Anda di halaman 1dari 6

IJIP 6 (1) (2014)

INTUISI
JURNAL ILMIAH PSIKOLOGI
http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/INTUISI

KONSEP KEBAHAGIAAN PADA REMAJA YANG TINGGAL DI


JALANAN, PANTI ASUHAN DAN PESANTREN

Eva Meizara Puspita Dewi1 


1
Fakultas Psikologi Universitas Negeri Makassar, Indonesia

Info Artikel Abstrak


Sejarah Artikel: Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan konsep kebahagiaan remaja
Diterima Januari 2014 yang tinggal dijalanan, dipantiasuhan dan dipondok pesantren. Metode yang
Disetujui Februari 2014
Dipublikasikan Maret 2014
digunakan adalah kualitatif, sehingga wawancara dan observasi adalah alat
utama dalam pengumpulan data. Kesimpulan dari penelitian ini adalah konsep
Keywords: kebahagiaan pada remaja berpusat pada adanya rasa kebebasan dalam berpikir
Happiness, Adolescent at dan bertindak. Perbedaan kebahagiaan remaja jalanan, panti asuhan dan
Orphanage, Islamic Boarding
pesantren sebagai berikut: pada remaja Jalanan, tidak mendapatkan kebebasan
School Adolescent and Street.
dirumah sehingga melarikan diri untuk mencari kebahagiaan diluar rumah.
Pada remaja Panti asuhan: kebebasan yang sangat luas namun tidak terarah
sehingga merasa kurang percaya diri dalam menghadapi masa depan dan
sosialisasi juga terbatas. Pada remaja pesantren: kebebasan yang diatur secara
ketat, namun dapat memenuhi kebutuhannya dalam pengasuhan orangtua dan
pesantren. Hal ini menjadikannya lebih mandiri dan bersosialisasi secara luas
meski pada komunitas yang terbatas.
Abstract
This research aimed to describes adolescent’s concept reviewed by the place setting, which
is adolescents who live on the street, orphanage, and Islamic boarding school. This
research uses qualitative approach, which is interview and observation are the main tools
to collect data in this research. The conclusion of this research is about the concept of
happiness of adolescent that focus on the existence of sense of freedom to think and to
act.The differences among the street adolescent, orphanage adolescent, and Islamic
boarding school adolescent are: street adolescent, their Islamic oppresed freedom make
them escape from that situation to find broader freedom. Orphanage adolescent: lots of
freedom but undirected, so it makes them less confident to face their future and their
social life is also terminated. Islamic boarding school: freedom is controlled strictly, but
they still can fulfill their needs under parents and Islamic boarding school nurture. These
things make them more independent to socialize even in a bounded community.

© 2014 Universitas Negeri Semarang


Alamat korespondensi: p-ISSN 2086-0803
Fakultas Psikologi e-ISSN 2541-2965
Universitas Negeri Makassar
E-mail: evabasti@yahoo.com
Eva Meizara Puspita Dewi / Intuisi Jurnal Ilmiah Psikologi 6 (1) (2014)

PENDAHULUAN panti yang seringkali jumlahnya cukup banyak.


Hal ini tidak jauh berbeda dengan kehidupan di
Setiap manusia yang hidup di dunia ini pondok pesantren.Bahkan untuk masalah
pasti ingin merasakan kebahagiaan. Kebahagiaan kedisiplinan, pada umumnya pesantren lebih ketat
itu sendiri adalah luapan perasaan positif yang daripada panti asuhan karena terkait dnegan
dirasakan secara mental datang dari lubuk hati pendidikan karakter yang diterapkan berdasarkan
pada setiap manusia akan sebuah kesejahteraan, syariah atau aturan agama. Kondisi ini sangat
kenyamanan, dan kepuasan hati dari tujuan yang berbeda dengan kehidupan anak jalanan yang
dicapainya. Sukidi (2004) menyatakan bahwa tidak banyak aturan bahkan kebebasannya cukup
hidup bahagia merupakan tujuan setiap manusia luas sekali karena tidak ada figure otoritas. Disisi
dan untuk mencapainya, ada beragam factor yang lain, para remaja ini memiliki waktu dan
dapat menciptakan kebahagiaan di dalam kesempatan yang begitu banyak untuk dapat
kehidupan manusia. Faktor-faktor tersebut antara berinteraksi dalam bergaul dengan teman sebaya
lain: uang, materi, kesehatan, kekuasaan, bahkan dan lingkungannya. Suasana lingkungan tersebut
kenikmatan seksual. Namun, semua factor membuat para remaja berpikir dan bertindak
tersebut hanya mampu memberikan kebahagiaan untuk survive dalam menjalani kehidupannya
yang tidak bertahan lama.kebahagiaan yang bahkan untuk membentuk suatu konsep
ditimbulkan hanya sebatas kebahagiaan semu. kebahagiaannya.
Kebahagiaan lebih banyak ditentukan oleh Veenhoven (2009) mendefinisikan
keadaan pikiran seseorang dari pada suatu kebahagiaan sebagai seluruh kenikmatanatau
kondisi eksternal. Namun demikian, situasi kepuasan dari hidup individu secara menyeluruh.
kondisi atau latar belakang kehidupan seseorang Hal tersebut meliputi penilaian afektif dan kognitif
akan mempengaruhinya dalam mempersepsi dari kehidupan individu sehingga dikenal dengan
kehidupan ini dan akan berlanjut pada konsep kebahagiaan keseluruhan (overall
kebahagiaan yang dimilikininya. Bagi para happiness).Berbeda dengan pandangan Carr (2004)
remaja yang memiliki dan tinggal bersama yang menyatakan bahwa kebahagiaan merupakan
dengan orangtuanya akan merasakan keadaan psikologis yang positif dan ditandai
kebahagiaan keluarga yang sempurna karena dengan adanya tingkat kepuasan hidup yang
kasih sayang dan perhatian dari orangtua dan tinggi, tingkat afek positif yang tinggi, dan tingkat
saudara kandung terus mengalir dirasakannya. afek negatif yang rendah.Hal senada diungkapkan
Namun bagaimana dengan remaja yang tidak oleh Argyle (2001) bahwa kebahagiaan
menjalani kehidupan demikian? Seperti anak merupakan hasil dari faktor tunggal pengalaman,
jalanan, atau yang tinggal dipanti asuhan dan tetapi kebahagiaan setidaknya terdiri dari tiga
pesantren.Apakah konsep kebahagiaan yang bagian faktor independen, yaitu kepuasan dalam
dimilikinya sehingga para remaja ini mampu kehidupan, pengaruh positif, dan pengaruh
bertahan dengan kehidupannya. negatif. Selain itu, peristiwa-peristiwa kehidupan
Menurut Hurlock (1997:213) masa remaja yang positif dan kegiatan-kegiatan menyenangkan
dikatakan sebagai masa transisi karena belum yang menghasilkan suasana hati positif yang
mempunyai pegangan, sementara kepribadianya cukup sering dapat menghasilkan kebahagiaan.
masih mengalami suatu perkembangan, remaja Kemandirian remaja dapat terwujud ketika
masih belum mampu untuk menguasai fungsi- remaja terbebas dari belenggu ketergantungan dari
fungsi fisiknya.Remaja masih labil dan mudah orang tua. Ketika remaja bisa terlepas dari orang
terpengaruh oleh lingkungan sekitarnya. Remaja tuanya, ini menandakan bahwa remaja tersebut
sebagai bagian dari generasi penerus yang dapat menemukan eksistensi dirinya Retnowuni
menjadi tonggak sebagai individu yang bermakna (2007). Salah satu bentuk eksistensi remaja yakni
pada hari kemudian diharapkan juga memiliki hidup mandiri dengan bersekolah di pondok
pemahaman tentang diri yang benar, hal tersebut pesantren, hidup di jalanan bahkan mungkin juga
sangat diperlukan bagi setiap orang dalam dipanti asuhan.
menjalani kehidupannya, sehingga di peroleh Gambaran kehidupan remaja dijalanan
suatu gambaran yang jelas tentang dirinya dan sebenarnya sangat memprihatikan. Para remaja
supaya remaja bisa menjalankan apa yang sudah sangat rentan dengan tindakan kekerasan baik
didapatkannya. dari orang yang bermaksud jahat maupun dari
Kehidupan dalam panti asuhan dapat aparat keamanan dalam kegiatan
digambarkan bahwa remaja akanmendapatkan penertiban.Namun pandangan ini tidak demikian
kedisiplinan yang cukup tinggi karena pengurus dirasakan oleh para remaja yang memilih hidup
panti harus mampu mengatur seluruh penghuni dijalanan.Kehidupan ini dipilihnya karena merasa
29
Eva Meizara Puspita Dewi / Intuisi Jurnal Ilmiah Psikologi 6 (1) (2014)

tertekan konflik yang teru menerus dengan Namun untuk membandingkannya dan
orangtua sehingga frustrasi mencari kebebasan menemukan konsep dasar dengan kehidupan
diluar.Hidup dijalanan menjadikannya bertemu yang lainnya, yakni anak/remaja jalanan dan
dengan remaja lainnya yang senasib sehingga remaja yang tinggal dipanti belum ada yang
makin kuat dan merasa nyaman. meneliti sampai saat ini. Maka peneliti tertarik
Berbeda dengan remaja yang tinggal di untuk mengkaji dengan mendiskripsikan
pantiasuhan, kondisi dan situasi kehidupannya gambaran konsep kebahagiaan dengan 3
sebenarnya mirip pondok pesantren namun kehidupan atau situasi lingkungan yang berbeda
kurang adanya arahan yang jelas dari pengurus sehingga akan dapat terlihat perbedaan mendasar
panti sehingga potensinya kurang dapat tentang bagaimana para remaja ini memaknai
berkembang secara optimal.Kondisi ini kurang ataupun menemukan kebahagiaannya.
sesuai dengan tujuan diadakannya panti asuhan
berdasarkan Departemen Sosial Republik METODE
Indonesia. Pantiasuhan sebagai pengganti dari
orangtua harus memberikan pelayanan kepada Pendekatan yang sesuai dengan konteks
anak terlantar dengan cara membimbingnya penelitian ini adalah kualitatif. Berdasarkan
kearah perkembangan pribadi yang wajar dan tujuan penelitian ini maka data-data yang
memiliki ketrampilan sehingga mampu hidup diperoleh bersifat data-data deskriptif berupa
bertanggungjawab baik terhadap dirinya sendiri, uraian-uraian kalimat. Intrumen penelitian yang
keluarga dan masyarakat. digunakan interviu dan observasi. Batasan Istilah
Penelitian yang dilakukan oleh Hasanat tentang konsep kebahagiaan yang dimaksud
(2009) juga menunjukkan bahwa kebahagiaan adalah: penilaian individu terhadap kehidupan
dapat diciptakan, salah satunya dengan cara yang dijalaninya sampai saat ini terkait dengan
memunculkan pikiran positif dan jernih terhadap kondisi/situasi/lingkungan yang khas (di jalanan,
peristiwa yang dialami. Cara pandang dipanti asuhan, di pesantren). Konsep
kebahagiaan tersebut berkaitan dengan persepsi kebahagiaan ini akan diungkap dengan
setiap individu. Persepsi tersebut terkait dengan menggunakan 3 pendekatan, yakni: kognitif,
keyakinan dan nilai hidup yang dianut oleh afektif dan perilaku (social dan religius). Adapun
setiap individu. subyek dalam penelitian ini adalah para remaja
Penelitian ini menarik untuk dilakukan yang berkategori anak jalanan, panti asuhan dan
karena konsep kebahagiaan dalam kajian pesantren. Pemilihan subyek akan dilakukan
psikologi merupakan tema yang uptodate dibahas dengan teknik snowball sampling, yakni akan terus
yang merupakan bagian dari psikologi positif berproses “menggelinding” mengumpulkan data-
yang terus berkembang. Kajian ataupun data yang mendalam dan mencapai keabsahan
penelitian tentang kebahagiaan remaja, data. Masing-masing setting penelitian terdiri dari
kebahagiaan mahasiswa dan kebahagiaan remaja 3 subyek, sehingga jumlah totalnya 9 subyek
panti asuhan telah cukup banyak dilakukan. sebagai gambarannya sebagai berikut:

Tabel 1 Diskripsi Subyek Penelitian


Tempat No Inisial Jenis kelamin Usia

Remaja 1 FA L 17 Tahun
Jalanan 2 MA L 16 Tahun
3 FD L 16 Tahun
Remaja 1 AS W 17 Tahun
Pantiasuhan 2 N W 17 Tahun
3 APF W 17 Tahun
Remaja 1 MN W 16 Tahun
Pesantren 2 LL W 17 Tahun
3 AH W 16 Tahun

Analisa data menggunakan reduksi data,


penarikan kesimpulan dan verivikasi data. Hasil
Keabsahan data juga dilakukan untuk memenuhi
derajad kepercayaan pengolahan data yang telah Hurlock (1988) menjelaskan bahwa masa
dilakukan peneliti. remaja merupakan masa yang sangat sensitive
terhadap proses belajar social. Secara kognitif
HASIL DAN PEMBAHASAN remaja telah terkait dalam pemikiran idealis tidak
30
Eva Meizara Puspita Dewi / Intuisi Jurnal Ilmiah Psikologi 6 (1) (2014)

seperti anak-anak dan model yang disanksikan seringkali dihubungkan dengan mitos dan
jelas-jelas menunjukkan karakter-karakter ideal stereotip mengenai penyimpangan. Hal tersebut
yang mana para remaja mengidentifikasinya dan dapat dilihat dari banyaknya teori-teori
melakukan imitasi-model yang sangat menarik perkembangan yang membahas ketidakselarasan,
adalah yang muda, mempesona dan sukses. gangguan emosi dan gangguan perilaku sebagai
Ericson (tokoh perkembangan social) pada usia akibat dari tekanan-tekanan yang dialami remaja
10-20 tahun merupakan tahapan remaja berusaha karena perubahan-perubahan yang terjadi pada
untuk menemukan siapa dirinya, apasaja yang dirinya maupun akibat perubahan lingkungan.
ada dalam dirinya, dan arah yang akan Dengan “badai dan tekanan” yang melanda
dijalaninya dalam kehidupan. Dimensi yang remaja dalam periode perkembangan ini, perlu
penting dalam tahap ini adalah mengeksploitasi diketahui mengenai konsep kebahagiaan bagi
solusi alternative mengenai peran. remaja dalam usia mereka.
Pada masa remaja, kehidupan social Hurlock (1980) menambahkan bahwa
(diluar keluarga) sangat dibutuhkannya dan kebahagiaan yang lebih besar, yang merupakan
memberi kontribusi yang kuat dalam ciri akhir masa remaja, sebagian disebabkan
pembentukan konsep diri dan mencapai karena remaja yang lebih tua diberi status yang
kebahagiaan.Dalam penelitian ini ada tiga banyak dalam usaha mempertahankan tingkat
kondisi para remaja yang berbeda.Remaja yang perkembangannya dibandingkan ketika pada awal
berkecukupan secara ekonomi namun berkonflik masa perkembangan remaja.misalnya, remaja
keras dengan orangtua menjadikannya memilih lebih diberi kebebasan dan oleh karenanya tidak
untuk banyak menghabiskan waktu banyak mengalami kekecewaan yang lebih
dijalan.Remaja yang tidak memiliki orangtua penting lagi ia lebih realistic akan kemampuannya
atau tidak berkecukupan, menjadikannya dititip meletakkan tujuan sesuai dengan apa yang bisa
di panti asuhan agar dapat hidup secara layak. dicapai ia terus menerus berusaha dan
Kondisi konflik yang dihadapi dan interaksi mengarahkan usahanya untuk mencapai
social yang berbeda ini akan mempengaruhinya tujuannya dan ia menambah kepercayaan diri
dalam mental set pemecahan masalah dan berdasarkan pada pengetahuan mengenai
selanjutnya akan menjadi model baginya untuk keberhasilan di masa lalu yang melawan
menghadapi permasalahan dan konflik yang lain. perasaan-perasaan yang tidak mampu yang
Penelitian yang dilakukan oleh Rostiana mengganggu pada saat ia lebih muda.
dan Koesma (2009) mengacu pada konsep Remaja memiliki lingkungan yang berbeda-
kebahagiaan Diener (SWB) dan Ryff (PWB) beda yang dapat membentuk konsep kebahagiaan
menunjukkan bahwa terdapat tiga aspek yang berbeda-beda bagi setiap remaja. Hal ini
kebahagiaan, yaitu: a) Aspek emosi (hedonic), perlu diketahui mengingat setiap remaja yang
yaitu kebahagiaan yang dimaknai sebagai reaksi memiliki latar belakang berbeda akan
emosi terhadap seluruh peristiwa dalam menampakkan perilaku yang berbeda dalam
kehidupan, yaitu perasaan senang, bersyukur, mencapai dan memaknai kebahagiannya.
hidup penuh damai-sejahtera, perasaan yang Latar belakang para remaja jalanan, panti
positif, nikmat, dan tentram.b)Aspek kognitif asuhan dan pesantren yang berbeda ini berbeda
(eudaimonia), yaitu kebahagiaan yang dimaknai juga dalam berpikir dan memahami
sebagai hasil evaluasi kognitif terhadap kehidupan.Remaja jalanan merasa bahagia ketika
kehidupan, yaitu hidup berjalan seimbang dan berada di antara teman-temannya karena merasa
sesuai rencana, menemukan makna hidup, serta mampu memahami dirinya. Berada dijalanan
terselesaikannya masalah. c) Aspek perilaku yang berarti ia memiliki kebebasasan dalam
terbagi menjadi dua, yaitu sosial dan religius. mengekspresikan potensi yang dimilikinya.
Kebahagiaan yang dimaknai berorientasi pada Keluarga terutama orangtuanya dirasakannya
nilai-nilai sosial (dapat membantu dan banyak menuntut sehingga mengalami konflik
memberikan dukungan terhadap sesama, ketegangan.Sementara remaja panti asuhan
bermakna bagi orang lain/bermanfaat bagi orang merasa dirinya terlalu bebas berpikir tetapi karena
lain, serta dapat membahagiakan orang lain dan kurangnya arahan dari pengurus sehingga tidak
keluarga) dan religius (dekat dengan Tuhan, rasa terarah potensi yang dimilikinya. Remaja
tanpa beban (ikhlas), dan mengamalkan ajaran- pesantren merasa lebih terarah karena ia masih
Nya). memiliki orangtua yang peduli dan
Remaja merupakan salah suatu fase mengarahkannya dengan baik. Di waktu lain,
perkembangan manusia dimana manusia ketika berada dipesantren para santri memiliki
mengalami banyak masalah baru terutama kesempatan untuk mandiri dan bersosialisasi
masalah yang berkaitan dengan emosi, kognitif, secara optimal dengan teman-teman sebayanya.
indentitas, dan spiritualitas.Masa remaja Pendapat yang mengemukakan bahwa
anak-anak yang dimasukkan ke pondok pesantren
31
Eva Meizara Puspita Dewi / Intuisi Jurnal Ilmiah Psikologi 6 (1) (2014)

