Anda di halaman 1dari 18

Keperawatan Medikal Bedah

LAPORAN PENDAHULUAN
HEPATOMA

Oleh :

ISLAMIAH
NIM : 70900120036

CI LAHAN CI INSTITUSI

( ) ( )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XVIII


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2021

1
1. TINJAUAN PUSTAKA

a. Defenisi
Hepatoma ( Hepatocellular Carcinoma / HCC ) adalah tumor ganas
hati primer yang berasal dari hepatosit (kanker hati primer). Hepatoma
juga dikenali dengan nama lain yaitu kanker hati primer, hepatokarsinoma
dan kanker hati. Hati terbentuk dari tipe-tipe sel yang berbeda.
Bagaimanapun sel-sel hati (hepatocytes) membentuk sampai 80 % dari
jaringan hati, jadi mayoritas dari kanker-kanker hati primer (lebih dari 90
sampai 95 %) timbul dari sel-sel hati dan disebut kanker hepatoselular
(hapatocellular kanker ) atau Karsinoma (Putra, 2011).
Hepatocellular carcinoma (HCC) atau Hepatoma adalah keganasan
paling umum keenam di seluruh dunia dan merupakan penyebab
meningkatnya mortalitas terkait kanker serta merupakan penyebab utama
kematian pada pasien dengan sirosis ( Abhijeet, 2015).
Kanker hati primer (PHC) adalah salah satu tumor ganas yang
paling umum dengan 90-95% kanker hati adalah karsinoma hepatoseluler
(HCC). Kanker hati tidak menunjukkan gejala pada tahap awal, sedangkan
gejala klinis terbukti pada tahap lanjut, yang mengarah ke efek kuratif
yang tidak memuaskan. Pada tahun 2008, HCC terdaftar sebagai jenis
kanker paling mematikan ketiga (1). Temuan dari studi sebelumnya
menunjukkan bahwa diagnosis dini HCC dan pengobatan yang efektif
cenderung memperpanjang masa hidup pasien kanker hati (2). Dengan
demikian, identifikasi penanda sensitivitas dan spesifisitas tinggi baru
untuk HCC sangat penting ( Qiang Ju, 2013).
b. Etiologi
Hepatoma dianggap terjadi dari hasil interaksi sinergis multifactor
dan multifasik, melalui inisiasi, akselerasi dan transformasi dan proses
banyak tahapan dan peran serta banyak onkagen dan gen terkait, mutasi
multi genik. Etiologi hepatoma belum jelas, menurut data yang ada, virus
hepatitis, aflatoksin dan pencemaran air minum merupakan tiga factor
utama yang terkait dengan timbulnya hepatoma (Putra, 2011).
1. Virus Hepatitis
a) HBV (Hepatitis B)
Hubungan antara infeksi kronik HBV dengan timbulnya hepatoma
terbukti kuat, baik secara epidemologis klinis maupun
eksperimental. Karsinogenisitas HBV terhadap hati terjadi melalui
proses inflamasi kronik, integrasi HBV DNA ke dalam DNA sel
pejamu dan aktifitas protein spesifik HBV berinteraksi dengan gen
hati. Pada dasarnya, perubahan hepatosit dari kondisi inaktif
menjadi sel yang aktif bereplikasi menentukan tingkat
karsinogenesis hati.
b) HCV (Hepatitis C)
Infeksi HCV berperan penting dalam pathogenesis hepatoma pada
pasien yang bukan pengidap HBV. Pada kelompok pasien penyakit
hati akibat transfusi darah dengan anti-HCV positif, interval antara
saat transfuse hingga terjadinya hepatoma dapat mencapai 29 tahun.
Hepatokarsinogenesis akibat infeksi HCV diduga melalui aktifitas
nekroinfiamasi kronik dan sianosis hati.
2. Alkohol
Sirosis hati yang disebabkan konsumsi alcohol yang berlebih ternyata
merupakan penyebab utama terjadinya kanker hati di usia lanjut. Hal ini
didukung dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa komsumsi
alcohol >50-70 gram perhari dan dalam jangka waktu yang lama
ternyata tidak hanya meningkatkan risiko terbentukya sirosis hati
namun juga mempercepat terjasinya sirosis pada penderita hepatitis C
dan kanker hati
3. Diabetes Melitus (DM)
Telah lama ditengarai bahwa DM merupakan factor resiko baik untuk
penyakit hati kronik maupun kanker hati melalui terjadinya perlemakan
hati dan steatohepatitis non-alkoholik (NASH). Disamping itu DM
dihubungkan dengan peningkatan kadar insulin yang merupakan factor
promotes potensial untuk kanker.
4. Idiopatik
Antara 15-40 % kanker hati ternyata tidak diketahui penyebabnya
walaupun sudah dilakukan pemeriksaan yang menyeluruh. Beberapa
penjelasan menyebutkan peranan perlemakan hati yang bukan
disebabkan oleh alcohol dipercaya dapat menyebabkan kerusakan sel
hati yang luas yang pada akhirnya menimbulkan sirosis dan kanker hati.
5. Sirosis
Individu-individu dengan kebanyakan tipe-tipe sirosis hati berada pada
risiko yang meningkat mengembangkan kanker hati. Sebagai tambahan
pada kondisi-kondisi yang digambarkan diatas (hepatitis B, hepatitis C,
alcohol dan hemoehomatosis). Kekurangan alpha 1 anti-trypsin, suatu
kondisi yang diturunkan yang dapat menyebabkan sirosis dan menjurus
pada kanker hati. Kanker hati juga dihubungkan sangat erat dengan
kelainan biokimia pada masa kanak-kanak yang berakibat pada sirosis
dini. Penyebab-penyebab tertentu dari sirosis lebih jarang dikaitkan
dengan kanker hati daripada penyebab-penyebab lainnya. Contohnya,
kanker hati jarang terlihat dengan sirosis pada penyakit Wilson
(metabolisme tembaga yang abnormal) atau primary selerosing
cholangitis (luka parut dan penyempitan pembuluh-pembuluh empedu
yang kronis).
Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah
di Indonesia (Nurarif & Kusuma 2015).
c. Klasifikasi
Hepatoma 75 % berasal dari sirosis hati yang lama/menahun.
Khususnya yang disebabkan oleh alkoholik dan post nekrotik. Pedoman
diagnostik yang paling penting adalah terjadinya kerusakan yang tidak
dapat dijelaskan sebabnya. Pada penderita sirosis hati  yang disertai
pembesaran hati mendadak. Matastase ke hati dapat terdeteksi pada lebih
dari 50 % kematian akibat kanker.
Diagnosa sulit ditentukan, sebab tumor biasanya tidak diketahui
sampai penyebaran tumor yang luas, sehingga tidak dapat dilakukan
reseksi lokal lagi. Adapun stadium hepatoma :
1) Stadium I : Satu fokal tumor berdiameter < 3 cm
2) Stadium II : Satu fokal tumor berdiameter > 3 cm. Tumor terbatas pada
segment I atau multi-fokal tumor terbatas padlobus kanan atau lobus
kiri hati
3) Stadium III : Tumor pada segment I meluas ke lobus kiri (segment IV)
atau ke lobus kanan segment V dan VIII atau tumor dengan invasi
peripheral ke sistem pembuluh darah (vascular) atau pembuluh empedu
(biliary duct) tetapi hanya terbatas pada lobus kanan atau lobus kiri hati
4) Stadium IV : Multi-fokal atau diffuse tumor yang mengenai lobus
kanan dan lobus kiri hati. atau tumor dengan invasi ke dalam pembuluh
darah hati (intra hepaticvaskuler ) ataupun pembuluh empedu (biliary
duct) atau tumor dengan invasi ke pembuluh darah di luar hati (extra
hepatic vessel) seperti pembuluh darah vena limpa (vena lienalis) atau
vena cava inferior-atau adanya metastase keluar dari hati (extra hepatic
metastase).
d. Patofisiologi
Beberapa faktor patogenesis karsinoma hepatoseluler telah
didefinisikan baru-baru ini. Hampir semua tumor di hati berada dalam
konteks kejadian cedera kronik (chronic injury ) dari sel hati, peradangan
dan meningkatnya kecepatan perubahan hepatosit. KHS biasanya
merupakan perkembangan dari hepatitis kronis/sirosis di mana ada
mekanisme peradangan terus menerus dan regenerasi dari sel hepatosit
(Nadhim, 2016)
Hepatoma 75% berasal dari sirosis hati yang lemah/menahun.
Khususnya yang disebabkan oleh alkoholik dan postnekrotik. Pedoman
diagnostik yang paling penting adalah terjadinya kerusakan yang tidak
dapat dijelaskan sebabnya. Pada penderita sirosis hati yang disertai
pembesaran hati mendadak (simbolon, dkk 2015).
Karsinoma hepatoselular merupakan komplikasi yang bisa berasal
dari infeksi Virus hepatitis B, namun mekanisme pasti timbulnya KHS
karena infeksi VHB kronis masih belum jelas. Diduga respon imun
terhadap VHB berperan dalam timbulnya KHS. Pasien dengan tanda
infeksi VHB aktif berisiko 10,4 kali lebih besar dibanding dengan pasien
tanpa infeksi aktif. Pada bayi dan anak, terdapat 2 pola penularan, secara
vertikal dan horizontal. Penularan horizontal dari orang tua terjadi melalui
jalur parenteral seperti transfusi, suntikan dengan jarum suntik tercemar,
tindik kuping, khitan atau melalui luka. Penularan secara vertikal terjadi
saat proses persalinan, akibat darah ibu yang mengkontaminasi bayi.
Infeksi perinatal ini berperan sebagai penyebab kronisitas dan keganasan
karena daya penghancur hepatosist yang mengandng VHB pada bayi
belum sempurna, sehingga DNA virus lebih luas berintegrasi dengan DNA
hepatosit (Nadhim, 2016).
Antivirus sel T berperan penting dalam mengontrol infeksi VHB,
respon sel T yang kuat pada pasien VHB akan membunuh virus sehingga
pasien menjadi sembuh, namun hal ini tidak terjadi pada penderita infeksi
VHB kronis, dimana respon sel T tidak efektif. Respons sel T yang tidak
efektif ini akan menyebabkan infeksi persisten pada penderita infeksi
VHB kronis. Infeksi VHB kronis ini merupakan lingkungan mitogenik dan
mutagenik yang akan merusak susunan genetik dan kromosom sel, dimana
DNA VHB akan masuk dalam susunan DNA sel, terjadi microdeletions
pada DNA sel sehingga kontrol pertumbuhan sel terganggu. Diagnosa sulit
ditentukan, sebab tumor biasanya tidak diketahui sampai penyebaran
tumor yang luas, sehingga tidak dapat dilakukan reseksi lokal lain. Pada
kasus kronis terjadi siklus penghancuran dan regenerasi sel hati terinfeksi
yang akan berakhir pada KHS (Nadhim, 2016).
e. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis berupa rasa nyeri tumpul umumnya dirasakan oleh
penderita dan mengenai perut bagian kanan atas, di epigastrium atau pada
kedua tempat epigastrium dan hipokondrium kanan. Nyeri yang terjadi
terus menerus sering menjadi lebih hebat bila bergerak. Nyeri terjadi
sebagai akibat pembesaran hati, peregangan glison dan rangsangan
peritoneum. Terdapat benjolan di daerah perut bagian kanan atas atau di
epigastrium. Perut membesar karena adanya asites yang disebabkan oleh
sirosis atau karena adanya peneybaran karsinoma hati ke peritoneum
(Siregar Gontar A, 2010).
Umumnya terdapat keluhan mual dan muntah, perut terasa penuh,
nafsu makan berkurang dan berat badan menurun dengan cepat. Yang
paling penting dari manifestasi klinis sirosis adalah gejala-gejala yang
berkaitan dengan terjadinya hipertensi portal yang meliputi asites,
pendarahan karena varises esofagus, dan ensefalopati (Siregar Gontar A,
2010).
f. Penatalaksanaan
1. Kemoterapi
Kemoterapi regional meliputi penginfusan agens yang sangat
dimetabolisasi oleh hari melalui arteri hepatik.Ini sangat meningkatkan
dosis obat yang diberikan ke tumor, tetapi meminimalkan efek
samping sisterik. Kemoterapi intra arterial dapat diberikan melalui
kateter sementara yang dipasang ke dalam arteri aksila atau femoralis.
Komplikasi metode ini meliputi trombosis hepatik dan arteri intra
abdomen lain, perubahan posisi kateter, sepsis dan hemoragi. Obat
juga dapat diberikan melalui pompa yang dapat ditanam, yang
memberikan keuntungan dengan membuat pasien tetap dapat berjalan
dan menurunkan komplikasi terkait kateter. Agens yang digunakan
paling sering untuk kemoterapi intra arterial adalah flokuridin (FUDR)
dan 5-FU. Obat lain yang digunakan meliputi sisplatin, doksorubisin,
mitomisin-C, dan diklorometotrekstat.
2. Terapi Radiasi
Meskipun kanker hati diyakini sebagai tumor tumor radiosensitive,
penggunaan terapi radiasi dibatasi oleh intoleransi relative parenkim
normal. Semua hati akan metoleransi 3000cGy. Pada dosis ini
insidensi hepatitis radiasi adalah 5% sampai 10%.Pengobatan atau
remisi jangka panjang kanker hati memerlukan dosis lebih tinggi
secara signifikan.
3. Terapi Bedah
Pembedahan adalah satu-satunya penanganan kuratif potensial untuk
pasien kanker hati.Sayangnya hanya 25% pasien memenuhi kriteria
untuk reseksi hati. Terdapat tiga macam terapi bedah, yaitu:
a) Hepatektomi Parsial.
Di Amerika Serikat, resksi mungkin hanya 5% dari pasien. Secara
umum, Hepatocellular carcinoma memiliki lesi soliter pada
sebagian lobus hati sehingga dengan intervensi hepaktomi parsial
pada sebagian lobus hati memberikan hasil terbaik untuk
optimalisasi fungsi hati yang tersisa
b) Transplantasi.
Banyak pasien tidak dicalonkan pada hepaktetomi parsial karena
luasnya penyakit hati. Beberapa pasien ini baik kandidat untuk
transplantasi hati karena memiliki potensi untuk menghilangkan
kanker, menyembuhkan penyakit hati yang mendasari
c) Ablasi tumor local
Suntikan etanol Intratumoral atau asam asetat, terapi panas
( melalui radioterapi atau laser ablation ), atau dingin
( cryoablation dengan nitrogen cair ) dapat digunakan untuk
mengontrol tumor secara local lebih kecil dari 4-5 cm. Teknik-
teknik ini sering dilakukan secara perkutaneus sebagai prosedur
rawat jalan ( Qiang Ju, 2013)
g. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan bilirubin total, aspartate aminotransferase (AST),
fosfatase alkali, albumin, dan waktu prothrombin menunjukan hasil
yang konsisten dengan sirosis.
2. Alpha-fetoprotein (AFP) meningkat pada 75% kasus.
3. Radiografi.
a) Foto toraks, dilakukan untuk mendeteksi adanya metastasis paru.
b) CT Scan. Dilakukan untuk pasien Hepatocelullar carcinoma karena
meningkatnya AFP. Setiap tes memiliki 70-80% kesempatan untuk
menemukan lesi soliter.
c) MRI dapat mendeteksi lesi lebih dan juga dapat digunakan untuk
menetukan aliran dalam vena vortal.
d) USG untuk mencari tanda-tanda sirosis dalam atau pada
permukaan hati.
e) Biopsi.
Biopsi sering diperlukan untuk membuat diagnosis. Secara umum,
core biopsi lebih disukai dari biopsi jarum halus. Biopsi umumnya
diperoleh melalui perkutaneus dibawah bimbingan
ultrasonographic atau CT. sebelum mendapatkan biopsy,
paracentesis volume besar mungkin berguna pada pasien dengan
asites massif; selain itu, transfuse trombosit mungkin diperlukan
pada pasien dengan sirosis dengan trombositopenia berat
(<50.000). Resiko pendarahan tidak berkolerasi dengan
peningkatan dalam waktu prothombin.
h. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada sirosis adalah asites,
perdarahan saluran cerna bagian atas, ensefalopati hepatika, dan sindrom
hepatorenal. Sindrom hepatorenal adalah suatu keadaan pada pasien
dengan hepatitis kronik, kegagalan fungsi hati, hipertensi portal, yang
ditandai dengan gangguan fungsi ginjal dan sirkulasi darah Sindrom ini
mempunyai risiko kematianyangtinggi. Terjadinya gangguan ginjal pada
pasien dengan sirosis hati ini baru dikenal pada akhir abad 19 dan
pertamakali dideskripsikan oleh Flint dan Frerichs. Penatalaksanaan
sindrom hepatorenal masih belum memuaskan; masih banyak kegagalan
sehingga menimbulkan kematian. Prognosis pasien dengan penyakit ini
buruk.
PENYIMPANGAN KDM
Virus hepatitis B Virus hepatitis C Aflatoksin Alkohol, steroid
anabolic,
androgen yang
berlebihan, Bahan
Integrasi DNA kontrasepsi oral,
Infeksi sel hati Mutasi gen Penimbunan zat
virus ke DNA sel
besi yang
hati
berlebihan dalam
hati
Peningkatan Inflamasi
poliferasi hepatosit kronik

Sirosis hepatik

Hepatoma

Anoreksia, Asites
mual

Gangguan nutrisi kurang Dinding perut menegang Diafragma


dari kebutuhan tertekan

Gangguan rasa nyaman nyeri Gangguan


ventilasi

Pembedahan

Diskontinuitas
Insisi bedah jaringan

Luka post operasi

Resiko infeksi Gangguan rasa


nyaman nyeri
ASUHAN KEPERAWATAN HEPATOMA
1. PENGKAJIAN
a. Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, suku, bangsa, no. registrasi
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama: klien biasanya mengeluh mual, muntah, nyeri perut
kanan atas, pembesaran perut, berak hitam
2) Riwayat penyakit sekarang: biasanya klien awalnya mengalami mual,
nyeri perut kanan atas, berak hitam, kemudian perut klien membesar
dan sesak nafas.
3) Riwayat penyakit dahulu: biasanya klien pernah mengalami penyakit
hepatitis B atau C atau D. Dan mengalami sirosis hepatic
4) Riwayat penyakit keluarga: biasanya salah satu atau lebih keluarga
klien menderita penyakit hepatitis B atau C atau D. Biasanya ibu klien
menderita hepatitis B atau C atau D yang diturunkan kepada anaknya
pada waktu hamil.
5) Riwayat imunisasi: biasanya klien tidak diimunisasi untuk penyakit
hepatitis B
c. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Biasanya klien terlihat lemah, letih, dengan perut membesar dan sesak
nafas, penurunan BB.
2) TTV
TD: >120/80 mmHg
N: >100 x/mnt
RR: <16 x/mnt
S: >37,5oC
3) Kepala dan leher
Biasanya terjadi pernafasan cuping hidung, ikterus, muntah
4) Thoraks
Biasanya terjadi retraksi dada dikarenakan kesulitas bernafas,
penggunaan otot-otot bantu pernafasan
5) Abdomen
Biasanya terjadi pembesaran hati (hepatomegali), permukaan hati
terasa kasar, asites, nyeri perut bagian kanan atas dengan skala 7-10,
splenomegali
6) Ekstremitas
Biasanya terjadi gatal-gatal, kelenahan otot
7) Breath
Biasanya klien mengalami sesak nafas
8) Blood
Biasanya klien anemi dikarenakan adanya perdarahan
9) Brain
Jika sudah metastase akan terjadi enselofaty hepatik
10) Bowel
Biasanya klien mengalami anoreksia, mual, muntah, melena, bahkan
mungkin terjadi hematomesis. Terjadi penurunan BB, turgor kulit lebih
dari 2 detik, rambut kering, mukosa oral kering, penurunan serum
albumin.
11) Blader
Biasanya klien mengeluarkan urin berwarna seperti teh pekat
12) Bone
Jika terjadi metastase ke tulang akan terjadi nyeri tulang
d. Pola fungsi kesehatan
1) Pola aktivitas
Biasanya klien mengalami gangguan dalam beraktivitas dikarenakan
nyeri, kelemahan otot, mual, dan muntah
2) Pola nutrisi
Biasanya klien mengalami anoreksia, mual dan muntah
3) Pola eliminasi
Biasanya klien mengeluarkan urin berwarna seperti teh dan pekat.
4) Pola istirahat
Biasanya klien mengalami insomnia
5) Pola seksual
Biasanya klien mengalami penurunan libido
6) Pola spiritual
Biasanya klien terganggu dalam menjalani ibadah

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Pre operasi
1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan adanya asites dan
penekanan diafragma.
2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
anoreksia, mual.
3) Nyeri berhubungan dengan tegangnya dinding perut. Akibat asites
b. Post operasi
1) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan luka post operasi.
2) Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi.

3. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


Pre operasi
Dx 1 : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan adanya asites dan
penekanan diafragma.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam pernafasan klien
kembali normal
KH :
- Tidak mengeluh sesak napas,
- RR 16 – 24 X/menit.
- Hasil Lab BGA  Normal
- Tidak ada pernafasan cuping hidung
- Tidak ada penggunaan otot-otot bantu pernafasan
Intervensi Rasional
1. Pertahankan Posisi semi fowler 1. Posisi ini memungkinkan tidak terjadinya
penekanan isi perut terhadap diafragma
sehingga meningkatkan ruangan untuk
ekspansi paru   yang maksimal dan
mengurangi peningkatan volume darah
paru sehingga memperluas ruangan yang
dapat diisi oleh udara
2. Observasi gejala kardinal dan monitor 2. Pemantau lebih dini pada perubahan
tanda-tanda ketidakefektifan pola sehingga dapat diambil tindakan
napas penanganan segera.
3. Berikan penjelasan tentang penyebab 3. Pengertian klien akan mengundang
sesak dan motivasi utuk membatasi partispasi klien dalam mengatasi
aktivitas permasalahan yang terjadi
4. Kolaborasi dengan tim medis (dokter) 4. Untuk mengurangi asites dan cairan dalam
dalam pemberian diuretik, batasi cavum peritoneum sehingga pola nafas
asupan cairan, dan aspirasi asites. kembali normal (16-24x/menit)

Dx 2 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia,


mual
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam kebutuhaan nutrisi
klien terpenuhi
KH :
- BB klien naik
- Serum albumin normal
- Makanan 1 porsi habis
- Klien tidak terlahat lemas
Intervensi Rasional
1. Kolaborasi dengan dokter dalam 1. Dengan pemberian vitamin membantu
pemberian vitamin. proses metabolisme, mempertahankan
fungsi berbagai jaringan dan membantu
pembentukan sel baru.
2. Jelaskan pada klien tentang 2. Pengertian klien tentang nutrisi
pentingnya nutrisi bagi tubuh dan diit mendorong klien untuk mengkonsumsi
yang di tentukan dan tanyakan makanan sesuai diit yang ditentukan dan
kembali apa yang telah di jelaskan. umpan balik  klien tentang penjelasan
merupakan tolak ukur penahanan klien 
3. Bantu klien dan keluarga tentang nutrisic.
mengidentifikasi  dan memilih 3. Dengan mengidentifikasi berbagai jenis
makanan yang mengandung kalori makanan yang telah di tentukan
dan protein tinggi Diharapkan klien kooperatif
4. Sajikan makanan dalam keadaan 4. Dengan penyajian yang menarik
menarik dan hangat. diharapkan dapat meningkatkan selera   
makan
5. Anjurkan pada klien untuk menjaga 5. Dengan kebersihan mulut menghindari
kebersihan mulut. rasa mual sehingga diharapkan menambah
rasa
6. Monitor kenaikan berat badan 6. Dengan monitor  berat badan merupakan
sarana untuk mengetahui perkembangan
asupan nutrisi klien

Dx 3 : gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan tegangnya dinding


perut akibat asites
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam skala nyeri berkurang
KH :
- Klien terlihat tenang
- Skala nyeri 0-3
- TD 120/80 mmHg
- Nadi 60-100 x/mnt

Intervensi Rasional
1. Lakukan kolaborasi dengan dokter 1. Analgesik bekerja mengurangi reseptor
dalam pemberian analgesik (perhatikan nyeri dalam mencapai sistim saraf sentral
fungsi faal hepar) 2. Dengan posisi miring ke sisi yang sehat
2. Atur posisi klien yang enak sesuai disesuaikan dengan gaya gravitasi,maka
dengan  keadaan dengan miring kesisi yang sehat maka
terjadi pengurangan  penekanan sisi yang
sakit
3. Keadaan emosional mempunyai dampak
3. Awasi respon emosional klien pada kemampuan klien untuk        
terhadap proses nyeri menangani nyeri
4. Teknik distraksi merupakan teknik
4. Ajarkan teknik pengurangan nyeri pengalihan perhatian sehingga
dengan teknik  distraksi mengurangi emosional dan kognitif
5. Deteksi dini adanya kelainan
5. Observasi tanda-tanda vital

Post operasi
Dx 1 : gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan luka post operasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan manejemen nyeri selama 3 x 24
jam diharapkan nyeri klien berkurang
KH :
- Klien terlihat tenang
- Skala nyeri 0-3
- TD 120/80 mmHg
- Nadi 60-100 x/mnt
Intervensi Evaluasi
1. Observasi cemas, mudah terangsang, 1. Petunjuk non verbal ini dapat
menangis, gelisah, gangguan tidur menindikasikan adanya/ derajat nyeri
yang dialami
2. Pantau tanda-tanda vita 2. Kecepatan jantung biasanya meningkat
karena nyeri. TD mungkin meningkat
karna ketidaknyamanan insisi tetapi
dapat menurun atau tkidak stabil.
3. Berikan tindakan nyaman, bantu 3. Dapat meningkatkan relaksasi atau
aktivitas perawatan diri dan dorong perhatian tak langsung dan menurunkan
aktvitas senggang sesuai indikasi. frekuensi/ kebutuhan dosis analgesic.
4. Beritahu pasien bahwa wajar saja, 4. Adanya nyeri menyebabkan tegangan
meskipun lebih baik, untuk meminta otot yang mengganggu sirkulasi,
analgesic segera setelah memperlambat penyembuhan, dan
ketidaknyamanan menjadi dilaporkan memperberat nyeri
5. Kolaborasikan pemberian obat sesuai 5. Biasanya diberikan untuk control nyeri
indikasi seperti profiksene dan adekuat dan menurunkan tegangan otot,
asetaminofen yang memperbaiki kenyamanan pasien
dan meningkatkan penyembuhan
Dx 2 : resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan
klien dapat melaporkan factor resiko yang berkaitan dengan infeksi dan
kewaspadaan yang diperlukan
KH :
- Klien dapat menhidentifikasi factor-faktor resiko dan intervensi untuk
mengurangi infeksi
- Klien dapat mempertahankan lingkungan aseptic yang aman
- Tidak ada tanda-tanda infeksi
Intervensi Rasional
1. Control infeksi, sterilisasi dan 1. Mekanisme yang dirancang untuk
prosedur/kebijakan aseptic mencegah infeksi
2. Periksa kulit untuk memeriksa 2. Gangguan pada integritas kulit atau dekat
adanya infeksi yang terjadi. dengan lokasi operasi adalah sumber
kontaminasi luka.
3. Identifikasi gangguan pada tehnik 3. Kontaminasi dengan lingkungan/ kontak
aseptic dan atasi dengan segera personal akan menyebabkan daerah yang
pada waktu terjadi. steril menjadi tidak steril sehingga dapat
meningkatkan resiko infeksi.
4. Kolaborasikan pemberian antibiotic 4. Dapat diberikan secara profilaksis bila
jika perlu. dicurigai terjadinya infeksi atau
kontaminasi.
DAFTAR PUSTAKA

Grazie Le Marco dkk. 2013. Chemotherapy for Hepatocellular Carcinoma : The


Present and The Future : Mol Clin Oncol
Putra Andrie. 2011. Hepatoma : Fakultas Kedokteran Ukrida Rumah Sakit Umum
Daerah Kota Jakarta
Nadhim Muhammad. 2016. Distribusi Geografis dan Tingkat Keparahan Pasien
Karsinoma Hepatoseluler : Fakultas Pendidikan Kedokteran Diponegoro
Waghray, Abhijeet dkk. 2017. Hepatocellular Carcinoma From Diagnosis to
Treatment : Word J Hepatol
Qiang Ju, dkk. 2015. Tumor Markers For Hepatocellular Carcinoma : Mol Clin
Oncol

Anda mungkin juga menyukai