Anda di halaman 1dari 9

Nama : Rizka Fitriana Ayundari

NIM : 190322623686/N
RESUME 7
TERMODINAMIKA
GAS IDEAL
PERSAMAAN KEADAAN
Menghubungkan nilai-nilai properti seperti tekanan, temperatur dan volume dapat
ditentukan secara eksperimen melalui hubungan fungsional yang disebut persamaan keadaan.
Properti-properti ini bisa dihubungkan secara grafik atau persamaan dalam bentuk:

f ( P , v , T ) =0

Keadaan sistem cukup dideskripsikan dengan dua properti bebas. Properti ketiga dapat
dihubungkan dengan dua properti bebas tersebut melalui persamaan keadaan.

Macam-macam Persamaan Keadaan

1. Persamaan Keadaan Gas Ideal


Gas ideal adalah gas yang tidak bersesuaian dengan gas apapun yang ada, tetapi keadaannya
mendekati gas nyata pada tekanan rendah. Persamaan keadaan gas ideal dinyatakan :

P V =n R T

2. Persamaan Keadaan Van der Waals


Van der Waals menurunkan sebuah persamaan keadaan, dengan memperhitungkan volume
molekul dan interaksi yang terjadi antara molekul‐molekul. Persamaan yang diturunkan oleh
Van der Waals merupakan hasil modifikasi persamaan keadaan gas ideal PV = nRT.

n2 a
( P+
V2 )( V −nb )=n R T

3. Persamaan Keadaan Beattie-Bridgeman


Persamaan ini memiliki lebih banyak kontanta daripada persamaan keadaan yang lain, oleh
karena itu persamaan ini lebih berhasil untuk menunjukkan kompresibilitas gas. Persamaan
ini dinyatakan:
RT A
P= ¿2
(1−e )( v∗+ B )− ¿2
V V

4. Persamaan Keadaan Berthelot


Bethelot membuat penambahan pada suku tekanan yang sebanding dengan 1/T, dan
persamaannya mereduksi persamaan van der Waals pada volume molar tinggi. Persamaa
keadaan klasik yang lain adalah

an 2
( )
P+ 2 ( V −nb ) =n RT
TV

5. Persamaan Keadaan Dieteric


Pada tahun 1899, Dieterici mengusulkan persamaan keadaan berikut:

( P e an/ VRT ) (V −nb ) =n RT

6. Persamaan Keadaan Bentuk Virial


Pada tahun 1901 Kammerlingh Onnes, menyatakan persamaan keadaan virial dalam bentuk
ekspansi (deret) takhingga perkalian PV. Terdapat dua bentuk yakni dinyatakan dalam suku
V dan P:

nB n2 C
PV =n R T 1+ ( V
+ 2 +…
V )
PV =n R T ( 1+nB ' p+n 2 C ' +… )

ENERGI INTERNAL GAS

Set peralatan yang digunakan ditunjukkan pada Gambar 4.3. Ruang A berisi gas dalam
kesetimbangan termodinamik, sedangkan ruang B hampa. Dua ruang tersebut merupakan sistem
tertutup. Pada awalnya sistem dalam kesetimbangan termal dengan lingkungannya (air bak) pada
temperatur T 1 . Ketika kran antara ruang A dan B dibuka, gas dalam ruang A mengembang
secara bebas ke dalam ruang B, mengisi kedua ruang tersebut. Selama proses mengembang,
temperatur gas dalam ruang A turun di bawah nilai awalnya, sedangkan temperatur ini
menyebabkan adanya gradien temperatur, sehingga kalor mengalir dari air bak ke ruang A dan
dari ruang B ke air bak. Keadaan ini menyebabkan penambahan aliran gas dari A ke B. Setelah
waktu yang cukup, sistem dan lingkungannya mencapai kesetimbangan termodinamik. Sebagai
hasil dari proses ini, kalor ditransfer dari lingkungan ke sistem.

