TINJAUAN PUSTAKA
A. Obesitas
1. Definisi Obesitas
Obesitas merupakan suatu penyakit multifaktorial, yang terjadi akibat
akumulasi jaringan lemak berlebihan. Obesitas terjadi bila ukuran dan
jumlah sel lemak bertambah pada tubuh seseorang. Obesitas terutama
obesitas sentral, meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular karena
keterkaitannya dengan sindrom metabolik atau sindrom resistensi insulin
yang terdiri dari hiperinsulinemia, intoleransi glukosa, dislipidemia,
hiperurisemia, gangguan fibrinolisis, dan hipertensi (Setiati et al., 2014).
2. Epidemiologi Obesitas
Obesitas kini telah menjadi masalah epidemi global di seluruh dunia
dan memperlihatkan kecenderungan yang meningkat tajam. Menurut data
World Health Organization (WHO), prevalensi obesitas di negara maju
dan berkembang telah meningkat tiga kali lipat. Obesitas dinyatakan
sebagai salah satu dari sepuluh masalah kesehatan utama di dunia dan
kelima teratas di negara berkembang. Prevalensi obesitas populasi dewasa
di seluruh dunia pada tahun 2005 mencapai 400 juta jiwa dan pada tahun
2015, jumlah ini diperkirakan meningkat menjadi 700 juta jiwa (WHO,
2014).
Menurut Center of Disease Control (CDC), pada tahun 2006
prevalensi penduduk Amerika usia 20 tahun ke atas yang mengalami
obesitas sekitar 34%. Pada periode sepuluh tahun terakhir obesitas
memperlihatkan kecenderungan yang meningkat tajam, dari prevalensi
awal 22,9%. Di berbagai negara berkembang, obesitas memperlihatkan
frekuensi yang tinggi. Menurut perkiraan WHO, Samoa merupakan negara
dengan permasalahan obesitas terbesar di seluruh dunia dengan prevalensi
5
6
4. Patofisiologi Obesitas
Obesitas terjadi karena ketidakseimbangan masukan dan keluaran
kalori dari tubuh serta penurunan aktivitas fisik yang menyebabkan
penumpukan lemak di sejumlah bagian tubuh (Chaston et al., 2008).
Tubuh mengandung 30 sampai 40 juta sel lemak yang menyediakan
tempat penyimpanan energi dan lemak dalam jumlah yang sangat besar.
Obesitas dapat terjadi ketika sel-sel lemak tersebut mengalami
peningkatan bentuk (hipertrofi) dan/atau peningkatan jumlah (hiperplasia).
Dengan demikian, obesitas pada dasarnya merupakan hasil peningkatan
jumlah lemak akibat hyperplasia atau hipertrofi atau keduanya (David,
2000). Sel-sel lemak mempunyai pola yang normal mengikuti
perkembangan dan pertumbuhan seseorang. Jika obesitas sudah terjadi
8
5. Skrining Obesitas
Untuk mengukur lemak tubuh, kita dapat memakai suatu pengukur
yang disebut indeks massa tubuh (IMT), yang juga dapat menentukan
apakah seseorang mengalami overweight atau obesitas pada orang dewasa.
IMT merupakan indikator yang paling sering digunakan dan praktis untuk
mengukur tingkat populasi berat badan lebih dan obesitas pada orang
dewasa. Untuk penelitian epidemiologi digunakan IMT atau indeks
Quetelet, yaitu berat badan dalam kilogram (kg) dibagi tinggi dalam meter
kuadrat (m2). Saat ini IMT merupakan indikator yang paling bermanfaat
untuk menentukan berat badan lebih atau obesitas (Setiati et al., 2014).
Jumlah lemak tubuh dapat ditentukan in vivo dengan cara menimbang di
bawah permukaan air, Dual Energy X-Ray Absorptiometry (DEXA) atau
dengan mengukur tebal lipatan kulit (Setiati et al., 2014). Obesitas sentral
dapat dinilai memakai beberapa cara. Cara yang paling baik adalah
memakai computed tomography (CT) atau magnetic resonance imaging
(MRI), tetapi kedua cara ini mahal harganya dan jarang digunakan untuk
menilai keadaan obesitas. Lingkar perut atau rasio antara lingkar perut dan
lingkar pinggul (WHR, Waist-Hip Ratio) merupakan alternatif klinis yang
9
lebih praktis. Lingkar perut dan rasio lingkar perut dengan lingkar pinggul
berhubungan dengan besarnya risiko untuk terjadinya gangguan kesehatan.
