Anda di halaman 1dari 22

PERKEMBANGAN, STRATEGI, DAN SOLUSI PEMBANGUNAN

PERTANIAN DI INDONESIA

Diajukan untuk Memenuhi Tugas


Mata Kuliah Geografi Pertanian
Dosen Pengampu : Dra. Elfayetti, M.P
Oleh
Kelompok 4
Angela Merici Sinaga
Dwi Jesiscca Silalahi
Intan Yulanda Bintang
Miranda Ayu Lestari Sinaga
Geografi A 2018

JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkah dan
rahmatNya lah penulis dapat menyelesaikan makalah Geografi Regional Negara Maju ini
dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu yaitu Bapak Dra.
Elfayetti, M.P. yang telah memberikan arahan demi terlaksananya makalah ini

Adapun isi makalah Ini yaitu membahas “Perkembangan, Strategi, Dan Solusi Pembangunan
Pertanian Di Indonesia”
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penulis telah berupaya
dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat terselesaikan dengan
baik. Penulis berharap adanya kritik ataupun saran dari Ibu, agar kedepannya penulis dapat
mengerjakan tugas selanjutnya lebih baik lagi. Akhir kata, penyusun mengucapkan terima kasih.

Medan, Maret 2021

KELOMPOK 4
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i

DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG...........................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH......................................................................................2
C. TUJUAN................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Perkembangan pertanian di Indonesia.....................................................................


B. Strategi Pembangunan Pertanian di Indonesia........................................................
C. Masalah Pembangunan Pertanian di Indonesia.......................................................
D. Solusi dan Menghadapi Masalah Pembangunan Pertanian di Indonesia.................

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN.......................................................................................................
B. SARAN....................................................................................................................
.................................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Sebelum teknologi pertanian berkembang seperti yang kita alami dewasa ini,
teknologi pertanian masih sangat sederhana. Mungkin sekali secara kebetulan beberapa
biji-bijian yang terbuang sewaktu kaum ibu menyiapkan makanan berkecambah dan
tumbuh menjadi tanaman yang menghasilkan. Kejadian seperti itu menimbulkan
keinginan pada kaum ibu untuk menanam kembali sebagian biji-bijian yang mereka
kumpulkan dari lapangan dan muncullah usaha bercocok tanam sebagai salah satu
kegiatan pertama pertanian.
Perkembangan setiap masyarakat secara berkesinambungan bersendi pada
ketersediaan suatu sumber pangan yang cukup. Pada masyarakat primitif yang bersendi
pada pengumpulan pangan atau perburuan, setiap individu harus terlibat secara total
dengan kepastian ketersediaan sumber pangan. Keberlimpahan hanyalah bersifat
sementara. Pemecahan masalah ini terjadi dengan penciptaan suatu rentetan teknologi
yang berhubungan dan kompleks, mencakup hubungan yang serasi antara tanaman
pertanian dan ternak, yaitu perkembangan pertanian.
Sejarah perkembangan pertanian secara relatif merupakan inovasi yang belum
lama berselang bila dibanding dengan sejarah manusia, karena manusia semula dalam
masa yang lama hanya bertindak sebagai pengumpul makanan. Produksi pangan yang
pertama dengan penanaman dan pembudidayaan yang sesungguhnya baru terjadi pada
7.000-10.000 tahun yang silam (pada zaman Neolitik). Di dunia, pertanian nampaknya
berkembang secara sendiri-sendiri, pada waktu yang jauh terpisah pada beberapa tempat
berlainan, demikian juga di Indonesia terdapat perkembangan pertanian serta masalah-
masalah yang terjadi yang akan di bahas pada makalah ini.
B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana perkembangan pertanian di Indonesia?
b. Bagaimana strategi pembangunan pertanian di Indonesia?
c. Apa masalah yang dihadapi dalam pembangunan pertanian di Indonesia?
d. Bagaimana solusi yang dilakukan dalam pembangunan pertanian di Indonesia?
C. Tujuan
a. Untuk mengetahui perkembangan pertanian di Indonesia.
b. Untuk mengetahui strategi pembangunan pertanian di Indonesia
c. Untuk mengetahui masalah yang dihadapi dalam pembangunan pertanian di
Indonesia
d. Untuk mengetahui solusi dalam mengatasi masalah pembangunan pertanian di
Indonesia.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Perkembangan Pertanian di Indonesia


