DISUSUN OLEH :
JANI H – TILLY P – ADI P – JOHANNA M – CAROLINE S
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI RUMAH SAKIT
UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA
ANGKATAN XX
JAKARTA 2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa, yang selalu memberikan
kemudahan bagi penulis, sehingga dapat menyelesaikan tugas “Mutu Pelayanan Dalam
Quality Management di Rumah Sakit” pada Program Pasca Sarjana Universitas Respati
Indonesia.
Tidak lupa penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
memberikan bantuan secara langsung maupun tidak langsung, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan bagi
pembaca sekalian. Penulis sangat berterima kasih apabila ada saran dan kritik yang
membangun sehingga akan memperbaiki kualitas makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 3
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 3
1.3 Tujuan ....................................................................................................... 3
Manajemen mutu merupakan suatu upaya melaksanakan sistem yang sistematis dan
melakukan perbaikan berkesinambungan sehingga terbentuk manajemen yang berkualitas
baik. Kualitas tidak hanya bermakna kesesuaian dengan spesifikasi tertentu, tetapi
ditentukan oleh kebutuhan pelanggan, yang meliputi harga, kenyamanan, keamanan dan
ketepatan waktu.
1.3 Tujuan
Dengan kondisi persaingan antar rumah sakit yang semakin tinggi, setiap rumah sakit
saling berpacu untuk memperluas pasarnya dengan harapan meningkatnya penjualan
sehingga rumah sakit akan memiliki lebih banyak konsumen (pasien). Namun, rumah sakit
selaku produsen harus memahami bahwa semakin banyak konsumen maka rumah sakit akan
semakin sulit memahami konsumennya secara teliti, terutama tentang kepuasan konsumen
terhadap barang dan jasa yang ditawarkan serta alasan yang mendasarinya.
Rumah sakit yang mampu bersaing adalah rumah sakit yang mampu menyediakan
produk atau jasa berkualitas. Oleh karena itu, rumah sakit dituntut untuk terus melakukan
perbaikan terutama pada kualitas pelayanannya. Hal ini dimaksudkan agar seluruh barang
atau jasa yang ditawarkan akan mendapat tempat yang baik di mata masyarakat selaku
konsumen dan calon konsumen.
Mutu adalah faktor yang mendasar dari pelanggan dan merupakan penentuan
pelanggan, bukan ketetapan pasar atau manajemen. Ia berdasarkan atas pengalaman nyata
pelanggan terhadap produk dan jasa pelayanan, mengukurnya, mengharapkannya, dijanjikan
atau tidak, sadar atau hanya dirasakan, operasional teknik atau subyektif sama sekali dan
selalu menggambarkan target yang bergerak dalam pasar yang kompetitif (Wiyono, 1999).
Mutu harus dimengerti sebelum dapat kita atur. Bagi perusahaan manufaktur mutu/
kualitas suatu produk ditentukan dari spesifikasi desain, tidak ada kerusakan/ kekurangan,
dan memenuhi standar espektasi/ pengharapan dari konsumen. Bagi pera penjual, mutu
produk merupakan kombinasi antara harga barang dan fitur-fitur yang diinginkan oleh
mayoritas konsumen. Bagi konsumen, mutu produk adalah saat tercapainya espektasi dari
konsumen terhadap produk yang diinginkannya. Apa yang setiap orang harapkan dari sebuah
produk, belum tentu sama dengan harapan orang lain terhadap produk yang sama.
Mutu pelayanan medis dan kesehatan di rumah sakit sangat erat kaitannya dengan
manajemen rumah sakit (quality of services) dan keprofesionalan kinerja Staff Medis
Fungsional (SMF) dan staf lainnya di rumah sakit (quality of care). Keduanya merupakan
outcome dari manajemen manjaga mutu di rumah sakit (quality assurance) yang
dilaksanakan oleh gugus kendali mutu rumah sakit. Dalam hal ini, gugus kendali mutu dapat
ditugaskan kepada komite medik rumah sakit karena mereka adalah staf fungsional
(nonstruktural) yang membantu direktur rumah sakit dengan melibatkan semua staf SMF
rumah sakit.
