Anda di halaman 1dari 7

PENGARUH PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR)

BERBASIS ASESMEN KINERJA TERHADAP KEMAMPUA


PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA
SISWA KELAS VIII SMP
REDEK HAWE

OLEH
AKUILA MBOI ALMI
18314024

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA SANTU PAULUS RUTENG
2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang memiliki peranan penting dalam berbagai aspek

kehidupan. Sebagian besar permasalahan dalam kehidupan sehari-hari dapat terselesaikan dengan konsep yang

ada pada matematika. Mata pelajaran matematika diberikan kepada siswa pada sekolah dasar dan menengah

supaya memperoleh kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif serta kemampuan bekerja

sama (Rahayu, 2016: 1). Dasar untuk memperoleh kemampuan pemecahan masalah matematika bermula dari

bimbingan belajar yang tepat.

Badan Standar Nasional Pendidikan (2006) menetapkan beberapa standar kompetensi yang harus

dicapai dalam pembelajaran matematika. Standar kompetensi tersebut antara lain : 1) kompetensi siswa dalam

memahami konsep-konsep matematika dan melakukan prosedur secara akurat dan tepat, 2) kompetensi siswa

dalam melakukan penalaran dan mengkomunikasikan gagasan matematika, 3) kompetensi siswa dalam

memahami, memilih pendekatan, model dan strategi pemecahan masalah untuk menyelesaikan suatu masalah

matematika.

Departemen Pandidikan Nasional (Fajriah & Sari, 2016: 69), menetapkan berbagai aspek hasil belajar

yang dinilai dalam mata pelajaran matematika yakni pemahaman konsep, penalaran dan komunikasi, serta

pemecahan masalah matematika. National Council Of Teachers Of Mathematics (Effendi, 2012: 2) juga

menetapkan lima standar kemampuan matematis yang harus dimiliki siswa, yaitu kemampuan pemecahan

masalah (problem solving), kemampuan komunikasi (communication), kemampuan penalaran (reasoning),

kemampuan koneksi (connection) dan kemampuan representasi (representation).

Pemecahan masalah (problem solving) merupakan salah satu bagian yang sangat penting dalam

matematika (Susanto, 2013: 195). Kemampuan pemecahan masalah matematis merupakan salah satu

kemampuan dasar matematika yang harus dimiliki oleh siswa. Pentingnya kemampuan tersebut, tercermin dari

pernyataan Branca bahwa pemecahan masalah matematika merupakan salah satu tujuan penting dalam

pembelajaran matematika (Sumarmo & Hendriana, 2014: 23).


Polya (Widjajanti, 2009) mengemukan empat indikator kemampuan pemecahan masalah matematika

yaitu (1) memahami masalah, meliputi mengidentifikasi apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan, (2)

membuat sebuah rencana, yang berarti menggambarkan pengetahuan sebelumnya untuk kerangka teknik

penyelesaian yang sesuai, (3) menyelesaikan masalah tersebut, menggunakan teknik penyelesaian yang sudah

dipilih, dan (4) mengecek kebenaran dari penyelesaiannya yang diperoleh dan memasukan masalah dan

penyelesaiannya tersebut kedalam otak untuk kelak digunakan dalam menyelesaikan masalah lain dikemudian

hari.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa untuk mencapai suatu kompetensi dalam bidang

matematika, siswa harus memiliki kemampuan matematis dasar yang unggul. Salah satu kemampuan dasar

dalam pencapaian keunggulan kompetensi matematika tersebut, adalah kemampuan pemecahan masalah. Upaya

untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika sangat penting untuk dilakukan. Namun

terlebih dahulu perlu dilihat atau dianalisis faktor penyebabnya.

Berdasarkan fakta yang penulis temukan secara lansung di SMP Redek Hawe, ketercapaian kompetensi

atau kemampuan pemecahan masalah matematika, belum sepenuhnya dimiliki oleh siswa kelas VIII.