Pembangunan Pertanian adalah suatu proses yang ditujukan untuk selalu
menambah produksi pertanian untuk menambah produksi pertanian untuk tiap-tiap
konsumen, yang sekaligus mempertinggi pendapatan dan produktivitas usaha tiap-tiap
petani dengan jalan menambah modal dan skill untuk memperbesar turut campur
tangannya manusia di dalam perkembangan tumbuh-tumbuhan dan hewan. Oleh A. T.
Mosher di dalam bukunya Getting Agriculture Moving, bahwa pembangunan pertanian
adalah suatu bagian integral daripada pembangunan ekonomi dan masyarakat secara
umum. Secara luas pembangunan pertanian bukan hanya proses atau kegiatan menambah
produksi pertanian melainkan sebuah proses yang menghasilkan perubahan sosial baik
nilai, norma, perilaku, lembaga, sosial dan sebagainya demi mencapai pertumbuhan
ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan petani dan masyarakat yang lebih baik.
Pertanian merupakan sektor utama penghasil bahan-bahan makanan dan bahan-bahan
industri yang dapat diolah menjadi bahan sandang, pangan, dan papan yang dapat
dikonsumsi maupun diperdagangkan, maka dari itu pembangunan pertanian merupakan
bagian dari pembangunan ekonomi. Perkembangan pertanian Indonesia sebelum Belanda
datang, ditentukan oleh adanya sistem pertanian padi dengan pengairan yang merupakan
praktik turun menurun petani Jawa. Sistem pertanian padi sawah merupakan upaya untuk
membentuk pertanian menetap. Sebelum Belanda datang di Indonesia. Penekanan
terhadap petani dan kehidupan petani ternyata bukan hal yang baru. Secara teoritis,
apabila di dalam suatu negara, pertanian hampir merupakan satu-satunya sektor yang
rakyatnya menggantungkan hidupnya. Hanya di sanalah negara menggantungkan sumber
pendapatannya. Dalam hal ini, tidak dapat dihindarkan bahwa petani menjadi semacam
sapi perahan. Hal ini terlihat lebih jelas pada zaman revolusi kemerdekaan, terutama di
daerah-daerah pertanian monokultur yang petaninya harus membayar berbagai pungutan
resmi untuk membantu jalannya pemerintahan setempat dan dalam banyak hal membantu
menghidupi pejabat – pejabat pemerintah daerah.
Pada zaman manusia purba dahulu, mereka memenuhi kebutuhan pangannya
dengan cara mengumpulkan makanan yang ada di alam, apapun itu, atau yang dikenal
Food Gathering. Akan tetapi lambat laun apa yang ada di alam baik hewan maupun
tumbuhannya mulai habis karena diburu manusia. Pola pikir mereka pun kemudian mulai
berubah. Meraka tidak hanya mengumpulkan tetapi juga mulai berusaha untuk
menghasilkan sumber makanan itu. Mereka mulai mengembangbiakkan hewan ternak
dan tumbuhan-tumbuhan atau yang dikenal dengan istilah Food Producing. Mereka yang
pada awalnya hidup secara nomaden (berpindah-pindah), kini mulai menetap dalam suatu
lingkungan (semi-nomaden). Masyarakat purba zaman Mesolitikum itulah yang menjadi
salah satu tonggak perkembangan dunia pertanian. Meski dengan cara mereka yang
masih sangat sederhana dan berpindah pindah untuk mencari lahan lain ketika tanah yang
dibudidayakannya sudah tidak subur lagi.
1. Pertanian Tradisional
Pertanian mulai berkembang sedikit demi sedikit. Dari pertanian masa
purba yang nomaden, kemudian mulai menjadi pertanian tradisional. Pada
pertanian tradisional, petani pada masa itu masih menggunakan alat maupun
bahan yang semuanya masih sangat sederhana. Bahan pertanian di sini
maksudnya adalah pupuk dan pestisida/insektisida yang masih bersifat
organik serta biji/benih yang masih asli. Alat yang digunakan untuk mengolah
lahan yang dimulai dari tanah yang masih kosong hingga memanen hasil,
semuanya masih menggunakan peralatan yang masih sangat sederhana, tanpa
tenaga mesin serta tanpa suara bising seperti traktor masa kini.
Sayangnya, pertanian tradisional itu produktivitasnya masih relatif rendah.
Akan tetapi, saat itulah Indonesia mulai menegakkan diri hingga dijuluki
sebagai negara agraris. Karena dengan cara bercocok tanam, kebutuhan akan
pangan dapat terpenuhi dan jaraknya dekat dari pemukimannya. Pada hal lain
cara mengawetkan hasil dari cocok tanam mereka yang juga masih sederhana.
Mereka hanya tahu dengan cara mengeringkan, mengasapkan atau pun dengan
memberi garam sebagai metode untuk mengawetkan makanannya.
2. Era abad ke-19
 1811-1816: Sistem pajak tanah yang dikenalkan oleh Raffles telah
membawa beberapa persoalan terhadap kaum feodal Jawa di daerah-
daerah taklukan dan juga perubahan penting berupa sistem
kepemilikan tanah oleh desa. Kekecewaan para feodal terhadap sistem
ini telah mendorong lahirnya pemberontakan kerajaan. Pemberontakan
ini kemudian lebih dikenal dengan Perang Jawa atau perang