Lingkar perut menggambarkan lemak tubuh dan berkorelasi baik dengan
rasio lingkar perut dan pinggul (WHR) baik pada laki-laki maupun
perempuan serta dapat memperkirakan luasnya obesitas abdominal yang
tampaknya sudah mendekati deposisi lemak abdominal bagian viseral
(Setiati et al., 2014).
Tabel 2.1 Klasifikasi berat badan lebih dan obesitas berdasarkan indeks
massa tubuh dan lingkar perut menurut Asia Pasifik (Setiati et al., 2014)
Lingkar Perut
< 90 cm ≥ 90 cm
(Laki-laki) (Laki-laki)
Klasifikasi IMT
< 80 cm ≥ 80 cm
(kg/m2)
(Perempuan) (Perempuan)
Berat badan kurang < 18,5 Rendah (risiko Sedang
meningkat pada
masalah klinis lain)
Kisaran normal 18,5 – 22,9 Sedang Meningkat
Berat badan lebih ≥ 23,0
- Berisiko 23,0 – 24,9 Meningkat Moderat
- Obesitas I 25,0 – 29,9 Moderat Berat
- Obesitas II ≥ 30,0 Berat Sangat berat
B. Asam Urat
1. Defenisi Asam Urat
Asam urat merupakan asam lemah yang didistribusikan melalui cairan
ekstraseluler yang disebut sodium urat. Jumlah asam urat dalam darah
dipengaruhi oleh intake purin, biosintesis asam urat dalam tubuh, dan
banyaknya ekskresi asam urat (Kumalasari et al., 2009).
Sebenarnya asam urat merupakan zat yang wajar di dalam tubuh
10
namun menjadi tidak wajar ketika asam urat menjadi naik dan melebihi
batas normal. Asam urat yang berlebihan tidak akan tertampung dan
termetabolisme seluruhnya oleh tubuh, maka akan terjadi peningkatan
kadar asam urat dalam darah yang disebut sebagai hiperurisemia. Penyakit
asam urat bukan hanya disebabkan karena faktor genetik, dan faktor usia
bahkan sebagian besar disebabkan karena makanan. Bukan hanya masalah
higienitas melainkan juga adalah pola hidup atau gaya hidup menentukan
kadar asam urat dalam tubuh (Wardani, 2015).
3. Definisi Hiperurisemia
Hiperurisemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan kadar asam
urat serum di atas normal. Pada sebagian besar penelitian epidemiologi,
disebut sebagai hiperurisemia jika kadar asam urat serum orang dewasa
lebih dari 7,0 mg/dl dan lebih dari 6,0 mg/dl pada perempuan (Dianati,
2015).
4. Epidemiologi Hiperurisemia
Satu survei epidemiologi yang di lakukan di Bandungan, Jawa Tengah
atas kerjasama WHO-COPCORD terhadap 4.683 sampel berusia antara 15
– 45 tahun di dapatkan bahwa prevalensi hiperurisemia sebesar 24,3%
pada laki-laki dan 11,7% pada wanita. Secara keseluruhan prevalensi
kedua jenis kelamin adalah 17,6%. Penyakit ini dapat dikelompokkan
menjadi bentuk gout primer yang umumnya terjadi (90% kasus)
penyebabnya tidak diketahui dengan jelas, tapi di perkirakan akibat
kelainan proses metabolisme dalam tubuh, tapi yang pasti ada
hubungannya dengan obesitas, hipertensi, dislipidemia, dan diabetes
melitus. Gout umumnya dialami oleh laki–laki berusia lebih dari 30 tahun.
Sedangkan gout sekunder (10% kasus) dialami oleh wanita setelah
menopause karena gangguan hormon (Dianati, 2015).
5. Etiologi Hiperurisemia
Hiperurisemia disebabkan oleh dua faktor utama yaitu meningkatnya
produksi asam urat dalam tubuh, hal ini disebabkan karena sintesis atau
pembentukan asam urat yang berlebihan. Produksi asam urat yang
berlebihan dapat disebabkan karena leukemia atau kanker darah yang
mendapat terapi sitostatika. Faktor yang kedua adalah pengeluaran asam
urat melalui ginjal kurang (gout renal), gout renal primer disebabkan
karena ekskresi asam urat di tubuli distal ginjal yang sehat, dan gout renal
13
D. Kerangka Teori
Berdasarkan landasan teori di atas maka kerangka teori penelitian ini
adalah :
Status ekonomi
Status perkawinan
Merokok
Hiperinsulinemia
Konsumsi alkohol
Intoleransi glukosa
15
Kondisi mental
emosional Dislipidemia
Faktor Lingkungan Obesitas
Usia Hipertensi
Asupan gizi
Aktivitas fisik
Sekresi hormon
Keterangan
: Diteliti
: Tidak diteliti
E. Hipotesis Kerja