Quality Assurance atau Menjaga Mutu adalah suatu program berkelanjutan yang
disusun secara objektif dan sistematik memantau dan menilai mutu dan kewajaran asuhan
terhadap pasien, menggunakan peluang untuk meningkatkan asuhan pasien dan memecahkan
masalah-masalah yang terungkap.
Mutu pelayanan kesehatan sulit diukur, karena hasil yang terlihat merupakan resultan
dari berbagai faktor yang berpengaruh. Walaupun demikian secara jelas dapat dibedakan
komponen tersebut terdiri atas struktur, proses dan outcome. Struktur dapat berupa sarana
fisik, perlengkapan dan perlengkapan organisasi serta manajemen, keuangan, sumber daya
manusia dan sumber daya lain. Proses dapat berupa sarana kegiatan dokter, kegiatan perawat,
kegiatan administrasi pasien. Outcome dapat berupa outcome jangka pendek seperti sembuh
dari penyakit, cacat dan lain-lain; Outcome jangka panjang seperti kemungkinan-
kemungkinan kambuh atau kemungkinan sembuh di masa datang.
Mutu asuhan kesehatan suatu organisasi pelayanan kesehatan dapat diukur dengan
memperhatikan atau memantau dan menilai indikator, kriteria, dan standar yang diasumsikan
relevan dan berlaku sesuai dengan aspek-aspek struktur, proses, dan outcome dari organisasi
pelayanan kesehatan tersebut. Aspek tersebut dapat berupa aspek klinis, yaitu menyangkut
pelayanan dokter, perawat dan terkait dengan teknis medis. Efisiensi dan efektifitas, yaitu
pelayanan yang murah, tepat guna, tidak ada diagnosis dan terapi yang berlebihan.
Keselamatan pasien, yaitu upaya perlindungan terhadap pasien, misalnya perlindungan
terhadap bahaya jatuh dari tempat tidur. Kepuasan pasien, yaitu berhubungan dengan
kenyamanan, keramahan dan kecepatan pelayanan.
Indikator mutu rumah sakit akan mencerminkan mutu pelayanan dari rumah sakit
tersebut. Fungsi dari penetapan indikator tersebut antara lain sebagai alat untuk melaksanakan
manajemen kontrol dan alat untuk mendukung pengambilan keputusan dalam rangka
perencanaan kegiatan untuk masa yang akan datang. Berikut ini jenis-jenis Indikator Mutu
Pelayanan Rumah Sakit:
Indikator tambahan
a. Angka Kematian di IGD (IGD).
b. Angka Perawatan Ulang (Rekam Medis).
c. Angka Infeksi RS.
d. Reject Analisis (Radiologi).
e. Angka Ketidaksesuaian Penulisan Diet (Gizi).
f. Angka Keterlambatan waktu pemberian makan (Gizi).
g. Angka Kesalahan Pembacaan Hasil (laboratorium).
h. Angka Waktu Penyelesaian Resep (Farmasi).
i. Angka Kesalahan Pemberian Obat (Farmasi).
j. Angka Banyaknya Resep yang Tidak Terlayani (Farmasi).
k. Jumlah penderita yang mengalami dekubitus
l. Jumlah penderita yang jatuh dari tempat tidur
m. BOR (Bed Occupancy Rate)
n. BTO (Bed Turn Over)
o. TOI (Turn Over Interval)
p. ALOS (Average Length of Stay)
q. Normal Tissue Removal Rate
Berdasarkan pengamatan diatas, ternyata mutu yang baik memiliki ciri-ciri tersedia dan
terjangkau, tepat kebutuhan, tepat sumber daya, tepat standar profesi/ etika profesi, wajar dan
aman serta mutu tersebut memuaskan bagi pasien yang dilayani.
Pelayanan medik yang memiliki mutu yang baik didasari oleh praktek medis yang
rasional dan didasari oleh ilmu kedokteran, mengutamakan pencegahan, terjadinya kerjasama
antara masyarakat dengan ilmuwan medis, mengobati seseorang sebagai keseluruhan,
memelihara kerjasama antara dokter dengan pasien, berkoordinasi dengan pekerja sosial,
mengkoordinasikan semua jenis pelayanan medis dan mengaplikasikan pelayanan modern
dari ilmu kedokteran yang dibutuhkan masyarakat.
