Anda di halaman 1dari 37

BAB II

PEMBAHASAN

A. Lingkungan Belajar yang Efektif

Menyediakan lingkungan belajar yang efektif meliputi strategi yang

digunakan guru untuk menciptakan suatu kondisi yang positif, juga menciptakan

pengalaman kelas yang produktif. Hal ini disebut manajemen kelas, yaitu strategi

untuk menyediakan lingkungan belajar yang efektif untuk mencegah dan

menanggapi masalah perilaku, menggunakan waktu di dalam kelas dengan baik,

menciptakan suasana yang konduktif yang menarik, dan kegiatan yang

memungkinkan untuk melibatkan pikiran dan daya imajinasi siswa (Kunter,

Baumert, & Koller, 2007; Martin, 2008). Kelas tanpa masalah perilaku dapat

diasumsikan memiliki managemen yang baik.

Pendekatan yang paling efektif untuk manajemen kelas adalah pengajaran

yang efektif (Evertson & Poole, 2008). Siswa yang mengikuti kegiatan yang

terstruktur dengan baik yang berhubungan dengan minat mereka, yang sangat

termotivasi untuk belajar, dan yang bekerja pada tugas-tugas yang menantang

namun masih dalam batas kemampuan mereka jarang menimbulkan masalah yang

serius ketika diatur. Ms. Cavalho memiliki kelas yang dikelola dengan baik karena

dia mengajarkan pelajaran yang menarik, melibatkan imajinasi dan energi para

siswa, membuat efisiensi penggunaan waktu, dan mengkomunikasikan tujuan,

harapan yang tinggi, dan menumbuhkan antusiasme. Namun, kelas yang dikelola

dengan baik tetap terdiri atas sisiwa secara individu yang dapat berkelakuan

1
2

buruk. Beberapa siswa memandang, kedekatan fisik sudah cukup sedang bagi

yang lainnya pemberian solusi mungkin diperlukan.

Membuat lingkungan belajar yang efektif membutuhkan pengorganisasian

aktivitas dalam kelas, pembelajaran, dan kelas olahraga agar penggunaan waktu

menjadi efektif, menciptakan kebahagiaan, menjadikan kelas yang produktif, dan

untuk meminimalisasi gangguan. Disiplin merupakan metode yang digunakan

untuk mencegah masalah perilaku atau sebagai respon untuk jalan keluar masalah

perilaku sehingga dapat mengurangi timbulnya masalah perilaku tersebut di masa

depan. Mengatur lingkungan pembelajaran yang efektif adalah mengetahui suatu

teknik yang guru dapat belajar dan menerapkannya. Setiap guru, seefektif apapun

dalam hal pembelajaran, dapat menghadapi masalah kedisiplinan sewaktu-waktu.

B. Penggunaan Waktu dalam Pembelajaran

Jika satu waktu hanya dihabiskan mengajarkan satu pokok bahasan, murid

tidak akan mempelajarinya. Meskipun lebih banyak waktu yang dihabiskan dalam

pembelajaran memiliki dampak positif pada prestasi siswa, penambahan waktu

tetap memberikan efek yang rendah atau tidak konsisten (Gijelaers & Schmidt,

1995; Karweit, 1989). Secara spesifik perbedaan khas dalam panjang hari sekolah

dan tahun sekolah di beberapa kawasan hanya memiliki dampak yang kecil pada

prestasi siswa (Karweit, 1989). Waktu aktif belajar, atau waktu untuk

mengerjakan tugas, jumlah waktu yang benar-benar digunakan untuk belajar,

adalah ukuran waktu yang digunakan untuk berkontribusi dalam pembelajaran.

Dengan kata lain, aspek yang paling penting dari waktu adalah hal yang berada
3

langsung dibawah kontrol seorang guru yaitu berupa pengorganisasian dan

penggunaan waktu dalam kelas (Jones & Jones, 2010; Marzono,2003).

1. Menggunakan Waktu yang Dialokasikan untuk Pengajaran

Waktu adalah sumber daya yang terbatas di sekolah. Sekolah umumnya

memiliki sesi sekitar 6 jam sehari selama 180 hari setiap tahun. Waktu untuk

aktivitas pembelajaran dapat diperpanjang dengan cara memberikan tugas untuk

dikerjakan dirumah, kegiatan setelah sekolah atau sekolah musim panas, tetapi

jumlah keseluruhan waktu yang tersedia untuk pembelajaran pada dasarnya telah

diatur. Dari waktu 6 jam (atau lebih) harus digunakan untuk mengajar berbagai

mata pelajaran ditambah waktu untuk makan siang, istirahat, dan pendidikan

jasmani; pergantian kelas; pengumuman; dan seterusnya. Selama periode 40

sampai 60 menit dalam mata pelajaran tertentu, banyak faktor yang sangat

berbeda mengurangi waktu yang tersedia untuk pengajaran.

Penelitian Karweit dan Slavin (1981) di sekolah-sekolah di dalam dan

sekitar pedesaan Maryland, menemukan kelas yang terorganisir dengan baik dan

lugas, dengan guru-guru yang berdedikasi dan pekerja keras. Perilaku siswa

umum baik dan menghormati otoritas. Bahkan, disekolah dengan kualitas yang

sangat baik, rata-rata siswa hanya menghabiskan 60 persen untuk benar-benar

mempelajari matematika dari waktu yang dijadwalkan untuk pelajaran

matematika. Pertama-tama, sekitar 20 hari kelas hilang untuk kegiatan seperti

pengujian standar, acara sekolah, karyawisata, dan ketidakhadiran guru. Pada hari-

hari ketika pengajaran diberikan, waktu kelas hilang karena keterlambatan dalam

memulai pelajaran dan kegiatan yang bukan pengajaran seperti diskusi tentang
4

acara mendatang, pengumuman, membagikan bahan, dan mendisiplinkan siswa.

Pada akhirnya meskipun matematika yang diajarkan, banyak siswa yang tidak

benar-benar terlibat dalam kegiatan pembelajaran. Beberapa melamun selama

pelajaran atau waktu seatwork, bermain-main, atau mengasah pensil; sedang yang

lainnya tidak ada hal yang dilakukan, baik karena mereka selesai dengan

pekerjaan mereka ditugaskan atau karena mereka belum ditetapkan tugas. Angka

60 persen yang diperkirakan oleh Karweit dan Slavin adalah, jika ada, perkiraan

tinggi. Dalam penelitian Weinstein dan Migano (1993) menemukan bahwa siswa

sekolah dasar hanya menghabiskan sepertiga waktu dari mereka untuk terlibat

dalam tugas-tugas belajar.

Waktu pembelajaran yang tersedia disebut alokasi waktu, waktu dimana

siswa memiliki kesempatan untuk belajar, ketika guru mengajar, siswa dapat

belajar dengan memperhatikan. Ketika siswa sedang menulis tugas atau tugas-

tugas lain, mereka dapat sekaligus belajar dengan melakukannya. Ada beberapa

cara yang dialokasikan agar waktu dapat dimaksimalkan.

a. Mencegah waktu terbuang

Waktu pengajaran yang terbuang merupakan kerugian seluruh hari atau

periode. Jumlah dari periode yang terbuang saat pengajaran mengganggu aliran

pengajaran dan dapat menghilangkan waktu siswa untuk menguasai kurikulum.

Menjadikan pemakaian yang baik pada semua kelas akan mengurangi masalah

waktu terbuang dibanding berkomunikasi dengan para murid bahwa belajar adalah

hal penting yang bernilai bagi waktu dan usaha mereka. Jika seorang guru

membuat alasan untuk tidak mengajar, siswa akan belajar bahwa pelajaran
5

bukanlah hal penting untuk dilakukan. Apakah tambahan waktu tidak dapat

menjamin meningkatkan prestasi siswa. Tapi hal itu membantu untuk

mengembangkan persepsi bahwa sekolah adalah tempat untuk belajar, bukan

sekedar untuk menandai waktu.

b. Mencegah keterlambatan dalam memulai pelajaran dan terlau cepat dalam

mengakhiri pelajaran.

