PENDAHULUAN
negara – negara maju. Pada saat ini penyakit jantung telah menjadi penyebab
1,5%. Dari prevalensi tersebut, angka tertinggi ada di Provinsi Nusa Tenggara
Timur (4,4%) dan terendah di Provinsi Riau (0,3%). Penyakit ini juga masih
kematian terbanyak. Pada tahun 2010, secara global penyakit ini akan menjadi
akibat infeksi. Diperkirakan diseluruh dunia, penyakit jantung koroner pada tahun
2020 menjadi pembunuh pertama tersering yaitu sebesar 36% dari seluruh
kematian.1,2,3
umur terbanyak 45-65 tahun. Menurut laporan WHO pada tahun 1993, prevalensi
penderita DM di dunia pada orang dewasa sekitar 6% atau sejumlah 100 juta
Indonesia sangat bervariasi. Data dari RS Dr. Soetomo Surabaya (Taun 1964-
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
B. Epidemiologi
prevalensi tersebut, angka tertinggi ada di Provinsi Nusa Tenggara Timur (4,4%)
dan terendah di Provinsi Riau (0,3%). Menurut kelompok umur, PJK paling
banyak terjadi pada kelompok umur 65-74 tahun (3,6%) diikuti kelompok umur
75 tahun ke atas (3,2%), kelompok umur 55- 64 tahun (2,1%) dan kelompok umur
35-44 tahun (1,3%). Sedangkan menurut status ekonomi, terbanyak pada tingkat
ekonomi bawah (2,1%) dan menengah bawah (1,6%). Data World Health
meninggal akibat penyakit kardiovaskuler atau 31% dari 56,5 juta kematian di
seluruh dunia. Lebih dari 3/4 kematian akibat penyakit kardiovaskuler terjadi di
4
oleh Penyakit Jantung Koroner (PJK) dan 6,7 juta (38,3%) disebabkan oleh
stroke.1
C. Etiologi
1. Aterosklerosis
penimbunan lipid dan jaringan fibrosa dalam arteri koronaria, sehingga secara
darah miokardium.4
2. Trombosis
D. Faktor Resiko
5
dimodifikasi (modifiable) antara lain obesitas, dislipidemia, hipertensi, diabetes
mellitus, aktivitas fisik, kebiasaan merokok dan stres, faktor yang tidak bisa
penyakit keluarga, dan ras/etnis. Selain itu, faktor risiko penyakit jantung koroner
juga ada yang digolongkan menjadi faktor risiko utama (merokok, hipertensi,
kolesterol, diabetes mellitus dan alkohol) dan faktor risiko tambahan (obesitas,
6
E. Klasifikasi
(EKG), dan pemeriksaan marka jantung, Sindrom Koroner Akut dibagi menjadi:
7
1. Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI: ST segment elevation
myocardial infarction)
indicator kejadian oklusi total pembuluh darah arteri koroner. Keadaan ini
STEMI ditegakkan jika terdapat keluhan angina pektoris akut disertai elevasi
Diagnosis NSTEMI dan angina pektoris tidak stabil ditegakkan jika terdapat
keluhan angina pektoris akut tanpa elevasi segmen ST yang persisten di dua
sadapan yang bersebelahan. Rekaman EKG saat presentasi dapat berupa depresi
stabil dan NSTEMI dibedakan berdasarkan kejadian infark miokard yang ditandai
dengan peningkatan marka jantung. Marka jantung yang lazim digunakan adalah
Troponin I/T atau CK-MB. Bila hasil pemeriksaan biokimia marka jantung terjadi
Pektoris tidak stabil marka jantung tidak meningkat secara bermakna. Pada
8
sindroma coroner akut, nilai ambang untuk peningkatan CK-MB yang abnormal
adalah beberapa unit melebihi nilai normal atas (upper limits of normal, ULN). 4
F. Patofisiologi
1. Pembentukan Aterosklerosis
menjamin aliran darah koroner lancar. Faktor resiko yang dimiliki pasien akan
agregation). 6,7,8
9
Formasi plak fibrosis terdiri atas inti atau central cholesterol dan tutup
jaringan ikat (cap fibrous). Formasi ini memberikan dua gambaran tipe yaitu:
6,7,8
10
2. Patofisiologi Terjadinya Infark Miokard
11
12
G. Manifestasi Klinis
1. Angina tipikal yang persisten selama lebih dari 20 menit. Dialami oleh sebagian
2. Angina awitan baru (de novo) kelas III klasifikasi The Canadian
menjadi makin sering, lebih lama, atau menjadi makin berat; minimal kelas III
klasifikasi CCS.
