OLEH
AKUILA MBOI ALMI
18314024
PENDAHULUAN
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang memiliki peranan penting dalam berbagai aspek
kehidupan. Sebagian besar permasalahan dalam kehidupan sehari-hari dapat terselesaikan dengan konsep yang
ada pada matematika. Mata pelajaran matematika diberikan kepada siswa pada sekolah dasar dan menengah
supaya memperoleh kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif serta kemampuan bekerja
sama (Rahayu, 2016: 1). Dasar untuk memperoleh kemampuan pemecahan masalah matematika bermula dari
Badan Standar Nasional Pendidikan (2006) menetapkan beberapa standar kompetensi yang harus
dicapai dalam pembelajaran matematika. Standar kompetensi tersebut antara lain : 1) kompetensi siswa dalam
memahami konsep-konsep matematika dan melakukan prosedur secara akurat dan tepat, 2) kompetensi siswa
dalam melakukan penalaran dan mengkomunikasikan gagasan matematika, 3) kompetensi siswa dalam
memahami, memilih pendekatan, model dan strategi pemecahan masalah untuk menyelesaikan suatu masalah
matematika.
Departemen Pandidikan Nasional (Fajriah & Sari, 2016: 69), menetapkan berbagai aspek hasil belajar
yang dinilai dalam mata pelajaran matematika yakni pemahaman konsep, penalaran dan komunikasi, serta
pemecahan masalah matematika. National Council Of Teachers Of Mathematics (Effendi, 2012: 2) juga
menetapkan lima standar kemampuan matematis yang harus dimiliki siswa, yaitu kemampuan pemecahan
Pemecahan masalah (problem solving) merupakan salah satu bagian yang sangat penting dalam
matematika (Susanto, 2013: 195). Kemampuan pemecahan masalah matematis merupakan salah satu
kemampuan dasar matematika yang harus dimiliki oleh siswa. Pentingnya kemampuan tersebut, tercermin dari
pernyataan Branca bahwa pemecahan masalah matematika merupakan salah satu tujuan penting dalam
yaitu (1) memahami masalah, meliputi mengidentifikasi apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan, (2)
membuat sebuah rencana, yang berarti menggambarkan pengetahuan sebelumnya untuk kerangka teknik
penyelesaian yang sesuai, (3) menyelesaikan masalah tersebut, menggunakan teknik penyelesaian yang sudah
dipilih, dan (4) mengecek kebenaran dari penyelesaiannya yang diperoleh dan memasukan masalah dan
penyelesaiannya tersebut kedalam otak untuk kelak digunakan dalam menyelesaikan masalah lain dikemudian
hari.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa untuk mencapai suatu kompetensi dalam bidang
matematika, siswa harus memiliki kemampuan matematis dasar yang unggul. Salah satu kemampuan dasar
dalam pencapaian keunggulan kompetensi matematika tersebut, adalah kemampuan pemecahan masalah. Upaya
untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika sangat penting untuk dilakukan. Namun
Berdasarkan fakta yang penulis temukan secara lansung di SMP Redek Hawe, ketercapaian kompetensi
atau kemampuan pemecahan masalah matematika, belum sepenuhnya dimiliki oleh siswa kelas VIII.
Pengamatan yang peneliti lakukan di sekolah tersebut, khususnya pada hasil tes yang berhubungan dengan soal
pemecahan masalah menunjukan bahwa, umumnya siswa belum maksimal dalam menyelesaikan soal
matematika dengan tahapan pemecahan masalah secara sistematis. Peneliti juga mewawancarai beberapa siswa
kelas VIII SMP Redek Hawe, terkait aktifitas belajar matematika didalam kelas. Sebagian besar mengatakan
bahwa tidak menyukai mata pelajaran matematika. Ada begitu banyak alasan yang menyebabkan siswa tidak
menyukai matematika antara lain: siswa menganggap matematika adalah pelajaran yang paling sulit, siswa
merasa jenuh dengan pelajaran matematika, cara penyampaian materi oleh guru kurang menarik. Hal di atas
didukung oleh Herdian (Ulivah, 2016: 143) yang mengatakan bahwa kesulitan yang dialami siswa dalam
pembelajaran matematika dikarenakan kurangnya pemahaman dan ketertarikan siswa pada pelajaran
matematika. Salah satu penyebabnya adalah karena kondisi kelas yang pasif dimana siswa kurang dilibatkan
dalam proses pembelajaran serta sebagian siswa menganggap matematika adalah pelajaran yang sulit,
kecendrungan kelas menjadi tegang, siswa menjadi enggan untuk belajar matematika. Hal ini akan berpengaruh
pada rendahnya kemampuan yang dimiliki siswa dalam matematika dan salah satunya adalah kemampuan
pemecahan masalah. Oleh karena itu, penerapan pembelajaran yang inovatif sangat penting dilakukan oleh
guru.
