Anda di halaman 1dari 29

Kepemimpinan dan Pengolaan dalam Keberagaman dan Keadilan Sosial

A. Keberagaman
Kata ‘keberagaman’ secara umum memiliki makna ‘banyak dan berbeda’. Jika
kata ini digunakan dalam kaitannya dengan manusia, kata ‘keberagaman’ memiliki
makna yang berkaitan dengan politik. Keberagaman sering disamakan dengan etnisitas,
tetapi sebenarnya kata ini bisa mencakup definisiyang lebih luas seperti jenis kelamin,
disabilitas, agama, dan usia. Keberagaman dapat menjunjung tinggi sebuah perbedaan,
tetapi di sisi lain masih terdapat banyak orang yang ‘berbeda’ dicela atau dihakimi oleh
kelompok mayoritas, dan perbedaan yang mereka miliki dianggap sebagai sebuah
masalah.
‘Ketidaksamaan’ atau ‘perbedaan’ yang ada diantara orang-orang dapat
menyebabkan permusuhan antar individu dan kelompok secara disadari atau tidak
disadari, Jehn (2008) memberikan definisi keberagaman sebagai apa pun yang dapat
digunakan untuk memberitahu kepada diri sendiri bahwa orang lain berbeda. Saat
seseorang memahami orang lain, dia cenderung mengelompokan mereka ke dalam
beberapa kategori dengan menggunakan stereorip tertentu. Pengelompokan tersebut akan
menjadi lebih mudah jika menggunakan kategorifisik yang dapat terlihat dengan jelas,
contohnya seperti warna kulit atau disabilitas fisik tertentu. Selain itu, terdapat stereotip
yang berhubungan dengan perbedaan yang tidak terlihat dengan jelas, contohnya adalah
kelas atau golongan yang sering kita kaitkan dengan kekuasaan. Orang-orang yang
membenarkan dan berpegang teguh terhadap stereotip cenderung memiliki pilihan di
pikiran mereka untuk mendukung kepercayaan tersebut. Selain itu mereka juga
mempunyai sebuah kecenderungan untuk lebih memilih berhubungan dengan orang yang
dianggap lebih banyak memilki kesamaan dengan mereka. Diskriminasi seperti ini
mungkin sembrono dan cukup menggambarkan bagaimana kategorisasi internal
kelompok terjadi. Fiske dan Lee (2008) pernah berpendapat bahwa “Outgroup” tidak
seharusnya dibenci atau bahkan menjadi target diskriminasi dalam sebuah perekrutan
atau promosi tertentu seperti diabaikan dan dikecualikan dalam kelompok.
B. Keadilan Sosial
Keadilan sosial secara ideal memberikan dorongan untuk mengatasi perilaku
diskriminatif terhadap ‘orang luar’. Keadilan sosial memberi tahu bagaimana setiap
individu, kelompok, dan institusi memiliki kedudukan yang sama. Selain itu keadilan
sosial merupakan sebuah sikap liberal yang memberikan nilai kepada setiap individu
dengan prinsip tidak memandang orang lain lebih kecil atau lebih lemah dari diri sendiri.
C. Kasus bisnis dalam Keberagaman
Keadilan sosial membentuk kasus utama dalam nilai keberagaman. Kasus yang
kedua biasanya disebut dengan ‘kasus bisnis’. Hal ini menandakan bahwa keputusan
ekonomi dan keputusan lainnya lebih baik jika bergantung kepada tenaga kerja yang
cakap daripada orang yang hanya mempunyai posisi kuat dalam organisasi. Hal ini sering
terjadi kepada pria dari masyarakat barat, kelompok berkulit putih, dan kelas menengah
juga atas. Terdapat sebuah peningkatan terhadap pemahaman bahwa menerapkan dasar-
dasar yang lebih luas dalam pengambilan keputusan membawa penilaian ekonimi yang
lebih baik. Contohnya adalah penelitian di Amerika membuktikan bahwa memiliki tiga
pekerja wanita di sebuah perusahaan memberikan kualitas pengambilan keputusan dan
membawa keuntungan bagi perusahaan tersebut.
D. Keberagaman dalam Pendidikan
Jika kita telah mempersiapkan generasi muda untuk menghadapi globalisasi di
abad kedua puluh satu secara sungguh-sungguh, keadilan sosial dan kasus bisnis untuk
keberagaman juga diterapkan dalam dunia pendidikan. Sebagai pengajar, hal ini menjadi
penting untuk disadari dalam berbagai sudut pandang dan tidak terhambat oleh sudut
pandang yang lain.
E. Kesadaran Individu dan Kesadaran Kritis
Menjadi hal yang penting bagi para pemimpin untuk dapat melihat dunia dari
sudut pandang yang berbeda. Saat menulis mengenai isu rasime di sekolah Inggris, David
Gillborn (2008) mengambil Critical Race Theory (CRT) untuk membedah cara
mediaInggris yang cenderung menempatkan anak-anak berkulit putih sebagai korban
dalam keanekaragaman etnik secara umum dan persamaan ras secara khusus karena
mereka mempunyai pencapaian yang buruk. Gillborn juga menunjukkan betapa
mudahnya orang-orang digiring oleh media untuk menganggap bahwa pembedaan ras
hanya masalah yang kecil. Pemimpin dalam pendidikan harus memanfaatkan peluang
mereka untuk mengajak dan memandu pegawai untuk tidak merendahkan rasa tau etnis
tertentu. Kesadaran kritis menjadi penting untuk memotong stereotipe dan generalisasi
yang dapat mengurangi perundungan.
F. Merubah Budaya
Pemimpin dalam sebuah organisasi memiliki peran khusus dalam merubah
budaya. Pemimpin sangat terhubung dengan nilai dan visi, dan merencanakan sebuah
perubahan merupakan aspek utama dalam sebuah peran pemimpin. Terdapat sebuah riset
yang menunjukkan bahwa salah satu kunci yang menjadikan pemimpin sukses adalah
implementasi nilai-nilai eksplisit mengenai kesetaraan. Etos dan nilai-nilai yang
didukung oleh pemimpin suatu kemlompok terbukti membawa dampak bagi
keberagaman.
G. Struktur yang Berguna
Struktur-struktur yang dimaksud adalah struktur yang terdapat dalam kebijakan
mengenai kesetaraan dan keberagaman, diantaranya:
1. Memberikan pelatihan keberagaman dan induksi
2. Mempunyai target yang jelas dalam hal keberagaman
3. Memantau target
4. Memeriksa pemilihan kata untuk iklan
5. Memeriksa wawancara dan bentuk penilaian lainnya
6. Memberikan seidkit keringanan untuk yang memiliki tanggung jawab dalam
keluarga
7. Melakukan upaya untuk menarik beragam calon untuk menduduki kedudukan
yang lebih tinggi
H. Pembinaan Profesional
Penyusunan pembinaan profesional berfokus pada keberagaman yang berdiri
sendiri dan menghargai seluruh pegawai kerja. Di sini juga terdapat kemungkinan untuk
membangun pembinaan profesional yang dikhususkan untuk kelompok minoritas.
Bimbingan merupakan hal yang berguna dalam pembinaan profesional.
Bimbingan memiliki banyak fungsi seperti menyediakan tempat yang aman untuk
mendengarkan dan memberikan dukungan terhadap permasalahan yang sedang dihadapi.
Meskipun seperti itu, bimbingan ini mungkin saja menimbulkan masalah seperti
ketidakcocokan pembimbing dengan orang yang dibimbing. Hal ini tentu saja bisa terjadi
karena setiap orang memiliki keanekaragaman yang berbeda-beda.
I. Bentuk Praktek dan Pengelolaan Reputasi yang baik
Dari kasus rasisme di sekolah Inggris, kita bisa melihat bahwa bagaimana oknum-
oknum tertentu, terutama orang tua, dapat memberikan reputasi yang buruk terhadap
sekolah. Selain itu, media lokal juga berkemungkinan untuk mengangkat kejadian
tersebut tanpa berfokus ke fakta yang sebenarnya. Maka dari itu, penting bagi sekolah
untuk menjalin komunikasi dan hubungan baik dengan komunitas lain yang lebih luas.
Foskett dan Hemsley-Brown (1999) telah mengidentifikasi dua jenis komunikasi antara
sekolah atau perguruan tinggi dengan komunitas di luarnya, yaitu komunikasi penjualan
dan komunikasi hubungan. Komunikasi penjualan berhubungan dengan penerimaan
siswa baru, sedangkan komunikasi hubungan berhubungan dengan media, alumni
sekolah, orang tua, dan laman berita.
J. Keberagaman dan Pemimpin Pendidikan
Kita dapat menemui pemimpin yang tidak mendukung atau tidak menyebarkan
tentang keberagaman di sekolah atau komunitas publik lainnya. Mengingat hal ini,
pelatihan kepemimpinan sangat dibutuhkan dan penting, terutama yang mengajarkan
tentang isu keadilan sosial dan keberagaman.