infark miokard
H. Diagnosis
pemeriksaan fisik, elektrokardiogram, tes marka jantung, dan foto polos dada,
diagnosis awal pasien dengan keluhan nyeri dada dapat dikelompokkan sebagai
berikut: non kardiak, Angina Stabil, Kemungkinan SKA, dan Definitif SKA.4
1. Anamnesis
Keluhan pasien dengan iskemia miokard dapat berupa nyeri dada yang
tipikal (angina tipikal) atau atipikal (angina ekuivalen). Keluhan angina tipikal
rahang, area interskapular, bahu, atau epigastrium. Keluhan ini dapat berlangsung
13
Presentasi angina atipikal yang sering dijumpai antara lain nyeri di daerah
yang tidak dapat diterangkan, atau rasa lemah mendadak yang sulit diuraikan.
Keluhan atipikal ini lebih sering dijumpai pada pasien usia muda (25-40 tahun)
atau usia lanjut (>75 tahun), wanita, penderita diabetes, gagal ginjal menahun,
atau demensia. Walaupun keluhan angina atipikal dapat muncul saat istirahat,
keluhan ini patut dicurigai sebagai angina ekuivalen jika berhubungan dengan
aktivitas, terutama pada pasien dengan riwayat penyakit jantung coroner (PJK).
Hilangnya keluhan angina setelah terapi nitrat sublingual tidak prediktif terhadap
diagnosis SKA. 4
2. Pemeriksaan fisik
banding. Regurgitasi katup mitral akut, suara jantung. tiga (S3), ronkhi basah
terhadap SKA. Pericardial friction rub karena perikarditis, kekuatan nadi tidak
seimbang dan regurgitasi katup aorta akibat diseksi aorta, pneumotoraks, nyeri
pleuritik disertai suara napas yang tidak seimbang perlu dipertimbangkan dalam
3. Pemeriksaan elektrokardiogram.
Semua pasien dengan keluhan nyeri dada atau keluhan lain yang mengarah
14
sesampainya di ruang gawat darurat. Sebagai tambahan, sadapan V3R dan V4R,
serta V7-V9 sebaiknya direkam pada semua pasien dengan perubahan EKG yang
mengarah kepada iskemia dinding inferior. Sementara itu, sadapan V7-V9 juga
harus direkam pada semua pasien angina yang mempunyai EKG awal
Gambaran EKG yang dijumpai pada pasien dengan keluhan angina cukup
bervariasi, yaitu: normal, nondiagnostik, LBBB (Left Bundle Branch Block) baru/
persangkaan baru, elevasi segmen ST yang persisten (≥20 menit) maupun tidak
Penilaian ST elevasi dilakukan pada J point dan ditemukan pada 2 sadapan yang
bersebelahan. Nilai ambang elevasi segmen ST untuk diagnosis STEMI untuk pria
dan perempuan pada sebagian besar sadapan adalah 0,1 mV. Pada sadapan V1-V3
nilai ambang untuk diagnostik beragam, bergantung pada usia dan jenis kelamin.
Nilai ambang elevasi segmen ST di sadapan V1-3 pada pria usia ≥40 tahun adalah
≥0,2 mV, pada pria usia <40 tahun adalah ≥0,25 mV. Sedangkan pada perempuan
nilai ambang elevasi segmen ST di lead V1-3, tanpa memandang usia, adalah
≥0,15 mV. Bagi pria dan wanita, nilai ambang elevasi segmen ST di sadapan V3R
dan V4R adalah ≥0,05 mV, kecuali pria usia <30 tahun nilai ambang ≥0,1 mV
dianggap lebih tepat. Nilai ambang di sadapan V7-V9 adalah ≥0,5 mV. Depresi
segmen ST elevasi, dapat dijumpai pada pasien STEMI kecuali jika STEMI
15
dikelompokkan bersama dengan LBBB (komplet) baru/persangkaan baru
mengingat pasien tersebut adalah kandidat terapi reperfusi. Oleh karena itu pasien
dengan EKG yang diagnostik untuk STEMI dapat segera mendapat terapi
pasien dengan LBBB baru/persangkaan baru juga disertai dengan elevasi segmen
rendah. 4
Adanya keluhan angina akut dan pemeriksaan EKG tidak ditemukan elevasi
elevasi segmen ST (NSTEMI) atau Angina Pektoris tidak stabil (APTS/ UAP).
segmen ST, dapat dijumpai juga elevasi segmen ST yang tidak persisten
16
(<20menit), dan dapat terdeteksi di >2 sadapan berdekatan. Inversi gelombang T
yang simetris ≥0,2 mV mempunyai spesifitas tinggi untuk untuk iskemia akut. 4
Semua perubahan EKG yang tidak sesuai dengan kriteria EKG yang
nekrosis miosit jantung dan menjadi marka untuk diagnosis infark miokard.