Beberapa ahli pendidikan merekomendasikan pembelajaran matematika yang berorientasi pada aktifitas
siswa. Rosalia ( Wiguna, dkk: 2014) mengatakan keaktifan siswa selama proses pembelajaran ditandai dengan,
siswa sering bertanya kepada guru atau kepada siswa lain, mau mengerjakan tugas yang diberikan guru, mampu
menjawab pertanyaan, senang diberi tugas belajar. Moedijono, dkk (Wiguna: 2014, 6) juga mengatakan
keaktifan belajar siswa adalah suatu proses kegiatan belajar mengajar, bilamana siswa tersebut aktif secara
Sudjana (Megawati, dkk 2012: 170) mengatakan keaktifan siswa dapat dilihat dalam hal: a) turut serta
dalam melaksanakan tugas belajarnya, b) terlibat dalam pemecahan masalah, c) bertanya kepada guru dan atau
siswa lain apabila tidak memahami persoalan, d) berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk
pemecahan masalah, e) melaksanakan diskusi kelompok sesuai dengan petunjuk guru, f) menilai kemampuan
diri, g) melatih diri dalam memecahkan soal atau masalah yang sejenis, h) kesempatan dalam menyelesaikan
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, disimpulkan bahwa idealnya proses pembelajaran matematika
yaitu mengharuskan siswa aktif di dalam kelas. Keaktifan siswa tersebut, selalu ditandai dengan motivasi dan
Salah satu pendekatan yang merepresentasikan idealnya pembelajaran matematika diatas adalah
Pendekatan Matematika Realistik ( PMR) (Setiawan, dkk 2014: 2). Susanto (2013: 205) mengatakan PMR
merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada siswa, bahkan matematika adalah
aktivitas manusia dan matematika harus dihubungkan secara nyata terhadap konteks kehidupan sehari-hari
siswa ke pengalaman belajar yang berorientasi pada hal-hal yang real (nyata). PMR menekankan kepada
konstruksi dari konteks benda-benda yang kongkrit sebagai titik awal bagi siswa guna memperoleh konsep
matematika. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Ahmadi, dkk (2014) dengan judul “ Pengaruh Penerapan
Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR) Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Siswa SMP Negeri 1 Sungai Penuh”, disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika siswa
dengan penerapan pendekatan Pembelajaran Metematika Realistik (PMR) lebih baik dari kemampuan
Pendekatan Matematika Realistik (PMR) merupakan kegiatan pembelajaran yang lebih menekankan
aktifitas siswa untuk mencari, menemukan dan membangun sendiri pengetahuan yang diperlukan sehingga
pembelajaran menjadi terpusat pada siswa (Setiawan, dkk 2014: 2). Implimentasi Pendekatan Matematika
Realistik dalam pembelajaran di kelas dalam upaya mengembangkan kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa tentunya akan semakin optimal jika disertai dengan asesmen (penilaian) yang tepat.
Asesmen adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan
belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa
siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar (Trianto, 2009: 118). Menurut Garfield, asesmen
digunakan sebagai cara untuk menginformasikan kepada siswa tentang bagaimana yang mereka kerjakan atau
sebaik apa yang telah mereka lakukan dalam pembelajaran (Sa’dijah, 2009:92). Salah satu asesmen berbasis
Asesmen kinerja merupakan penilaian oleh guru dengan cara mengamati aktifitas belajar siswa selama
proses pembelajaran dikelas, sehingga guru bisa mengetahui kemampuan masing-masing siswa dalam hal
pemecahan masalah (Sa’dijah, 2009: 93). Penerapan pembelajaran dengan Pendekatan Matematika Realistik
yang diikuti dengan asesmen kinerja, juga meningkatkan antusias siswa dalam belajar matematika (Sutarnaja,
2015: 5). Karim (Yuniati, 2009: 42) menyatakan bahwa asesmen kinerja menuntut para siswa untuk secara aktif
melaksanakan tugas-tugas yang kompleks dan signifikan serta menggunakan pengetahuan dan keterampilan
Berdasarkan kajian diatas, penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam terkait bagaimana “Pengaruh
Pendekatan Matematika Realistik (PMR) Berbasis Asesmen Kinerja Terhadap Kemampuan Pemecahan
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasi masalah penelitian sebagai
berikut:
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, peneliti membatasi penelitian ini pada rendahnya kemampuan
Berdasarkan batasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah
kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang diajarkan dengan Pendekatan Matematika
Realistik Berbasis Asesmen Kinerja lebih baik dibandingkan dengan kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional pada kelas VIII di SMP Redek
Hawe.
Sesuai dengan rumusan permasalahan diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kemampuan
pemecahan masalah matematis siswa kelas VIII di SMP Redek Hawe tahun ajaran 2020/2021 yang
diajarkan dengan menggunakan pendekatan matematika realistik berbasis asesmen kinerja dan
kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran
konvensional.
Adapun manfaat yang hendak dicapai dalam penelitian ini antara lain:
a. Bagi Guru
Penelitian ini diharapkan dapat membantu guru matematika dalam usaha mencari metode
pembelajaran atau pendekatan yang efektif dan mempunyai keterampilan untuk meningkatkan
pemecahan masalah matematis siswa dan kualitas pembelajaran dalam proses belajar mengajar.
b. Bagi siswa
Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa
c. Bagi peneliti
Melalui kegiatan penelitian di SMP Redek Hawe, peneliti berharap akan memperoleh
pengalaman dan wawasan dalam upaya menemukan solusi dan penuh kesabaran untuk
matematis siswa.