Ketepatan waktu memulai pelajaran penting untuk menetapkan nada

purposive pengajaran. Jika siswa tahu bahwa guru tidak memulai pelajaran tepat

waktu, siswa akan memunculkan persepsi dating tepat waktu bukanlah hal yang

penting, sehingga kedepannya akan sulit untuk menanamkan sikap tepat waktu.

Guru yang tidak mengajar sampai akhir waktu, lebih baik daripada memulai

pelajaran dengan buruk atau keterlambatan, tapi akan lebih baik menghindarinya

dengan merencanakan bentuk pengajaran yang dibutuhkan, jika ingin

menyelesaikan pelajaran lebih awal.

c. Mencegah gangguan

Gangguan dapat berasal dari luar, seperti pengumuman atau mungkin

disebabkan oleh guru atau siswa sendiri. Gangguan tidak hanya secara langsung

memotong waktu pelajaran, tetapi juga merusak waktu pelajaran, yang

mengurangi perhatian siswa terhadap tugas yang dihadapi. Menghindari gangguan

membutuhkan perencanaan. Sebagai contoh, beberapa guru menempatkan tanda

di pintu untuk menginformasikan orang yang ingin menyela untuk kembali lagi

nanti. Urusan apapun yang dapat ditunda sampai setelah pelajaran harus ditunda.

d. Penanganan prosedur rutin


6

Prosedur rutin yang dilakukan harus memperhatikan waktu saat

melakukannya, sehingga tidak akan membuang-buang waktu. Seperti kebiasaan

berbaris bagi siswa sebelum melakukan sesuatu, guru harus menangani hal ini

agar tidak membuang banyak waktu.

e. Mempertahankan kecepatan pembelajaran

Penelitian menemukan bahwa siswa belajar lebih banyak dari guru yang

memberikan banyak konten dalam setiap pelajaran (Good & Brophy, 2008).

Kecepatan pembelajaran juga memberikan kontribusi untuk minat dan waktu saat

mengerjakan tugas.

f. Meminimalisasi waktu untuk pendisiplinan

Pernyataan untuk pendisiplinan atau tindakan pendisiplinan tidak harus

mengganggu aliran pelajaran. Menggunakan tatapan dan mendekati siswa secara

diam-diam atau memberi sinyal meletakkan jari ke bibir untuk mengingatkan

siswa untuk diam, akan lebih efektif untuk masalah perilaku kecil tanpa harus

mengganggu pelajaran.

2. Menggunakan Waktu Pemakaian Secara Efektif

Waktu pemakaian (atau waktu pada pengerjaan tugas) adalah waktu

dimana siswa perindividu benar-benar menggunakan waktu untuk mengerjakan

tugas.

a. Mengajar pelajaran yang menarik

Cara terbaik untuk meningkatkan waktu siswa pada tugas adalah

mengajarkan pelajaran yang menarik bagi siswa, menyenangkan, dan


7

berhubungan dengan minat siswa sehingga siswa akan memperhatikan dan

bersemangat melakukan apa yang diminta dari mereka (Emmer & Evertson,

2009;. Evertson dkk, 2009; Weinstein & Mignano, 2003). Cara ini menekankan

keaktifan, kecepatan pengajaran dengan modus beragam presentasi dan

banyaknya kesempatan siswa untuk partisipasi dan menekankan seatwork

independen, terutama seatwork tanpa pengawasan (seatwork adalah menyuruh

semua murid atau sebagian besar murid untuk belajar sendiri-sendiri dibangku

mereka). Penelitian secara konsisten menunjukkan bahwa keterlibatan siswa jauh

lebih tinggi ketika guru mengajar daripada selama seatwork individu (Evertson &

Harris, 1992). Waktu yang terlibat lebih tinggi di program pembelajaran

kooperatif terstruktur dengan baik dibanding dalam seatwork independen (Slavin,

1990), dan memberikan siswa banyak kesempatan untuk berpartisipasi aktif dalam

pelajaran yang berkaitan dengan pembelajaran yang lebih besar juga (Finn & Cox,

1992).

b. Menjaga momentum

Mempertahankan momentum saat pelajaran adalah kunci untuk menjaga

fokus yang lebih tinggi di dalam kelas. Istilah momentum mengacu pada

menghindari gangguan atau slowdowns (Kounin, 1970). Dalam kelas yang

mempertahankan momentum yang baik, siswa selalu dapat bekerja dengan baik,

saat mulai bekerja, focus mereka tidak akan terganggu. Slowdowns dalam

pengajaran dapat berasal dari guru yang terlalu lama menghabiskan waktu untuk

mengatasi perilaku muridnya yang mengganggu yang sebenarnya perilaku

tersebut dapat dengan mudah diabaikan. Sehingga hal tersebut mengganggu fokus
8

siswa lainnya dan mengganggu aliran pelajaran. Kounin menemukan keterkaitan

momentum dengan jumlah waktu pada pengerjaan tugas, Brophy & Evertson

(1976) dan Anderson, Evertson, & Brophy (1979) menemukan momentum

berhubungan dengan prestasi siswa.

c. Menjaga smoothness (kelancaran) saat pengajaran

Smoothness (kelancaran) adalah istilah lain yang digunakan Kounin (1970)

yang mengacu pada keadaan fokus yang terus-menerus pada setiap rangkaian

pelajaran. Pelajaran yang lancer menghindari lompatan dari satu topic ke topic

lain tanpa adanya proses perpindahan atau dari pelajaran menuju kegiatan lainnya.

Hal ini dapat menghasilkan "kesumbangan pemberhentian dalam aliran aktivitas"

(Kounin, 1970). Kelancaran ditemukan sangat terkait dengan waktu siswa pada

pengerjaan tugas (Kounin, 1970) dan prestasi (Anderson dkk, 1979; Brophy &

Evertson, 1976).

d. Pengaturan transisi (perpindahan)

Transisi (perpindahan) adalah perubahan dari satu aktivitas ke aktivitas

lainnya. Anderson & koleganya (1979) dan Evertson & koleganya (1980)

menemukan bahwa efisiensi guru dalam mengelola transisi antara kegiatan

berhubungan positif dengan prestasi siswanya.

Berikut ini adalah tiga aturan untuk pengelolaan transisi:

1) Ketika membuat transisi, sinyal harus diberikan secara jelas untuk siswa

yang telah diajarkan untuk merespon. Misalnya, di sekolah dasar, beberapa

guru menggunakan bel atau sinyal tangan untuk menunjukkan kepada siswa

bahwa mereka harus segera diam dan mendengarkan pelajaran.


9

2) Sebelum transisi dibuat, siswa harus yakin tentang apa yang mereka lakukan

ketika sinyal diberikan. Saat memberikan instruksi kepada siswa untuk

memulai seatwork independen, guru dapat membantu mereka memulainya

sebelum membiarkan mereka bekerja secara independen, seperti dalam.

3) Membuat transisi sekaligus. Siswa harus dilatih untuk membuat transisi

sebagai sebuah kelompok, bukan hanya pada satu siswa di satu waktu

(Charles, 2008).

e. Menjaga fokus grup saat pelajaran berlangsung

Mempertahankan fokus group berarti menggunakan strategi

pengorganisasian kelas dan teknik dengan memberikan pertanyakan untuk

memastikan bahwa semua siswa di kelas terlibat dalam pelajaran, bahkan ketika

hanya satu siswa yang dipanggil oleh guru. Dua komponen utama konsep Kounin

tentang mempertahankan fokus grup ditemukan secara signifikan berhubungan

dengan perilaku siswa menghadapi tugas, accountability (pertanggungjawaban)

dan group alerting. Accountability berarti sejauh mana orang bertanggung jawab

untuk pertunjukan tugas atau hasil keputusan Kounin (1970). Group alerting

adalah strategi memberikan pertanyaan dengan tujuan mendorong semua siswa

untuk memperhatikan selama pelajaran atau diskusi.

f. Menjaga fokus grup selama seatwork

Ketika siswa melakukan seatwork dan guru dalam keadaan

memungkinkan untuk terlibat, sangat penting untuk memonitor dan memeriksa

pekerjaan siswa secara individu. Hal ini memungkinkan guru untuk


10

mengidentifikasi masalah yang dialami siswa sebelum mereka membuang waktu

seatwork untuk menyelesaikan permasalahan atau menyerah karena frustrasi. Jika

siswa terlibat dalam kerja kelompok kooperatif, siswa dapat memeriksa pekerjaan

masing-masing, tetapi guru masih perlu memeriksa masing-masing kelompok agar

siswa tetap berada di jalur yang benar.