Troponin I/T juga dapat meningkat oleh sebab kelainan kardiak nonkoroner
troponin I/T adalah sepsis, luka bakar, gagal napas, penyakit neurologik akut,
terhadap terjadinya nekrosis miosit, kecuali pada keadaan disfungsi ginjal. Pada
keadaan ini, troponin I mempunyai spesifisitas yang lebih tinggi dari troponin T.
17
Dalam keadaan nekrosis miokard, pemeriksaan CK-MB atau troponin I/T
menunjukkan kadar yang normal dalam 4-6 jam setelah awitan SKA, pemeriksaan
hendaknya diulang 8-12 jam setelah awitan angina. Jika awitan SKA tidak dapat
ditentukan dengan jelas, maka pemeriksaan hendaknya diulang 6-12 jam setelah
dengan waktu paruh yang singkat (48 jam). Mengingat waktu paruh yang singkat,
ruang rawat intensif jantung (point of care testing) pada umumnya berupa tes
kualitatif atau semikuantitatif, lebih cepat (15-20 menit) tetapi kurang sensitif.
Point of care testing sebagai alat diagnostic rutin SKA hanya dianjurkan jika
waktu pemeriksaan di laboratorium sentral memerlukan waktu >1 jam. Jika marka
jantung secara point of care testing menunjukkan hasil negatif maka pemeriksaan
I. Tatalaksana
selanjutnya. Yang dimaksud dengan terapi awal adalah terapi yang diberikan pada
pasien dengan diagnosis kerja Kemungkinan SKA atau SKA atas dasar keluhan
angina di ruang gawat darurat, sebelum ada hasil pemeriksaan EKG dan/atau
marka jantung. Terapi awal yang dimaksud adalah Morfin, Oksigen, Nitrat,
Aspirin (disingkat MONA), yang tidak harus diberikan semua atau bersamaan. 4
18
1. Tirah baring (Kelas I-C)
3. Suplemen oksigen dapat diberikan pada semua pasien SKA dalam 6 jam
4. Aspirin 160-320 mg diberikan segera pada semua pasien yang tidak diketahui
intoleransinya terhadap aspirin (Kelas I-A). Aspirin tidak bersalut lebih terpilih
mengingat absorpsi sublingual (di bawah lidah) yang lebih cepat (Kelas I-C)
yang masih berlangsung saat tiba di ruang gawat darurat (Kelas I-C). jika nyeri
dada tidak hilang dengan satu kali pemberian, dapat diulang setiap lima menit
sampai maksimal tiga kali. Nitrogliserin intravena diberikan pada pasien yang
tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual (kelas I-C). dalam
keadaan tidak tersedia NTG, isosorbid dinitrat (ISDN) dapat dipakai sebagai
pengganti
19
7. Morfin sulfat 1-5 mg intravena, dapat diulang setiap 10-30 menit, bagi pasien
yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual (kelas IIa-B).
