Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH PROJECT BASE LEARNING

(PjBL)

Fundamental Of Fathofisiology

Gasteroenteritis

Dosen Pembimbing: Ns. Sholihatul Amaliya, S.Kep., M.Kep., Sp.Ank

Disusun Oleh:

Gioni Arthur

165070201111003

Program Studi Ilmu Keperawatan 2016

Fakultas Kedokteran

Universitas Brawijaya

Malang
1. DEFINISI
Gastroenteritis Akut adalah inflamasi lambung dan usus yang disebabkan oleh
berbagai bakteri, virus, dan pathogen parasitic. Gastroenteritis Akut (GEA)
diartikan sebagai buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cairan /
setengah cair (setengah padat) dengan demikian kandungan air pada tinja lebih
banyak dari biasanya berlangsung kurang dari 7 hari, terjadi secara mendadak.
(Soebagyo,2008)

Dengan kata lain Gastroenteritis adalah peradangan yang terjadi pada daerah
usus yang menyebabkan bertambahnya keenceran dan frekuensi buang air
besar ( BAB ) lebih dari 3 kali perhari yang dapat menyebabkan dehidrasi.
Dehidrasi adalah suatu keadaan kekurangan atau kehilangan cairan tubuh yang
berlebihan.
(Jane,2011)

2. KLASIFIKASI
Secara klinis Gastro Enteritis dapat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu:
a. Gastro Enteritis Desentriform. Disebabkan oleh antara lain: Shigella,
Entamoeba Hystolitica.
b. Gastro Enteritis Koleriform. Disebabkan oleh antara lain: Vibrio, Klastrida, atau
Intoksikasi makanan.

(Jane. 2011)
3. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi diare klinis adalah 9,0% (rentang: 4,2% - 18,9%), tertinggi di Provinsi
NAD (4,2%) dan terendah di DI Yogyakarta (18,9%) 2. Berdasarkan kelompok
umur, prevalensi tertinggi diare terjadi pada anak balita (1-4 tahun) yaitu 16,7%.
3. Prevalensi laki-laki dan perempuan hampir sama, yaitu 8,9% pada laki-laki dan
9,1% pada perempuan 4. Prevalensi diare lebih banyak di perdesaan
dibandingkan perkotaan, yaitu sebesar 10% di perdesaan dan 7,4 % di
perkotaan. 5. Diare cenderung lebih tinggi pada kelompok pendidikan rendah
dan bekerja sebagai petani/nelayan dan buruh yang 6. Penyebab kematian bayi
(usia 29 hari-11 bulan) yang terbanyak adalah diare (31,4%). 7. Penyebab
kematian anak balita (usia 12-59 bulan), terbanyak adalah diare (25,2%)
(Kemkes RI, 2011)
Gastroenteritis akut merupakan salah satu penyakit yang sangat sering ditemui.
Penyakit ini lebih sering mengenai anak-anak. Anak-anak di negara berkembang
lebih beresiko baik dari segi morbiditas maupun mortalitasnya.Penyakit ini
mengenai 3-5 miliar anak setiap tahun dan menyebabkan sekitar 1,5-2,5 juta
kematian per tahun atau merupakan 12 % dari seluruh penyebab kematian pada
anak-anak pada usia di bawah 5 tahun (Chow et al., 2010). Pada orang dewasa,
diperkirakan 179 juta kasus gastroenteritis akut terjadi setiap tahun, dengan
angka rawat inap 500.000 dan lebih dari 5000 mengalami kematian (Al-Thani et
al., 2013). Secara umum , negara berkembang memiliki angka rawat inap yang
lebih tinggi dibandingkan dengan negara maju. Ini dimungkinkan berdasarkan
fakta bahwa anak-anak di negara maju memiliki status gizi dan layanan
kesehatan primer yang lebih baik (chow et al., 2010). Di Indonesia pada tahun
2010 diare dan gastroenteritis oleh penyebab infeksi tertentu masih menduduki
peringkat pertama penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di Indonesia yaitu
sebanyak 96.278 kasus dengan angka kematian (Case Fatality Rate/CFR)
sebesar 1,92% (kemenkes RI, 2012).
4. PATOFISIOLOGI
Mekanisme terjadinya diare oleh infeksi rotavirus telah diketahui melalui berbagai
mekanisme yang berbeda. Mekanisme ini meliputi malabsorbsi akibat kerusakan
sel usus (enterosit), toksin, perangsangan saraf enterik serta adanya iskemik
pada vilus.
Rotavirus yang tidak ternetralkan oleh asam lambung akan masuk ke dalam
bagian proksimal usus. Rotavirus kemudian akan masuk ke sel epitel dengan
masa inkubasi 18-36 jam, dimana pada saat ini virus akan menghasilkan
enterotoksin NSP-4. Enterotoksin ini akan menyebabkan kerusakan permukaan
epitel pada vili, menurunkan sekresi enzim pencernaan usus halus, menurunkan
aktivitas Na+ kotransporter serta menstimulasi syaraf enterik yang menyebabkan
diare (Ramig, 2004).
5. FAKTOR RISIKO
Faktor resiko gastroenteritis :
1. Tidak diberikannya asi ekslusif (6 bulan)
2. Gizi buruk  
3. Campak Diare dan disentri akan tambah berat pada anak yang menderita
campak 
4. Immunodefisiensi dan immunosupresi (AIDS)
5. Umur, sering pada anak usia 2 tahun dan paling tinggi pada usia 6-11 bulan
6. Musimletak geografi, diare karena bakteri lebih sering pada musim panas,
sedangkan diarekarena virus lebih sering pada musim hujan
7. Epidemiologi/wabah/kejadian luar biasa (KLB).
(Jane. 2011)