Waktu seatwork merupakan peluang yang baik untuk membantu siswa

secara individu yang berusaha untuk bersaing di dalam kelas. Interaksi dengan

siswa selama seatwork harus sesingkat mungkin karena jika guru terlalu lama

untuk fokus pada satu siswa, siswa di kelas dapat menyimpang dari tugas yang

diberikan atau kesulitan dengan masalah mereka sendiri.

g. Withitness

Withitness menggambarkan tindakan guru yang menyadari dan merespon

perilaku siswa di semua waktu (Kounin, 1970). Komponen utama dari withitness

adalah berupa seringnya memindai kelas dan melakukan kontak mata dengan

siswa. Beberapa studi menemukan bahwa pengelola kelas yang efektif adalah

dengan seringnya memindai kelas secara visual, monitoring laju kegiatan serta

perilaku masing-masing siswa (Brooks, 1985; Evertson & Emmer, 1982).

Pengelola kelas yang efektif harus mampu menafsirkan dan bertindak pada

suasana kelas secara keseluruhan. Pengajar melihat ketika siswa mulai gelisah

atau sebaliknya, dan bertindak atas informasi ini untuk mengubah kegiatan agar

memperoleh kembali perhatian siswa (Levin & Nolan, 2010).

h. Overlapping
11

Overlapping adalah kemampuan guru untuk merespon masalah perilaku

tanpa mengganggu pelajaran di dalam kelas. Namun gangguan terkadang tidak

dapat dihindari, dan kemampuan untuk menjaga kegiatan tetap berlangsung saat

menanganinya akan bergantung pada kemampuan mengatur seluruh kelas

(Copeland, 1983; Kounin, 1970) dan pencapaiannya (Anderson dkk, 1979;.

Brophy & Evertson 1976 ).

3. Menggunakan Waktu Secara Berlebihan pada Pengerjaan Tugas

Penekanan yang berlebihan pada waktu pengerjaan tugas daripada

melakukan pengajaran dapat menghasilkan apa yang Bloome, Puro, dan

Theodorou (1989) sebut sebagai mock partipation (partisipasi tiruan), di mana

siswa tampak fokus pada tugas tetapi tidak benar-benar terlibat dalam

pembelajaran. Beberapa studi menemukan bahwa peningkatan waktu pada tugas

di kelas di mana siswa sudah cukup baik dalam berperilaku tidak meningkatkan

prestasi siswa (Blackadar & Nachtigal, 1986; Slavin, 1986; Stalling & Krasavage,

1986). Terlalu menghabiskan waktu pada tugas dapat merusak belajar dalam

beberapa cara. Namun meskipun tugas yang kompleks yang melibatkan

kreativitas dan ketidakpastian cenderung menghasilkan tingkat waktu yang lebih

rendah, akan menjadi pembelajaran yang buruk jika menghindari tugas-tugas ini

untuk menjaga waktu pada tugas dengan tingkat kesulitan yang tinggi. Menjaga

ketertiban kelas adalah tujuan penting dari pengajaran, tetapi hal ini hanya salah

satu cara dari banyak cara yang ada.

4. Manajemen Kelas di Kelas yang Berpusat pada Siswa (student-centered

classroom)
12

Dalam kelas yang berpusat pada siswa, siswa cenderung menghabiskan

banyak waktu mereka bekerja satu sama lain, melakukan proyek terbuka, menulis,

dan bereksperimen. Dalam kelas yang berpusat pada siswa anajemen kelas

bersifat lebih partisipatif, dengan siswa terlibat dalam menetapkan standar

perilaku. Secara keseluruhan, jenis perilaku yang diharapkan akan berbeda.

Aturan masih akan dibutuhkan dan harus konsisten dikomunikasikan kepada

siswa dan konsisten dijalankan (Freiberg, Connell, & Lorentz, 2001; Freiberg &

Lamb, 2009). Jika siswa di kelas yang berpusat pada siswa yang sangat terlibat

dan termotivasi oleh keberagaman, kegiatan, dan sifat sosial kegiatan kelas, maka

tindakan disiplin akan kurang diperlukan (Weinstein & Mignano, 2003), masalah

perilaku siswa akan mengganggu siswa lainnya dalam belajar, dan pengajar harus

memiliki strategi untuk membantu siswa memenuhi norma telah disepakat oleh

seluruh kelas.

C. Kontribusi Latihan atau Praktik terhadap Managemen Kelas yang

Efektif

Penelitian telah menunjukkan dasar perencanaan akal sehat dan dasar

menuju kearah mencegah masalah disiplin, seperti langkah-langkah sederhana

termasuk mulai tahun dengan benar, mengatur ruang kelas untuk pengajaran yang

efektif, menetapkan aturan dan prosedur kelas, dan membuat harapan perilaku

yang jelas kepada siswa (Marzano, 2003). Selanjutnya, membangun hubungan

peduli antara guru dan siswa membantu membangun nada kooperatif dalam kelas
13

yang mengurangi masalah disiplin (Crowe, 2008; Freiberg & Lamb, 2009;

McNeely, Nonnemaker, & Blum dkk, 2002;. Osher & Fleishman 2005 ).

Kelas yang berbeda tingkatan dan siswa dalam kelompok ini memiliki

masalah manajemen yang berbeda. Misalnya, siswa yang lebih muda, memiliki

masalah tentang sosialisasi siswa dengan norma dan perilaku yang diharapkan di

sekolah (Epstein, 2008; Evertson, Emmer, & Worsham, 2009; Weinstein &

Mignano, 2003). Program berfokus pada membangun harapan perilaku seluruh

sekolah yang konsisten dan membangun hubungan yang positif dan keberhasilan

sekolah melalui penggunaan pembelajaran kooperatif telah efektif dalam

meningkatkan perilaku anak SD (Freiberg dkk, 2001;. O'Donnell, Hawkins,

Catalano, Abbott , & Day, 1995).

Di sekolah menengah dan sekolah tinggi, siswa dapat memahami prinsip-

prinsip yang menggarisbawahi aturan dan prosedur dan secara rasional dapat

setuju untuk memperhatikannya (Emmer & Evertson, 2009; Evertson dkk, 2009;

Weinstein, 2003). Program yang meningkatkan kejelasan aturan, konsistensi

penegakan aturan, dan frekuensi komunikasi dengan rumah telah sangat efektif

dalam meningkatkan perilaku remaja (Gottfredson, Gottfredson, & Hybl, 1993).

1. Memulai di Tahun yang Tepat

Emmer, Evertson, & Anderson (1980) dan Evertson & Emmer (1982)

mempelajari tindakan guru pada awal tahun ajaran dan hubungannya dengan

perilaku siswa di akhir tahun. Mereka menemukan bahwa hari-hari pertama

sekolah sangat penting dalam membangun ketertiban kelas. Mereka

membandingkan guru yang kelas kebanyakan pada tugas selama tahun sekolah
14

dengan guru yang kelas kurang konsisten pada tugas dan menemukan bahwa

manajer kelas yang lebih baik terlibat dalam kegiatan-kegiatan berikut selama

hari-hari pertama jika sekolah secara signifikan lebih sering daripada yang kurang

manajer yang efektif (Evertson dkk, 2009; Wong & Wong, 2004).

a. Pengelola yang efektif memiliki kejelasan, rencana khusus untuk

memperkenalkan siswa terhadap aturan dan prosedur kelas dan menghabiskan

beberapa hari yang diperlukan melaksanakan rencana mereka sampai siswa

tahu bagaimana untuk berbaris, meminta bantuan, dan sebagainya.

b. Pengelola yang efektif dengan melibatkan seluruh kelas diawal. Pengajar tetap

terlibat dengan kelas setiap saat, jarang meninggalkan siswa tanpa sesuatu

untuk dilakukan atau tanpa pengawasan. Sebagai contoh, pengelola yang lebih

efektif jarang bekerja dengan siswa individu kecuali sisa kelas yang produktif

ditempati (Doyle, 1984; Sanford & Evertson, 1981).