Memimpin dengan Nilai-Nilai

Anne Gold

A. Beberapa Pemikiran dan Definisi dari Nilai-Nilai yang Terdapat di Kepemimpinan


dalam Pendidikan
1. Gold (2003) mengatakan bahwa nilai-nilai menjada penanda kepercayaan inti tentang
kehidupan dan tentang hubungan dengan orang lain yang mendukung pemahaman,
prinsi, dan etika mengenai kepemimpinan dalam pendidikan.
2. Begley (2003) memberi pernyataan bahwa semua pemimpin menggunakan nilai-nilai
sebagai pedoman untuk menafsirkan situasi dan menyarankan tindakan yang tepat
secara tidak sadar. Hal ini merupakan seni dari kepemimpinan.
3. Haydon (2007) berpendapat bahwa nilai-nilai bukan hanya istilah teknis, tetapi
mereka juga merupakan sesuatu yang menjadi bagian dari semua orang.
B. Mempertahankan Nilai-Nilai Kepemimpinan
Strategi-strategi yang bisa digunakan untuk mempertahankan nilai-nilai dalam
kepemimpinan adalah:
1. Mengembangkan strategi untuk mengenali dan memahami situasi yang
dominan mengenai kepemimpinan masyarakat yang beragam
2. Memastikan bahwa ruang terbentuk untuk mengukur situasi terhadap nilai-
nilai pribadi tentang bagaimana berhubungan dengan orang lain dan tentang
memimpin dalam dunia pendidikan
3. Menanamkan kesempatan untuk mengembangkan sistem yang didukung oleh
asas-asas yang kuat serta mendukung visi, sembari tetap menanggapi bila
perlu tuntuttan eksternal kepada para pemimpin dalam pendidikan.
C. Kepemimpinan dalam Dunia Pendidikan
Dalam memimpin dunia pendidikan, seorang pemimpin harus mempelajari
tentang:
1. Tanggung Jawab
Dalam hal ini hal tentang tanggung jawab dapat membantu guru dan
murid mencapai keseimbangan moral dan nilai-nilai yang menentukan tingkat
pengembangan dalam membuat keputusan.
2. Batasan-Batasan
Hal ini diperlukan agar guru dan murid bisa membatasi dan merasa jelas
mengenai apa yang dapat mereka harapkan dari satu sama lain untuk
mengembangkan proses pembelajaran dan pengajaran.
3. Bentuk dari Nilai-Nilai
Salah satu cara terpenting bagi kepala sekolah dan guru dalam
mengajarkan nilai-nilai kepada murid adalah hargai pendapat setiap murid.
Ketika mereka didengarkan dan merasa dihargai, maka mereka akan memiliki
rasa hormat yang lebih dan mau mendengarkan orang yang lebih tua dan lebih
kuat dari mereka.

Komunikasi

A. Gaya Komunikasi dan Budaya Manajemen


Terdapat tiga jenis manajemen ideal yang dikenali, yaitu: model perguruan tinggi
yang mana pengambilan keputusan dibuat secara demokratis, model formal dan birokratis
yang dibuat oleh orang yang berada di puncak hierarki, dan model mikro politik yang
dijabarkan oleh perebutan kekuasaan dalam organisasi. Banyak pemimpin yang
mempunyai cita-cita untuk memiliki gaya kepemimpinan model perguruan tinggi dan
kolaboratif. Sistem yang diberlakukan adalah diskusi terbuka mengarah pada keputusan
bersama dan negoisasi yang mengarah ke konsensus. Di situasi tersebut, komunikasi akan
terjadi secara terbuka dan jujur.
Para pemimpin dan bawahannya dalam suatu organisasi pendidikan akan
memiliki dampak terhadap budaya yang sedang berlaku, dan itu dapat dikomunikasikan
dengan berbagai cara. Sistem komunikasi formal dapat menggunakan metode lisan
seperti rapat dan briefing kelompok, sedangkan untuk metode tertulis bisa berbentuk
majalah, bulletin, dan lain-lain.
B. Komunikasi Antar Budaya
Dalam mempertemukan dua atau lebih budaya yang berbeda, pasti akan terdapat
kesalahpahaman dalam berkomunikasi. Kemungkinan akan terdapat potensi sikap yang
saling bertentangan mengenai respek yang diberikan oleh individu kepada satu sama lain.
Hal ini juga dapat terjadi kepada dua individual yang memiliki jarak kekuasaan lumayan
tinggi. Shaw (2001) mengungkapkan beberapa strategi yang bisa digunakan oleh kepala
sekolah agar tidak terjadi kesalahpahaman antara dia dengan pegawainya, diantaranya:
1. Menunjukkan kepercayaan
2. Mengembangkan inisiatif
3. Memuji kesukesan
4. Menjadi pembina terhadap pekerja baru
5. Membuat diskusi terbuka mengenai pekerjaan peran baru
6. Mengembangkan tim manajemen menengah untuk menjadi teman pendukung
C. Batasan-Batasan untuk Membuat Komunikasi menjadi Efektif
Komunikasi yang efektif merupakan hal penting bagi kepemimpinan dan
manajerial yang efektif. Meluangkan waktu dan merencanakan komunikasi efektif secara
rutin merupakan contoh upaya perwujudannya. Oleh karena itu, kesadaran akan adanya
hambatan, baik dalam diri kita maupun orang lain, menjadi sangat penting agar masalah
dapat diatasi. Contoh dari hambatan komunikasi yang besar adalah:
1. Mendengarkan apa yang ingin kita dengarkan
2. Mengabaikan informasi yang bertentangan
3. Terlalu mengkhawatirkan persepsi lawan bicara terhadap kita
4. Menganggap bahwa setiap makna kata yang dikeluarkan setiap orang berbeda
5. Pemahaman mengenai komunikasi non-verbal sangat sedikit
D. Mewujudkan Komunikasi yang Efektif
Berkomunikasi dengan anggota kelompok menjadi peran penting bagi para
pemimpin dalam semua bidang.Meskipun seperti itu, kepemimpinan juga harus
melibatkan urusan dengan individu secara satu per-satu. Contohnya seperti penilaian atau
tinjauan kinerja. Keterampilan komunikasi utama yang terlibat dalam kegiatanini adalah
mendengarkan, memberi, dan menerima umpan balik.
Adair (1986) membagikan tiga prioritas utama agar komunikasi yang efektif
terwujud dalam sebuah kelompok, diantaranya mengetahui:
1. Apa yang mereka harus tahu
2. Apa yang seharusnya mereka tahu
3. Apa yang dapat mereka tahu
E. Komunikasi Per-Orangan
Keterampilan utama yang perlu dikembangkan jika berkomunikasi antardua orang
adalah kemampuan untuk mendengarkan dan kesanggupan untuk memberikan umpan
balik dalam situasi seperti pengamatan terhadap pengajaran yang berkaitan dengan
kinerja manajemen, pelatihan, dan bimbingan. Selain kedua hal tersebut, bahasa tubuh
juga penting dalam komunikasi ini. Sensitivitas juga perlu diterapkan dalam komunikasi
tertulis.Penggunaan email secara luas telah mendatangkan suatu revolusi di mana kita
bisa saling berkomunikasi secara resmi dan tidak resmi di tempat kerja.
F. Pentingnya Bahasa Tubuh
Bahasa tubuh tidak hanya mencakup gestur, tetapi juga mencakup ekspresi wajah,
cara memandang orang, dan postur tubuh. Pengetahuan tentang bahasa tubuh yang
menjadi hal penting dalam berkomunikasi dan pengamatan terhadap perilaku non-verbal
dapat memberikan kita petunjuk yang jelas tentang sikap orang lain.Sebagai orang yang
berkomunikasi, hal ini menjadi mungkin untuk secara sadar kita mengirim pesan non-
verbal dan ini menjadi hal penting secara potensial untuk menunjukkan diri kita kepada
orang lain.
G. Teknologi dan Komunikasi
Penerapan ICT ke dalam proseskegiatan belajar mengajar sangat besar. Selain itu,
ICT juga berfungsi dalabidang manajemen, yaitu menyediakan sistem untuk menyimpan
informasi dan mendukung pengambilan keputusan. Pesan-pesan yang disampaikan secara
langsung dan diimbangi dengangesture termasuk perilaku non-verbal. Email yangdikirim
dan ditambahi dengan emotikon seperti wajah tersenyum adalah upaya untuk mengubah
makna dari pesan. Kesadaran akan kemungkinan kesalahpahaman melalui pesan Email
merupakan hal bermanfaat karena kita akan menjadi sering untuk meninjau pesan
sebelum dikirim. Kita juga akan sering menunda untuk menjawab email mengenai suatu
masalah sampai kita memiliki waktu untuk memikirkan jawabannya dengan cermat.
Terlibat dalam pengembangan profesional melalui konferensi daring menjadi hal
yang umum untuk waktu sekarang. Selain itu terdapat banyak kesempatan baik yang
formal maupun informal untuk berperan dalam kegiatan semacam itu.Bekerja secara
daring dalam konferensi juga penting dalam hal memilih kata juga ungkapan dengan
cermat untuk memastikan bahwa tidak adakesalah pahaman.

Pengambilan keputusan danpengelolaan konflik

Pengambilan keputusan dan cara pengambilan keputusan merupakan inti dari


kepemimpinan dan manajemen organisasi, dan dengan jelas menunjukkan gaya manajemen yang
diadopsi. Meskipun pendekatan kolegial secara normatif dipandang diinginkan, banyak
organisasi beroperasi secara birokratis dengan sedikit kesempatan bagi individu untuk
berpartisipasi.Secara asli, dalam budaya mikro-politik, konflik mungkin endemik dan terutama
terlihat jelas di sekitar pengambilan keputusan.
A. Pengambilan keputusan dan kepemimpinan atau gaya manajemen
Pengambilan keputusan dan pengambilan keputusan merupakan bagian integral
dari kepemimpinan dan manajemen. Memang dalam model awal gaya manajemen
Tannenbaum dan Schmidt (1973), pengambilan keputusan digunakan sebagai ukuran
proxy untuk perilaku manajemen secara keseluruhan. Dalam model itu, ada pertanyaan
tentang siapa yang bertanggung jawab untuk pengambilan keputusan yang bervariasi, dan
sejauh mana staf dikonsultasikan, atau diberitahu apa yang harus dilakukan, yang
menunjukkan gaya kepemimpinan dan manajemen yang berbeda dan nilai-nilai yang
menjadi dasar organisasi.
Dalam budaya Barat telah terjadi perpindahan dari formal, yang oleh beberapa
orang disebut sebagai model kepemimpinan 'heroik' (Sinclair 1999) yang dicirikan oleh
nilai-nilai 'maskulin' dari ketegasan dan kekuatan menuju gaya yang lebih lembut yang
lebih berpusat pada orang. Cara lain untuk menjelaskan hal ini adalah bahwa ini
merupakan perubahan dari gaya kepemimpinan transaksional ke gaya kepemimpinan
transformasional di manamasalah diselesaikan dan perbaikan dicapai terutama
melaluipengembangan orang lain.
Dalam organisasi di mana terdapat subkultur yang kuat, di mana pandangan yang
berlawanan dipegang oleh kelompok dan / atau individu, mikro-politik dapat menjadi ciri
gaya manajemen. Baik dalam gaya birokrasi, formal maupun kolegial, proses
pengambilan keputusan akan relatif transparan. Akan ada aturan atau konvensi tentang
pengambilan keputusan yang berarti bahwa dalam diri merekasendiri, sadar di mana
kekuasaan dipegang. Namun, dalam budaya manajemen mikro-politik, pengambilan
keputusan akan sulit diikuti atau dipahami karena individu dan kelompok membuat
'kesepakatan' satu sama lain dalam konteks perebutan kekuasaan. Tindakan para profesor
dalam skenario di Bab 3 mencontohkan aktivitas mikro-politik.Mereka menggunakan
kekuatan dan pengaruh mereka untuk melawan kekuasaan yang lebih formal dari
manajemen senior. Gold dan Evans (1998) menawarkan contoh yang baik tentang
bagaimana aktivitas politik mikro dapat mempengaruhi pengambilan keputusan:
B. Pengambilan keputusan dan pengaruh
Wildy dkk.(2004) telah mengembangkan instrumen untuk menyelidiki
pengambilan keputusan oleh kepala sekolah yang mereka anggap tunduk pada tiga
tuntutan, sekali lagi karena perubahan kebijakan. Pekerjaan aslinya dilakukan di Australia
dan Selandia Baru, tetapi instrumen tersebut telah diterapkan di Belanda dan Taiwan dan
akan digunakan dalamlainnegara. Menurut mereka, kepala sekolah mengalami kesulitan
dalam menerima tiga tuntutan bersaing berikut yang terkait dengan pengambilan
keputusan:

1. Akuntabilitas kepada otoritas pendidikan, termasuk akhirnya bertanggung jawab atas


semua keputusan yang dibuat di sekolah.
2. Membuat keputusan secara kolaboratif sambil memegang pandangan yang kuat itu
sendiri.
3. Membuat keputusan secara kolaboratif dalam kelompok meskipun ini mungkin bukan
cara pengambilan keputusan yang paling efisien, 'membuang-buang' waktu mereka
yang terlibat.
Dalam konteks pendidikan tinggi, Williams (2009) mengidentifikasi beberapa
dilema kepemimpinan yang harus ditangani oleh dekan sekolah bisnis. Mereka termasuk
keputusan tentang struktur (misalnya struktur departemen versus fakultas), pedagogi
(misalnya pembelajaran dan pengajaran tatap muka atau jarak jauh) dan budaya
(misalnya memaksimalkan jumlah siswa versus kualitas siswa yang memasuki sekolah
bisnis)
Ditunjukkan bahwa tidak ada keputusan yang benar atau salah yang harus dibuat
karena setiap pilihan dapat menguntungkan aspek sekolah bisnis.Dalam praktiknya,
terserah kepada para dekan untuk 'memberi arahan dengan memulai dan / atau
mendukung perubahan yang sesuai, mengingat misi dan tujuan sekolah' (Williams 2009:
136).Dalam kasus ini, mungkin nilai-nilai yang mendasari yang menentukan bagaimana
keputusan dibuat.
C. Nilai dalam pengambilan keputusan
Nilai mungkin sangat terlihat dalam pengambilan keputusan dalam situasi
sulit.Dalam contoh yang berfokus pada Pengawas Sekolah Provinsi Quebec (Langlois
2004: 82-84) peneliti mengidentifikasi tahapan pengambilan keputusan dalam situasi
yang benar-benar sulit. Beberapa yang diidentifikasi adalah: contoh penipuan di
organisasi mereka; harus memecat kepala sekolah; tuduhan pelecehan seksual terhadap
siswa; menurunkan pangkat karyawan dan menangani keluhan sebagai akibat dari
pemecatan atau penurunan pangkat.
Penelitian menunjukkan bahwa pengawas cenderung mengambil pendekatan
pemecahan masalah, yang melalui delapan tahapan yang tumpang tindih dan berurutan.
Ini adalah:
1. Menanggapi dan bertindak atas situasi tertentu. Ketika mereka sadar akan urgensi
masalah tersebut, mereka bertanggung jawab dan cenderung 'segera menangani
masalah.
2. Memeriksa aturan, standar dan kebijakan distrik sekolah. Ini termasuk memeriksa
apakah ada masalah hukum yang harus dipertimbangkan atau prosedur yang harus
mereka ikuti.
3. Menyadari dilema secara etis. Pada tahap ini mereka fokus pada fakta bahwa tidak ada
satu tindakan yang benar dan mereka kembali pada 'nilai, prinsip dan tanggung jawab'
yang menjadi dasar keputusan mereka.Mereka juga cenderung berkonsultasi dengan
kolega atau teman tepercaya pada tahap ini.
4. Tahap analisis etika. Ini adalah jenis tinjauan terhadap situasi sejauh ini, di mana
mereka membawa nilai pribadi dan profesional.Analisis dari tahap penting ini
diakhiri dengan elemen yang menentukan yang terdiri dari mengenali nilai-nilai mana
yang tidak dapat dinegosiasikan.
Motivasi dan Pendelegasian

Dalam bab ini kita prihatin dengan cara orang dapat menyeimbangkan motivasi mereka
sebagai individu dengan upaya dan kontribusi bersama mereka untuk organisasi mereka.
Bagaimanapun kinerja individu, mereka juga merupakan anggota dari tim dan kelompok, dan
organisasi secara keseluruhan mendorong lingkungan yang mendorong, atau kadang-kadang,
mengecilkan hati upaya mereka.
A. Motivasi diri kita sendiri dan orang lain
Maslow (1943) membentuk hierarki kebutuhan dan melihat motivasi sebagai
pendorong kemajuan kita. Ini adalah:
1. Kebutuhan fisiologis (tingkat paling rendah), yaitu homeostasis (tubuh usaha
otomatisuntuk berfungsi normal) dan meliputi kebutuhan makan, air, tidur, seks.
2. Kebutuhan keselamatan dan keamanan, yaitu kebutuhan akan keamanan, bebas
dari rasa sakit, serangan fisik, prediktabilitas, ketertiban.
3. Kebutuhan sosial, yaitu kebutuhan akan kasih sayang, rasa memiliki,sosial
aktivitas, persahabatan dan untuk memberi atau menerima cinta.
4. Kebutuhan harga diri atau ego, yaitu kebutuhan harga diri, kepercayaan diri,
reputasi pribadi, dan harga diri orang lain.
5. Kebutuhan aktualisasi diri (tingkat tertinggi), yaitu melibatkan realisasi potensi
penuh seseorang - apa yang Maslow gambarkan sebagai 'menjadi setiap hal yang
mampu menjadi'.
McGregor (1960) juga tidak mempertimbangkan variabel seperti jenis
kelamin.Dia berpendapat bahwa motivasi tergantung pada sikap peserta.Ia
mengemukakan bahwa ada dua kumpulan asumsi yang kontras tentang orang dan
pekerjaan - Teori X dan Teori Y.
Menurut McGregor (1960), Teori X mengasumsikan bahwa kebanyakan orang
a. Secara inheren tidak menyukai pekerjaan dan malas
b. Egois dan kurang ambisi: tidak peduli dengan kebutuhan organisasinya , mereka
harus dipaksa, diarahkan, dikendalikan atau diancam untuk mencapai hasil di
tempat kerja
c. Lebih suka diarahkan, ingin menghindari tanggung jawab dan, di atas segalanya,
menginginkan keamanan.
Sebaliknya, Teori Y mengasumsikan bahwa kebanyakan orang adalah
a. Pada dasarnya, secara fisik dan mental energik: kerja adalah hal yangwajar bagi
mereka seperti istirahat dan bermain; kemalasan diakibatkan oleh pengalaman buruk
di tempat kerja
b. Tidak perlu dikendalikan atau diarahkan secara eksternal: orang dapat menjalankan
pengendalian diri internal dan pengarahan diri sendiri saat bekerja untuk mencapai
tujuan yang menjadi komitmen pribadi mereka
c. Akan mencari dan menerima tanggung jawab dalam kondisi yang tepat .memiliki
kapasitas untuk melatih kreativitas, imajinasidan kecerdikan yang tinggi dan menjadi
pasif dan tahan terhadap kebutuhan organisasi hanya karena cara mereka
diperlakukan.
Secara umum diterima bahwa banyak perilaku manusia didorong untuk mencapai
tujuan untuk memenuhi kebutuhan tertentu. Berkaca pada literatur motivation Handy dan
Aitken (1986) teori motivasi dibagi menjadi tiga kategori:
a. Teori kebutuhan: teori ini menyatakan bahwa individu bertindak untuk memenuhi
kebutuhan atau serangkaian kebutuhan
b. Teori tujuan: ini berpendapat bahwa kita mengarahkan tindakan kita untuk mencapai
tujuan tertentu. Ini mungkin bukan sarana untuk mencapai tujuan tetapi hanya
pencapaian sesuatu untuk kepentingannya sendiri
c. Teori diri: ini menyatakan bahwa kita bertindak untuk mempertahankan atau
meningkatkan citra diri kita sendiri dan oleh karena itu rasa harga diri kita. Hal ini
dapat memperkuat keyakinan kita pada apa yang baik dalam diri kita, apa yang baik
dalam organisasi di mana kita menjadi bagiannya, dan apa yang ingin kita capai di
masa depan.
Handy (1993) menunjukkan bahwa elemen dari ketiga jenis teori motivasi dapat
menjadi bukti dalam diri seseorang, dan dapat bervariasi dari waktu ke waktu. Dia
menawarkan daftar asumsi, yang pemahamannya dapat membantu para pemimpin untuk
mengenali dan menanggapi berbagai masalah organisasi
a. Asumsi ekonomi-rasional: orang dapat didorong untuk menyelesaikan tugas
karena mereka tahu bahwa mereka perlu mencapai kebutuhan ekonomi mereka
seperti yang terlihat dalam mengejar pelatihan dan pengembangan lebih lanjut.
b. Asumsi sosial: orang memperoleh rasa identitas melalui relationships dengan
orang lain dan bahwa pemimpin yang efektif dapat memobilisasi dan menggunakan
ini hubungan sosial - maka tumbuh pentingnya pengembangan tim dalam aspek
sekolah dan manajemen perguruan tinggi.
c. Asumsi aktualisasi diri: orang-orang pada dasarnya memiliki motivasi dan
pengendalian diri, membuat mereka mampu mengintegrasikan tujuan mereka sendiri
dengan tujuan organisasi jika diberi kesempatan pemikiran dasar di balik sistem
penghargaan.
d. Asumsi kompleks: pada suatu waktu banyak motif akan bekerja tetapi mungkin
tidak semuanya perlu dipenuhi pada saat yang sama karena banyak hal bergantung
pada penilaian pribadi tentang kesesuaian situasi untuk kepuasan kebutuhan.
e. Asumsi psikologis: bahwa manusia itu kompleks dan dewasa atauganisme,
melewati tahap perkembangan psikologis dan fisiologis. Orang mengembangkan ego
ideal yang mereka perjuangkan: melebihi dorongan dasar mereka, pentingnya harga
diri dalam manajemen perilaku.
B. Pendelegasian
Salah satu cara paling signifikan di mana kolega dapat diberikan diri ideal adalah
melalui pendelegasian tanggung jawab. Aktualisasi diri mungkin juga dipromosikan oleh
peningkatan harga diri yang datang dengan peran yang berubah, dan dengan pemahaman
yang dimiliki orang lain tentang hal ini.Hirarkisstruktur tanggung jawab menciptakan
lingkungan di mana orang lain memandang delegasi ke bawah untuk beroperasi -
diperkuat oleh struktur manajemen lini. Struktur kolegial, bagaimanapun, mendorong
kepemimpinan yang terdistribusi, yang berarti bahwa individu melakukan tanggung
jawab atas aspek organisasi, tetapi dengan penekanan yang lebih besar pada tanggung
jawab bersama.
Manajemen kinerja

Bab ini berkaitan dengan cara di mana manajemen kinerja menjadi elemen utama dalam
kepemimpinan. Ini tentang menyetujui tujuan dan target untuk pertumbuhan individu, tim atau
organisasi dan memantau tujuan dan target tersebut. Kadang-kadang dikaitkan dengan
penghargaan keuangan. Cara operasinya akan sangat bergantung pada budaya tempatnya
beroperasi. Manajemen kinerja yang dilakukan dalam kerangka kerja kolegial dan kolaboratif
akan cenderung berkembang, sedangkan dalam lingkungan yang lebih birokratis dapat dilihat
sebagai penilaian dan terutama untuk tujuan akuntabilitas.
A. Mengelola kinerja dalam lembaga pendidikan
Dalam mempertimbangkan apa ini mungkin berarti bagi guru kepala, Jennings
dan Lomas (2003) menunjukkan bahwa tujuan manajemen kinerja harus ditujukan untuk:
a. Menciptakan keterkaitan yang lebih erat antara sekolah dan sistem manajemen.
b. Mengembangkan proses dan strategi yang meningkatkanmanajemen praktikdalam
meningkatkan standar di kelas.
c. Meningkatkan penetapan target dan prosedur review.
d. Merancang pendekatan kembali antara para pemangku kepentingan untuk
menjembatani kesenjangan antara pandangan yang saling bertentangan tentang tujuan
penilaian dan sistem manajemen kinerja untuk pengembangan pribadi, pemantauan
kinerja dan penghargaan.
Dalam ringkasan pergerakan menuju manajemen kinerja di sekolah-sekolah
Inggris, Cutler dan Waine (2001) menguraikan kerangka hukum yang berasal dari
Kerangka Manajemen Kinerja (Departemen Pendidikan dan Ketenagakerjaan (DfEE)
2000), terlihat sebagai sarana mendanai dan membantu sekolah untuk meningkatkan
dengan mendukung dan meningkatkan kinerja guru. Ini memastikan bahwa perhatian
difokuskan pada pengajaran yang efektif dan kepemimpinan sekolah yang, pada
gilirannya, menguntungkan siswa, guru dan sekolah, dan dengan demikian harus menjadi
bagian integral dari budaya sekolah.Ini bekerja melalui siklus tiga-tahap.
a. Perencanaan: pemimpin tim (kepala sekolah, wakil kepala sekolah dan guru senior
dengan tanggung jawab manajemen) bertemu dengan guru secara terpisah untuk
membahas prioritas terakhir. Prioritas ini mencakup kebutuhan siswa, tetapi juga
prioritas profesional guru, dan tujuan harus disepakati untuk tahun yang akan datang.
Latar belakang diskusi tersebut disediakan oleh rencana pengembangan sekolah,
rencana departemen dan informasi tentang pencapaian murid sebelumnya. Diskusi
tujuan harus mencakup kemajuan siswa dalam arti yang seluas-luasnya.
b. Pemantauan: guru dan pemimpin timteruskemajuan meninjau dan mengambil
tindakan suportif bila diperlukan. Sasaran yang disepakati akan didukung oleh
pengembangan profesional yang dipandang sebagai aspek kunci dari proses
manajemen kinerja. Jadi contoh dari tujuan manajemen kinerja yang diberikan dalam
dokumen berusaha untuk menghubungkan tujuan pengembangan profesional dengan
tujuan kemajuan murid.
c. Reviewing: ini dilakukan pada akhir tahun, dan bertujuan untuk mengakui pencapaian
dan mengidentifikasi area untuk perbaikan dan pengembangan profesional.
Storey (2002: 329) merangkum keberatan untuk manajemen kinerja
sebagai:.Tantangan yang oleh manajemen dalam bentuk apa pun dihadirkan pada status
profesional dan kedudukan guru. Ini terkait dengan masalah otonomi dan kreativitas yang
diinginkan.
a. Manajemen kinerja cenderung dianggap terkait erat dengan skema gaji terkait kinerja.
b. Pengajaran melibatkan keterampilan yang tersebar dan diam-diam sehingga tidak
dapat dijadikan subjek sistematisasi yang tersirat oleh model manajemen kinerja.
c. Kelelahan inisiatif: prakarsa yang dianggap berlebihan danperubahan programyang
berasal dari pemerintah pusat - banyak yang berkaitan dengan indikator kinerja
parsial dan terisolasi.
d. Kurangnya waktu dalam sistem sekolah dilemahkan oleh kurangnya sumber daya.
Keberatan ini pada dasarnya dapat terkandung dalam dua masalah utama:
profesionalisme dan kelelahan inisiatif.
Dalam mempertimbangkan tinjauan kinerja dalam konteks pendidikan tinggi,
Taylor (2007) meninjau pengembangan pendekatan sekutu internasional dan
menyimpulkan bahwa mengejar keunggulan didukung oleh berbagai skema penilaian
yang berfokus pada kualitas keluaran pribadi: Imbalan meliputi: berbasis promosi tentang
keunggulan pengajaran, mengajarkan penghargaan dan hadiah; gaji dan / atau kenaikan
tambahan; lisensi pub dan acara yang menampilkan keunggulan; dan, judul baru yang
menyatakan status. Mekanisme seperti itu didorong oleh Dewan Pendanaan.
Fitzgerald dkk.(2003) melihat manajemen kinerja di sekolah-sekolah Selandia
Baru dan menyimpulkan bahwa ada ketegangan yang luar biasa antara kontrol birokrasi
dan otonomi profesional yang hanya dapat diatasi jika ada tingkat kepemilikan lokal dan
profesional yang jauh lebih tinggi.Ada upaya untuk mencapai ini.Dua contoh, satu
pemantauan (yaitu berkaitan dengan proses) dan satu evaluasi (yaitu berkaitan dengan
pencapaian tujuan), menawarkan ruang lingkup untuk pengembangan lebih lanjut dari
manajemen kinerja yang berpotensi konstruktif bagi semua peserta.
B. Monitoring - Assessment for Learning (AfL)
Hargreaves (2005) membahas tentang penilaian, atau untuk, pembelajaran sebagai
aspek monitoring di dalam kelas. Dia menetapkan enam tujuan mungkin:
a. Mengukur pencapaian murid terhadap target atau tujuan yang ditetapkan .
b. Menggunakan penilaian untuk menginformasikan langkah selanjutnya
dalampembelajaran dan pengajaran perencanaan
c. Sebagai dasar umpan balik untuk perbaikan
d. Sebagai bukti bagi guru untuk belajar tentang pembelajaran murid .
e. Sebagai dasar bagi anak-anak untuk mengambil kendali atas pembelajaran mereka
sendiri.
f. Sebagai kesempatan untuk mengubah penilaian menjadi acara pembelajaran.
C. Evaluasi - Variasi Dalam Sekolah (WSV)
Evaluasi ini bergantung pada adanya keterbukaan di dalam sekolah sehingga
rekan kerja siap untuk mempertimbangkan bagaimana mereka memberikan kontribusi
kepada keseluruhan.Reynolds (2007) telah mengembangkan sistem untuk
mempertimbangkan kemajuan dalam satu sekolah yang dikenal sebagai Variasi Dalam
Sekolah (WSV), membandingkan kemajuan satu kelompok terhadap rata-rata untuk
sekolah secara keseluruhan. Dia mencatat bahwa inhibitor mempengaruhi pengenalan
perubahan tersebut evaluasi mungkin termasuk berikut:
a. Manajemen sekolah yang lemah yang kesulitan menghadapi masalah dan
mengembangkan mekanisme untuk belajar dari praktik terbaik.
b. Kerendahan hati palsu di pihak guru / departemen yang efektif , mungkin terkait
dengan egalitarianisme yang salah tempat yang tidak menghalangi membantu praktisi
lain yang kurang efektif karena ini berarti menandai yang kurang efektif dan memberi
label kepada mereka.
c. Sekolah kecil di mana jangkauan keunggulan antara guru mungkin lebih sedikit dan
oleh karena itu lebih sulit untuk digunakan, dan departemen satu / dua orang yang
dapat membuat evaluasi kinerja oleh mata pelajaran menjadi aktivitas yang sangat
pribadi.
d. Batasan anggaran / waktu yang membuat sulit untuk membuatketerampilan ini sistem
berbagikarena mereka membutuhkan waktu, ruang dan pembelian pengajaran untuk
observasi / pembekalan, dll
e. Praktik menggunakan individu luar biasa sebagai model bagi orang lain ketika orang
luar biasa sering kali menjadi istimewa, dan menggunakan karakter mereka sebanyak
metode khusus lainnya.
Bekerja dengan dan melalui tim

Kita semua adalah bagian dari sebuah tim dalam beberapa hal, bahkan sebagian besar
dari kita adalah bagian dari beberapa tim, meskipun kita sering menganggapnya biasa. Namun,
sekolah dan perguruan tinggi bisa menjadi jauh lebih efektif jika orang memahami dinamika tim,
tahu bagaimana mereka dapat menyumbangkan potensi penuh mereka ke tim mereka dan
memahami budaya kepemimpinan di mana tim beroperasi.
A. Budaya dan tim
Budaya yang lebih luas di mana tim beroperasi dapat memiliki pengaruh yang
cukup besar. Shaw (2001: 55-56) mengidentifikasi dampak dari tiga sumber:
a. Lingkungan sosial termasuk gender dan keseimbangan etnis dan sifat komunitas
tempat sekolah beroperasi.
b. Sistem manajemen formal dan dampaknya padabudaya kelompok, misalnya melalui
struktur gaji dan promosi.
c. Tindakan dan perilaku orang-orang di sekolah atau perguruan tinggi.
B. Grup dan tim
Woodcock (1985: 87) berpendapat bahwa tim memberikan peluang unik, karena
mereka dapat membuat sesuatu terjadi yang tidak akan terjadi jika tim tidak ada. Dia
menyamakan tim dengan sebuah keluarga yang ditandai dengan saling membantu dan
mendukung, dengan kegiatan terkoordinasi, dan di mana komitmen dihasilkan, tetapi
melampaui konsep keluarga untuk menunjuk pada kesempatan belajar, identifikasi
kebutuhan pelatihan dan pengembangan dan evolusi yang memuaskan. Berguna dan
Aitken (1986) berpendapat bahwa meskipun kelompok dapat acak, dalam situasi kerja
mereka cenderung ada untuk mencapai tujuan dan mereka mengidentifikasi lima alasan
mengapa individu berpartisipasi di dalamnya.
1.
Untuk berbagi dalam aktivitas bersama
2.
Untuk mempromosikan tujuan atau ide
3.
Untuk mendapatkan status atau kekuasaan
4.
Memiliki teman dan milik
5.
Karena itu bagian dari pekerjaan mereka.
Semua ini adalah fungsi kelompok. Adair (1986) merefleksikan kelompok-
kelompok dalam enam faktor kunci organisasi komersial menentukan yang membuat
grup:
1. Keanggotaan yang pasti
6. Kesadaran kelompok
7. Rasa memiliki tujuan bersama
8. Saling ketergantungan
9. Interaksi
10. Kemampuan untuk bertindak secara kesatuan.
C. Pengembangan tim
Arcaro (1995) berpendapat bahwa tim perlu menyadari kendala yang
menghambat atau mendorong kemajuan mereka. Dia melihat ini terkait dengan konteks
ekonomi, budaya, politik, struktural dan pribadi di mana tim akan berkembang.
Mengembangkan tim berarti mengatasi masalah dan mencapai pemahaman
bersama. Tuckman (1965) yang dimodifikasi oleh Tuckman dan Jensen (1977)
memberikan model pengembangan tim yang diikuti sejak tahun 1950-an karena memang
tampak mewakili apa yang terjadi. Ini adalah model pengembangan tim, menggabungkan
lima tahap:
1. Pembentukan: Ini ditandai dengan ketidakpastian dan kecemasan saat tim
berkembang dan mungkin termasuk kerja sama total dari 'periode bulan madu' dan
kemudian realitas bekerja dengan pemimpin dan satu sama lain.
2. Storming:Dicirikan oleh konflik dan perbedaan pendapat internal ketikapribadi
karakteristikdiketahui, opini-opini terpolarisasi dan konflik berkembang, seringkali
dengan mempertanyakan nilai-nilai dan tujuan dasar.
3. Norming: Hal ini ditandai dengan pengembangan kohesi dan kepuasan sebagai
anggota kelompok ketika masalah diselesaikan, saling mendukung dikembangkan dan
aturan dasar yang mendasar ditetapkan sehingga kerjasama dimulai dan komunikasi
menjadi lebih efektif.
4. Performing: Pada tahap ini ada fokus utama padapenyelesaian tugas, dengan
kesulitan interpersonal teratasi dan penyelesaian tugas dipandang sebagai kekuatan
pendorong untuk pengembangan.
Penyempurnaan model asli adalah untuk menambahkan tahap kelima yang
penting mengingat dinamika lingkungan sekolah dan perguruan tinggi di mana tim
suksesi mungkin diperlukan untuk mengatasi implementasi kebijakan pendidikan yang
berubah dengan cepat. Tahap ini adalah:
5. Penundaan: di mana tim kemungkinan besar akan bubar karena tugas telah
tercapai atau karena anggota tim pergi. Karena perpisahan diharapkan, anggota tim
merenungkan waktu mereka bersama, mempersiapkan diri untuk perubahan.
Dalam ulasannya dari model keseluruhan, Gold (1998) membuat pengamatan
berikut:
a. Bahkan satu anggota baru dapat memengaruhi dinamika tim dan itu mungkin
berarti bahwa seluruh siklus perlu dimulai lagi.
b. Yang mengatakan, adalah mungkin bagi pemimpin tim untuk mengimpor anggota
baru untuk meningkatkan efektivitas tim dan mungkin sepadan dengan penyesuaian
sebagai konsekuensinya untuk mengamankan kemajuan.
c. Tahap penyerangan mungkin berumur sangat pendek, terutama di manaanggota
potensial mengetahui satu sama lain dan konteksnya dengan sangat baik. Penting agar
pemimpin tim bertindak dengan keterampilan untuk menggerakkan tim melalui tahap
penyerangan terutama di mana konflik mungkin ada - dan di mana diskusi terbuka
bisa bermanfaat.
d. Penundaan dapat dilakukan jika ada beberapa perencanaan untuk kematian tim
sehingga pencapaian dapat dirayakan dan elemen penutupan diberikan pada proyek.
Arcaro (1995) menunjukkan bahwa ini dapat diminimalkan jika ada penerimaan
umum dari kode etik termasuk:
a. Komitmen: di dalam tim tetapi juga dari mensponsori kepemimpinan
b. Misi: pemahaman tentang apa tujuan tim
c. Tujuan: setuju karena sejalan dengan misi.
d. Kepercayaan: termasuk rasa hormat dan kesediaan untuk saling berinvestasi.
e. Tanggung jawab bersama: dikembangkan melalui fokus tim yang sebenarnya.
f. Manajemen konflik: diakui sebagai hal yang penting dalam tim.
g. Peran dan tanggung jawab: dikembangkan dalam tim.
h. Partisipasi: dilihat sebagai harapan semua peserta .
i. Komunikasi: agar semua anggota memiliki catatan kejadian yang jelas.
Adair (1986) meneliti dinamika fungsi kelompok, dan mengidentifikasi tiga
kebutuhan yang saling terkait yang harus dikelola dengan terampil jika ingin dicapai
kemajuan. Ini adalah:.
a. Penyelesaian tugas
b. Kerja tim yang lancar
c. Kebutuhan masing-masing anggota tim.
D. Orang-orang dalam tim
Belbin (1993) yang bekerja dari sudut pandang komersial dan industri
menyarankan bahwa mungkin ada hingga delapan jenis peserta tim. Ini adalah:
1. Pekerja perusahaan: mengubah rencana menjadi tindakan secara sistematis dan
efisien.
2. Ketua: mengenali kekuatan dan kelemahan individu dan menggunakannya untuk
mengamankan tujuan tim dengan cara terbaik..
3. Pembentuk: membentuk upaya tim dengan mengingatkan mereka tentang tujuan
dan mengembangkan ide dari diskusi kelompok.
4. Pabrik: menawarkan ide dan pendekatan baru dan merangsang pendekatan baru .
5. Peneliti sumber daya: mengeksplorasi dan melaporkan ide-ide dan seringkali
merupakan tautan eksternal yang berguna.
6. Pengevaluasi-monitor: menganalisis masalah dan mengevaluasi ide-ide dan
saran- saran.
7. Pekerja tim: bertindak sebagai pendukung bagi anggota tim lainnya, sering kali
melalui komunikasi yang lebih baik atau pengelolaan hubungan antarpribadi.
8. Completer-finisher: memelihara pemeriksaan pada hasil sehingga kesalahan tidak
dibuat, bekerja dengan perhatian yang tidak biasa dan meningkatkan rasa urgensi.
E. Praktik dan efektivitas tim
Tothis end Jones (2005) telah menguraikan praktik yang dapat berkontribusi pada
organisasi yang efektif. Dia menyarankan bahwa pemimpin tim harus merencanakan
pertemuan tim sebelumnya dengan pemahaman yang jelas tentang tujuan dan hasil yang
diinginkan; memberi tahu semua anggota tentang apa yang sedang didiskusikan dan
mengapa; mempersiapkan agenda secara berurutan dan tepat waktu; menyusun diskusi
sehingga kemajuan dipertahankan, dan akhirnya, memproduksi dan mengedarkan
seperlunya catatan pertemuan dan hasilnya. Dia juga menyarankan bahwa para pemimpin
harus menyadari banyak cara di mana partisipasi dapat didorong termasuk meminta
perasaan dan pendapat; parafrase untuk memastikan pemahaman oleh semua kelompok;
meminta soal ujian; memeriksa konsensus; menyarankan tindakan; berbagi perasaan dan
mempertanyakan asumsi.
Armstrong (1994) menyoroti empat tahap negosiasi yang mungkin muncul dalam
tim.
1. Mempersiapkan: menetapkan tujuan, memperoleh informasi dan menentukan strategi.
2. Pembukaan: mengungkapkan posisi tawar.
3. Tawar-menawar: menemukan kelemahan dalam kasus orang lain dan meyakinkan
mereka tentang perlunya pindah.
4. Penutup: menyadari ketidakmungkinan kompromi lebih lanjut.
F. Mengembangkan keefektifan timtim
Dapat diasumsikan bahwayang seimbang dan dipimpin dengan baik dapat
menjadi sangat efektif tetapi banyak bergantung pada budaya pembelajaran organisasi
sekolah atau perguruan tinggi dan tim di dalamnya. Cardno berpendapat bahwa tim perlu
beralih dari diskusi hanya dengan menyatakan sudut pandang, ke dialog yang melibatkan
negosiasi, penambahan pada kumpulan pembelajaran bersama dan komunikasi yang
dapat diterima bersama. Keberagaman dapat membawa nilai tambah bagi tim yang
membuatnya lebih efektif. Selain jenis kelamin, akan ada aspek lain dari keragaman yang
perlu dipertimbangkan, termasuk usia dan etnis dan perbedaan kekuasaan implisit yang
dihasilkan.

Rapat

Rapat bisa menjadi sarana komunikasi yang sangat efektif dan komponen
penting dalam pengambilan keputusan yang produktif. Rapat juga bisa membuang-
buang waktu (lihat Bab 9) jika dijalankan dengan buruk. Mereka juga bertindak
sebagai indikator yang baik untuk manajemen menyeluruh dan pendekatan organisasi
serta kualitas pengembangan tim. Organisasi yang menghargai partisipasi cenderung
memiliki pertemuan yang lebih terbuka dan informal dibandingkan dengan
organisasi yang berada dalam budaya yang lebih hierarkis atau otoriter. Keterampilan
rapat yang efektif membantu menjaga kejelasan tujuan organisasi, memungkinkan
para pemimpin untuk 'mengarahkan' atau 'menerbangkan' secara metaforis di atas
rapat, mengidentifikasi proses di tempat kerja dan memastikan interaksi tetap
produktif. Baik peran individu maupun tim menekankan cara rapat, baik formal
maupun informal, merupakan elemen integral dalam proses tim.
Tujuan Pertemuan
Pertemuan pada contoh adalah pertemuan terjadwal rutin dari empat orang yang
merupakan pemimpin sekolah yang diidentifikasi. Kepala sekolah relatif hierarkis dalam
gaya manajemennya dan oleh karena itu tim ini akan memikul sebagian besar tanggung
jawab untuk sekolah berbeda dengan sekolah di mana gaya kepemimpinan yang lebih
partisipatif atau terdistribusi dipupuk. Dalam organisasi dengan kepemimpinan
terdistribusi, fungsi kepemimpinan akan disebarkan ke tim lain yang beroperasi dengan
struktur manajemen yang lebih datar daripada hierarki. Dalam skenario di sekolah,
kekuasaan dipusatkan dan yang menekankan pentingnya tim dan pertemuan mereka.
Oleh karena itu, tim kepemimpinan senior perlu bertemu secara teratur untuk memastikan
bahwa mereka terus mengikuti masalah penting saat ini.
Rapat dapat diadakan untuk berbagai tujuan. Everard dkk. (2004:59 mengidentifikasi
tujuan berikut. Mereka mungkin untuk:
 Pengambilan keputusan
 Mengumpulkan tampilan
 Memberi pengarahan kepada orang-orang
 Bertukar infromasi
 Brainstorming
 Menyelidiki masalah tertentu

Untuk ini dapat ditambahkan tujuan untuk pertemuan yang:


 Instruksikan atau kendalikan dan di mana tujuannya adalah milik manajer /
pemimpin
 Jual, di mana seseorang mencoba membujuk orang lain
 Mintalah nasihat
 Negosiasikan atau cari kompromi jika ada pandangan yang bertentangan
 Mendukung individu secara emosional atau untuk pengembangan atau oleh
tim.
(berdasarkan Williams 1994: 207)

Proses dan prosedur rapat

Selain mempertimbangkan apakah struktur rapat sudah sesuai dengan tujuannya,


salah satu faktor yang perlu diperhatikan saat mengkaji pola rapat adalah
efektivitas biaya. Di mana empat orang senior menyisihkan beberapa jam
seminggu untuk rapat tim kepemimpinan, ada baiknya mempertimbangkan biaya
kehadiran mereka di sana, baik dalam hal 'tarif harian' mereka dan dalam hal
biaya peluang dari apa yang mungkin mereka lakukan. jika mereka tidak hadir
dalam pertemuan tersebut. Efisiensi dan efektivitas rapat akan ditingkatkan jika
memang benar-benar dibutuhkan dan jika proses praktis dari perencanaan,
memimpin, dan menjalankan rapat dilakukan dengan baik.
Semua pertemuan harus diatur agar produktif dengan prosedur ketat yang
memastikan tindak lanjut dan tindakan yang efisien, jika tidak, pertemuan tersebut
tidak layak diadakan, meskipun pengecualian mungkin pertemuan yang memiliki
dukungan emosional sebagai tujuan utamanya.

Persiapan pertemuan

Kita telah semua menghadiri pertemuan di mana kami merasa bahwa kami
membuang-buang waktu dan di mana kami tidak melihat manfaat dari hadir.
Persiapan yang baik adalah kunci untuk memastikan hal ini tidak terjadi. Dalam
skenario, kami tidak dapat melihat tujuan keseluruhan yang jelas dari pertemuan
tersebut. Agenda disiapkan tanpa konsultasi meskipun ada kesempatan bagi
anggota untuk mengangkat item di bawah 'bisnis lain'. Kami tidak tahu apakah
agenda telah tersedia sebelum rapat tetapi akan menjadi praktik yang baik untuk
membuatnya tersedia.
Jika semua yang hadir ingin berkontribusi pada rapat dan mendapat manfaat
darinya, mereka perlu mengetahui sebelumnya apa yang akan menjadi agenda dan
telah membaca risalah rapat sebelumnya dan lainnya yang relevan.

Pentingnya waktu dan waktu


Berguna juga untuk memiliki indikasi waktu yang diberikan untuk setiap item
dalam agenda dan waktu awal dan akhir yang jelas untuk rapat. Waktu pertemuan
pada siang hari dan minggu ini juga akan berdampak. Dalam skenario, rapat
kepemimpinan yang penting terjadi di penghujung hari ketika para peserta
mungkin lelah. Pertemuan yang lama di akhir hari kerja mungkin kurang efisien
dan, meskipun sulit dihindari, terlalu banyak akan menimbulkan kesulitan bagi
peserta dengan tanggung jawab untuk anak kecil atau pengasuhan orang tua.

Periksa lingkungan pertemuan


Kita tidak boleh melupakan pentingnya lingkungan untuk rapat, misalnya konteks,
tata letak, tempat duduk, dan minuman jika sesuai, yang semuanya memengaruhi
cara rapat dan anggotanya dianggap dihargai oleh lembaga. Fakta bahwa
pertemuan dalam skenario tersebut berlangsung di kantor kepala sekolah,
'wilayahnya', secara otomatis akan cenderung memberinya otoritas lebih atas
pertemuan tersebut.

Memimpin rapat dan mengembangkan keterampilan memimpin


Mengetuai rapat adalah keterampilan yang mungkin perlu dipelajari
atau ditingkatkan dan mungkin ada baiknya mempertimbangkan pembinaan
untuk ini. Misalnya, akan berguna untuk menyadari berbagai hambatan untuk
membersihkan komunikasi antarpribadi dalam pertemuan termasuk menyadari
perbedaan dalam sistem nilai dan menghindari hasil pra-penjurian. Armstrong
(1994) berpendapat bahwa komunikasi yang efektif dan keterampilan
manajemen rapat dapat diintegrasikan melalui:
 Mempertimbangkan pandangan semua orang
 Memastikan ide diartikulasikan dengan jelas
 Memastikan informasi dipertukarkan
 Memastikan bahwa maksud dan tujuan dikoordinasikan
 Mendorong sinergi: kreativitas kolektif lebih besar daripada individu

Menit dan tindakan yang disepakati


Risalah yang akurat dan bermanfaat adalah hasil penting dari sebuah pertemuan,
karena itu memberikan landasan untuk bertindak atas keputusan yang dibuat di sana.
Tanpa catatan tertulis, kemungkinan besar tidak banyak yang akan terjadi. Penting bahwa
tanggung jawab atas tindakan dialokasikan dengan jelas pada individu dan bahwa
pelaksanaan tindakan yang diperlukan dipantau.

Evaluasi dan refleksi


Di akhir rapat yang sudah berjalan dengan waktu, harus ada kesempatan singkat
untuk merefleksikan rapat tersebut, sejauh mana tujuan rapat tersebut telah terpenuhi dan
peran yang dimainkan oleh para peserta. Setiap perubahan yang timbul dari refleksi ini
kemudian dapat diterapkan pada pertemuan mendatang. Akhir rapat adalah waktu untuk
mengingatkan anggota tentang tindakan sebelum rapat berikutnya.

Persiapan pertemuan berikutnya


Pastikan bahwa tanggal yang cukup ditetapkan untuk pertemuan selanjutnya yang
sesuai dan bahwa notulen yang akurat dikirim pada waktu yang tepat untuk dibaca orang
sebelum pertemuan berikutnya.
Rapat dan budaya organisasi
Barat (1999) telah menunjukkan dampak aliansi mikro-politik pada budaya
sekolah. Aliansi tersebut dapat terwujud dalam pertemuan di mana ketegangan
berkembang antara kepala sekolah sebagai pemimpin yang mencoba untuk mengontrol
diskusi, dan kelompok mikro-politik mencoba untuk menumbangkan ini melalui
intervensi terencana dengan taktik pengalihan. Busher (2001: 95) merujuk pada
kebutuhan untuk 'strategi interpersonal informal dan proses negosiasi yang
memungkinkan aktor organisasi untuk mempertimbangkan kerangka mikro-politik dan
makro-politik yang lebih luas' di samping pendekatan rasional untuk manajemen. Kepala
sekolah biasanya melihat budaya sekolah dalam hal cara nilai dan visi mendukung
kebijakan dan praktik, yang mencerminkan karya Staessens dan Vandenberghe (1994),
tetapi mereka juga mengakui adanya ketegangan lebih lanjut antara ideal pendekatan
konsultatif dan realitas kontrol perdebatan. Untuk Deal dan Peterson (1999: 89) hal ini
dapat menyebabkan interaksi 'beracun, organik, dan mengembara' sebagai kekuatan
negatif atau positif di dalam sekolah. Hal ini dapat dibandingkan dengan contoh praktik
yang baik yang ditemukan di antara 'kepala sekolah berprinsip' (Gold et al. 2003

9 Mengelola waktu dan stres


Fokus dalam bab ini sebagian ada pada Anda sebagai individu dan sebagian lagi
pada Anda sebagai manajer dan pemimpin orang lain. Kemampuan Anda untuk mengatur
waktu dan stres Anda sendiri akan berarti bahwa Anda dapat menjadi teladan dalam
praktik yang baik. Kepekaan Anda terhadap penyebab dan pengelolaan stres akan
memperkuat kemampuan Anda untuk memimpin dan mengelola orang lain.
Waktu konseptual
Kita melihat waktu dengan cara yang berbeda. Kami memiliki waktu kerja dan
waktu senggang. Kita mungkin memprioritaskan bagaimana kita menghabiskan waktu
kita dan kita mungkin menyesal 'menyia-nyiakannya'. Ini bisa terasa lebih lambat pada
saat-saat misalnya saat kita berada di rumah sakit, dan tampak lebih cepat ketika kita
sedang senang atau sibuk. Kita semua sadar bahwa waktu tampaknya berjalan lebih cepat
seiring bertambahnya usia. Dari sudut pandang budaya yang berbeda mungkin perbedaan
yang paling penting adalah apakah waktu dianggap sebagai 'sekuensial' atau 'sinkronis'.
Waktu adalah sekuensial, di mana ia dilihat sebagai sederet peristiwa yang mengikuti
satu sama lain dan di mana kita berkonsentrasi pada satu hal pada satu waktu, secara
teratur mengikuti 'jalur kritis'. Waktu dianggap sinkronis, di mana pada umumnya orang
melakukan beberapa hal pada waktu yang sama dan melihat bahwa ada lebih dari satu
cara untuk mencapai suatu titik tertentu.
Manajemen waktu
Jika perasaan memiliki terlalu banyak komitmen dan tidak cukup waktu adalah
hal yang Anda kenal, mungkin akan membantu untuk:
 Analisis bagaimana Anda menggunakan waktu Anda
 Identifikasi pemborosan waktu
 Rencana: jangka panjang, menengah dan pendek
Organisasi dan stres
Gaya manajemen dan kepemimpinan serta pengaruhnya terhadap budaya organisasi
mempengaruhi pendekatan organisasi terhadap stres. Nilai-nilai mendasari gaya dan
budaya organisasi dan mempengaruhi bagaimana individu diperlakukan. Seperti yang
telah kita lihat di bab-bab sebelumnya, kesepakatan tentang nilai dan implikasinya
terhadap struktur kemudian dapat mendukung aktivitas kepemimpinan dan manajemen
yang penting seperti:
. Induksi dan pendampingan
. Pengembangan profesional
. Kenikmatan lingkungan kerja fisik
. Komunikasi
. Kerja tim.

Konteks dan tekanan kebijakan yang lebih luas


Perubahan kebijakan dalam pendidikan mungkin memiliki peran khusus untuk dimainkan
dalam menekankan para profesional dalam pendidikan. Bekerja dalam suasana manajerial
di mana akuntabilitas dituntut secara publik melalui inspeksi dan target, guru, dosen, dan
lainnya mungkin merasakan tingkat stres yang sulit diatasi oleh sekolah individu atau
organisasi pendidikan lainnya. Guru mungkin stres karena mereka diminta untuk bekerja
dengan cara yang tidak semestinya sesuai dengan nilai dan keyakinan mereka tentang
pendidikan. Kombinasi faktor individu, institusional dan nasional mungkin perlu tidak
dipilah untuk mengidentifikasi penyebab stres.

Beban berlebih dan stres terkait dengan manajemen waktu dicatat lebih awal dalam
bab ini. Alasan yang diidentifikasi oleh guru di Inggris untuk jenis stres ini termasuk:
dampak perubahan pendidikan pada kehidupan guru, tugas non-mengajar, peningkatan
dokumen terkait dengan akuntabilitas yang lebih besar, mencakup kolega yang tidak
hadir, berurusan dengan inisiatif pemerintah dan perencanaan yang buruk di sekolah
(Bubb dan Earley 2004: 8–9).

Keseimbangan kerja-hidup
Bagian dari penataan ulang tenaga kerja sekolah di Inggris, yang disebutkan di atas,
adalah bahwa 'ketentuan harus dibuat bagi guru dan kepala sekolah untuk menikmati
keseimbangan kerja-hidup yang wajar' (Bubb dan Earley 2004: 17). Galton dan
MacBeath (2008: 114) berkomentar bahwa renovasi 'telah terbukti menjadi sesuatu yang
paliatif', tetapi tidak benar-benar mempengaruhi keseimbangan kerja-hidup kepala
sekolah, asisten pengajar, yang telah mengambil banyak dari tugas-tugas yang guru telah
dapat lepaskan, atau guru itu sendiri.
Itu mungkin konteksnya, tetapi untuk setiap individu, keluarga dan tanggung jawab
pekerjaan terus berubah sehingga menemukan keseimbangan yang tepat bukanlah proses
yang mudah, dan mungkin membutuhkan negosiasi berkelanjutan dari pihak individu,
keluarga mereka dan tempat kerja mereka. Di Inggris, konteks hukum sedang berubah,
lebih memperhatikan kebutuhan individu dan keluarga. Penyandang disabilitas atau yang
lebih tua mungkin membutuhkan fleksibilitas dan / atau pekerjaan paruh waktu. Sikap
kami terhadap keseimbangan kerja-hidup sedang berubah, dengan pria dan wanita yang
berusaha untuk memainkan peran penuh dalam kehidupan keluarga dan pekerjaan. Ada
perubahan besar yang mulai terjadi dalam kehidupan rumah tangga, tetapi pada tahap ini
adalah wajar jika beban yang lebih besar dari tanggung jawab rumah tangga diambil oleh
ibu dalam keluarga yang memiliki anak.

10. Mengembangkan pemahaman tentang emosi


dan kepemimpinan
Megan Crawford
Emosi berfungsi sebagai prisma yang melaluinya kita dapat merekonstruksi apa sering kali tidak terlihat atau
tidak disadari - apa yang pasti kita harapkan, harapkan, lihat atau bayangkan menjadi kenyataan dalam
situasi tersebut. (Hochschild 1983: 246)

Emosi adalah bidang studi yang sangat besar, dan bab ini hanya menyajikan beberapa
pendekatan yang secara khusus relevan bagi mereka yang bekerja di bidang pendidikan.
Mengikuti beberapa definisi, sebuah skenario, yang diambil dari penelitian saya di
Inggris (Crawford 2009), mengarah ke diskusi yang lebih lengkap tentang pendekatan
ini.