6. MANIFESTASI KLINIS
1. Penurunan berat badan dan malnutrisi generalisata, karena gangguan
absorbs karbohidrat, lemak, protein sehingga menyebabkan kekurangan
kalori
2. Diare, beban cairan dan elektrolit yang berlebihan memasuki kolon, sehingga
dapat melampaui kemampuan absorbsi; asam empedu dan asam lemak
dalam kolon menyebabkan penurunan absorbsi natrium dan air dalam kolon,
dan efek laktasif akibat iritasi kolon
3. Steatore, kelebihan lemak dalam feses (feses banyak, berbuih dan berbau
busuk)
4. Flatulen, perut kembung, laktosa yang tidak tercerna – fermentasi –
pembentukan gas
5. Nokturia, Absorbsi dan ekskresi air yang tertunda (dapat tertimbun dalam
usus selama siang hari)
6. Lemah dan mudah lelah karena anemia, kekurangan elektrolit akibat diare.

Manifestasi Klinik gastroenteritis menurut (Cecyly, Betz.2002) adalah:


1. Konsistensi feces cair (diare) dan frekuensi defekasi semakin sering
2. Muntah (umumnya tidak lama)
3. Demam (mungkin ada, mungkin tidak)
4. Kram abdomen, tenesmus
5. Membrane mukosa kering
6. Fontanel cekung (bayi)
7. Berat badan menurun
8. Malaise
(Jane. 2011)
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut Davey (2005) pemeriksaan gastroenterititis yang dapat dilakukan yaitu:
1. Tes darah lengkap, anemia atau trombositosis mengarahkan dugaan adanya
penyakit kronis. Albumim yang rendah bisa menjadi patokan untuk tingkat
keparahan penyakit namun tidak spesifik.
2. Kultur tinja bisa mengidentifikasi organisme penyebab. Bakteri C.difficile
ditemukan pada 5% orang sehat. Oleh karenanya diagnosis di tegakan
berdasarkan adanya gejala disertai ditemukanya toksin, bukan berdasar
ditemukanya organisme saja.
3. Foto polos abdomen, pada foto polos abdomen bisa terlhat kalsifikasi
pankreas, walaupun diduga terjadi insufiensi pankreas, sebaiknya diperiksa
dengan endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP) atau CT
pancreas
(Jane. 2011)

8. PENATALAKSANAAN SECARA MEDIS

Menurut Supartini (2004), penatalaksanaan medis pada pasien diare


meliputi: pemberian cairan, dan pemberian obat-obatan.
1. Pemberian cairan
Pemberian cairan pada pasien diare dan memperhatikan
derajat dehidrasinya dan keadaan umum.
a. Pemberian cairan
Pasien dengan dehidrasi ringan dan sedang cairan yang di berikan
peroral berupa cairan yang berisikan NaCl dan Na HCO3, KCL dan
glukosa untuk diare akut.
b. Cairan Parenteral
Sebenarnya ada beberapa jenis cairan yang di perlukan sesuai dengan
kebutuhan pasien, tetapi semuanya itu tergantung tersedianya cairan
setampat. Pada umumnya cairan Ringer Laktat (RL) di berikan
tergantung berat / ringan dehidrasi, yang di perhitungkan dengan
kehilangan cairan sesuai dengan umur dan berat badannya.

1) Dehidrasi Ringan
1 jam pertama 25 – 50 ml / kg BB / hari, kemudian 125 ml / kg BB /
oral.
2) Dehidrasi sedang
1 jam pertama 50 – 100 ml / kg BB / oral kemudian 125 ml / kg BB /
hari.
3) Dehidrasi berat
1 jam pertama 20 ml / kg BB / jam atau 5 tetes / kg BB / menit
(inperset 1 ml : 20 tetes), 16 jam nerikutnya 105 ml / kg BB oralit per
oral.
c. Obat- obatan
Prinsip pengobatan diare adalah mengganti cairan yang hilang melalui
tinja dengan / tanpa muntah dengan cairan yang mengandung elektrolit
dan glukosa / karbohidrat lain (gula, air tajin, tepung beras, dsb).
1) Obat anti sekresi
Asetosal, dosis 25 mg / ch dengan dosis minimum 30 mg.
Klorrpomozin, dosis 0,5 – 1 mg / kg BB / hari.
2) Obat spasmolitik, umumnya obat spasmolitik seperti papaverin
ekstrak beladora, opium loperamia tidak di gunakan untuk mengatasi
diare akut lagi, obat pengeras tinja seperti kaolin, pectin, charcoal,
tabonal, tidak ada manfaatnya untuk mengatasi diare sehingga tidak
diberikan lagi.
3) Antibiotic
Umumnya antibiotic tidak diberikan bila tidak ada penyebab yang
jelas. Bila penyebabnya kolera, diberikan tetrasiklin 25 – 50 mg / kg
BB / hari. Antibiotic juga diberikan bila terdapat penyakit seperti
OMA, faringitis, bronchitis / bronkopeneumonia.
(Jane. 2011)

Daftar Pustaka

Ramig, R.F. Minireview. Pathogenesis of Intestinal and Systemic Rotavirus


Infection. Journal of Virology 2004; 78(19): 10213-10220.

Soepardi, Jane. 2011. Data dan Jendela informasi Indonesia Kondisi diare di
Indonesia. Jakarta. Kementrian Kesehatan RI

Anda mungkin juga menyukai