Diponegoro.
 1830-1870: Era Tanam paksa (cultuur stelsel) Gubernur Jenderal
Johannes van den Bosch mewajibkan setiap desa harus menyisihkan
sebagian tanahnya (20%) untuk ditanami komoditi ekspor khususnya
kopi, tebu, nila. Hasil tanaman ini akan dijual kepada pemerintah
kolonial dengan harga yang sudah dipastikan dan hasil panen
diserahkan kepada pemerintah kolonial. Penduduk desa yang tidak
memiliki tanah harus bekerja 75 hari dalam setahun (20%) pada
kebun-kebun milik pemerintah yang menjadi semacam pajak. Pada
prakteknya peraturan itu dapat dikatakan tidak berarti karena seluruh
wilayah pertanian wajib ditanami tanaman laku ekspor dan hasilnya
diserahkan kepada pemerintahan Belanda. Wilayah yang digunakan
untuk praktek cultur stelstel pun tetap dikenakan pajak. Warga yang
tidak memiliki lahan pertanian wajib bekerja selama setahun penuh di
lahan pertanian. Tanam paksa adalah era paling eksploitatif dalam
praktek ekonomi Hindia Belanda. Sistem tanam paksa ini jauh lebih
keras dan kejam dibanding sistem monopoli VOC karena ada sasaran
pemasukan penerimaan negara yang sangat dibutuhkan pemerintah.
Petani yang pada jaman VOC wajib menjual komoditi tertentu pada
VOC, kini harus menanam tanaman tertentu dan sekaligus menjualnya
dengan harga yang ditetapkan kepada pemerintah. Aset tanam paksa
inilah yang memberikan sumbangan besar bagi modal pada zaman
keemasan kolonialis liberal Hindia-Belanda pada 1835 hingga 1940.
Akibat sistem yang memakmurkan dan menyejahterakan negeri
Belanda ini, Van den Bosch selaku penggagas dianugerahi gelar Graaf
oleh raja Belanda, pada 25 Desember 1839.
 1870: Lahirnya hukum agraria kolonial yang tertuang dalam
Agrarische Wet 1870. Dalam aturan ini dijamin adanya Hak Erfpacht
sampai selama 75 tahun, dan menjamin pemegang hak itu untuk
menggunakan Hak Eigendom, serta memberi peluang kepada mereka
dapat menggunakan tanahnya sebagai agunan kredit. Lahirnya
Agrarische Wet 1870 dipengaruhi dan atas desakan kepentingan
pemilik modal swasta Belanda untuk berbisnis perkebunan besar di
negeri jajahannya. Sebelumnya, di masa culturrstelsel, mereka hanya
dibolehkan sebatas menyewa tanah. Dampak dari hukum kolonial
terhadap rakyat tani Indonesia, hanya menghadirkan sejarah kelam
kemelaratan, kemiskinan, keterbelakangan dan penindasan.
 1890: Dimulainya “Politik Etnik”, yaitu gerakan oposisi kaum sosialis
di Belanda yang kemudian berpengaruh kepada golongan-golongan
Belanda–Hindia juga. Yaitu mulai diterapkan pelayanan kesehatan
umum yang lebih baik, memperluas kesempatan menempuh
pendidikan, serta memberikan otonomi desa yang lebih besar
3. Era Sebelum kemerdekaan (1900-1945)
1918: Berdiri Balai Besar Penyelidikan Pertanian (Algemeen Proefstation
voor den Landbouw), yang kemudian semenjak tahun 1949 menjadi Jawatan
Penyelidikan Pertanian, lalu 1952 menjadi Balai Besar Penyelidikan Pertanian
/ General Agriculture Experiment Station (Algemeen Proefstation voor den
Landbouw). Selanjutnya tahun 1966 menjadi Lembaga Pusat Penelitian
Pertanian, tahun 1980 berubah lagi menjadi Balai Penelitian Tanaman Bogor
(Balittan), tahun 1994 menjadi Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman
Pangan (Balitbio), tahun 2002 menjadi Balai Penelitian Bioteknologi dan
Sumberdaya Genetik Pertanian (Balitbiogen), dan terakhir tahun 2003
berganti nama menjadi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB-Biogen)
4. Era 1945-1967
 1960: Lahirnya UU No. 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok
Agraria (UUPA) yaitu tanggal 24 September 1960. Kelahiran UUPA
melalui proses panjang, memakan waktu 12 tahun. Dimulai dari
pembentukan "Panitia Agraria Yogya" (1948), "Panitia Agraria
Jakarta" (1951), "Panitia Soewahjo" (1955), "Panitia Negara Urusan
Agraria" (1956), "Rancangan Soenarjo" (1958), "Rancangan
Sadjarwo" (1960), akhirnya digodok dan diterima bulat Dewan
Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR), yang kala itu dipimpin
Haji Zainul Arifin. Kelahiran UUPA mengandung dua makna besar
bagi kehidupan bangsa dan negara Indonesia. Pertama, UUPA
bermakna sebagai upaya mewujudkan amanat Pasal 33 Ayat (3) UUD
1945 (Naskah Asli), yang menyatakan, "Bumi dan kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan digunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat". Kedua, UUPA bermakna sebagai
penjungkirbalikan hukum agraria kolonial dan penemuan hukum
agraria nasional yang bersendikan realitas susunan kehidupan
rakyatnya. Tujuan UUPA pada pokoknya meletakkan dasar-dasar bagi
penyusunan hukum agraria nasional, mengadakan kesatuan dan