Emosi dan kepemimpinan


Konsep emosi sangat terkait dengan aspek kepemimpinan yang dibahas dalam bab-
bab sebelumnya dalam buku ini, memberi kita wawasan baru tentang praktik
kepemimpinan dan manajemen. Pandangan khusus saya adalah bahwa pemahaman
yang lebih baik tentang kedua konsep: emosi dan kepemimpinan dapat
meningkatkan pengetahuan pemimpin baik tentang diri mereka sendiri maupun
orang lain. Ogawa dan Bossert (1997: 19) mengemukakan bahwa: 'kepemimpinan
mengalir melalui jaringan peran yang membentuk organisasi. . . dengan peran yang
berbeda memiliki akses ke yang berbeda tingkat dan jenis sumber daya.

Mendefinisikan emosi
Budaya organisasi diciptakan dan dipertahankan setidaknya sebagian oleh emosi
para peserta, dan itulah mengapa penting bagi mereka yang memegang peran
kepemimpinan untuk belajar lebih banyak tentang emosi mereka sendiri dan orang
lain. Bahkan tindakan mendefinisikan emosi dapat membantu para pemimpin dan
dapat dilihat sebagai aspek pengembangan kesadaran kritis (lihat Bab 1). Karena
ketika kita mempertimbangkan emosi, kita sering memikirkan tampilan emosi
secara sadar, seperti seseorang menjadi marah. Kita mungkin juga memikirkan
perasaan tidak sadar atau sadar di mana apa yang terjadi di dalam tidak terlihat
secara lahiriah, seperti merasa marah tetapi tidak menunjukkannya kepada orang
lain. Seluruh area kepemimpinan berkaitan dengan bagaimana pengaruh terjalin ke
dalam hidup kita tanpa kita harus menyadarinya hampir sepanjang waktu. Emosi
dapat digunakan untuk menggambarkan baik manifestasi yang terlihat dari luar,
dan perasaan yang tidak dapat kita lihat, tetapi ada di dalam pikiran orang yang
bersangkutan. Para pemimpin perlu mengeksplorasi bagaimana aspek-aspek ini
saling berhubungan. Dengan demikian, perhatian afektif terkait dengan area seperti
nilai, prinsip dan penilaian (lihat Bab 2); konsep-konsep yang memberikan warna
emosional, semangat, dan tujuan individu pada kepemimpinan.
Tenaga kerja emosional
Hochschild (1983) memperkenalkan konsep kerja emosional, dimana emosi dapat
dipandang sebagai suatu proses yang membutuhkan manajemen sadar secara terus
menerus dalam konteks kerja. Hochschild memandang keadaan emosi individu
sebagai dibentuk oleh posisi mereka dalam sistem sosial dan dalam hubungan
kekuasaan dalam sistem itu, dan prihatin untuk menarik perhatian para peneliti
bagaimana emosi dapat digunakan untuk tujuan komersial, atau apa yang disebut
Hochschild 'hati yang dikelola'. Untuk mengkonseptualisasikan kerja emosional,
dia menggunakan penelitiannya tentang peran manajemen emosi dalam kehidupan
pramugari, dan mengeksplorasi ketegangan yang muncul ketika seseorang harus
memberikan kinerja tertentu sebagai bagian dari pekerjaan mereka.
Pendekatan psikologis
Dalam hal literatur psikologis, sebagian besar manajemen emosi yang dilakukan
oleh orang-orang di organisasi layanan publik adalah fokus pada respons - yaitu
mengelola persepsi publik tentang emosi mereka saat suatu situasi terjadi. Di
sekolah misalnya, ada harapan bahwa kepala sekolahlah yang mengendalikan
situasi. Ini memiliki hubungan yang jelas dengan konsep kerja emosional, di mana
pemimpin mungkin mempraktikkan tindakan di permukaan atau di dalam dalam
menjalankan peran mereka.
Kecerdasan emosional
Kecerdasan emosional pada awalnya merupakan sebuah konsep psikologis, tetapi
seiring waktu, telah berkembang menjadi sesuatu yang lebih mirip dengan
pendekatan kompetensi terhadap emosi, item yang dapat diukur dalam daftar
periksa.
Salovey dan Mayer. Karya asli mereka, dan penekanan di dalamnya, berkaitan
dengan serangkaian proses mental yang terkait secara konseptual yang melibatkan
informasi emosional. Mereka memandang proses kunci ini sebagai cara mendekati
apa yang mereka sebut 'tugas hidup', dengan apa yang mereka sebut kecerdasan
emosional (Salovey dan Mayer 1990, 2001). Konsep ini kemudian dipopulerkan
oleh Goleman (1995, 1998). Keempat proses tersebut adalah:
. Penilaian dan ekspresi emosi (diri sendiri dan orang lain)
. Pengaturan emosi
. Pemanfaatan emosi
. Fasilitasi emosi untuk berpikir.

Konteks emosional
Tenaga kerja emosional dan kecerdasan emosional adalah dua konsep dari
penelitian yang tampaknya berlaku sangat baik untuk kepemimpinan dalam
pendidikan. Emosi, kemudian, bukan hanya bagian dari individu tetapi juga bagian
dari aspek sosial organisasi. Ini karena emosi organisasi diwujudkan dalam diri
pemimpin dan mereka yang dipimpin. Itu adalah bagian dari tampilan luar dan
perasaan batin mereka: aspek emosi yang melekat dan dibangun secara sosial yang
bekerja bersama. Kedua aspek ini membentuk konteks emosional organisasi.

11. Pengembangan pribadi dan kelembagaan

Komunitas belajar
Pada bab terakhir ini kita melihat bagaimana individu dalam suatu organisasi dan
organisasi itu sendiri dapat terus 'tumbuh' sehingga hubungan antara sekolah,
perguruan tinggi atau organisasi lain dan lingkungan di mana organisasi itu bekerja
simbiosis dan dinamis. Untuk mewujudkannya, organisasi harus terus belajar di
semua tingkatan. Ini menyiratkan terlibat dengan manajemen perubahan karena
komunitas pembelajar adalah komunitas yang berubah dengan adaptasi yang
dilakukan berdasarkan pengetahuan profesional yang berubah, struktur sosial-
ekonomi dan ekspektasi budaya. Bab ini dimulai dengan gambaran umum tentang
kesempatan belajar dan kemudian berlanjut dengan membahas teori tentang
bagaimana orang dewasa belajar. Skenario berfokus pada bagaimana staf dapat
belajar bersama untuk menghasilkan perbaikan kelembagaan dan bagian terakhir
berfokus pada tiga cara penting di mana individu dapat mengembangkan
keterampilan profesional mereka, melalui pendampingan, pembinaan dan fasilitasi
Pendekatan untuk belajar
Anda mungkin setuju atau tidak setuju bahwa tujuan akhir dari semua
pengembangan kelembagaan dalam pendidikan adalah peningkatan pengajaran dan
pembelajaran, tetapi itulah mengapa pengembangan profesional tersedia bagi para
guru. Beberapa guru mungkin terlalu bergantung pada pendekatan transmisif untuk
mengajar dan belajar, untuk diri mereka sendiri dan siswa mereka, dan menilai
keefektifan kegiatan perkembangan hanya dalam kaitannya dengan apa yang telah
diberitahu kepada mereka. Pendekatan transmisif dapat mendominasi karena antara
lain:
 Mereka sesuai dengan kerangka kerja yang ada, mereplikasi pengalaman
guru sendiri.
 Mereka cocok dengan sistem akuntabilitas berdasarkan keluaran.
 Mereka menghadirkan lebih sedikit masalah organisasi karena memang
demikian adanya hierarki di alam.
 Mereka 'lebih rapi' daripada pendekatan yang lebih kreatif.

Pengamatan pelajaran dan implementasi kebijakan

Untuk memahami kemajuan dan masalah dalam pengembangan organisasi


terkadang perlu bagi semua guru untuk terbuka untuk diamati di tempat
kerja baik oleh rekan kerja, rekan kerja atau atasan. Ini mungkin berarti
sebagai bagian dari pertemuan, atau di dalam kelas atau dalam interaksi
dengan individu atau kelompok. Namun, hal ini membutuhkan budaya
keterbukaan yang cukup untuk dikembangkan, jika tidak, mungkin ada
masalah bagi mereka yang merasa terpinggirkan di sekolah atau perguruan
tinggi. Jika pengamatan rekan atau atasan terhadap kriteria yang disepakati
dikembangkan sebagai bagian dari kehidupan sekolah, marjinalisasi ini akan
diminimalkan. Setelah kolega disiapkan untuk berbagi pengalaman mereka,
fokus akan beralih dari perasaan guru bahwa mereka adalah subjek
observasi ke pemahaman bersama tentang apa yang perlu diteliti lebih
lanjut. Ketika ini telah dilakukan, strategi pengembangan yang didukung
baik melalui kerja sama, fasilitasi atau pendampingan menjadi mungkin di
tingkat individu atau kelompok.

Budaya belajar

Budaya belajar hanya bisa benar-benar ada jika ada saling pengertian dan
kolaborasi. Earley (2005) menyatakan bahwa:
Partisipasi aktif oleh semua dalam budaya kolaboratif berarti bahwa setiap
orang bertanggung jawab untuk belajar. Guru dan orang lain yang bekerja di
komunitas seperti itu akan mendiskusikan pekerjaan mereka secara terbuka
dan berusaha untuk meningkatkan dan mengembangkan pedagogi mereka
melalui penyelidikan kolaboratif dan berbagi praktik yang baik.
(Earley 2005: 245)

Anda mungkin juga menyukai