c. Pengelola yang efektif menghabiskan waktu ekstra pada hari-hari pertama

sekolah memperkenalkan prosedur dan mendiskusikan aturan kelas (sering

mendorong siswa untuk menunjukkan aturan sendiri). Guru-guru ini biasanya

mengingatkan aturan kelas setiap hari selama setidaknya minggu pertama

sekolah (Weinstein & Mignano, 2003).

d. Pengelola yang efektif mengajarkan prosedur secara spesifik kepada siswa.

e. Pengelola yang efektif menggunakan kesederhanaan, tugas menyenangkan

sebagai kegiatan pertama. Bahan untuk pelajaran pertama sudah dipersiapkan

dengan baik, disajikan dengan jelas, dan bervariasi. Guru-guru ini

mempersilahkan mendapatkan hak untuk bekerja pada hari pertama sekolah


15

dan memberi mereka petunjuk tentang prosedur secara bertahap, untuk

menghindari kelebihan mereka dengan terlalu banyak informasi pada satu

waktu.

f. Pengelola yang efektif segera merespon untuk menghentikan semua perilaku

bermasalah.

2. Mengatur Aturan Kelas

Setiap awal permulaan tahun ajaran hendaknya guru dan siswa

bekerjasama membuat suatu aturan kelas berupa yaitu aturan berhubungan dengan

tugas, peraturan tidak terlalu banyak, peraturan harus masuk akal tidak

memberatkan siswa dan guru, dan peraturan harus jelas dimengerti siswa dan

gurupun tidak tergesa-gesa mengajarkan siswanya. Intinya peraturan harus

rasional dan adil kepada pihak siswa dan guru, tidak tumpang tindih atau berat

sebelah. Ketika siswa dan guru setuju dengan peraturan kelas, setelah itu tugas

siswa dan guru adalah bagaimana pengaplikasiannya di dalam kelas.

Pengaplikasiannya di kelas berupa siswa tahu jika ia melanggar aturan kelas sama

saja melanggar perjanjian aturan kelas sehingga mendapatkan hukuman, dan guru

juga tidak boleh sewenang-wenang dalam peraturan tersebut. Berikut adalah

tujuan membuat aturan di kelas, yaitu:

a. Sopan terhadap yang lain. Peraturan ini melarang mengganggu orang lain

atau berbicara di luar gilirannya berbicara, cemoohan atau menertawai orang

lain, gertakan, berkelahi, danseterusnya.

b. Menghormati hak orang lain.


16

c. Padatugas. Ini termasuk tugas siswa mendengarkan penjelasan guru di depan

kelas, ketika guru atau siswa lain sedang berbicara hendaknya siswa lain tidak

ikut berbicara, siswa tetap terus mengerjakan tugasnya walaupun ada

gangguan, siswa tetap di tempat duduk selama jam pelajaran berlangsung.

d. Mengangkat tangan untuk dikenali. Ini adalah sebuah aturan terhadap

memanggil orang lain dan meminta izin terhadap orang lain.

D. Strategi yang Digunakan untuk Mengatur atau Mengendalikan Perilaku

Menyimpang yang Rutin atau Berulang

Barr dan Parrett (2001), Freiberg dan Lapointte (2006) mengatakan bahwa

interesting lessons, pelajaran menarik sangat berguna di dalam kelas dan secara

perlahan mengatur aktiifitas dalam kelas dan dapat meminimalisir masalah

perilaku dan banyak masalah lainnya secara bersama dengan baik. Contoh

dikemukakan oleh Kounin (1970) menemukan perilaku guru yang memberikan

tugas jangka panjang juga berhubungan dengan beberapa masalah perilaku yang

serius. Waktu dari tugas tersebut bisa mengarah ke masalah perilaku, banyak

masalah perilaku yang bermunculan karena siswa frustrasi dan bosan di sekolah.

Program sekolah yang melibatkansecara aktif dan menyiapkan para murid menuju

kesempatan untuk menjadi sukses bisa membantu mencegah beberapa masalah

(ekstrakurikuler).

Emmer dan Stough (2011) mengatakan bahwa pelajaran yang efektif dan

penggunaan waktu kelas secara efisien bukanlah satu-satunya cara untuk

mencegah atau mengatasi perilaku meyimpang. Disamping itu penataan kelas baik
17

aturan dan lain-lain dapat mengurangi frekuensi dari kesalah pahaman siswa dan

guru, guru harus mempunyai strategi dalam menghadapi beberapa masalah yang

terjadi didalam kelas.

Fay (2001) mengatakan bahwa hal utama dalam masalah perilaku yang

berhubungan dengan guru harus menyesuaikan diri dengan semua gangguan

sekecil apapun, seperti masalah ketika siswa gagal atau tidak mengikuti peraturan

kelas, biasanya guru menganggap hal tersebut tidak terlalu serius namun perilaku

yang seperti itu harus diminimalisir untuk membiasakan siswa. Sebelum membuat

atau merancang strategi disiplin, sangat penting untuk memperhatikan tujuan

utama dari pembelajaran. Mereka seharusnya belajar untuk menjadi seorang

pelajar yang kompeten dan mengerti bahwa blajar itu sangat menyenangkan dan

memuaskan dan satu lagi yang paling penting adalah lingkungan kelas yang

hangat, mendukung, dan menerima dan menumbuhkan perilaku yang baik.

Pannozzo dan Voelkl (1995), Wentzel (1993) mengatakan bahwa ada

keterkaitan yang kuat antara perhatian penuh, perilaku baik dan pencapaian siswa.

Lingkungan kelas yang baik tidak bisa tercipta jika siswa tidak menghormati

gurunya atau sebaliknya, meskipun guru harus melibatkan siswa dalam

pembuatan atau perancangan aturan kelas dan memperhatikan kebutuhan siswa

untuk dimasukkan dalam pengaturan ruangan kelas, tetapi guru adalah pemimpin

utama yang menstabilkan dan memberlakukab aturan-aturan kelas harus

dijalankan oleh siswa. Apabila guru tidak mampu mempertahankan wibawanya di

kelas maka guru tersebut hanya akan mengurusi perilaku bermasalah dengan

waktu yang lama atau hanya akan meneriaki siswa sebagai intruksi yang tepat
18

sebagai akibat hilangnya wibawa. Berbeda kelas maka strategi yang digunakan

berbeda pula sesuai dengan tipe dari masalah disiplin.

1. Prinsip dari Keterlibatan

Dalam menghadapi masalah perilaku yang rutin, prinsip yang paling

penting adalah kita harus memperbaiki perilaku menyimpang dengan

menggunakan interfensi sederhana (Gathercoal, 2001; Kyle & Rogien, 2004).

Banyak pelajaran yang tertunda karena kita terlalu banyak membuang waktu

hanya untuk mendisiplinkan siswa hal itu akan memperlambat pencapain siswa

(Crocker & Brooker, 1986; Evertson dkk., 1980).

2. Prevensi atau Pencegahan

Memvariasikan isi pelajaran, menggunakan berbagai bahan dan

pendekatan, menampilkan humor dan antusiasme, dan pembelajaran kooperatif

kelembagaan atau pembelajaran berbasis proyek semua dapat mengurangi

kebosanan menyebabkan masalah perilaku. Guru dapat menghindari frustrasi yang

disebabkan oleh bahan yang terlalu sulit atau tugas yang tidak realistis dengan

memecah tugas menjadi langkah-langkah kecil dan melakukan pekerjaan yang

lebih baik dengan mempersiapkan siswa untuk bekerja sendiri. Kepenatan dapat

dikurangi jika istirahat pendek diperbolehkan, kegiatan yang bervariasi, dan mata

pelajaran yang sulit dijadwalkan di pagi hari ketika siswa masih dalam keadaan

segar.