tidak akan mendapat kebahagiaan itu merupakan kurang didapatkannya justru ada kecemasan
pendapat yang keliru. Seligman (Rahman, 2007) dengan munculnya rasa bersalah karena
mengemukakan bahwa salah satu faktor yang mengecewakan orangtua dan jauh dari keluarga.
memengaruhi kebahagiaan individu adalah faktor Latar Belakang remaja yang tingal dipanti
kepercayaan agama. Ini menandakan bahwa asuhan : tidak memiliki ayah dan ibu atau ada
remaja pesantren kemungkinan besar bisa namun tidak mengetahuinya dan dititipkan oleh
memperoleh kebahagiaan, dikarenakan dalam keluarga untuk mendapatkan pembinaan di panti
pesantren diajarkan mengenai bagaimana remaja asuhan. Konsep kebahagiaan Remaja Panti
kemudian membangun kepercayaannya pada Asuhan secara emosi: kebebasan didapatkannya
agama yang dipeluknya, yang kemudian kurang jelas, satu sisi sangat longgar dan disisi
membuat remaja pesantren terpebuhi dengan baik lain ada tuntutan tinggi untuk kegiatan yang
kebutuhan psikologisnya. bersifat praktis. Secara kognitif: kebebasan yang
Terdapat beberapa aspek yang perlu terlalu luas dan tidak memiliki arah justru ambigu
diperhatikan pada pesantren, Sutomo (Rahardjo, dalam menentukan kehidupan kedepan.
1985) mengemukakan bahwa pesantren Sementara secara prilaku: pergaulan kurang yang
merupakan warisan budaya Indonesia. Terdapat luas hanya sebatas anak panti saja karena selain
beberapa karakteristik unik yang merupakan daya kurang kesempatan kurang percaya diri dengan
tarik pesantren yaitu : Pertama, sistem masyarakat sosial, secara religius:adanya
pondoknya, karena dengan sistem itu pendidik pembinaan dari panti dalam menjalankan ibadah.
bisa melakukan tuntutan dan pengawasan Latar belakang remaja yang tinggal
langsung. Kedua, terciptanya keakraban dipesantren, sekolah diluar pesantren dan dapat
hubungan antara santri dan kyai sehingga yang pulang kerumah maksimal 1 bulan satu kali (hari
terakhir bisa memberikan pengatahuan yang sabtu minggu).Konsep kebahagiaan remaja
hidup. Ketiga, pesantren ternyata mampu pesantren secara emosi: kebebasan didapatkannya
mencetak orang-orang yang bisa memasuki jelas dan terarah, baik dengan orang tua maupun
semua lapangan pekerjaan yang bersifat merdeka. pesantren. Kebutuhan emosi terpenuhi Namun
Keempat, terdapat cara hidup para Kyai yang secara kognitif: kebebasan yang terbatasi karena
sederhana,tetapi penuh kesenangan dan sangat diatur dan diarah secara ketat sesuai
kegembiraan, dalam memberi penerangan dengan harapan lingkungan.Secara prilaku:secara
bagibangsa kita yang miskin, dan kelima, sosial cukup luas baik dilingkungan pesantren dan
pesantren merupakan sistem pendidikan yang keluarga, secara religius: sangat optimal karena
murah biaya penyelenggaraannya untuk waktu yang digunakannya sebagaian besar untuk
menyebarkan kecerdasan bangsa.(Retnowuni, pendalaman agama.
2007) Kemandirian remaja dapat terwujud ketika
Ketika pengendalian yang diberikan oleh remaja terbebas dari belenggu ketergantungan dari
lingkungan sedemikian rupa sehingga orang tua. Ketika remaja bisa terlepas dari orang
memperbolehkan remaja memuaskan tuanya, ini menandakan bahwa remaja tersebut
kebutuhannya ia akan bahagia sepanjang dapat menemukan eksistensi dirinya (Retnowuni
kebahagiaannya bersifat relaistik dalam arti sesuai ,2007). Salah satu bentuk eksistensi remaja yakni
dengan kemampuannya untuk memenuhinya. hidup mandiri dengan bersekolah di pondok
Sebagian besar remaja menjadi lebih realistic pesantren, hidup di jalanan bahkan mungkin juga
dengan berjalannya masa remaja. Hal ini dapat dipanti asuhan.
menjelaskan mengapa ia cenderung bahagia dan Kalau remaja realistis tentang derajat
merasa lebih puas dengan kehidupannya penerimaan yang mereka capai, dan merasa puas
dibandingkan ketika masih berada dalam periode pada orang-orang yang menerima mereka dan
tidak realistic dalam awal masa remaja. menujukkan kasih sayang pada orang tersebut.
Latar belakang remaja jalanan adalah Kemungkinan untuk merasa bahagia akan
berasal dari keluarga mampu dan frustasi dari meningkat, penting disadari bahwa memenuhi
aturan yang ketat orang tua sehingga memilih kebutuhan remaja akan dukungan/
kelar dari rumah dan hidup dijalanan. penerimaan,kasih sayang dan prestasi ke tiga
Kebahagiaan Remaja Jalanan terbagi ditinjau unsur kebahagiaan bergantung pada lingkungan
secara emosi: kebebasan didapatkannya secara atau pada remaja sendiri hal ini berlaku bagi
luas, bebas dari tekanan dan perasaan takut semua usia, tetapi terurtama bagi masa kanak-
dengan keinginan orangtua. Secara kognitif: kanak dan masa remaja. Pada saat individu
mendapatkan kebebasan untuk berpikir dan bergantung pada keluarganya dan tidak dapat
berekspresi dan mencari makna hidup. Sementara mengendalikan lingkungan yang seperti di
secara prilaku: secara sosial, pergaulan yang luas lakukan bila mencapai masa dewasa. (Hurlock,
dan kebersamaan dengan teman-teman, namun 1980).
merasa terasing dengan keluarga, secara religius:
32
Eva Meizara Puspita Dewi / Intuisi Jurnal Ilmiah Psikologi 6 (1) (2014)

