DISUSUN OLEH :
Kelompok 4
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
1
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan Rahmat dan hidayah-Nya semoga senantiasa di limpahkan Kepada
Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya, serta para pengikutnya
yang setia hingga akhir zaman. Dan tak lupa kami bersyukur atas tersusunnya
makalah ini.
Sebelumnya kami ucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Fuadi, SE.,
MSM selaku dosen pengampu yang telah memberikan kami kesempatan untuk
membahas Makalah yang berjudul “Zakat Sebagai Sumber Pengeluaran
Keuangan Negara”.
Tujuan kami menyusun makalah ini adalah tiada lain untuk memperkaya
ilmu pengetahuan kita semua dan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keuangan
Publik Syariah
Wassalam,
Tim Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 2
C. Tujuan Penulisan.................................................................................. 2
A. Kesimpulan................................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 16
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
dibedakan menjadi tiga yaitu: 1) pendapatan pajak, 2) Penerimaan Negara Bukan
Pajak atau PNBP, dan 3) hibah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan zakat sebagai sumber pengeluara keuangan
negara ?
2. Bagaimanakah proses pendistribusian zakat yang dikelola oleh pemerintah
berdasarkan peraturan perundangan yang ada ?
3. Apakah dengan adanya peraturan perundang-undangan tentang zakat dapat
memberikan model panduan mekanisme pengelolaan zakat yang baik
terhadap kesejahteraan masyarakat ?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengertian zakat sebagai sumber pengeluara keuangan
negara
2. Untuk mengetahui proses pendistribusian zakat yang dikelola oleh
pemerintah berdasarkan peraturan perundangan yang ada
3. Untuk mengetahui dengan adanya peraturan perundang-undangan tentang
zakat dapat memberikan model panduan mekanisme pengelolaan zakat yang
baik terhadap kesejahteraan masyarakat
5
BAB II
PEMBAHASAN
B. Definisi Zakat
Menurut beberapa pendapat yaitu :
1. Pemikir ekonomi Islam kontemporer mendefinisikan zakat sebagai harta
yang telah ditetapkan oleh pemerintah atau pejabat berwenang, kepada
masyarakat umum atau individu yang bersifat mengikat, tanpa mendapat
imbalan tertentu yang dilakukan oleh pemerintah dengan kemampuan
pemilik harta, yang dialokasikan guna memenuhi kebutuhan kedelapan
golongan yang telah ditentukan dalam Al-Qur’an, serta untuk memenuhi
tuntutan politik bagi keuangan Islam.
2. Zakat dalam Pasal 1 Undang-Undang nomor 23 tahun 2011 didefinisikan
sebagai “harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan
usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan
syariat Islam.”
Dalam defnisi zakat di atas tidak disebutkan bahwa pihak yang menjadi
perantara sampainya zakat dari muzaki kepada mustahik. Berdasarkan
undang-undang tentang pengelolaan zakat tersebut, pengelola zakat
dibedakan menjadi dua yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil
Zakat (LAZ). BAZ didirikan oleh Pemerintah. Untuk tingkatan nasional di
6
bentuknya BAZNAS oleh Presiden, bahkan rekruitmen keanggotaannya
melibatkan DPR. (Wiwik, 2018)
7
karena nya di perlukan berbagai macam penelitian berkaitan dengan dampak
alokasi, distribusi dan stabilisasi kegiatan zakat sebagai unsur kebijakan fiskal
dalam sistem ekonomi Islam.
8
Jumlah yang akan dikeluarkan pada kewajiban zakat dengan tujuan untuk
mecapai dengan mudah melalui pembagian zakat secara tepat di kalangan fakir
atau miskin dan orang yang dalam keadaan kekurangan terutama dibidang
ekonominya. Dengan memberikan daya beli terhadap mereka, zakat dapat
menghasilkan keseimbangan antara permintaan dan pasok barang, sehingga dapat
memudahkan jalannya suatu produksi dan melancarkan jalannya kemajuan,
meningkatkan pemerataan distribusi pendapatan dan memakmurkan nasional.
