Anda di halaman 1dari 7

KASUS-KASUS HUKUM yang BERKAITAN DENGAN ANTROPOLOGI

HUKUM

DISUSUN OLEH :

RUSMAN

B 301 19 105

PROGRAM STUDI ANTROPOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS TADULAKO

2021
Menjaga Sikap Masyarakat agar Tidak Main Hakim Sendiri atas Tewasnya
Balita Di Poso

Kapolres Poso, AKBP Rentrix Ryaldi Yusuf meminta masyarakat terutama

warga yang aktif di media sosial untuk tidak main hakim sendiri terhadap setiap

pelaku yang dicurigai atas meninggalnya balita di Poso, Nugi yang ditemukan

meninggal di kebun milik warga Desa Tolambo, Kecamatan Pamona Tenggara,

Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah (Sulteng).

Ia pun menegaskan kembali bahwa sampai saat ini belum ada yang ditetapkan

sebagai tersangka. Rentrix berharap kepada seluruh masyarakat untuk tidak lagi

menginformasikan berita-berita hoaks melalui media sosial terkait meninggalnya

adik Nugi Rantaola.

Hingga saat ini kepolisian masih melakukan proses penyelidikan dengan

melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP), mengumpulkan bukti-bukti

termasuk memeriksa beberapa saksi yang diduga mengetahui kejadian hilangnya

balita Nugi.

Dalam kasus ini kita bisa melihat kasus main hakim sendiri masih sering terjadi

dimasyrakat. Main hakim sendiri adalah istilah bagi tindakan untuk menghukum.

suatu pihak tanpa melewati proses yang sesuai hukum Konformitas sosial merupakan

proses dimana tingkah laku seseorang dipengaruhi atau terpengaruh oleh orang lain
di dalam suatu kelompok. Adapun kelompok ini dapat merupakan kelompok orang

yang saling mengenal maupun tidak mengenal.

Hal ini sering terjadi dalam situasi main hakim sendiri. Orang-orang yang

saling kenal maupun tidak saling mengenal berkumpul, kemudian mempunyai

kesamaan pandangan bahwa orang yang melakukan kejahatan harus dihukum.

Sehingga tanpa berpikir panjang dan karena tindakan main hakim sendiri juga sering

dilakukan oleh masyarakat, maka mereka mengikuti tindakan menyerang, melukai,

bahkan sampai membakar orang/benda. Seakan-akan jika orang-orang dalam

kelompok berbuat demikian, hal itu berarti tindakan tersebut merupakan tindakan

yang benar. Para pelaku main hakim sendiri cenderung berpikir sempit dan

menggunakan nafsu dan amarahnya saja.

Perbuatan main hakim sendiri harus segera ditanggulangi karena

mengakibatkan korban luka ringan, luka berat, bahkan meninggal dunia. Aparat

penegak hukum sebagai aparat yang berwenang menengakkan supremasi hukum juga

harus berperan mencegah tindak pidana main hakim sendiri. Upaya pencegahan yang

dapat dilakukan yaitu :

1. Melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai pentingnya hukum untuk

dipatuhi;
2. Menjelaskan kepada masyarakat bahwa kekerasan bukan cara yang terbaik

untuk menegakkan hukum, karena kekerasan juga merupakan tindak pidana

dan seseorang yang melakukan perbuatan main hakim sendiri dapat dipidana;

3. Menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum

untuk menjalankan tugas dan fungsinya;

4. Melakukan pendekatan kepada masyarakat bahwa aparat penegak hukum

dapat diajak bekerjasama untuk menindak tindakan yang dianggap

meresahkan oleh masyarakat.

Dengan dilaksanakannya upaya-upaya tersebut dengan baik, diharapkan untuk

kedepannya tidak akan lagi terdapat tindakan main hakim sendiri yang dilakukan

oleh masyarakat.