kesederhanaan dalam hukum pertanahan, dan meletakkan dasar-dasar
kepastian hukum hak-hak atas tanah bagi seluruh rakyat. Semuanya
semata-mata untuk mewujudkan kemakmuran, kebahagiaan, keadilan
bagi negara dan rakyat, terutama rakyat tani, dalam menuju
masyarakat adil dan makmur. Sebenarnya apa yang tersurat maupun
tersirat dari tujuan UUPA, pada hakikatnya merupakan kesadaran dan
jawaban bangsa Indonesia atas keserakahan dan kekejaman hukum
agraria kolonial.
5. Pertanian Masa Orde Baru
Pertanian di Indonesia terus berkembang seiring dengan kemajuan zaman.
Berkembang menjadi Revolusi Hijau yang dimulai pada masa pemerintahan
Orde Baru (Orba). Mengingatkan kembali bahwa revolusi hijau ini memiliki 4
pilar penting yakni penyediaan air melalui sistem irigasi, penggunaan pupuk
kimia dengan optimal, penggunaan pestisida yang sesuai serangan HPT serta
menggunakan varietas unggul dan berkualitas sebagai bahan menanam.
Di satu sisi, revolusi hijau meningkatkan produksi tanaman secara pesat,
terutama padi dan gandum. Hal itu membuat Indonesia mampu swasembada
beras hingga dapat mengekspor beras ke negeri lain. Akan tetapi di sisi lain,
lingkungan/lahan menjadi rusak karena penggunaan bahan kimia baik dari
pupuk maupun pestisida yang tidak semestinya. Hal itu menyebabkan
ketergantungan tanaman terhadap pupuk dan munculnya hama baru yang
lebih resisten.
Selain itu juga terjadi penurunan produksi protein karena lahan telah
didominasi dengan padi dan gandum (karbohidrat) serta berkurangnya lahan
peternakan yang banyak dialihkan untuk menjadi lahan persawahan. Revolusi
hijau juga dianggap hanya menguntungkan petani ‘kaya’ dengan lahan yang
dimiliki yang berhektar-hektar sehingga mengakibatkan terjadinya
ketimpangan dan kesenjangan sosial pedesaan. Menurut Garis-Garis Besar
Haluan Negara dan pelaksanaan Pelita II pembangunan pertanian ditujukan
untuk:
a. Meningkatkan Produksi pangan menuju swasembada karbohidrat non
terigu, sekaligus meningkatkan gizi masyarakat melalui penyediaan
protein, lemak, vitamin, dan mineral.
b. Meningkatkan tingkat hidup petani melalui peningkatan penghasilan
petani.
c. Memperluas lapangan kerja disektor pertanian dalam rangka perataan
pendapatan.
d. Meningkatkan ekspor sekaligus mengurangi impor hasil pertanian.
e. Meningkatkan dukungan yang kuat terhadap pembangunan industri
untuk menghasilkan barang jadi atau setengah jadi.
f. Memanfaatkan dan memelihara kelestarian sumber alam, serta
memilihara dan memperbaiki lingkungan hidup.
g. Meningkatkan pertumbuhan pembangunan pedesaan secara terpadu
dan serasi dalam kerangka pembangunan daerah.
Usaha pokok pembangunan pertanian secara terus menerus ditingkatkan
melalui kegiatan intensifikasi, ekstensifikasi, dan rehabilitasi. Intensifikasi adalah
upaya peningkatan produktivitas sumber daya alam seperti peningkatan
penggunaan lahan kering, perairan dan area pasang surut serta pemanfaatan
sarana produksi, pestisida, pupuk, air, dan lain-lain. Ekstensifikasi adalah usaha
untuk memperluas sumber daya alam seperti memeperluas area panen baik
tanaman pangan atau tanaman perkebunan, perluasan area tangkapan ikan,
perluasan penanaman rumput untuk pakan ternak, serta memperluas sumber daya
lainya. Diversifikasi dilakukan sebagai upaya menciptakan keanekaragaman
dalam melakukan usaha tani baik secara vertikal mulai kegiatan produksi hingga
pemasaran, maupun horizontal yakni merupakan penyeimbangan antara
komoditas dan wilayah. Diversifikasi juga dapat diterapkan dalam pemilihan
lokasi pembangunan pertanian sehingga terjadi keseimbangan antara provinsi
maju dan provinsi kurang maju. Rehabilitasi dilakukan untuk memulihkan atau
mengembalikan kemampuan daya produktivitas sumber daya pertanian yang
rusak atau kritis serta membahayakan kondisi lingkungan. Serta memulihkan
kemampuan produktivitas usaha tani di daerah rawan, hal ini dilakukan untuk
meningkatkan taraf hidup masyarakat.
 Era Orde Baru (1967-1997)
1974: Dibentuk Badan Litbang Pertanian. Keppres tahun 1974 dan 1979
menetapkan bahwa Badan Litbang Pertanian sebagai unit Eselon I,
membawahi 12 unit Eselon II, yaitu: 1 Sekretariat, 4 Pusat (Pusat
Penyiapan Program, Pusat Pengolahan Data Statistik, Pusat Perpustakaan
Biologi dan Pertanian, dan Pusat Karantina Pertanian) 2 Pusat Penelitian
(Puslit Tanah dan Puslit Agro-Ekonomi), serta 5 Pusat Penelitian
Pengembangan (Puslitbang Tanaman Pangan, Puslitbang Tanaman
Industri, Puslitbang Kehutanan, Puslitbang Peternakan, dan Puslitbang
Perikanan).
 1980 : Berdirinya Departemen Koperasi secara khusus, untuk membantu