SIMPULAN DAN SARAN Rostiana dan Koesma, R.E. (2009). Kajian awal
tentang makna kebahagiaan: Arti, ciri, dan cara
Konsep kebahagiaan pada remaja berpusat pencapaian kebahagiaan dalam konteks budaya
Islam dan Kristen di Jakarta. Jurnal Psikologi.
pada adanya rasa kebebasan dalam berpikir dan
Vol. 24 (2): 24-38. ISSN No: 0853-3598.
bertindak. Perbedaan kebahagiaan remaja
Sheldon, K.M. dan Lyubomirsky, S. (2004). Achieving
jalanan, panti asuhan dan pesantren adalah sustainable new happiness: Prospects, practices, and
sebagai berikut: Pada remaja jalanan merasakan prescriptions. New Jersey: John Willey & Sons,
bahwa kondisi yang tertekan dalam keluarga Inc.
menjadikannya melarikan diri dari situasi Santrock, John w. 2003. Adolescence. Jakarta:
tersebut untuk mencari kebebasan yang luas. Erlangga
Kondisi kebersamaan dengan teman-temannya Sukidi. (2004). Rahasia sukses hidup bahagia, kecerdasan
dijalanan merupakan kebahagiaan baginya dalam spiritual: Mengapa SQ lebih penting daripada IQ dan
menjalani hidup saat ini. Remaja yang tinggal di EQ. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Veenhoven, R. (2006). How do we assess how happy we
panti asuhan merasakan bahwa kebebasan yang
are: tenets, implications, and tenability of three
dirasakannya justru sangat luas namun tidak
theories (Online)
terarah sehingga merasa kurang percaya diri (http://www.nd.edu/~adutt/activities/docume
dalam menghadapi masa depan dan sosialisasi nts/Veenhoven_paper.pdf, diakses tanggal 26
dengan masyarakat dirasakannya terbatas. Juni 2011).
Sementara remaja yang tinggal di pesantren ___________. (2008). How universal is happiness?
merasakan kebebasan yang diatur secara ketat, (Online) (http://mpra.ub.uni-
namun kondisi ini tetap dapat memenuhi muenchen.de/16853/1/MPRA_paper_16853.p
kebutuhannya dalam pengasuhan orangtua dan df, diakses tanggal 26 Juni 2011).
pesantren. Hal ini menjadikannya lebih mandiri ___________. (2009). Greater happiness for a greater
number: is that possible and desirable? (Online)
dan bersosialisasi secara luas meski pada
(http://www2.eur.nl/fsw/research/veenhoven/
komunitas yang terbatas sehingga kebahagiaan
Pub2010s/GreaterHappiness-JOHS-2.pdf,
sebagai remaja pesantern dirasakannya cukup diakses tanggal 26 Juni 2011).
memadai.