Quality Assurance menjadi sangat penting bagi berbagai pihak dalam proses pelayanan
medis. Bagi rumah sakit, persaingan antar rumah sakit memerlukan pelayanan bermutu agar
mampu bertahan. Selain itu adanya kemajuan teknologi yang canggih memerlukan pemilihan
yang tepat dan rasional antara mutu pelayanan dan biaya. Bagi pasien, pasien kini semakin
kritis ia mengerti akan hak, maka ia ingin pelayanan yang aman dan memuaskan, kemudian
ia punya hak untuk memilih, maka mutu pelayanan akan merupakan salah satu sebab
dipilihnya rumah sakit tertentu. Bagi dokter, selain profesi yang telah ditentukan juga
berhadapan dengan asumsi dan tuntutan yang semakin gencar, menyebabkan dokter akan
menjadi lebih berhati-hati dan tertarik akan peningkatan mutu pelayanan, selain itu ternyata
kesembuhan pasien tidak hanya oleh obat-obatan, tetapi juga oleh faktor lain yang terkait.
Serta bagi pemerintah, pemerintah berusaha atas standar minimal pelanggaran, maka
pemantauan mutu yang baik akan bermanfaat dalam memutuskan salah benarnya tindakan.
2.7 Model Quality Assurance
Untuk menjaga mutu diperlukan adanya siklus model, dimulai dengan identifikasi nilai,
identifikasi standar, melakukan penilaian, membuat interpretasi, pembentukan tindakan,
memilih tindakan, melakukan tindakan dan kemudian dimulai lagi dari awal.
1. Identifikasi Nilai
Artinya, menentukan nilai-nilai atau aturan-aturan tertentu yang berlaku. Contoh :
a. Sterilisasi kamar operasi
b. Standar terapi minimal
3. Melakukan Penilaian
Patokan standar kriteria dalam penilaian apakah ada penyimpangan atau tidak.
4. Membuat Interpretasi
Hasil penilaian diolah seberapa jauh penyimpangan itu dan apa sebabnya.
5. Pembentukan Tindakan
Dari masalah yang ada dibuat alternatif tindakan yang mungkin dilakukan untuk
mengatasinya.
6. Memilih Tindakan
Dipilih tindakan yang terbaik dengan memperhatikan segala aspek
7. Melakukan Tindakan
Melakukan tindakan yang terbaik sehingga dapat menyelesaikan masalah.
Quality Assurance masih merupakan hal yang baru, sehingga memerlukan pelatihan
sebagai salah satu cara untuk memberikan pengertian yang jelas, kejelasan arti dan cara
sangat diperlukan agar tidak timbulsalah persepsi. Pelatihan juga haruslah merupakan
kegiatan yang secara nyata dijadwalkan, dengan demikian akan memberikan kesempatan
untuk mengerti, juga akan memberikan kesempatan secara formal mengkaji dan meluruskan
perbedaan yang timbul. Pengertian mutu yang meliputi empat aspek, antara lain klinis,
efisiensi dan efektifitas, keamanan pasien dan kepuasan pasien, akan sangat berbeda dari
pengertian yang biasa, yang dianggap bermutu itu cepat sembuh, dan pelayanan klinis yang
satu-satunya menjadi tolok ukur untuk pelayanan rumah sakit.
Para dokter dan perawat yang merupakan petugas fungsional perlu diajak kerjasama
dan mengerti pentingnya aspek mutu yang lain selain medis, maka pelatihan akan mengajak
mereka pada pengertian dan upaya yang terarah dalam rangka Quality Assurance. Quality
Assurance yang intinya adalah upaya pemecahan masalah itu bukan mencari kesalahan.
Penentuan masalah yang selanjutnya diperoleh telah merupakan jalan yang baik dalam
rangka meningkatkan mutu pelayanan, tanpa terbuka terhadap kesalahan dan kekurangan
tersebut tidak akan berhasil meningkatkan mutu.