golongan petani lemah di luar Jawa dan Bali untuk membangun usaha tani
berskala lebih besar. Setelah koperasi diterima sebagai satuan ekonomi
yang mendasar dalam mengembangkan ekonomi pribumi, dirangsang agar
semua desa membentuk koperasi primer, namun demikian sejumlah
masalah yang dihadapi adalah kekurangan modal, manajemen lemah,
kesulitan menjangkau pasaran antara lain karena turut pedagang perantara.
Koperasi dirasakan sebagai “paksaan” sehingga namanya pun yang sudah
tercemar perlu dirubah menjadi BUUD.
 1983: Berdasarkan Kepres No. 24 tahun 1983, terjadi reorganisasi di
Badan Litbang Pertanian sehingga terdiri atas: Sekretariat, Pusat Data
Statistik, Pusat Perpustakaan Pertanian, Puslit Tanah, Puslit Agro-
Ekonomi, Puslitbang Tanaman Pangan, Puslitbang Tanaman Industri,
Puslitbang Hortikultura, Puslitbang Peternakan, dan Puslitbang Perikanan.
 1993: Sesuai dengan Keppres No. 83 tahun 1993 dibentuk Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) dan Loka Pengkajian Teknologi
Pertanian (LPTP) yang tersebar di seluruh propinsi di Indonesia. Selain itu
juga terjadi pembentukan 2 unit organisasi BPTP di 2 Propinsi, yaitu Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Banten, dan Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian Kepulauan Bangka Belitung (Kepmentan No.
633/Kpts/OT.140/12/2003).
6. Era Reformasi (1998 – Sekarang)
 1998: Departemen Pertanian kehilangan arah. Hal ini dikarenakan
pudarnya Pembangunan jangka Panjang ke 6 yang menjadi ciri khas
tahap orientasi pemerintahan Orde Lama. Pada era ini rakyat sudah
kehilangan kepercayaan kepada pemerintahan, meski tidak semuanya,
tapi mendominasi. Dampak yang ditimbulkannya sangatlah besar.
Kegiatan-kegiatan penyuluhan dan intensifikasi pertanian melambat.
Dampak yang ditimbulkannya adalah rendahnya produktivitas
pertanian tanaman pangan dan hortikultura.
 2005: Pada tahun ini muncul rencana Pemerintah dalam melakukan
revitalisasi pertanian di Indonesia. Hal ini ditindak lanjuti dengan UU
No.16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Peternakan
dan Kehutanan. Kemudian ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri
Pertanian No.273 Tahun 2007 terkait tentang penjabaran Penyuluhan
Pertanian. Konsentrasi peningkatan produksi dan produktivitas
komoditas pertanian ini mengantarkan Indonesia mencapai swa
sembada beras ke 2 pada tahun 2008. Hal ini ditunjang dengan
penambahan tanaga penyuluh pertanian melalui Tenaga Harian Lepas
Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian (THL TBPP).
 2010-Sekarang: Pertanian di Indonesia mengarah kepada pertanian
organik. Pada awalnya pada tahun ini dicanangkan program pertanian
organik, karena banyak hal tentang kekurangsiapan para petani di
Indonesia menjadikan rencana pertanian organik diundur sampai 2014.
Akan tetapi pada tahun 2010 ini penggunaan pupuk kimia sudah mulai
dikurangi, dan pertanian organik mulai digalakkan di beberapa daerah.
B. Strategi Pengembangan Pertanian di Indonesia
Selama empat dasawarsa terakhir, strategi pembangunan pertanian mengikuti tiga
prinsip penting:
1. Broad-based dan terintegrasi dengan ekonomi makro.
2. Pemerataan dan pemberantasan kemiskinan, dan
3. Pelestarian lingkungan hidup.
Berikut ini adalah strategi baru yang coba ditawarkan sehubungan dengan
determinan pola baru pembangunan pertanian di masa mendatang. Strategi yang telah
terbukti dan teruji selama ini tidak harus ditinggalkan, hanya perlu dilengkapi dengan
beberapa dimensi berikut:
1. pembangunan pertanian wajib mengedepankan riset dan pengembangan
(R&D), terutama yang mampu menjawab tantangan adaptasi perubahan iklim.
Misalnya, para peneliti ditantang untuk menghasilkan varietas padi yang
mampu bersemi di pagi hari, ketika temperatur udara tidak terlalu panas.
Kisah padi gogo-rancah pada era 1980-an yang mampu beradaptasi dan
tumbuh di lahan kering dan tadah hujan, kini perlu disempurnakan untuk
menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi dari sekadar 2,5 ton per hektar.
Bahwa pertanian Indonesia tidak harus bertumpu hanya pada lahan di Jawa
tampaknya telah disepakati, hanya perlu diwujudkan secara sistematis.
Misalnya, varietas yang baru perlu diuji multilokasi dan uji adaptasi di
sejumlah daerah kering dengan memberdayakan jaringan universitas daerah
dan Balai Pengembangan Teknologi Pertanian yang tersebar di daerah.
2. Integrasi pembangunan ketahanan pangan dengan strategi pengembangan
energi, termasuk energi alternatif. Strategi ini memang baru berada pada
tingkat sangat awal sehingga Indonesia tidak boleh salah melangkah.