Dilakukan bila pasien memenuhi salah satu kriteria risiko sangat tinggi (very high
risk)
20
Dilakukan bila pasien memiliki skor GRACE >140 atau dengan salah satu kriteria
Dilakukan bila pasien memenuhi salah satu kriteria risiko tinggi (high risk) atau
III-A)
- Anti Iskemia
- Antiplatelet
- Statin
b) STEMI
21
J. Komplikasi
K. Prognosis
Prognosis pada penyakit jantung koroner tergantung dari beberapa hal yaitu: 4
22
2. Sirkulasi kolateral
3. Mortalitas pada usia < 50 tahun 10-20%, Mortalitas usia > 50 tahun sekitar
20%
Diabetes mellitus adalah suatu ganguan metabolism yang secara genetis dan
dengan hiperglikemia puasa dan post prandial karena tubuh tidak dapat
dan fibrinolisis. Pada penderita DM, risiko gagal jantung kongestif meningkat 4
sampai 8 kali. Peningkatan risiko ini tidak hanya disebabkan karena penyakit
23
jantung iskemik. Dalam beberapa tahun terakhir ini diketahui bahwa DM dapat
kolagen dan hipertrofi sel-sel otot jantung. Pada tingkat seluler terjadi gangguan
gangguan kontraksi dan relaksasi otot jantung dan peningkatan tekanan end-
Patofisiologi :
kenyataan bahwa : 9
penderita DM mulai terjadi sebelum timbul onset klinis DM. Studi epidemiologik
gula darah yang buruk dalam waktu yang lama. Disamping itu berbagai faktor
24
turut pula memperberat risiko terjadinya payah jantung dan stroke pada penderita
Semua faktor risiko ini kadang-kadang dapat terjadi pada satu individu dan
merupakan suatu kumpulan gejala yang dikenal dengan istilah sindrom resistensi
1. Hiperglikemi
antigenik dari protein dan DNA. Keadaan ini akan menyebabkan perubahan
prostaglandin.
produksi NO.
vasokonstriksi.
25
e. Sel endotel sangat peka terhadap pengaruh stres oksidatif. Keadaan
platelet. Keadaan ini berhubungan dengan beberapa faktor antara lain penurunan
IGF-I dan IGF-II pada sel-sel dari pembuluh darah besar dan kecil dengan
karakteristik ikatan yang sama dengan yang ada pada sel-sel lain. Peneliti ini
menyatakan bahwa reseptor IGF-I dan IGF-II pada sel endotel terbukti berperan
DM. Defisiensi insulin dan hiperglikemi kronik dapat meningkatkan kadar total
26
terhadap jaringan pembuluh darah. Pada penelitian terhadap jaringan pembuluh
darah dari obese Zucker rat didapatkan adanya resistensi terhadap sinyal PI3-
gangguan langsung pada fungsi pembuluh darah. King dan kawan-kawan dalam
ini dapat meningkatkan kadar dan aktivitas mRNA dari eNOS sebesar 2 kali lipat
setelah 2-8 jam inkubasi sel endotel. Peneliti ini menyimpulkan bahwa insulin
tidak hanya memiliki efek vasodilatasi akut melainkan juga memodulasi tonus
menyertai keadaan resistensi insulin/ sindrom metabolik dan stadium awal dari
diidentifikasi adanya reseptor AT-1 didalam sel-sel beta pankreas dan didalam sel-
hubungan dengan Ang-II dengan akibat akan terjadi peningkatan stres oksidatif
dan amilin. 9
3. Hiperamilinemi
polipeptida yang mempunyai 37 gugus asam amino, disintesis dan disekresi oleh
akan disertai dengan hiperamilinemi dan sebaliknya bila terjadi penurunan kadar
27
DM tipe 2. Terjadinya amiloidosis ( penumpukan endapan amilin) didalam islet
diduga berhubungan dengan lama dan beratnya resistensi insulin dan DM tipe 2.
sel beta pankreas. Dalam keadaan ini terjadi penurunan ekspresi enzim Super
massa sel beta. Temuan ini menunjukkan adanya hubungan antara terjadinya stres
oksidatif dan pembentukan IAPP serta penurunan massa dan densitas sel-sel beta
pankreas. Amilin juga dapat merangsang lipolisis dan merupakan salah satu
binding site didalam korteks ginjal, dimana amilin dapat mengaktivasi RAAS
dengan akibat terjadinya peningkatan kadar rennin dan aldosteron. Janson dan
pankreas, dapat mengakibatkan apoptosis dengan cara merusak membran sel beta
pankreas. 9
4. Inflamasi
lain sitokin dan growth factors yang dilepaskan oleh makrofag dan T cells. Sitokin
28
akan meningkatkan sintesis Platelet Activating Factor (PAF), merangsang
lipolisis, ekspresi molekul2 adhesi dan upregulasi sintesis serta ekspresi aktivitas
prokoagulan didalam sel-sel endotel. Jadi sitokin memainkan peran penting tidak
pelepasan sitokin ) , antara lain oksidasi dan glikoksidasi protein dan lipid.