3. Isyarat Nonverbal

Levin dan Nolan, 2007 mengatakan bahwa kita bisa menghilangkan

perilaku yang menyimpang yang rutin tanpa merusak momentum dengan


19

menggunakan isyarat sederhana. Cukup dengan kontak mata kita bisa mencegah

dan menghentikan perilaku yang menyimpang atau sentuhan ringan dipundak

biasanya akan efektif. Maksud dari isyarat non verbal tersebut adalah dengan

maksud mengatakan “saya melihat apa yang kamu lakukan, dan saya tidak suka,

tolong kembali bekerja.

Sebaliknya teguran verbal bisa menyebabkan efek suara, banyak siswa

yang akan berhenti mengerjakan tugas ketika salah satu siswa ditegur (Kounin,

1970). Hal ini dapat menganggu konsentrasi dan menghilangkan konsentrasi para

siswa bukan hanya yang melakukan tindakan tersebut tetapi banyak siswa yang

terkena efeknya.

4. Perilaku Memuji Bertolak-belakang dengan Perilaku Menyimpang

Pujian bisa menjadi motivasi yang sangat kuat bagi siswa. Salah satu

strategi untuk mengurangi perilaku menyimpang di kelas adalah dengan cara

memberikan pujian bagi siswa terhadap perilakunya dan hal itu akan menolak atau

mengurangi perilaku menyimpang karena pujian itu bertolak belakang dengan

perilaku menyimpang. Hal itu akan membawa siswa untuk melakukan hal baik

(merasa bangga). Contohnya apabila siswa membuang sampah sembarangan, puji

siswa tersebut sehingga ia melakukan hal yang benar.

5. Memuji Siswa Lain

Memungkinkan untuk menyadarkan satu siswa dengan cara memuji siswa

lain. Contohnya Dina sedang mengantuk dan menguap, guru bisa mengatakan

saya senang melihat kalian semua belajar dengan bak. Mukhlis bekerja baik, Budi

bekerja dengan baik juga, Agung dan Gina juga bekrja dengan baik. Ketika Dina
20

mendegar hal tersebuat, Dina akan memperhatikan juga. Kemudian puji pula Dina

setelah itu.

6. Kata-kata Pengingat

Apabila isyarat non verbal tidak memungkinkan atau tidak efektif, maka

dapat menggunakan kata-kata pengingat sederhana. Kata-kata pengingat tersebut

harus di katakan segera mungkin, setelah siswa melakukan penyimpangan.

Apabila menunda kata-kata pengingat menjadi tidak efektif. Kata-kata pengingat

memungkinkan guru mengarahkan apa yang harus dilakukan siswa setelah itu,

sehingga siswa dapat memperbaikan kesalahannya.

Everteson, Emmer dan Worsham, 2006 mengatakan bahwa pengingat

adalah komunikasi positif dalam menyampaikan harapan postif kita untuk

perilaku kedepannya daripada menggunakan kata-kata negatif. Kata-kata

pengingat ini haruslah fokus terhadap perilaku bukan siswa. Beberapa perilaku

dari siswa ada yang tidak bisa ditoleransi, namun siswa tersebut akan selalu

diterima dan disambut di dalam kelas.

7. Mengulangi Kata-kata Pengingat

Kebanyakan dari isyarat non verbal bekerja dengan baik begitu juga kata

pengingat sederhan. Walaupun demikian terkadang tugas siswa berakhir dengan

nilai buruk, karena akhirnya mereka tidak mengerjakan tugas tersebut. Dan

akhirnya mereka akan mulai membuat alasan, tugas ini akan mendapatkan

tambahan waktu lagi sehingga akan membuat siswa tidak akan mengerti maksud

guru yang sebenarnya. Sehingga perintah guru dalam kata-kata pengingat tidak
21

akan dijalankan, sehingga guru butuh pengulangan kata-kata pengingat tersebut

sehingga siswa akan tahu pentingnya perintah guru.

8. Menerapkan Konsekuensi atau Hukuman

Apabila cara-cara diatas telah dilakukan namun tidak efektif, langkah

terakhir yang harus dilakukan adalah membuat siswa menderita dengan hukuman

(axelroad dan mathews, 2003; Colvind, 2004). Contoh konsekuensi adalah

mengeluarkan siswa dari kelas, membuat mereka melewatkan beberapa menit

waktu istirahat, menambah waktu belajar di waktu pulang sekolah, atau menelpon

orantua siswa. Konsekuensi untuk tidak mendengarkan instruksi guru, haruslah

dengan hukuman yang tidak menyengkan dan harus dilakukan segera setelah

perilaku menyimpang dilakukan. Sebelum menerima kembali siswa yang telah

dihukum atas ketidak patuhannya guru harus memberikan tindakan atau kata-kata

yang tegas seperti: sekarang kamu memilih bekerja dengan baik dan patuh, atau

lima menit waktu istirahatmu dikurangi untuk mengerjakan tugas. Guru harus

memilih orang tertentu yang bersedia untuk mengamati siswa disaat istirahat, bisa

juga dilakukan tehnik empty threats seperti “apabila kamu masih melakukan hal

tersebut maka saya akan menghukum kamu selama satu bulan” namun hal itu

akan menjadi buruk dan tidak berguna apabila guru tersebut tidak bisa benar-

benar melakukan hal tersebut, sehingga siswa mengabaikan hal tersebut.

Hal yang perlu diperhatikan setelah menghukum siswa, guru tidak boleh

mengungkit-ungkit hal tersebut lagi, contohnya ketika siswa boleh masuk ke kelas

kembali, kita tidak boleh menyidir atau mengucilkan, siswa pantas mendapatkan

fresh start.
22

E. Menerapkan Analisis Perilaku yang Digunakan untuk Mengatur

Berbagai Macam Masalah Perilaku yang Serius

Namun ada perilaku yang tidak dibiarkan dimanapun seperti berkelahi,

mencuri, merusak barang, dan tidak menghargai guru. Pengaplikasian dan

pengaktif respon untuk perilaku menyimpang yang serius menggunakan

behavioral learning theory hanya akan menahan perilaku namun tidak

mengubahnya, atau hukuman akan mengurangi frekuensi saja. Menurut Alberto

dan Traudman; Mallott, 2008 bahwa analisa perilaku berdasrkan konsep behavior

akan memberikan strategi yang spesifik dalam mencegah dan menghadapi

perilaku yang menyimpang.

Umumnya penguatan terhadap perilaku menyimpang dalam kelas berasal

dari perhatian guru. Siswa mendapatkan satu persatu pelajaran tentang kenakalan

melalui kurangnya perhatian dari guru sehingga timbullah perilaku-perilaku

negatif yang sebenarnya tujuannya hanya mencari perhatian guru.

1. Bagaimana Perilaku Menyimpang Dipertahankan

Prinsip dasar dari behavior learning theories adalah bahwa setiap perilaku

berlanjut dari waktu ke waktu dan dipertahankan oleh penguatan. Untuk

mengurangi kenakalan di kelas, harus memahami penguat utama yang

mempertahankan perilaku (Chandler & Dahlquist, 2006; Epstein, 2008;

Kauffman, Mostert, Trent, & Pullen, 2006).

Penguat yang paling umum untuk perilaku di kelas adalah perhatian dari

guru, peer group, atau keduanya. Siswa menerima satu per satu contoh perilaku
23

buruk, baik karena mereka tidak menerima perhatian penuh dari orang dewasa

maupun karena tidak ada teman sekelas yang hadir untuk memperhatikan perilaku

negatif mererka. Biasanya siswa akan berperilaku secara berlebihan untuk

mencari perhatian guru, dan mereka memiliki teman-teman yang mungkin

mendorong atau mengapresiasi tingkah laku negatif mereka.

a. Perhatian guru

Terkadang siswa melakukan kenakalan karena ingin mendapatkan

perhatian guru, hal ini yang merupakan hal yang umum menurut pemikiran para

guru. Yang terpenting adalah cara untuk mendapat perhatian dari siswa, caranya

sangat mudah berikan perhatian kepada siswa ketika melakukan pekerjaan yang

baik dan abaikan ia sebisa mungkin ketika ia nakal. Ketika mengabaikan siswa

sangatlah tidak memungkinkan mengeluarkan siswa mungkin akan efektif.

b. Perhatian dari teman-teman

Perhatian dari teman adalah salah satu alasan perilaku nakal siswa. Hal itu

tidak menyenangkan untuk semua orang dan dapat membuyarkan konsentrasi.

Perilaku buruk dapat diperkuat dengan adanya perhatian yang diberikan teman-

temannya. Mengabaikan perilaku negative tidak akan efektif jika perilaku tersebut

mendapat penguat dari teman-temannya. Jika sulit untuk mengurangi perhatian

teman-teman maupun perilaku tersebut maka dapat digunakan strategi group

kontingensi, strategi ini berfungsi untuk semua orang di dalam kelas dengan

memberikan imbalan terhadap perilaku masing-masing orang. Strategi ini semua

siswa mendapatkan hasil dari perilaku baiknya atau teman-temannya, sehingga

perhatian teman-temannya akan perilaku menyimpangnya dapat dihilangkan.


24

c. Membebaskan diri dari perilaku yang tidak menyenangkan

Hal ketiga yang memperkuat perilaku nakal dari siswa adalah untuk

membebaskan diri dari kebosanan, frustrasi, dan tindakan yang tidak

menyenangkan. Kebanyakan siswa melihat kegiatan sekolah sangat tidak

menyenangkan, membosankan, membuat frustrasi dan membuat lelah. Inilah

pengalaman-pengalaman yang terjadi pada siswa-siswa yang gagal di sekolah.

Namun bukan hanya yang nakal tetapi bahkan siswa yang sangat rajinpun akan

meraskan bosan dan frustrasi. Hal ini bisa diketahui dengan memperhatikan

frekuensi dari siswa yang meminta izin minum, ke wc, menamjamkan pensil. Hal

ini yang biasa membuat seriusnya perilaku menyimpang pada siswa. Terkadang

ada siswa yang sengaja melakukan kenakalan akan diusir dari kelas dan

mengeluarkan siswa dari kelas terkadang menjadi tindakan yang kurang tepat.

2. Prinsip dalam Melakukan Analisa Perilaku

Terkadang memang strategi informal seperti isyarat, pengingat dan lain-

lain bisa menjadi hal yang efektif. Namun metode sistematis terkadang

dibutuhkan. Di dalam kelas dimana lebih banyak siswa yang berperilaku baik

dibandingkan tidak, strategi mengatur perilaku secara individual akan lebih efektif

namun di dalam kelas kebanyakan siswa yang nakal. Strategi group kontigensi

akan lebih dibutuhkan. Berikut adalah bagian dari program analisa penerapan

perilaku, yaitu:

a. Mengenali perilaku target dan penguatnya.

Langkah pertama dalam program ini adalah untuk mengamati perilaku

nakal siswa,
25

1) Kenali perilaku target kemudian tentukan hal yang menguatkan perilaku

tersebut.

2) Tujuan untuk observasi ini adalah menetapkan batasan dengan perilaku yang

ingi diperbaiki.

3) Perilaku yang dijadikan target adalah perilaku yang paling serius karena

sangat mudah untuk diobservasi dan merupakan hal yang paling penting,

dan perhatikan pula frekuensinya.

4) Dalam mengamati perilakunya cobalah untuk mengurangi penguat yang

menguatkan perilaku tersebut, hal ini akan membuat perilaku lebih terarah.

Apabila perilaku nakal terhadap orang lain, seperti berbicara tanpa ada

permisi atau perilaku nakal yang menyebakan perhatian oranglain seperti

melawak, maka penguatnya bisa kita amati, apakah itu berasal dari

oranglain, guru atau kita sendiri.

b. Menetapkan batasan perilaku target

Amati perilakunya ketika perilaku tersebut terjadi, sebelum menetukan

perilakunya, kita harus mengamati apa yang sebenarnya ia lakukan. Apabila

perilakunya menganggu temannya, kita harus spesifik dengan hal yang

menganggu. Mungkin menganggu, menjahili temannya, atau menggambil barang

temannya.

c. Memilih sebuah penguat dan krteria penguatan

Apabila penguatnya dari kelas seperti pujian, maka hal itu merupakan hal

yang baik untuk memulai program dengan memberikan perhatian dan pujian

sebelum ia melakukan perilaku yang nakal, walaupun demikian bersiaplah itu


26

menggunakan penguatan yang lebih kuat, apabila pujian tidak berhasil. Selain

pujian mungkin pemberian bintang atau smilly atau hadiah kecil lainnya akan

berguna. Hadiah-hadiah kecil tersebut akan lebih tepat sasaran dan terlihat

menyenangkan bagi siswa. Hadiah tersebut akan menambahkan penguatan sosial

siswa.

d. Apabila perlu pilih sebuah hukuman dan kriteria untuk menghukum

Dibandingkan dengan hukuman dalam program ini lebih diutamakan

menggunakan behavioral learning theory karena hukuman akan membuat suatu

kebencian meskipun itu menyelesaikan masalah tetapi dapat melahirkan maslah

lainnya. Walaupun sebenarnya hukuman bekerja baik seperti penguatan tetapi

sebaiknya dihindari karena tidak menghasilkan kebahagiaan dan kelas yang sehat

(Walker dkk, 2007). Hukuman tertentu dimungkinkan pada beberapa keadaan,

dan seharusnya dilakukan tanpa keraguan ketika strategi penguatan tidak efektif.

Bagaimanapun program menghukum pada kenakalan akan merampas hak siswa

sehingga jangan pernah melakukan hukuman fisik, jadikan hukuman sebagai

pilihan terakhir. Karena sebagian negara menolak hukuman terhadap anak.

Menurut O’Leary (1972) ada tujuh prinsip hukuman yaitu;

1) Gunakan hukuman dengan hemat.

2) Perjelas pada anak kenapa dia dihukum.

3) Siapkan untuk anak penguatan positif ketika melakukan hal yang baik.

4) Memperkuat perilaku anak yang tidak sesuai dengan hukuman yang kita

inginkan untuk melemahkannya, contoh ketika anak malas mengerjakan PR

kita menghukumnya dengan mengerjakan tugas-tugas yang banyak.


27

5) Jangan pernah gunakan hukuman fisik.

6) Jangan menghukum ketika kamu sangat marah atau emotional.

7) Hukumlah ketika perilakunya dimulai ketimbang ketuka perilakunya

berakhir.

e. Amati perilaku ketika program berlangsung dan bandingkan ketika perilaku

puncak target.

f. Ketika program ini berfungsi kurangi frekuensi dari penguatan

Ketika program penguatan telah berjalan dengan baik, dan ketika perilaku

telah meningkat satu level menjadi baik, frekuensi penguatan bisa dikurangi,

semakin banyak perilaku yang baik maka semakinn kecil juga frekuensi

penguatan. Hal ini dapat membantu perilaku yang baru dapat bertahan lebih lama

dalam kehidupan siswa.

Sebuah struktural individual managemen perilaku menargetkan untuk

mengubah hanya satu perilaku yang paling mendominasi, terlalu banyak

mengatasi perilaku dalam waktu yang singkat sangat beresiko gagal dan

kebingungan siswa apa yang harus diperbaiki.

Salah satu hukuman yang efektif disebut timeout, sang guru menyuruh

anak nakal ini untuk pergi ketempat yang lain selain kelas, seperti kantor,

lapangan, dan lain-lain. Kalau bisa tempatkan siswa di tempat yang tidak menarik

dan sedikit siswanya. Hukuman ini berguna untuk menghilangkan perhatian dari

teman sekelasnya, ini cocok anak-anak yang nakal karena mencari perhatian

teman-temannya.

3. Menerapkan Program Analisa Perilaku


28

Menerapkan program analisa perilaku terbagi atas dua, yaitu;

a. Home-based reinforcement strategies

b. Daily report card program

Satu dari sekian banyak cara dalam mengatur keefektifan ruang kelas

adalah home-based reinforcement strategies. Dalam strategi ini guru memberikan

siswa catatan harian ataupun mingguan untuk dibawa pulang dan kemudian

orangtua akan memberikan pujian spesial atau hadiah kepada anaknya

berdasarkan laporan dari gurunya tersebut. Strategi ini memberikan banyak sekali

keuntungan dalam mengatur perilaku. Pertama, orangtua dapat mengontrol lebih

banyak perilaku dibandingkan sekolah seperti orangtua dapat mengontrol akses

untuk kegiatan anak menonton, videogame, komputer dan lain-lain. Orangtua juga

akan lebih tahu apa yang disukai dan tidak disukai anaknya. Kedua, strategi ini

dapat memberikan informasi kepada kedua orangtua siswa, orangtua yang

anaknya bermasalah akan mendapatkan informasi ketika anaknya melakukan

kesalahan. Hal ini tidak baik antara hubungan orangtua dan sekolah bisa berakibat

saling menuduh. Ketiga, strategi ini sangat mudah dikelola, kita bisa melibatkan

banyak orang dewasa untuk menangani anak ini selain gurunya dan lain-lain,

untuk menyampaikan laporan setiap harinya.

Daily report card program adalah kartu yang di setup oleh guru yang

harus dibawa siswa setiap harinya, hal ini merupakan catatan harian yang diisi

oleh guru yang akan dilihat orangtua siswa dan ini adalah alat dalam strategi home

based reinforcement.

a. Cara menggunakan daily report card


29

1) Tentukan perilaku-perilaku apa saja yang akan dimasukkan dalam daily

report card. Pilihlah perilaku yang ingin dimasukkan dalam daily report

card, dan kemudian pilihlah skema penilaian pada setiap perilaku dan

pilihlah perilaku yang lebih spessifik.

2) Jelaskan bagaimana cara program berlangsung kepada oranngtua. Pada

program ini partisipasi orangtua sangatlah diperlukan, orangtua hendaknya

bertanya ketika laporan anaknya baik. Pada program ini haruslah difokuskan

memberikan perilaku yang baik ketimbang menghukum perilaku nakal.

3) Ketika perilaku meningkat ke arah yang baik atau peningkatan, kurangi

frekuensi dari laporan, ketika program ini berjalan dengan baik maka sudah

waktunya sedikit demi sedikit mengurangi frekuensinya. Hal ini akan

meningkatkan dan mempertahankan perilaku baiknya.

b. Program grup kontingensi

Program group kontingensi adalah penguatan sistem yang memberikan

penghargaan kepada setiap group atau keseluruhan group ketika salah satu

anggota group melakukan perilaku baik maupun buruk, dengan kata lain setiap

anggota kelas harus bekerja sama. Program ini sangat mudah untuk diberlakukan

karena seluruh kelas akan mendapatkan imbalannya ketika salah satu anggota

melakukan perilaku baik atau buruk. Teori dibalik program adalah ketika sebuah

group diberikan sebuah penghargaan walaupun salah satu anggota group yang

melakukan, hal ini akan mendorong satu sama lain untuk bekerja sama untuk

memperoleh imbalan (Slavin, 1990). Cara menetapkan sebuah program grup

kontingensi adalah sebagai berikut:


30

1) Tentukan perilaku mana yang akan dikuatkan dengan cara membuat

peraturan kelas.

2) Menyusun program sistem poin yang sesuai dengan mengembangkan

perilaku.

Dilakukan dengan cara memberikan penilaian dengan sistem poin atas

setiap perilaku. Contonhya seperti perilaku baik diberi nilai 5 dan perilaku

buruk diberi nilai -5. Setiap poin bisa ditukar dengan imbalan seperti

tambahan jam istirahat dan lain-lain.

Kelas akan diberi penghargaan setiap hari atau minggu jika mereka

melebihi jumlah poin yg ditentukan. Cara lain untuk mengatur sebuah

program grup Kontingensi ini adalah memberikan nilai pada kelas

beberapakali pada siang hari. Sebagai contoh, anda mungkin menyetel timer

setiap 10 menit (tetapi bervariasi atau acak dari 1 hingga 20 menit). 

Jika seluruh kelas mampu menyesuaikan diri dengan aturan kelas

ketika timer berbunyi, maka kelas tersebut akan mendapatkan point.

Program yang sama dapat juga dilakukan dengan memberikan 1 point

kepada kelas yang muridnya mampu menyesuaikan diri dengan aturan kelas.

Beberapa guru memasukkan sebuah kelereng kedalam guci setiap waktu dan

dari waktu-kewaktu apabila murid kelas mengikuti aturan kelas. Setiapa

kelereng bernilai 30 detik tambahan waktu istirahat. Suara dari setiap

kelereng yang masuk kedalam guci membuat siswa megetahui bahwa

mereka melakukannya dengan baik. Di sekolah menengah, di mana jam

istirah tambahan tidak mungkin, setiap harga dari kelereng bisa dipindahkan
31

dan di berikan sebagai tambahan waktu istirahat selama 30 detik pada

penghujung periode atau pertemuan pada hari jumat.

3) Mempertimbangkan poin pada perilaku yang menyimpang. Pengurangan ini

dapat membantu peningkatan perilaku siswa seperti mengurangi 10 poin

apabila ada perilaku yang menyimpang.

4) Ketika perilaku meningkat kurangi frekuensi pemberian poin dan penguatan,

hal ini membantu siswa dalam menyesuaikan diri sehingga ketika meraka

sudah terbiasa mereka akan melakukan hal baik tanpa mengharapkan

imbalan. Kombinasikan group dan individual kontingensi, kombinasikan

dengan cara memberikan laporan mingguan atau harian kepada orangtua

siswa.

4. Etika dari Metode Behavioral

Behavior analisis strategi dapat menjadi cara paling kuat dalam metode

behavioral karena dapat membuat perilaku yang bahkan seburuk sekalipun

menuju ke level yang bisa dikontrol namun walaupun demikian ada beberapa

bahaya pada guru yang menggunakan tehnik tersebut untuk over kontrol terhadap

siswanya. Seperti membuat siswa tetap duduk tenang, diam, dan memperhatikan

secara produktif, namun ia tidak mengetahui bahwa inti dari bersekolah adalah

untuk belajar bukan untuk kontrol sosial.

Beberapa tahun yang lalu Wineet dan Winkler (1972) menulis sebuah

artikel yang berjudul “be steel, be quiet, be docile” dimana mereka

memperlihatkan bahwa modifikasi perilaku yang berbasis classroom management

system telah disalahgunakan karena guru percaya bahwa “quiet last is learning
32

class” menurut Emmer dan Aussiker (1990) Behavioral management system

dapat meningkatkan waktu dalam belajar, bagaimanapun kualitas dari instruksi

dan intensfitas belajar akan meningkat dam mendidik. Namun waktu tambahan

tersebut hanyalah sia-sia. Menerapkan behavior analisis method hanya

diberlakukan ketika metode pencegahan dan metode peningkatan managemen

kelas tidak cukup untuk menciptakan lingkungan positif untuk belajar. Tidaklah

etis terlalu banyak menggunakan metode ini tetapi mungkin lebih etis jika gagal

mengaplikasikan kedua metode tersebut, dan membuat kita tahu bahwa ada

masalah yang serius.

F. Mencegah Masalah Serius

Setiap orang bermasalah, sangat sulit bagi seoranguntuk suatu waktu tidak

melakukan sesuatu yang ia salah dan itu ilegal, bagaimanapun beberapa orang

bermasalah jauh lebih sering dibandingkan dengan yang lainnya, dan siswa pada

kategori ini menyebabkan guru dan administrator sekolah mengalami

kekhawatiran dan masalah. Maka dari itu muncullah program pencegahan.

1. Program Pencegahan

Sangat banyak pendekatan yang menjanjikan pencegahan kepada masalah

perilaku seperti menciptakan kelas yang aman dan pro sosial, akan membuka

diskusi yang baik terhadap perilaku dan cara menghindarinya (Learning First

Alliance, 2001; Osher, Dwyer, dan Jackson, 2004; Stipek dkk, 1999).

Memberikan siswa kesempatan untuk menjalankan peran sosial seperti relawan,

menjadi leader dalam aktifitas, dan memberikan dampak yang baik untuk sekolah
33

dan komunitas (Allen, 2003; Freiberg dan Lapoointe, 2006). Membuat kelas

dengan partisipasi, demokrasi dan dapat memberikan siswa jalan untuk

mendapatkan pengakuan dan kontrol di dalam lingkungan yang positif dan

mengurangi keinginan untuk bertindak negatif (Hyman dan Snook, 2000).

Mengurangi ketidakadilan di sekolah telah membantu mengurangi

bullying dan kekerasan (Pellegrini, 2002). Program yang meningkatkan

pencapaian akademik juga memberikan efek yang baik kepada perilaku (Barr dan

Parrett, 2001). Strategi-strategi tersebutlah yang akan mebantu pencegahan

perilaku menyimpang dalam kehidupan sehari-hari siswa ketimbang membawa

mereka untuk mendapat spesial trearment.

2. Mengenali Penyebab Perilaku Menyimpang

Meskipun ada beberapa siswa yang lebih rentan terhadap perilaku yang

menyimpang, namun karakteristiknya bukan penyebab perilaku menyimpang.

Beberapa siswa perilaku menyimpang karena mereka melihat penghargaan yang

ia dapatkan dari perilaku menyimpangnya lebih besar daripada penghargaan yang

didapatkan ketika berperilaku baik.

3. Mengadakan Aturan dan Latihan

Kita harus memiliki harapan bahwa siswa akan mengikuti peraturan

sekolah secara konsisten, sebagi contoh grafity atau perusakan, harus diperbaiki

sekaligus sehingga siswa tidak akan memikirkan untuk merusak atau mencoret-

coret properti dan lain-lain. Walaupun demikian peraturan harus ditegakkan

dengan tegas dan adil; penerapan kaku pada aturan tanpa toleransi sudah tidak

menjadi produktif.
34

4. Meningkatkan Kehadiran Disekolah

Bolos dan kenakalan adalah dua hal yang sangat berkaitan, ketika siswa

keluar dari sekolah, mereka akan sering akan berada di komunitas dan membuat

masalah. (Haslinger, Kelly, dan O’Lara, 1996; Lehr, Hansen, Sinclair, dan

Christenson, 2003; Minke dan Bear, 2000). Barber dan Kagey (1977) mengatakan

bahwa dengan mengadakan pesta kehadiran satu bulan penuh akan meningkatan

jumlah kehadiran setiap siswa. Fiordaliso, Lordeman, Filipczak, dan Friedman

(1977) mengatakan bahwa untuk meningkatkan kehadiran umum digunakan

dengan cara menelpon orangtua dimanapun siswa berada dalam beberapa hari

berturut-turut, apabila siswa tidak hadir dalam 6 hari dalam satu bulan akan

mendapatkan konsekuensi tertentu.

5. Memeriksa dan Menghubungkan

Ada beberapa bagian dalam memeriksa dan menghubungkan menurut Lehr

dkk (2004), yaitu;

a. Membangun hubungan. Membina rasa saling percaya dan terbuka dalam

komunikasi secara terus menerus akan meningkatkan komitmen siswa dalam

belajar untuk menjadi sukses.

b. Mengawasi secara rutin indikator yang dapat berubah. Memeriksa secara

sistematis bahaya dari tanda-tanda menarik diri, seperti: kehadiran, perilaku,

performa akademinya yang ada di sekolah. Dan dapat dirubah dengan

beberapa intervensi.

c. Intervensi individual dan tepat waktu. Menyediakan bantuan dapat disesuaikan

dengan kebutuhan siswa, berdasarkan tingkatan hubungan dengan sekolah,


35

pengaruh terkait antara rumah dan sekolah dan bantuan dari sumber daya

lokal.

d. Komitmen jangka panjang. Komitmen untuk menetap bersama keluarga siswa

selama dua tahun termasuk mengikuti perkembangan siswa dan mengikuti

perkembangan pemuda dari satu sekolah ke sekolah lain.

e. Menambah ketekunan. Mempertahankan kegigihan motivasi akademik,

keakraban antara pemuda dan keluarga dan secara konsisten bahwa

pendidikan penting untuk masa depannya.

f. Problem solving yaitu kemampuan untuk menyelesaikan masalah.

Membangun atau mereka ulang pemikiran dan mencari solusi daripada

menyalahkan sumbernya.

g. Hubungan dengan sekolah dan belajar. Memfasilitasi siswa untuk

memperpartisipasi dalam aktifitas sekolah.

6. Melatih Intervensi

Classroom Management Strategy harusnya dilakukan untuk mengurangi

perilaku yang menyimpang sebelum hal tersebut meningkat hingga kenakalan.

Meningkatkan perilaku siswa dan kesuksesannya dapat mengurangi kenakalan.

(Gresham, 2005; Walker, Ramsey, dan Gresham, 2003). Hawkins, Guo, Hill,

Battin-Parson, dan Abbott (2001) mengunkapkan bahwa menggunakan

pencegahan seperti classroom management method menekankan dengan

menggunakan pengajaran yang menarik dan bekerjasama dalam pengajaran untuk

membantu anak dengan pencapaian yang rendah dan juga bertujuan mengontrol
36

siswa dalam group, siswa dalam program ini yang jarang dikeluarkan dan diusir

dari kelas akan berperilaku yang baik di sekolah.

7. Meminta Keterlibatan Keluarga

Terlibat dalam keluarga siswa ketika terjadi penyimpangan perilaku yang

serius saat hal ini terjadi orangtua harus diberitahukan, apabila perlakuan tersebut

berlanjut orangtua harus terlibat dalam menetapkan program, hal ini bertujuan

untuk mengkordinasikan antara rumah dan sekolah dalam merespon perilaku

menyimpang.

8. Menggunakan Peer Mediasi

Siswa dapat dilatih menjadi peer mediasi untuk menyelesaikan konflik

antara teman sekolahnya, siswa yang memiliki masalah dengan siswa lain bisa

diminta untuk membawa masalahnya ke peer mediasi dari pada meminta solusi

dari orang dewasa dan peer mediasi sendiri harus aktif dalam melihat lagi masalah

teman-temannya dan menawarkan bantuan. Peer mediasi telah menjadi pemecah

masalah yang efektif dalam berbagai macam masalah interpersonal.

9. Menghadapi Bullying

Bullying menjadi masalah utama dalam masa remaja sekarang, baik

bullying secara online dan lain-lain. Berikut cara yang efektif untuk menghindari

bullying, yaitu:

a. Mengembangkan dan menmpublikasikan sebuah aturan anti bullying sekolah.

b. Mengajarkan kepada setiap siswa bahwa bullying dan efek negatifnya di

seluruh sekolah.
37

c. Menyiapkan training dan kemampuan sosial dan mengenali siswa yang ikut

serta dalam aktifitas peran sosialnya. Skill-skill yang perlu dilatih adalah

empati, mengontrol denyut nadi, dan anger management.

d. Mengawasi lokasi dan aktifitas dimana terjadinya perilaku bullying.

e. Menetapkan konsekuensi perilaku bullying.

10. Bijaksana dalam Menerapkan Konsekuensi

Menghindari penggunaan penangguhan hukuman terhadap semua perilaku

menyimpang yang serius. Penangguhan sering memperparah masalah

pembolosan. Karena keduanya menyebabkan siswa malas mengerjakan tugas dan

hal itu membuat siswa ketika membolos akan mendapatkan pengalaman tidak

baik diluar sekolah (Excel Road dan Mathews, 2003).

Ketika siswa melakukan penyimpangan perilaku mereka harus dihukum

namun saat hukuman itu berlangsung hukuman itu harus singkat. Mengeluarkan

siswa dari kelas atau memasukkannya kedalam ruangan khusus, umumnya

hukuman ini akan efektif terhadap sebagian banyak siswa. Menghilangkan

beberapa hak bisa juga digunakan bagaimanapun itu setiap hukuman tidak boleh

terlalu lama, setiap anak memiliki kapasitas terhadap perilaku baik dan perilaku

tidak baik, sekolahlah yang harus mengarahkan anak untuk menjadikan perilaku

menyimpang menjadi musuhnya, terlalu banyak hukuman fisik hanya akan

mengarahkan siswa menjadi antisosial. Setelah anak dihukum harusnya anak

tersebut diterima sebagai bagian dari kelas.

Anda mungkin juga menyukai