DAFTAR PUSTAKA

Anantasari, M.L. (2010). Mencari kawruh jiwa: Refleksi


diri pada remaja, langkah menuju pribadi sejahtera.
(Online)
(http://www.psikologi.tarumanagara.ac.id/s2/
wp-content/uploads/2010/09/16-refleksi-diri-
salah-satu-upaya-mencapai-kesejahteraan-
psikologis-pada-kaum-muda-maria-laksmi-
anantasari.pdf, diakses tanggal 31 Januari
2012).
Argyle, M. (2001). The psychology of happiness (2nd ed.).
New York: Routledge.
Carr, A. (2004). Positivepsychology: The science of
happiness and human strengths. New York:
Brunner-Routledge.
Dewi, EMP. (1999) Dinamika Motivasional dalam Belajar
pada Anak Panti Asuhan.Skripsi.Universitas
Muhammadiyah Malang.Tidak diterbitkan.
Hasanat, N.UI. (2009). Apakah kebahagiaan itu? Studi
eksplorasi emosi bahagia. Yogyakarta: Tidak
diterbitkan.
Hurlock, E.B. 1993. Psikologi Perkembangan. Jakarta: PT
Erlangga
Moleong, Lexy. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif.
edisi revisi. Jakarta : Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan.
Putri, A.M. (2009). Kebahagiaan dan kualitas hidup
(studi pada dewasa muda yang bekerja dan
tidak bekerja di Jabodetabek). Skripsi. (Online)
(http://xa.yimg.com/kq/groups/23120777/169
909650/name/skripsi+jadi+satu+semua.pdf,
diakses tanggal 31 Januari 2012).

33

Anda mungkin juga menyukai