Qsis =−Qing =mc (T 2−T 1 )

Apabila batas sistem tidak berpindah, maka tidak ada kerja eksternal yang dilakukan
selama gas mengembang bebas. Jika diterapkan hukum I pada sistem ini, menjadi:

∆ u=Qsis

∆ u=mc(T 2−T 1)

Pengukuran menunjukkan bahwa temperatur air bak praktis konstan. Ini berarti bahwa
ruang A kehilangan energi sebesar naiknya energi pada ruang B, sehingga tidak ada interaksi
kalor netto antara sistem dan lingkungan. Tidak adanya kedua bentuk interaksi, interaksi kerja
dan interaksi kalor, menunjukkan bahwa energi internal sistem ini cenderung konstan meskipun
ada perubahan volume. Oleh karena itu, gas cenderung berperilaku seperti gas ideal. Energi
internal tak gayut volume dan hanya gayut pada temperatur. Pernyataan ini disebut “Hukum
Joule” dan dinyatakan sebagai:

( ∂∂ uv ) =0
T

Untuk sejumlah bahan (selain gas ideal), jika tidak ada perubahan fase, energi internal
sangat gayut pada temperatur dan mempunyai gayutan yang lemah pada tekanan dan volume.
Dalam eksperimen Joule, perubahan temperatur yang terjadi sangat kecil sebab lebih kapasistas
termal ruang A, ruang B, dan air bak lebih besar dibanding dengan kapasitas termal gas.
Perubahan energi internal gas ideal tiap satuan massa, apabila gas berubah dari keadaan 1 ke
keadaan 2 adalah:
Jika C v konstan, maka

GAS IDEAL
Gas ideal adalah gas yang partikel-partikelnya tidak memiliki volume dan tidak saling
tarik-menarik. Gas-gas nyata seperti gas O2, H2, dan gas lainnya dikatakan gas ideal ketika
berada pada temperatur tinggi dan bertekanan rendah. Ciri lainnya, jarak antarmolekul sangat
jauh jika dibandingkan dengan ukuran molekulnya sendiri. Gas pun berinteraksi ketika molekul-
molekulnya bertumbukan lenting sempurna. Interaksi tersebut menyebabkan molekul-molekul
gas ideal bergerak acak ke segala arah dengan berbagai kelajuan.

Rumus persamaan gas ideal ditentukan sebagai berikut :

m massa
n= atau Jumlah mol gas( n)
Mr Molekul relatif gas

N=mol x bilangan Avogadro Jumlah molekul gas( N )

Bilangan Avogadro adalah jumlah atom karbon-12 dalam 12 gram (0,012 kilogram)
karbon-12 dalam keadaan dasarnya. Maka, besarnya bilangan Avogadro sebesar 6,02x10²³
molekul/mol.

PROSES ADIABATIK
Proses adiabatik adalah proses perubahan sistem tanpa ada kalor yang masuk atau
keluar dari sistem. Walaupun tidak ada kalor yang masuk atau keluar, tetapi suhunya tidak tetap.
Proses adiabatik dapat dilakukan dengan cara menutup sistem serapat-rapatnya, sehingga tidak
ada pertukaran kalor dengan lingkungan.

Berikut ini disajikan 3 cara dimana kita dapat melakukan kerja pada sistem secara
adiabatik (dan kuasistatik).
“ Apabila keadaan sistem diubah dari keadaan i ke keadaan f dengan melakukan kerja
padanya, maka kerja yang diperlukan ternyata tidak bergantung pada cara yang digunakan,
selama cara tersebut adalah cara adiabatik”.

Hukum I menjadi: dW =dU apabila diintegrasi diperoleh:

W 1−2=U 2−U 1

Oleh karena itu kerja yang dilakukan pada sistem sama dengan perubahan energi internal
sistem. Apabila gas ideal menjalani proses adiabatik reversibel dapat dinyatakan:

Apabila diintegrasi menghasilkan:

Rasio temperatur juga dapat dinyatakan dalam rasio tekanan. Untuk gas ideal:

Proses adiabatik hanya ditentukan oleh keadaan awal dan keadaan akhir sistem.
f
W ad =−∫ PdV
−i

PERSAMAAN KEAADAN GAS IDEAL DAN TEORI KINETIK


Hukum Boyle dicetuskan oleh seorang ilmuwan asal Inggris, yaitu Robert Boyle.
Adapun pernyataan Hukum Boyle adalah “jika suhu suatu gas dijaga konstan, maka tekanan gas
akan berbanding terbalik dengan volumenya”. Istilah lainnya bisa dinyatakan sebagai hasil kali
antara tekanan dan volume suatu gas pada suhu tertentu adalah tetap (isotermal). Secara
matematis dirumuskan sebagai berikut.

