82
Yanti, D & Sundawati, D. Buku Asuhan Kebidanan Masa Nifas “Belajar
Menjadi Bidan Profesional”. Bandung: PT Refika Aditama. 2013.

Yang, Z, dkk. Breastfeeding rates in China: a cross-sectionsl survey and


estimate of benefits of improvement. Journal of National Institute for
Nutrition and Health Published 30 October 2016.

83

Anda mungkin juga menyukai