Indonesia memang terlambat sekali dalam menyandingkan ketahanan pangan
dengan energi alternatif. Maksudnya, Indonesia butuh sesuatu yang lebih
besar dari sekadar kebijakan pada tingkat Instruksi Presiden Nomor 1/2006
tentang Bahan Bakar Nabati dan Peraturan Presiden Nomor 5/2006 tentang
Diversifikasi Energi.
3. Pembangunan pertanian perlu secara inheren melindungi petani produsen (dan
konsumen). Komoditas pangan dan pertanian mengandung risiko usaha
seperti faktor musim, jeda waktu (time-lag), perbedaan produktivitas dan
kualitas produk yang cukup mencolok. Mekanisme lindung nilai (hedging),
asuransi tanaman, pasar lelang dan resi gudang adalah sedikit saja dari contoh
instrumen penting yang mampu mengurangi risiko usaha dan ketidakpastian
pasar. Operasionalisasi dari strategi ini, perumus dan administrator kebijakan
di tingkat daerah wajib mampu mewujudkannya menjadi suatu langkah aksi
yang memberi pencerahan kepada petani, memberdayakan masyarakat, dan
memperkuat organisasi kemasyarakatan untuk mampu berperan dalam pasar
berjangka komoditas yang lebih menantang. Di sinilah pertanian tangguh dan
berdaya saing akan dapat terwujud.
C. Masalah Pengembangan Pertanian di Indonesia
Persoalan ketahanan pangan dan modernisasi sektor pertanian adalah masalah
krusial dan membutuhkan penanganan serius karena sekitar 60% penduduk Indonesia dan
mayoritas penduduk miskin tinggal di perdesaan dan mengandalkan hidupnya dari sektor
pertanian. Tapi paradoksnya, di negeri ini tak ada kegiatan ekonomi yang memiliki kisah
semuram sektor pertanian. Peminggiran pembangunan sector pertanian yang dilakukan
30 tahun lebih telah menempatkan para pelaku di sektor ini dalam kondisi hamper
“sekarat”. Para petani selalu berada pada barisan yang selalu kalah, baik oleh alam
maupun kebijakan negara. Ada dua masalah mendasar yang sampai saat ini masih
menggantung di sektor pertanian.
1. Kepemilikian lahan yang luar biasa kecil. Menurut data BPS, apabila pada
1983 rata-rata kepemilikan lahan mencapai 0,9 hektare saja, pada 2003 luas
lahan menyusut menjadi 0,78 hektare. Dengan struktur kepemilikan seperti
itu, maka atribut-atribut semacam efisiensi dan produktivitas jelas jauh dari
kenyataan.
2. Masalah yang dihadapi di Indoensia adalah kurangnya kegairahan berproduksi
pada tingkat petani, tidak ada keinginan untuk mengadakan penanaman baru
dan usaha-usaha lain untuk menaikkan produksi karena persentase harga yang
diterima oleh petani relatif kecil dibandingkan dengan bagian yang diterima
golongan-golongan lain
3. Masalah yang dihadapi lagi yaitu berupa permodalan bagi para petani di
Indonesia yang kurang.
4. Masalah berikutnya yaitu teknologi pertanian modern, persoalan pupuk, dan
pemasarannya. Masyarakat umunya maish memiliki peralatan yang apa
adanya untuk bertani, selain itu keterediaan pupuk juga masih kurang.
Realitas tersebut masih ditambah dengan fakta ketimpangan penguasaan lahan.
Studi yang dilakukan Yustika (2003) menunjukkan, sebagian besar petani memang
memiliki lahan yang sangat sempit, bahkan di antaranya banyak yang tidak punya
sepetak pun. Para petani pun akhirnya cuma jadi buruh tani.
D. Kebijakan dalam mengatasi permasalahan pembangunan pertanian di Indonesia
Kebijakan pertanian adalah serangkaian tindakan yang telah, sedang dan akan
dilaksanakan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu. Adapun tujuan umum
kebijakan pertanian kita adalah memajukan pertanian, mengusahakan agar pertanian
menjadi lebih produktif, produksi dan efisiensi produksi naik dan akibatnya tingkat
penghidupan dan kesejahteraan petani meningkat. Untuk mencapai tujuan-tujuan ini,
pemerintah baik di pusat maupun di daerah mengeluarkan peraturan-peraturan tertentu;
ada yang berbentuk Undang-undang, Peraturan-peraturan Pemerintah, Kepres, Kepmen,
keputusan Gubernur dan lain-lain. Peraturan ini dapat dibagi menjadi dua kebijakan-
kebijakan yang bersifat pengatur (regulating policies) dan pembagian pendapatan yang
lebih adil merata (distributive policies). Kebijakan yang bersifat pengaturan misalnya
peraturan rayoneering dalam perdagangan/distribusi pupuk sedangkan contoh peraturan
yang sifatnya mengatur pembagian pendapatan adalah penentuan harga kopra minimum
yang berlaku sejak tahun 1969 di daerah-daerah kopra di Sulawesi.
1. Kebijakan Harga
Kebijakan ini merupakan salah satu kebijakan yang terpenting di banyak
negara dan biasanya digabung dengan kebijakan pendapatan sehingga disebut
kebijakan harga dan pendapatan (price and economic policy). Segi harga dari
kebijakan itu bertujuan untuk mengadakan stabilitas harga, sedangkan segi