Keterangan:

P1 = tekanan gas pada keadaan 1 (N/m2)

V1 = volume gas pada keadaan 1 (m3)

P2 = tekanan gas pada keadaan 2 (N/m2)

V2 = volume gas pada keadaan 2 (m3)

Hukum Charles adalah hukum yang ditemukan oleh Jacques Charles ini menyatakan
bahwa “jika tekanan suatu gas dijaga konstan, maka volume gas akan sebanding suhu
mutlaknya”. Istilah lain dari Hukum Charles ini adalah hasil bagi antara volume dan suhu pada
tekanan tetap (isobar) akan bernilai tetap. Secara matematis, dirumuskan sebagai berikut.

Keterangan:

T1 = suhu gas pada keadaan 1 (K)

V1 = volume gas pada keadaan 1 (m3)


T2 = suhu gas pada keadaan 2 (K)

V2 = volume gas pada keadaan 2 (m3)

Hukum Gay-Lussac ditemukan oleh seorang ilmuwan Kimia asal Prancis, yaitu Joseph
Louis Gay-Lussac pada tahun 1802. Adapun pernyataan Hukum Gay-Lussac adalah “jika
volume suatu gas dijaga konstan, tekanan gas akan sebanding dengan suhu mutlaknya”. Artinya,
proses berlangsung dalam keadaan isokhorik (volume tetap). Secara matematis, dirumuskan
sebagai berikut.

Keterangan:

P1 = tekanan gas pada keadaan 1 (N/m2)

T1 = suhu gas pada keadaan 1 (K)

P2 = tekanan gas pada keadaan 2 (N/m2)

T2 = suhu gas pada keadaan 2 (K)

Hukum Boyle- Gay Lussac adalah “hasil kali antara tekanan dan volume dibagi suhu
pada sejumlah partikel mol gas adalah tetap”. Secara matematis, dirumuskan sebagai berikut.

Keterangan:

P1 = tekanan gas pada keadaan 1 (N/m2)

V1 = volume gas pada keadaan 1 (m3)

T1 = suhu gas pada keadaan 1 (K)

P2 = tekanan gas pada keadaan 2 (N/m2)


T2 = suhu gas pada keadaan 2 (K)

V2 = volume gas pada keadaan 2 (m3)

Pada konsep teori kinetik gas, proses termodinamika molekul/partikel dibagi menjadi tiga
keadaan:

1. Isobarik, yaitu proses termodinamika saat gas diberi perlakuan pada tekanan
konstan/tetap;
2. Isotermis, yaitu proses termodinamika saat gas diberi perlakuan suhu konstan/tetap;
3. Isokhorik, yaitu proses termodinamika saat gas diberi perlakuan pada keadaan volume
tetap.

Ketiga konsep tadi merupakan turunan rumus dari satu persamaan umum teori kinetik gas. Jadi,

Saat P konstan maka V = n. R. T

Saat tekanan dalam keadaan konstan cukup, RG Squad bisa membandingkan dua besaran
gasnya, yaitu volume dan suhunya untuk keadaan isobarik, perbandingan menggunakan rumus
berikut:

Saat T konstan

P. V = n. R . T

P. V = konstan

Saat suhu dalam keadaan konstan cukup, bandingkanlah dua besaran gas, yaitu tekanan
dan volume gas. Untuk keadaan isotermis, perbandingan yang digunakan:
Saat V konstan maka P. V = n. R . T  

Saat volume dalam keadaan konstan cukup, bandingkan dua besaran tekanan dan suhu
gas. Untuk keadaan isokhorik, perbandingan yang digunakan sebagai berikut:

Dari konsep Teori kinetik gas Boyle-Gay Lussac, perbandingan dua keadaan gas yang
berbeda dalam tabung tertutup dapat menggunakan rumus:

PERTANYAAN
Pada konsep teori kinetik gas, proses termodinamika molekul/partikel dibagi menjadi tiga
keadaan. Jelaskan masing-masing kondisi gas pada ketiga keadaan tsb?

Anda mungkin juga menyukai