Endproducts (AGEs) akan disertai dengan over produksi berbagai growth factors
seperti : 9
imun ini tidak hanya merangsang pelepasan sejumlah besar sitokin tetapi juga
29
ditemukan C-reactive protein dengan kadar yang cukup tinggi pada penderita
pembuluh darah. Aktivasi sel T juga akan menghambat proliferasi sel-sel otot
pemeriksaan patologi anatomi, plak pada DM tipe 1 bersifat lebih fibrous dan
calcified, sedangkan pada DM tipe 2 lebih seluler dan lebih banyak mengandung
lipid. Dalam suatu seri pemeriksaan arteri koroner pada penderita DM tipe 2
setelah sudden death, didapatkan area nekrosis, kalsifikasi dan ruptur plak yang
jaringan ikat dengan sedikit foam cells didalam plak yang memungkinkan lesi
5. Trombosis/Fibrinolisis
30
karena adanya resistensi insulin terutama yang terjadi pada penderita DM tipe 2.
fibrinogen serta aktivitas faktor VII dan PAI-1 baik didalam plasma maupun
hiperlipidemi post prandial. Over ekspresi PAI-1 diduga terjadi akibat pengaruh
langsung dari insulin dan pro insulin. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa
over ekspresi PAI-1. Peningkatan PAI-1 baik didalam plasma maupun didalam
plak aterosklerotik tidak hanya menghambat migrasi sel otot polos pembuluh
fibrous cap dari plak yang menunjukkan peningkatan aktivasi sel T dan makrofag
akan memicu terjadinya ruptur plak dengan akibat terjadinya Sindrom Koroner
6. Dislipidemia
triad", meliputi : 9
31
b. Penurunan kadar HDL cholesterol
maupun dalam darah (yaitu VLDL dan IDL) akan mengalami hidrolisis menjadi
asam lemak bebas dan gliserol. Proses hidrolisis ini terjadi oleh karena adanya
enzim trigliserid lipase. Terdapat dua jenis enzim trigliserid lipase yaitu
lipoprotein lipase (LPL) yang terdapat pada endothelium vaskular dan berfungsi
memecah trigliserid dari lipoprotein kaya trigliserid dalam plasma yaiu VLDL dan
IDL. Enzim trigliserid lipase kedua terdapat dalam jaringan lemak oleh karena itu
yang juga disebut hormone sensitive lipase dan berfungsi memecah simpanan
trigliserid dalam jaringan bila diperlukan sebagai sumber energi. Kerja kedua
enzim tersebut sangat tergantung dari kadar insulin plasma dengan pengertian
kadar insulin plasma yang normal akan memacu kerja lipoprotein lipase dan
meningkat, kerja enzim lipoprotein lipase intraseluler akan menjadi aktif sehingga
lemak bebas (=FFA=NEFA) yang berlebihan. Asam lemak bebas akan memasuki
aliran darah, sebagian akan digunakan sebagai sumber energi dan sebagian akan
dibawa ke hati sebagai bahan baku pembentukan trigliserid. Di hati asam lemak
bebas akan menjadi trigliserid kembali dan menjadi bagian dari VLDL. Oleh
karena itu VLDL yang dibentuk akan sangat kaya trigliserid disebut juga VLDL
32
kaya trigliserid atau VLDL besar (enriched trigliseride VLDL=large
kolesterol ester dari LDL kolestrol. Hal mana akan menghasilkan LDL yang kaya
akan trigliserid tetapi kurang kolesterol ester (cholesterol ester depleted LDL).
Trigliserid yang dikandung oleh LDL akan dihidrolisis oleh enzim lipase hati
yang kecil padat (small dense LDL). Partikel LDL kecil padat ini mudah
7. Hipertensi
hipertensi dapat terjadi bila sudah ditemukan tanda-tanda gangguan fungsi ginjal
disertai dengan peningkatan stres oksidatif dan aktivitas Spesies Oksigen Radikal,
8. Hiperhomosisteinemi
33
menyebabkan hiperhomosisteinemi. Polimorfisme gen ini terutama terjadi pada
BAB III
KESIMPULAN
1. Diabetes mellitus adalah suatu ganguan metabolisme yang secara genetis dan
ditandai dengan hiperglikemia puasa dan post prandial karena tubuh tidak
34
keadaan hiperglikemi, hiperinsulinemi, hiperaliminemi, inflamasi, trombosis/
DAFTAR PUSTAKA
35
Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2006
11. Shepherd J, Cobbe SM, Ford I, et al, for the West of Scotland Coronary
Prevention Study Group. Pathogenesis of Atherogenic Dyslipidemia. Clin
Invest. 1999; 29(Suppl 2):12-16. www.medscape.com/viewarticle/412684_2.
36