Pemberlakuan Giwu Bagi Pelaku Perzinahan dalam Masyrakat Adat Pamona

Sebuah kasus yang pernah terjadi di kabupaten poso yaitu seorang laki-laki dan

perempuan melakukan perzinahan. Yang dimana perempuan tersebut adalah

seseorang yang bersal dari suku pamona. Perzinahan tersebut mengakibatkan

perempuan itu hamil. Tetpi, laki-laki yang berzina tersebut tidak mau menikahi

perempuan yang dia hamili. Sehingga sesuai dengan ketentuan hukum adat
perempuan tersebut maka laki-laki itu harus dikenakan sanksi yang dalam

masyarakat pamona disebut giwu.

Bagi masyarakat adat Pamona, giwu dilihat sebagai reaksi masyarakat terhadap

pelanggaran yang terjadi. Oleh karena itu giwu di tetapkan sesuai dengan

kesepakatan masyarakat adat. Masyarakat adat diwakili oleh lembaga adat yang

kepengurusannya disebut majelis adat. Majelis adat yang kemudian berperan dalam

mengurus setiap perkara secara adat, termasuk penetapan giwu.

Dalam kasus yang terjadi di atas maka giwu yang harus dibayarkan oleh laki-

laki tersebut ia harus memberikan seekor kerbau karena mengotori desa/ kampung,

seekor kerbau karena tidak menikahi perempuan itu, dan seekor kerbau lagi jika ia

mengakui anak telah atau akan lahir sebagai anaknya.

giwu dapat dipahami sebagai instrumen untuk menjaga sintuwu maroso

sehingga ada kesadaran terhadap tindakan atau pekerjaan yang boleh dan tidak boleh

dilakukan, dan ukuran yang dipakai untuk menentukan norma yang berlaku adalah

rasa keadilan masyarakat. Rasa keadilan itu dipandang dalam bingkai kolektifitas

masyarakat, artinya tidak ada tempat bagi keadilan secara individu yang dapat

menjadi ukuran disepakatinya norma-norma yang berlaku dalam masyarakat sebab

jika demikian kekacauanlah yang muncul. Oleh karena itu Majelis adat hadir sebagai

representatif dari masyarakat secara keseluruhan untuk menentukan rasa keadilan

kolektif. Rasa keadilan itu selalu berpedoman kepada sintuwu maroso sebagai
falsafah hidup yang berlaku dalam masyarat Pamona karena dalam sintuwu maroso

ada nilai-nilai spiritual yang berlaku yaitu tuwu mombepatuwu (hidup saling

menghidupi), tuwu siwagi (hidup saling menopang), tuwu mombetubunaka (hidup

saling menghargai), tuwu malinuwu (hidup subur kekal abadi). Masyarakat adat

Pamona meyakini jika nilai-nilai spiritual itu dilaksanakan maka keadilan kolektif

akan tercapai.

Fungsi giwu untuk memperbaiki atau memulihkan sejalan dengan hukum

restitutif dari Durkheim, yaitu memperbaiki/ memulihkan keadaan masyarakat yang

terganggu karena pelanggaran yang terjadi dan masyarakat menghendaki para

pelanggar memberikan ganti rugi atas pelanggaran mereka.2 Giwu sebagai hukum

restitutif meletakkan nilai tinggi atas individu dalam kaitannya dengan masyarakat

secara keseluruhan dan menghindari perusakan atas aktifitas sosial yang sedang

berjalan. Giwu mengajari pelanggar adat untuk dapat kembali ke masyarakat dengan

cara mendidik dan mereformasi mereka dan upaya ini mengharuskan pelanggar adat

mengganti rugi korban pelanggarannya atas semua kehilangan. Dalam hal ini proses

mendidik dan mereformasi individu berada dalam bingkai menjaga dan memelihara

fakta moral dalam masyarakat Pamona, yaitu sintuwu maroso. Sintuwu maroso dapat

terjaga dan terpelihara apabila tuwu malinuwu, tuwu mombetubunaka, tuwu siwagi

dan tuwu mombepatuwu sebagai nilai spiritual dari sintuwu maroso dapat

diwujudkan dalam kehidupan kolektif. Jadi proses mendidik dan mereformasi


individu dilihat juga sebagai proses mendidik dan mereformasi masyarakat secara

keseluruhan karena individu adalah bagian dari masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai