Anda di halaman 1dari 11

1.

ETIOLOGI PERIODONTITIS
Faktor Utama
a) Plak
Plak gigi merupakan deposit lunak yang melekat erat pada permukaan gigi, terdiri
atas mikroorganisme yang berkembang biak dalam suatu matrik interseluler jika seseorang
melalaikan kebersihan gigi dan mulutnya.
b) Kalkulus
Kalkulus merupakan suatu massa yang mengalami kalsifikasi yang terbentuk dan
melekat erat pada permukaan gigi. Kalkulus merupakan plak terkalsifikasi. Jenis kalkulus di
klasifikasikan sebagai supragingiva dan subgingiva berdasarkan relasinya dengan gingival
margin. Kalkulus supragingiva ialah kalkulus yang melekat pada permukaan mahkota gigi
mulai dari puncak margin gingiva dan dapat dilihat. Kalkulus ini berwarna putih kekuning-
kuningan atau bahkan kecoklat-coklatan. Konsistensi kalkulus ini seperti batu tanah liat dan
mudah dilepaskan dari permukaan gigi dengan bantuan skeler.
c) Aggregatibacter actinomycetemcomitans
Bakteri Aggregatibacter actinomycetemcomitans adalah bagian dari flora normal
pada individu yang sehat, tetapi juga sebagai agen utama dalam beberapa bentuk
periodontitis yang agresif. Sebuah studi longitudinal menunjukkan bahwa anak-anak
dengan keadaan periodontal yang sehat dengan adanya koloni Aggregatibacter
actinomycetemcomitans memiliki peningkatan risiko untuk berkembangnya periodontitis
agresif lokalisata.

2. KLASIFIKASI PERIODONTITIS
a. Periodontitis kronis
Periodontitis kronis berhubungan dengan akumulasi plak dan kalkulus dan secara
umum berkembang lambat, tetapi nampak periode destruksi yang cepat. Peningkatan
perkembangan periodontitis dapat disebabkan oleh dampak faktor lokal, sistemik dan
lingkungan yang dapat mempengaruhi akumulasi plak. Penyakit sistemik seperti
diabetes mellitus dan HIV dapat mempengaruhi pertahanan hospes; faktor lingkungan
seperti kebiasaan merokok dan stress juga dapat mempengaruhi respon hospes
terhadap akumulasi plak.
Ciri-ciri periodontitis krinis:
 Lebih prevalen pada orang dewasa namun juga dapat terjadi pada anak-anak
 Besarnya kerusakan konsisten/sesuai dengan faktor lokal
 Berhubungan dengan pola variabel mikrobial
 Ditemukan kalkulus subgingiva
 Tingkat perkembangan penyakit lambat sampai sedang dengan kemungkinan
periode perkembangan yang cepat
 Dapat dimodifikasi atau berhubungan dengan: penyakit sistemik seperti diabetes
mellitus dan infeksi HIV faktor lingkungan seperti merokok dan stress emosional.

Klasifikasi periodontitis kronis:

 Localized : < 30% daerah yang terlibat


 Generalized : > 30% daerah yang terlibat
 Ringan : clinical attachment loss (CAL) 1-2 mm
 Sedang : clinical attachment loss (CAL) 3-4 mm
 Berat : clinical attachment loss (CAL) ≥ 5 mm

Tanda klinis periodontitis kronis:

 Inflamasi gingiva dan pendarahan

Inflamasi gingiva akan timbul dan terjadi pendarahan waktu penyikatan atau
bahkan pendarahan spontan.

 Poket

Poket sedalam 4 mm menunjukkan adanya periodontitis kronis tahap awal

 Resesi gingiva

Resesi gingiva dan terbukanya akar dapat menyertai periodontitis kronis tetapi tidak
selalu merupakan tanda dari penyakit.

 Mobilitas gigi

Menurut miller:

- Derajat 0 tidak ada kegoyangan fisiologis

- Derajat 1 kegoyangan kurang dari 1mm pergerakan horizontal dalam arah fasial lingual

- Derajat 2 kegoyangan sedang lebih dari 1mm pergerakan horizontal dari arah fasial
lingual

- Derajat 3 kegoyangan berat lebih dari 1mm pergerakan horizontal dalam arah fasial
lingual dan atau mesial distal dan pergerakan kearah vertikal

 Migrasi gigi

Gerakan gigi (atau gigi-geligi) keluar dari posisi sebenarnya di dalam lengkung rahang
merupakan tanda umum dari penyakit periodontal dan salah satu penyebab yang
membuat pasien cemas.

 Nyeri
Salah satu tanda penting dari periodontitis kronis adalah absennya nyeri dan sakit
kecuali bila keadaan tersebut didahului oleh inflamasi. Nyeri atau sakit waktu gigi
diperkusi menunjukkan adanya inflamasi aktif dari jaringan penopang, yang paling akut
bila ada pembentukan abses dimana gigi sangat sensitif terhadap sentuhan.
 Kerusakan tulang alveolar
Resorpsi tulang alveolar dan kerusakan ligamen periodontal adalah tanda paling
penting dari periodontitis kronis dan merupakan salah satu penyebab lepasnya gigi.
Tanda radiografi yang pertama dari kerusakan periodontal adalah hilangnya densitas
tepi alveolar.
 Halitosis dan rasa tidak enak
Rasa dan bau yang mengganggu sering menyertai penyakit periodontal terutama
bila
kebersihan mulut buruk. Inflamasi akut, dengan produksi nanah yang keluar dari
poket bila poket ditekan juga menyebabkan halitosis
b. Periodontitis agresif
Periodontitis agresif berbeda dari periodontitis kronis pada kecepatan
perkembangan penyakitnya yang sebaliknya terlihat pada individu yang sehat, tidak
adanya akumulasi besar plak dan kalkulus, dan riwayat periodontitis agresif pada
keluarga
Karateristik umum periodontitis agresif:
 Pasien sehat secara klinis
 Attachment loss yang cepat dan destruksi tulang
 Besarnya deposit mikrobial inkonsisten/tidak sesuai dengan keparahan penyakit
 Agregasi keluarga pada individu yang menderita
Karakteristik berikut umum tetapi tidak bersifat universal:
 Daerah yang terkena terinfeksi oleh Actinobacillus actinomycetemcomitans
 Abnormalitas fungsi fagosit
 Makrofag hiperresponsif, peningkatan produksi PGE2 dan IL-1β
Klasifikasi periodontitis agresif:
Localized:
 Onset penyakit terjadi pada saat usia pubertas
 Localized pada molar pertama atau insisivus dengan proximal attachment loss
pada setidaknya dua gigi permanen yang salah satunya adalah molar pertama
 Respon serum antibodi yang kuat pada agen penginfeksi

Generalized:

 Biasanya pada individu berusia dibawah 30 tahun (namun dapat juga lebih dari
30 tahun)
 Proximal attachment loss tergeneralisir setidaknya pada tiga gigi selain molar
pertama dan insisivus
 Destruksi periodontal episodik
 Respon serum antibodi yang buruk pada agen penginfeksi
c. Periodontitis sebagai manifestasi penyakit sistemik
Periodontitis sebagai manifestasi penyakit sistemik adalah suatu kondisi jika
penyakit sistemik menjadi faktor predisposisi utama dari periodontitis, tetapi faktor
lokal seperti jumlah plak dan kalkulus di dalam mulut tidak terlihat jelas, sedangkan jika
kerusakan periodontal akibat dari faktor lokal dan diperburuk dengan kondisi sistemik
seperti diabetes mellitus atau infeksi HIV, diagnosisnya menjadi periodontitis kronis
dengan modifikasi kondisi sistemik.
Periodontitis dapat menjadi manifestasi dari penyakit sistemik berikut:

1. Penyakit Hematologi
o Acquired neutropenia
o Leukemias
o Penyakit lainnya

2. Penyakit Genetik

 Familial dan cyclic neutropenia


 Down syndrome
 Leukocyte adhesion deficiency syndromes
 Papillon–Lefèvre syndrome
 Chédiak–Higashi syndrome
d. Necrotizing ulcerative periodontitis (NUP)
Necrotizing ulcerative periodontitis (NUP) mungkin adalah kelanjutan dari
necrotizing ulcerative gingivitis (NUG) ke struktur periodontal yang mengakibatkan
periodontal attachment loss dan bone loss, namun bisa jadi keduanya adalah penyakit
yang berbeda. Untuk saat ini NUG dan NUP diklasifikasikan dibawah kategori
necrotizing periodontal disease, walau dengan level keparahan yang berbeda.
Gambaran klinis dari NUP adalah nekrosis dan ulserasi dari bagian koronal papilla
interdental dan margin gingiva, dengan dengan rasa sakit dan margin gingiva berwarna
merah terang dan mudah berdarah. Hal ini mirip dengan gambaran klinis NUG, hal yang
membedakan dengan NUP adalah NUP merupakan perkembangan destruktif dari
penyakit, yang termasuk periodontal attachment dan bone loss. Deep interdental
osseous craters melambangkan lesi periodontal NUP. Nekrosis pada junctional
epithelium pada pasien NUG dan NUP menyebabkan ulser yang mencegah migrasi
epitel, sehingga pokter tidak terbentuk. Lesi lanjutan dari NUP menyebabkan
kehilangan tulang parah dan mobilitas gigi, hingga tanggalnya gigi. Pasien NUP dapat
disertai bau mulut, demam, kelelahan, atau limfadenopati.

3. EVALUASI GAMBAR RADIOGRAFIS PERIODONTITIS


Ada kehilangan tulang alveolar yang luas (umumnya 50-75% dari panjang akar) yang
mempengaruhi seluruh gigi, dengan pola kehilangan tulang yang tidak teratur (tidak
merata). Beberapa gigi telah kehilangan hampir semua tulang alveolar pendukungnya
akibat perkembangan periodontitis.

Gambaran Radiograf Periodontitis :

a. Kekaburan dan putusnya kontinuitas lamina dura, pada bagian mesial atau distal dari
puncak septum interdental dipertimbangkan sebagai perubahan radiografi paling awal
pada periodontitis.

b. Kehilangan tulang interdental berlanjut dan pelebaran ruang periodontal akibat


radiolusen wedge shape pada aspek mesial dan distal puncak tulang.

c. Proses destruksi berjalan sepanjang puncak septum interdental dan tingginya tulang
menjadi berkurang.
d. Tinggi tulang septum interdental berkurang secara progresif akibat perluasan inflamasi
dan resorpsi tulang.

4. PATOGENESIS PERIODONTITIS
Periodontitis adalah gangguan multifaktorial yang disebabkan oleh bakteri dan
gangguan keseimbangan pejamu dan parasit sehingga menyebabkan destruksi jaringan.
Proses terjadinya periodontitis melibatkan mikroorganisme dalam plak gigi dan faktor
kerentanan pejamu. Faktor yang meregulasi kerentanan pejamu berupa respon imun
terhadap bakteri periodontopatogen.
Tahap awal perkembangan periodontitis adalah inflamasi pada gingiva sebagai
respon terhadap serangan bakteri. Periodontitis dihubungkan dengan adanya plak
subgingiva. Perluasan plak subgingiva ke dalam sulkus gingiva dapat mengganggu
perlekatan bagian korona epitelium dari permukaan gigi. Mikroorganisme yang terdapat di
dalam plak subgingiva seperti Porphiromonas gingivalis, Actinobacillus
actinomycetemcomitans, Tannerela forsythia, Provotella intermedia dan Treponema
denticola akan mengaktifkan respon imun terhadap patogen periodontal dan endotoksin
tersebut dengan merekrut neutrofil, makrofag dan limfosit ke sulkus gingiva untuk
menjaga jaringan pejamu dan mengontrol perkembangan bakteri.
Faktor kerentanan pejamu sangat berperan dalam proses terjadinya periodontitis.
Kerentanan pejamu dapat dipengaruhi oleh genetik, pengaruh lingkungan dan tingkah laku
seperti merokok, stres dan diabetes. Respon pejamu yang tidak adekuat dalam
menghancurkan bakteri dapat menyebabkan destruksi jaringan periodontal.
Tahap destruksi jaringan merupakan tahap transisi dari gingivitis ke periodontitis.
Destruksi jaringan periodontal terjadi ketika terdapat gangguan pada keseimbangan jumlah
bakteri dengan respon pejamu, hal ini dapat terjadi akibat subjek sangat rentan terhadap
infeksi periodontal atau subjek terinfeksi bakteri dalam jumlah yang besar. Sistem imun
berusaha menjaga pejamu dari infeksi ini dengan mengaktifasi sel imun seperti neutrofil,
makrofag dan limfosit untuk memerangi bakteri. Makrofag distimulasi untuk memproduksi
sitokin matri metalloproteinases (MMPs) dan prostaglandin E2 (PGE2). Sitokin MMPs
dalam konsentrasi tinggi di jaringan akan memediasi destruksi matriks seluler gingiva,
perlekatan serat kolagen pada apikal epitel penyatu dan ligamen periodontal. Sitokin PGE2
memediasi destruksi tulang dan menstimulasi osteoklas dalam jumlah besar untuk
meresorbsi puncak tulang alveolar.
Kehilangan kolagen menyebabkan sel epitelium penyatu bagian apikal berproliferasi
sepanjang akar gigi dan bagian korona dari epitelium penyatu terlepas dari akar gigi.
Neutrofil menginvasi bagian korona epitelium penyatu dan memperbanyak jumlahnya.
Jaringan akan kehilangan kesatuan dan terlepas dari permukaan gigi. Sulkus akan meluas
secara apikal dan pada tahap ini sulkus gingiva akan berubah menjadi poket periodontal.

5. PENEGAKAN DIAGNOSIS PERIODONTITIS


a. Pemeriksaan subjektif
b. Pemeriksaan objektif
- pemeriksaan intra oral : pemeriksaan periodontium (adanya plak/kalkulus, probing)
- pemeriksaan ekstraoral : pemeriksaan sendi TMJ, limfonodi
c. Pemeriksaan penunjang : panoramik/bitewing/periapikal
d. Diagnosis : periodontitis kronis generalistadan diperberat oleh penyakit sistemik yaitu
penyakit jantung dan DM
Diagnosis banding :
- periodontitis agresif
- periodontitis sebagai manifestasi dari penyakit sistemik
e. Prognosis :
- Sangat baik : tidak ada kehilangan tulang, kondisi gingiva sangat baik, pasien kooperatif
dan tidak ada kelainan sistemik.
- Baik : sisa tulang adekuat, pasin kooperatif, tidak ada faktor sistemik atau ada faktor
sistemik namun terkontrol
- Sedang : sisa tulang kurang adekuat, pasien kooperatif, ada penyakit sistemik, ada
kegoyangan gigi, ada keterlibatan furkasi grade I
- Buruk : terdapat kerusakan tulang, kekooperatifan pasien meragukan, keterlibatan
furkasi grade I dan II
- Dipertanyakan : kerusakan tulang parah, ada kelainan sistemik, keterlibatan furkasi
grade I dan II
- Hopeless : kerusakan tulang parah, sistemik tidak terkontrol, indikasi ekstraksi
Prognosis kasus : buruk, karena terdapat kehilangan tulang mencapai 1/3 apikal pada
jaringan periodontal lebih dari 30% gigi yang tersisa, gigi goyang derajat 3. Terdapat
poket yang dalam, dan adanya faktor sistemik.

Periodontitis Kronis
 Pemeriksaan Subjective:
- Periodontitis kronis umumnya merupakan penyakit progresif yang lambat yang
tidak menyebabkan individu yang terkena merasakan rasa sakit.
- Pada orang-orang dengan perkembangan penyakit lanjut, area nyeri tumpul local
atau
- sensasi nyeri yang menjalar ke area lain dari mulut atau kepala dapat terjadi.
- Pasien periodontitis kronis umumnya memiliki plak dan kalkulus subgingiva yang
cukup banyak
- Laju perkembangan penyakit lambat
 Pemeriksaan Objective:
o Probbing, Untuk mengetahui terbentuknya pocket dan hilangnya perlekatan.
Subklasifikasi periodontitis kronis didasarkan pada jumlah kehilangan perlekatan:
ringan (1 mm hingga 2 mm), sedang (3 mm hingga 4 mm), dan berat (≥5 mm).
o Pemeriksaan mobilitas gigi, Pada periodontitis kronis, ditemukan mobilitas gigi akibat
hilangnya attachment.
 Pemeriksaan Penunjang:
Radiografi gigi menunjukkan tingkat kehilangan tulang, yang ditunjukkan oleh
penurunan puncak tulang alveolar dari CEJ. Perbedaan antara periodontitis agresif dan
kronis kadang-kadang sulit, karena gambaran klinis mungkin serupa pada saat
pemeriksaan pertama. Pada titik waktu selanjutnya selama perawatan, periodontitis
agresif dan kronis dapat dibedakan dengan tingkat perkembangan penyakit dari waktu ke
waktu, sifat keluarga dari penyakit agresif, resistensi penyakit terhadap terapi anti-infeksi
periodontal, dan adanya factor lokal.

Periodontitis agresif:
Kriteria diagnosis penyakit periodontitis agresif menurut Land et al. (1999) dan
Joshipura et al. (2015) adalah sebagai berikut:
• Onset pada usia muda
• Keterlibatan beberapa gigi dengan pola kehilangan perlekatan klinis dan kehilangan
tulang secara radiografis yang khas.
• Perjalanan penyakit yang cepattanpa keterlibatanpenyakit sistemik yang mengganggu
respon tubuh terhadap infeksi.
• Walaupun padasebagian kasus penyakit munculsebelum pubertas, pada sebagian
besar kasus muncul saat atau setelah periode pubertas. Seseorang dapat terkena kasus
ini pada usia yang muda (misalnya sebelum usia 25 tahun), walaupun gejalanya baru
bisa dirasakan setelah penyakit tersebut terlihat secara klinis.
• Awalnya, lesi-lesi periodontal menunjukkan pola yang spesifik, secara radiografis
tampak kehilangan tulang vertikal pada permukaan proksimal gigi-gigi posterior yang
biasa terjadi secara bilateral. Gambaran radiografis pada kasus-kasus periodontitis
agresif yang parah tampak seperti kehilangan tulang horizontal. Lesi periodontal yang
agresif juga dapat mengenai gigi sulung, walaupun kehilangan dini gigi sulung sangat
jarang.
• Periodontitis agresif dapat bersifat lokal atau menyebar. Pada kasus yang lokal,
kehilangan perlekatan jaringan periodontal dan tulang alveolar biasanya dimulai pada
gigi-gigi insisif dan gigi-gigi molar pertama permanen, dengan bertambahnya usia maka
lesi tersebut dapat menyebar ke gigi-gigi sebelahnya. Bentuk yang menyebardapat
mengenai hampir seluruh gigi permanen.
• Terdapat agregasi familial.
• keberadaan mikroorganisme spesifik, khususnya Aggregatibacter
actinomycetemcomitans (Aa). Bakteri periopatogen ini dapat diidentifikasi
menggunakan metode biologi molekuler modern seperti PCR dan DNA-probes.

6. Tatalaksana periodontitis
Penatalaksanaan Kasus Perawatan yang dilakukan terdiri dari perawatan periodontal
inisial, bedah, dan perawatan pemeliharaan.
a. Perawatan inisial meliputi :
 Pasien diberi edukasi dan motivasi mengenai cara menjaga kebersihan rongga mulut.
 Scalling dan root planning
Scalling : tindakan melepaskan plak dan kalkulus dari supragingiva dan subgingiva
Root planing : tindakan melepaskan sementum nekrotik dan kalkulus residual sehingga
menghasilkan permukaan akar yang halus dan bersih
Bila ada plak dan kalkulus terbatas permukaan enamel saja, cukup dengan scalling.
Bila terdapat exposed dari akar  scaling dan root planning.
 Terapi antimikrobial, pemberian antibiotik sistemik selama 8 hari
 Splinting sementara
Fungsi : menstabilkan gigi goyang, mendistribusikan tekanan
Indikasi : gigi dengan kegoyangan derajat 3
Pasien dievaluasi untuk melihat sejauh mana terjadi perbaikan setelah perawatan
inisial selesai dilakukan. Perawatan bedah dilakukan sebulan kemudian setelah tidak
terlihat adanya pengurangan kedalaman poket.

b. Fase bedah meliputi kuretase, gingivektomi, dan flap.


 Kuretase
Tujuan kuretase yaitu menghilangkan jaringan granulasi dan sementum
nekrotik, membuat perlekatan baru
Indikasi
Apabila setelah scalling dan root planning, inflamasi masih ada, poket infraboni
dengan kedalaman sedang/moderate, poket supraboni dengan kedalaman kurang
dari 5 mm.
Kontraindikasi
Poket dengan kedalaman lebih dari 5 mm sehingga membutuhkan
perawatan flap/bedah yang lebih agresif
 Gingivektomi
Tujuan gingivektomi yaitu membuang gingiva yang merupakan dinding poket
sehingga pandangan menjadi luas dan pembuangan jaringan granulasi atau jaringan
yang mengiritasi lebih mudah.
Indikasi
Poket supraboni dengan dinding gingiva fibrous (4-5mm), gingival
enlargement, abses supraboni, ada cleft gingiva pendek
Kontraindikasi
Perlu bedah tulang, dasar poket di mukogingival junction.
 Flap Sederhana (Undisplaced Flap)

Indikasi

Untuk debridemen poket dengan kedalaman lebih dari 5 mm, tidak ada kelainan
sistemik

Macam – macam flap:

o Full thickness : mukosa dan periosteum

o Partial thickness : hanya mukosa, sedangkan periosteum ditinggalkan

 Insisi (horizontal dan vertical)

Tujuannya yaitu meningkatkan penglihatan dan akses ke tulang dan permukaan


akar sehingga instrumentasi dan debridemen mudah dilakukan.
Setelah dilakukan nya terpai bedah akan terbentuk blood cloth yaitu media yang
baik untuk pertumbuhan bakteri sehingga dapat meningkatkan resiko infeksi dan
memperlambat penyembuhan. Oleh karena itu, diperlukan periodontal pack untuk
menutup luka paska bedah periodontal.

c. Perawatan pemeliharaan

Pada pasien periodontitis akan berlangsung seumur hidup untuk mencegah


rekurensi penyakit, menjaga hasil pembedahan dan juga karena adanya keterlibatan
faktor genetik pada penyakit ini yang mempengaruhi kerentanan individu. Bila terlihat
ada daerah yang memperlihatkan tanda-tanda rekurensi penyakit, seperti perdarahan
saat probing yang merupakan tanda klinis awal dari inflamasi maka harus segera
dilakukan perawatan. Terapi pemeliharan meliputi :

 Cek OHIS
 Cek kondisi gingiva
 Cek oklusi dan kegoyangan gigi
 Cek apakah ada prubahan patologis lain

Pada umumnya pasien dengan periodontitis kronis ringan sampai moderat


memberi respon yang baik terhadap perawatan non-bedah, walaupun terkadang
dibutuhkan juga perawatan bedah. Oleh karena itu rencana perawatan harus
disesuaikan dengan tingkat keparahan penyakit pasien.