pendapatannya bertujuan agar pendapatan petani tidak terlalu berfluktuasi dari
musim ke musim dan dari tahun ke tahun. Kebijakan harga dapat mengandung
pemberian penyangga (support) atas harga-harga hasil pertanian supaya tidak
terlalu merugikan petani atau langsung mengandung sejumlah subsidi tertentu
bagi petani. Di banyak negara seperti; Amerika Serikat, Jepang, dan Australia
banyak sekali hasil pertanian seperti gandum, kapas, padi, dan gula yang
mendapat perlindungan pemerintah berupa harga penyangga dan atau subsidi.
Indonesia baru mulai mempraktekkan kebijakan harga untuk beberapa hasil
pertanian sejak tahun 1969. Secara teoritis kebijakan harga yang dapat dipakai
untuk mencapai tiga tujuan yaitu: stabilitas harga hasil-hasil pertanian
terutama pada tingkat petani meningkatkan pendapatan petani melalui
pebaikan dasar tukar (term of trade) memberikan arah dan petunjuk pada
jumlah produksi.
2. Kebijakan Pemasaran
Di samping kebijakan harga untuk melindungi petani produsen,
pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan-kebijakan khusus dalam
kelembagaan perdagangan dengan tujuan yang sama, tetapi dengan tekanan
pada perubahan mata rantai pemasaran dari produsen ke konsumen, dengan
tujuan utama untuk memperkuat daya saing petani. Di negara-negara Afrika
seperti Nigeria dan Kenya apa yang dikenal dengan nama Badan Pemasaran
Pusat (Central Marketing Board) berusaha untuk mengurangi pengaruh
fluktuasi harga pasar dunia atas penghasilan petani. Badan pemasaran ini
sangat berhasil di Inggris yang dimulai sesudah depresi besar tahun 1930
untuk industri bulu domba, susu, telor dan kentang.
Selain kebijakan pemasaran hasil-hasil tanaman perdagangan untuk
ekspor, kebijakan ini meliputi pula pengaturan distribusi sarana-sarana
produksi bagi petani. Pemerintah berusaha menciptakan persaingan yang sehat
di antara para pedagang dengan melayani kebutuhan petani seperti pupuk,
insektisida, pestisida dan lain-lain sehingga petani akan dapat membeli sarana-
sarana produksi tersebut dengan harga yang relatif tidak terlalu tinggi. Jadi
disini jelas bahwa kebijakan pemasaran merupakan usaha campur tangan
pemerintah dalam bekerjanya kekuatan-kekuatan pasar. Di satu pihak
pemerintah dapat mengurangi pengaruh kekuatan-kekuatan pasar supaya tidak
terlalu merugikan pedagang dan petani, tetapi di pihak lain persaingan dapat
didorong untuk mencapai efisiensi ekonomi yang tinggi. Dalam praktek
kebijakan pemasaran dilaksanakan secara bersamaan dengan kebijakan harga.
3. Kebijakan Struktural
Kebijakan struktural dalam pertanian dimaksudkan untuk memperbaiki
strukutur produksi misalnya luas pemilikan tanah, pengenalan dan
pengusahaan alat-alat pertanian yang baru dan perbaikan prasarana pertanian
pada umumnya baik prasarana fisik maupun sosial ekonomi. Kebijakan
struktural ini hanya dapat terlaksana dengan kerjasama yang erat dari
beberapa lembaga pemerintah. Perubahan struktur yang dimaksud disini tidak
mudah untuk mencapainya dan biasanya memakan waktu lama. Hal ini
disebabkan sifat usahatani yang tidak saja merupakan unit usaha ekonomi
tetapi juga merupakan bagian dari kehidupan petani dengan segala aspeknya.
Oleh karena itu tindakan ekonomi saja tidak akan mampu mendorong
perubahan struktural dalam sektor pertanian sebagaimana dapat dilaksanakan
dengan lebih mudah pada sektor industri. Pengenalan baru dengan
penyuluhan-penyuluhan yang intensif merupakan satu contoh dari kebijakan
ini. Kebijakan pemasaran yang telah disebutkan di atas sebenarnya
dimaksudkan pula untuk mempercepat proses perubahan struktural di sektor
pertanian dalam komoditi-komoditi pertanian. Pada bidang produksi dan
tataniaga kopra, lada, karet, cengkeh dan lain-lain. Dalam kenyataannya
pelaksanaan kebijakan harga, pemasaran dan struktural tidak dapat
dipisahkan, dan ketiganya saling melengkapi.
4. Kebijakan Pertanian dan Industri
Ciri-ciri pokok perbedaan antara pertanian dan industri adalah:
a. Produksi pertanian kurang pasti dan risikonya besar karena tergantung
pada alam yang kebanyakannya di luar kekuasaan manusia untuk
mengontrolnya, sedangkan industri tidak demikian.
b. Pertanian memproduksi bahan-bahan makanan pokok dan bahan-bahan
mentah yang dengan kemajuan ekonomi dan kenaikan tingkat hidup
manusia permintaannya tidak akan naik seperti pada permintaan atas
barang-barang industri.
c. Pertanian adalah bidang usaha dimana tidak hanya faktor-faktor ekonomi
saja yang menentukan tetapi juga faktor-faktor sosiologi, kebiasaan dan
lain-lain memegang peranan penting. Industri lebih bersifat lugas
(zakelijk).