Para petugas manajerial juga akan berperan tegas dalam meningkatkan efisiensi dan
efektifitas pelayanan, juga berperan dalam menyediakan sarana bagi keamanan dan kepuasan
pasien. Seperti ramahnya pelayanan, cepatnya prosedur keuangan administrasi yang tepat dan
jelas seperti pada pendaftaran akan berperan dalam kepuasan pasien, maka para pelaku
manajerial dari tingkat awal seperti petugas kebersihan sampai direktur harus melek dan
bertanggung jawab atas mutu pelayanan. Pelatihan bagi mereka pada berbagai tingkatan
harus dilaksanakan agar membuka pengertian yang seragam, kenudian diharapkan timbul
tanggung jawabnya. Pelatihan akan memberi mereka kesempatan secara formal untuk
mengerti dan berpartisipasi dalam menemukan masalah tentang mutu kemudian bersama-
sama menyelesaikannya. Mungkin pelatihan tersebut tidak cukup sekali, tetapi harus secara
berkelanjutan diprogramkan dan diatur sesuai kebutuhan.
BAB III
KESIMPULAN
Manajemen mutu merupakan suatu upaya melaksanakan sistem yang sistematis dan
melakukan perbaikan berkesinambungan sehingga terbentuk manajemen yang berkualitas
baik. Perkembangan manajemen pelayanan kesehatan berupaya meningkatkan produktivitas,
efisiensi dan mutu sehingga berdampak peningkatan kualitas mutu pelayanan kesehatan.
Mutu adalah faktor yang mendasar dari pelanggan dan merupakan penentuan
pelanggan, bukan ketetapan pasar atau manajemen. Ia berdasarkan atas pengalaman nyata
pelanggan terhadap produk dan jasa pelayanan, mengukurnya, mengharapkannya, dijanjikan
atau tidak, sadar atau hanya dirasakan, operasional teknik atau subyektif sama sekali dan
selalu menggambarkan target yang bergerak dalam pasar yang kompetitif.
Mutu pelayanan kesehatan sulit diukur, karena hasil yang terlihat merupakan resultan
dari berbagai faktor yang berpengaruh. Indikator mutu rumah sakit akan mencerminkan mutu
pelayanan dari rumah sakit tersebut. Fungsi dari penetapan indikator tersebut antara lain
sebagai alat untuk melaksanakan manajemen kontrol dan alat untuk mendukung pengambilan
keputusan dalam rangka perencanaan kegiatan untuk masa yang akan datang. Mutu yang baik
memiliki ciri-ciri tersedia dan terjangkau, tepat kebutuhan, tepat sumber daya, tepat standar
profesi/ etika profesi, wajar dan aman serta mutu tersebut memuaskan bagi pasien yang
dilayani.
Quality Assurance atau Menjaga Mutu adalah suatu program berkelanjutan yang
disusun secara objektif dan sistematik memantau dan menilai mutu dan kewajaran asuhan
terhadap pasien, menggunakan peluang untuk meningkatkan asuhan pasien dan memecahkan
masalah-masalah yang terungkap. Quality Assurance masih merupakan hal yang baru,
sehingga memerlukan pelatihan sebagai salah satu cara untuk memberikan pengertian yang
jelas, kejelasan arti dan cara sangat diperlukan agar tidak timbul salah persepsi. Pelatihan
juga harus merupakan kegiatan yang dijadwalkan secara berkesinambungan, dengan
demikian akan memberikan kesempatan untuk mengerti, mengkaji dan meluruskan perbedaan
yang timbul.
DAFTAR PUSTAKA
1. Adapted from the book by Kenett and Baker: SOFTWARE PROCESS QUALITY:
Management and control , M. Dekker Inc., 1999 © 2012 KPA Ltd., All rights reserved
2. Muchtar Ahmad. Analisis Manajemen Mutu Terpadu Dalam Pelayanan Rumah Sakit.
Universitas Negeri Gorontalo.
3. Henni Djuhaeni. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan. Persi Cabang Jawa Barat.
Tasikmalaya. 1999.
4. DR. dr. H. Boy S. Sabarguna, MARS. Buku Pegangan Mahasiswa Manajemen Rumah
Sakit. Sagung Seto. 2009.