7. Pengaruh penyakit sistemik terhadap penyakit periodontal


PENYAKIT PERIODONTAL DAN DIABETES MELITUS
Sitokin sebagai respons imun seluler yang dihasilkan pada inflamasi periodontal
secara sistemik dapat menyebabkan resistensi insulin pasien DM. Studi invitro menyatakan
bahwa sitokin bersifat sitotoksik terhadap sel β pankreas. Interleukin-1, TNFαdan INFγ
pada konsentrasi kecil bersifat sitotoksik terhadap sel β dengan cara menghambat sintesis
dan sekresi insulin, tetapi keadaan akan kembali normal dengan hilangnya sitokin. Sitokin
bersifat sitosidal jika kadar IL-1β, TNFα dan INFγ meningkat menyebabkan kerusakan sel
pada roden dan manusia. Sitokin hasil inflamasi jaringan periodontal terutama IL-1β dan
TNFα dapat menyebabkan kerusakan sel β. Prosesnya melalui 2 mekanisme yaitu
menstimulasi ekspresi iNOS (inducible nitric oxide synthase) dan produksi NO (nitric oxide)
oleh sel-sel β, dan stimulasi ekspresi iNOS oleh sel nonendokrin di pulau Langerhans
(makrofag dan endotel). Sitokin secara in vitro juga mempengaruhi fungsi reseptor tirosin
kinase (reseptor insulin) sebagai katalis langsung reaksi fosforilasi, oleh karena itu sitokin
akan mempengaruhi respons seluler yang dihasilkan reseptor insulin misalnya pada
transporter glukosa (GLUT4), glikolisis dan sintesis glikogen. Hal ini akan menyebabkan
penurunan sekresi insulin pada penyandang DM tipe 2 dengan kelainan periodontal.
Selain itu, DM juga mengakibatkan bertambah parahnya penyakit periodontal. Hal
ini disebabkan karena kadar glukosa darah yang tinggi mengubah komposisi Saliva & GCF
sehingga patogen mendapat banyak asupan dan lebih mudah berkembang biak. Oleh
karena itu, infeksi mudah sekali berkembang pada penderita DM.
Manifestasi oral:
a. Xerostomia (mulut kering)
Diabetes yang tidak terkontrol menyebabkan penurunan aliran saliva, sehingga
mulut terasa kering. Saliva memiliki efek self-cleansing, di mana alirannya dapat
berfungsi membersihkan sisa-sisa makanan dan kotoran dari dalam mulut.
b. Penyakit Periodontal
1) Gingivitis
Gingivitis adalah penyakit periodontal yang secara klinis ditandai dengan gingiva
berwarna merah, membengkak, mudah berdarah, perubahan kontur, kehilangan
adaptasi terhadap gigi, dan peningkatan jumlah cairan sulkus. Penyakit ini disebabkan
oleh infeksi bakteri dan menjadi lebih berat pada penderita diabetes melitus.
2) Periodontitis
Periodontitis adalah radang pada jaringan pendukung gigi (gusi dan tulang).
Tanda-tanda periodontitis antara lain pasien mengeluh gusinya mudah berdarah,
warna gusi menjadi mengkilat, tekstur kulit jeruknya (stippling) hilang, kantong gusi
menjadi dalam, dan ada kerusakan tulang di sekitar gigi, pasien mengeluh giginya
goyah sehingga mudah lepas.
3) Stomatitis Apthosa
Penderita diabetes sangat rentan terkena infeksi jamur dalam mulut dan lidah
yang kemudian menimbulkan penyakit sejenis sariawan. Sariawan ini disebabkan
oleh jamur yang berkembang seiring naiknya tingkat gula dalam darah dan air liur
penderita diabetes.
4) Rasa mulut terbakar
Penderita diabetes biasanya mengeluh tentang terasa terbakar atau mati rasa
pada mulutnya. Biasanya, penderita diabetes juga dapat mengalami mati rasa pada
bagian wajah.
5) Oral thrush
Pada penderita Diabetes melitus kronis dimana tubuh rentan terhadap infeksi
sehingga sering menggunakan antibiotik dapat mengganggu keseimbangan kuman di
dalam mulut yang mengakibatkan jamur Candida berkembang tidak terkontrol
sehingga menyebabkan thrush.
6) Karies Gigi
Pada penderita Diabetes melitus telah diketahui bahwa jumlah air liur berkurang
sehingga makanan melekat pada permukaan gigi. Apabila makanan yang melekat dari
golongan karbohidrat bercampur dengan kuman yang ada pada permukaan gigi dan
tidak langsung dibersihkan, dapat mengakibatkankeasaman didalam mulut menurun,
sehingga dapat mengakibatkan terjadinya karies gigi.