Ketiga ciri khusus pertanian ini nampak dalam teori ekonomi sebagai
perbedaan dalam respons permintaan dan penawaran atas perubahan-
perubahan harga. Elastisitas harga atas permintaan dan penawaran hasil-hasil
pertanian jauh lebih kecil daripada hasil-hasil industri. Misalnya elastisitas
harga atas permintaan radio, buku-buku, mobil dan lain-lain, jauh lebih tinggi
daripada elatisitas harga atas permintaan beras dan bahan pakaian. Hal ini
disebabkan pendapatan sektor industri pada umumnya lebih tinggi daripada
pendapatan sektor pertanian maka elastisitas pendapatan atas permintaan
barang-barang hasil industri lebih besar daripada atas bahan makanan pokok.

5. Pendapatan Penduduk Desa dan Kota


Perbedaan kebijakan antar sektor pertanian dan industri dapat dilihat pula
dalam keperluan akan kebijakan yang berbeda antara penduduk kota dan
penduduk desa. Perbedaan pendapatan antara penduduk kota dan penduduk
pedesaan adalah sedemikian rupa sehingga mempunyai akibat dalam pola
pengeluaran konsumsi dan perilaku ekonomi lain-lainnya. Ada tiga hal yang
meyebabkan rata-rata pendapatan penduduk kota lebih tinggi dibanding
penduduk desa yaitu:
a. kestabilan dan kemantapan pendapatan penduduk kota lebih besar
dibanding pendapatan penduduk desa .
b. lembaga-lembaga ekonomi dan keuangan yang dapat mendorong
kegiatan ekonomi di kota lebih banyak dibandingkan di desa
c. lebih banyaknya fasilitas pendidikan dan kesehatan di kota yang
memungkinkan rata-rata produktivitas tenaga kerja di kota lebih
tinggi.

Salah satu upaya untuk mengurangi perbedaan pendapatan ini


adalah dengan menambah persediaan modal di desa serta mengurangi
jumlah tenaga kerja di pedesaan dan diserap bagi lapangan industri di
kota-kota. Dengan lebih banyaknya investasi di desa misalnya dalam alat-
alat pertanian yang lebih modern, huller , traktor dan juga dalam
pembangunan-pembangunan prasarana fisik seperti jembatan-jembatan
baru, bendungan irigasi dan lain-lain maka timbul adanya keperluan akan
peningkatan keterampilan tenaga kerja. Seorang petani yang mengerjakan
sawah dengan bajak atau traktor dalam waktu yang sama akan mampu
menyelesaikan luas sawah yang lebih besar daripada petani lain yang
hanya menggunakan cangkul. Beberapa faktor yang menjadi penyebabnya
adalah: Adanya tambahan modal yang berupa pajak dan ternak serta mesin
traktor pada petani pertama Adanya keahlian dan keterampilan khusus
yang diperlukan oleh petani yang menjalankan bajak atau traktor itu.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada orde baru, “politik swasembada” menjadi bendera utama pengelolaan
pembangunan pertanian, dengan mengembangkan dan menerapkan program yang
sebenarnya sudah dicanangkan sebelumnya, yaitu intensifikasi dengan penerapan
teknologi, ekstensifikasi, rehabilitasi dan berbagai program lain. Keberhasilan program
swasembada beras sebagai monumen keberhasilan pembangunan pertanian orde baru,
dicapai setelah lebih dari 15 tahun program Pelita dijalankan dan penetapan pertanian
sebagai prioritas (sementara sektor lain menjadi penunjang), menjadikan pembangunan
pertanian sebagai program di semua lini pemerintahan. Berbagai studi telah menunjukkan
bahwa keberhasilan pembangunan pertanian pada masa itu lebih dari 60 % ditentukan
oleh faktor infrastruktur dan kelembagaan penunjang, sedangkan sekitar 40 % sendiri
ditentukan oleh berbagai usaha yang dilakukan internal sektor pertanian sendiri. Namun
setelah pertengahan Tahun 1980-an –setelah industri ditempatkan sebagai prioritas
pertama- ekonomi Indonesia kemudian memang berkembang lebih cepat, tetapi juga
menjadi lebih rapuh yang berakhir dengan krisis finansial Tahun 1997/1998.
Pada masa transisi reformasi, politik pertanian Indonesia terbawa oleh arus
perkembangan politik nasional yang lebih besar. Departemen Pertanian melakukan
pembangunan pertanian yang terdesentralisasi sesuai dengan era politik yang dianut pada
masa tersebut. Selain itu arah pertanian menjadi lebih berdaya saing yang mencerminkan
perlunya usaha menghadapi tekanan persaingan yang semakin besar, berkerakyatan yang
mencerminkan semangat partisipasi dan berkelanjutan sejalan dengan peningkatan
kesadaran akan pentingnya pelestarian lingkungan.
B. Saran
Dalam pembuatan makalah kami ini tentunya masih jauh dari kata sempurna.
Demi kesempurnaan makalah kami ini perlu kritik dan saran dari pembaca untuk
membangun kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Pembangunan_pertanian

https://putratani.com/perkembangan-pertanian-di-indonesia-dari-dulu-hingga-sekarang/

https://grobogan.go.id/info/artikel/588-sejarah-singkat-pertanian-di-indonesia

http://widyakusayang.blogspot.com/2014/11/strategi-pembangunan-
pertanian.html#:~:text=STRATEGI%20PEMBANGUNANA%20PERTANIAN,
(3)%20pelestarian%20lingkungan%20hidup.

Anda mungkin juga menyukai