Ibn Taimiyah mengungkapkan pula bahwa jumlah zakat dalam kasus barang
- barang dagangan tetap rendah. Alasan jumlah zakat yang berbeda atas kategori
barang yang berbeda adalah bahwa semakin besar banyak pekerjaan dan modal
yang diperlukan dalam peningkatan pendapatan, maka semakin sedikit tingkat
bebannya. Karena semakin banyaknya suatu modal dan pekerjaan yang
dibutuhkan dalam bertransaksi perdagangan dan peluang risikonya sangat tinggi,
maka jumlah dari zakat atas barang-barang terhadap dagangan tetap rendah.
Karena itu pula, jumlah dari zakat atas hewan pun lebih tinggi daripada jumlah
zakat atas barang - barang dagangan.
9
Oleh karena itu, prinsip pengelolaan zakat telah menunjukkan adanya suatu
dimensi sosial yang dikenal sekarang ini dengan sebutan prinsip-prinsip
perpajakan modern. Zakat memberi keadilan melalui distribusi pendapatan secara
merata untuk mereka yang memiliki nilai surplus di dalam kekayaan yang di
miliki. Bagi muzakki sendiri, zakat mengantarkan tujuan ekonomi secara
produktif untuk terus meningkatkan pendapatannya dan sekaligus menunaikan
kewajibannya dalam bentuk pengeluaran zakat.(Qasim, 2020)
10
Undang-Undang nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-
Undang nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan Undang-
Undang nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung
Jawab Keuangan Negara. Ketiga dari undang-undang tentang keuangan negara
tersebut di lengkapi dengan peraturan perundang-undangan pelaksanaannya.
Dengan menganalisis peraturan perundang-undangan tersebut dapat di ketahui
kemungkinan bisa atau tidaknya zakat menjadi bagian keuangan negara. (Aziz &
Susetyo, 2020)
Pengelolaan zakat yang menjadi bagian yang penting dari keuangan negara
merupakan hal yang belum pernah dilakukan di Indonesia. Sebagian masyarakat
mempertanyakan bagaimana mekanisme pengelolaan tersebut. Di antara
karakteristik bahwa zakat telah menjadi bagian keuangan negara adalah dengan
11
masuknya zakat sebagai bagian dari penerimaan/pengeluaran negara sehingga
antara mekanisme pengelolaannya dilakukan melalui rekening kas umum negara.
Hal itu telah disebutkan dalam Undang-Undang Perbendaharaan Negara bahwa
“Semua penerimaan dan pengeluaran negara dilakukan melalui Rekening Kas
Umum Negara”.
Contoh dari mekanisme ini ada pada pengelolaan dana Potongan Fihak
Ketiga (PFK) yang berupa Iuran Wajib Pegawai. Peraturan perundang-undangan
di bidang keuangan negara telah memberikan ruang pengelolaan dana yang
memiliki kepentingan khusus. Dana Iuran Wajib Pegawai 10% yang dipotongkan
dari gaji pegawai negeri, misalnya, dipungut oleh KPPN (tetap berada dalam kas
negara) dan selanjutnya disalurkan kepada Taspen dan Askes (BPJS). Dana itu
adalah milik pegawai negeri untuk kepentingan khusus untuk melakukan
pembayaran asuransi pensiun dan asuransi kesehatan mereka. Model PFK dapat di
jadikan alternatif pertama mekanisme pengelolaan zakat apabila zakat di
masukkan untuk bagian dalam keuangan negara. Alternatif yang kedua adalah
yang di lakukan instansi yang berstatus sebagai Badan Layanan Umum. Karena
kekhususannya, dana BLU diberi keringanan untuk dapat menggunakan secara
langsung tanpa melalui rekening kas umum negara. Dalam hal ini, uang tidak
masuk/keluar melalui rekening kas umum negara, tetapi tetap diakui sebagai
bagian dari keuangan negara. Pengakuan/pengesahan tersebut dilakukan melalui
penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana 15 Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara.(Nurrohman, 2020)
12
dilakukan dengan menambahkan uraian akun dalam peraturan menteri tersebut.