PENYAKIT PERIODONTAL DAN PENYAKIT JANTUNG

Penyakit periodontal dapat meningkatkan kejadian bakteremia. Jaringan


periodontal yang terinflamasi bertindak sebagai penyedia endotoksin (LPS) dari bakteri
dan produknya. Endotoksin masuk ke dalam sirkulasi sistemik menyebabkan bakteremia
dan merangsang kerusakan pada endotel pembuluh darah. Akibatnya susunan epitel
dalam saku periodontal menjadi rusak dan terjadi translokasi langsung bakteri dan
bakteremia. Bakteri dan produknya merusak sel endotel pembuluh darah dengan
merangsang sitokin proinflamasi dan faktor pertumbuhan jaringan hingga menyebabkan
proliferasi otot polos dinding pembuluh darah dan mengaktifkan platelet yang berpotensi
terjadinya tromboembolik yang menyebabkan penyumbatan pembuluh darah, lalu terjadi
iskemi dan memicu serangan jantung.

Penyakit periodontal dapat menjadi risiko independen bagi keadaan sistemik


khususnya penyakit jantung. Proses patologis yang mendasari penyakit ini adalah
aterosklerosis yang terjadi akibat adanya penimbunan fibrolipid atau plak ateromatosa
pada dinding dalam pembuluh darah. Penyakit periodontal dan oral higiene yang buruk
merupakan indikator risiko yang cukup kuat terhadap jumlah kematian dan penyakit
jantung serta menyarankan oral higiene dijadikan sebagai indikator gaya hidup yang
mempengaruhi higiene diri keseluruhan dan perawatan kesehatan umum.

Manifestasi oral

Obat kardiovaskular yang dikonsumsi pasien PJK memiliki efek samping sistemik
maupun rongga mulut yang salah satunya adalah xerostomia. Pusat saliva mengontrol
derajat pengeluaran saliva melalui saraf otonom yang mempersarafi kelenjar
saliva.Rangsangan parasimpatis berperan dominan dalam sekresi saliva dapat
menyebabkan pengeluaran saliva encer dalam jumlah besar dan kaya enzim. Stimulasi
simpatis di pihak lain, menghasilkan volume saliva yang jauh lebih sedikit dengan
konsistensi kental dan kaya mukus. Karena rangsangan simpatis menyebabkan sekresi
saliva dalam jumlah sedikit, mulut terasa lebih kering daripada biasanya.

Adanya pengurangan laju aliran saliva akibat mengonsumsi obat kardiovaskular


terjadi dikarenakan obat tersebut dapat menyebabkan depresi saraf otonom.
Penggunaan obat kardiovaskular tersebut dapat memblokade sistem parasimpatis yang
berperan dominan dalam sekresi saliva sehingga keadaan simpatis dari saraf otonom yang
bekerja dengan menghasilkan volume saliva yang sedikit. Depresi tersebut dapat
terjadinya dengan meniru aksi sistem saraf otonom atau dengan secara langsung beraksi
pada proses seluler yang diperlukan untuk salivasi.

Anda mungkin juga menyukai