Penyetoran zakat ke dalam Rekening Kas Negara dilakukan dengan menggunakan
Surat Tanda Setoran, misalnya diberi nama Surat Setoran Zakat (SSZ).
Penyetoran langsung dilakukan ke bank yang melayani penyetora terhadap
penerimaan negara (bank persepsi). Pihak penyetor (muzaki) akan mendapatkan
Lembar Pertama SSZ (misalnya) sebagai bukti telah menyetor zakat ke Rekening
Kas Negara. Pihak dari bank adalah persepsi selanjutnya yang menyampaikan
Laporan Harian Penerimaan (LHP) zakat di setiap akhir dari hari kerja kepada
KPPN dan BAZNAS. Bagi KPPN, tanpa laporan tersebut pun ia sudah dapat
mengetahui adanya setoran zakat karena pencatatan penerimaan di bank persepsi
dilakukan dengan Modul Penerimaan Negara (MPN) yang sudah online dengan
sistem.
Sebagai pengelola zakat yang telah menjadi bagian dari keuangan negara,
maka BAZ dan LAZ juga berkewajiban untuk menyusun laporan keuangan sesuai
13
standar akuntansi pemerintahan. Laporan keuangan tersebut selanjutnya diaudit
oleh Badan Pemeriksa Keuangan selaku auditor eksternal Pemerintah. Dengan
adanya pelaksanaan audit yang di lakukan oleh BPK, maka pengelolaan zakat
tersebut senantiasa akan di awasi oleh lembaga konstitusional. Di samping itu,
masyarakat tetap dapat melakukan pengawasan sehingga pengelolaan zakat
semakin dapat dipertanggungjawabkan, baik di hadapan lembaga pengawas
maupun dihadapan masyarakat.(Hasibuan, 2020)
Para fakir dan miskin adalah dua golongan yang telah disebutkan pertama
dan kedua dalam Alquran sebagai golongan yang sangat berhak menerima zakat.
Oleh karena itu, dua golongan ini merupakan pihak yang identik dengan
kemiskinan. Dengan demikian, menjadikan kedua golongan tersebut sebagai
penerima utama dari zakat, maka di harapkan kemiskinan akan segera teratasi.
Dan memberikan alternatif di dalam model sumber penerimaan negara untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat. (Elina, 2020)
14
BAB III
RANGKUMAN
A. KESIMPULAN
Dari pembahasan tentang pengertian zakat dan pengertian keuangan negara
di atas dapat diketahui bahwa zakat menjadi bagian penting dari keuangan negara,
dikarenakan zakat dapat berpengaruh besar terhadap kesejahteraan masyarakat.
15
DAFTAR PUSTAKA
Aziz, M. I. A., & Susetyo, H. (2020). Dinamika Pengelolaan Zakat Oleh Negara
Di Beberapa Provinsi Di Indonesia Pasca Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2011. Jurnal Hukum & Pembangunan, 49(4), 968–977.
Bahri, E. S., & Khumaini, S. (2020). Analisis Efektivitas Penyaluran Zakat pada
Badan Amil Zakat Nasional. Al Maal: Journal of Islamic Economics and
Banking, 1(2), 164–175.
16
Ningrum, D. W., & Nulhakim, L. (2020). Sistem Informasi Pengelolaan Zakat
Berbasis Web Pada Lembaga Amil Zakat (LAZ) Yayasan Masyarakat
Muslim Freeport Indonesia. Jurnal Sistem Informasi, 9(2), 72–78.
Saad, R. A. J., Sawandi, N., & Mohammad, R. (2016). Zakat surplus funds
management. International Journal of Economics and Financial Issues,
6(7S).
Safitri, N. W., Sinapoy, M. S., & Jafar, K. (2019). Penetapan Kerugian Keuangan
Negara merupakan kewenangan BPK atau BPKP. Halu Oleo Legal
Research, 1(2), 219–231.
17