Pengamatan yang peneliti lakukan di sekolah tersebut, khususnya pada hasil tes yang berhubungan dengan soal

pemecahan masalah menunjukan bahwa, umumnya siswa belum maksimal dalam menyelesaikan soal

matematika dengan tahapan pemecahan masalah secara sistematis. Peneliti juga mewawancarai beberapa siswa

kelas VIII SMP Redek Hawe, terkait aktifitas belajar matematika didalam kelas. Sebagian besar mengatakan

bahwa tidak menyukai mata pelajaran matematika. Ada begitu banyak alasan yang menyebabkan siswa tidak

menyukai matematika antara lain: siswa menganggap matematika adalah pelajaran yang paling sulit, siswa

merasa jenuh dengan pelajaran matematika, cara penyampaian materi oleh guru kurang menarik. Hal di atas

didukung oleh Herdian (Ulivah, 2016: 143) yang mengatakan bahwa kesulitan yang dialami siswa dalam

pembelajaran matematika dikarenakan kurangnya pemahaman dan ketertarikan siswa pada pelajaran

matematika. Salah satu penyebabnya adalah karena kondisi kelas yang pasif dimana siswa kurang dilibatkan

dalam proses pembelajaran serta sebagian siswa menganggap matematika adalah pelajaran yang sulit,

kecendrungan kelas menjadi tegang, siswa menjadi enggan untuk belajar matematika. Hal ini akan berpengaruh
pada rendahnya kemampuan yang dimiliki siswa dalam matematika dan salah satunya adalah kemampuan

pemecahan masalah. Oleh karena itu, penerapan pembelajaran yang inovatif sangat penting dilakukan oleh

guru.

Beberapa ahli pendidikan merekomendasikan pembelajaran matematika yang berorientasi pada aktifitas

siswa. Rosalia ( Wiguna, dkk: 2014) mengatakan keaktifan siswa selama proses pembelajaran ditandai dengan,

siswa sering bertanya kepada guru atau kepada siswa lain, mau mengerjakan tugas yang diberikan guru, mampu

menjawab pertanyaan, senang diberi tugas belajar. Moedijono, dkk (Wiguna: 2014, 6) juga mengatakan

keaktifan belajar siswa adalah suatu proses kegiatan belajar mengajar, bilamana siswa tersebut aktif secara

intelektual dan emosional.

Sudjana (Megawati, dkk 2012: 170) mengatakan keaktifan siswa dapat dilihat dalam hal: a) turut serta

dalam melaksanakan tugas belajarnya, b) terlibat dalam pemecahan masalah, c) bertanya kepada guru dan atau

siswa lain apabila tidak memahami persoalan, d) berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk

pemecahan masalah, e) melaksanakan diskusi kelompok sesuai dengan petunjuk guru, f) menilai kemampuan

diri, g) melatih diri dalam memecahkan soal atau masalah yang sejenis, h) kesempatan dalam menyelesaikan

tugas atau persoalan yang dihadapinya.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, disimpulkan bahwa idealnya proses pembelajaran matematika

yaitu mengharuskan siswa aktif di dalam kelas. Keaktifan siswa tersebut, selalu ditandai dengan motivasi dan

semangat belajar siswa yang tinggi selama mengikuti proses pembelajaran.

Salah satu pendekatan yang merepresentasikan idealnya pembelajaran matematika diatas adalah

Pendekatan Matematika Realistik ( PMR) (Setiawan, dkk 2014: 2). Susanto (2013: 205) mengatakan PMR

merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada siswa, bahkan matematika adalah

aktivitas manusia dan matematika harus dihubungkan secara nyata terhadap konteks kehidupan sehari-hari

siswa ke pengalaman belajar yang berorientasi pada hal-hal yang real (nyata). PMR menekankan kepada

konstruksi dari konteks benda-benda yang kongkrit sebagai titik awal bagi siswa guna memperoleh konsep

matematika. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Ahmadi, dkk (2014) dengan judul “ Pengaruh Penerapan

Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR) Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Siswa SMP Negeri 1 Sungai Penuh”, disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika siswa

dengan penerapan pendekatan Pembelajaran Metematika Realistik (PMR) lebih baik dari kemampuan

pemecahan masalah matematika siswa dengan menggunakan pembelajaran konvensional.

Pendekatan Matematika Realistik (PMR) merupakan kegiatan pembelajaran yang lebih menekankan

aktifitas siswa untuk mencari, menemukan dan membangun sendiri pengetahuan yang diperlukan sehingga

pembelajaran menjadi terpusat pada siswa (Setiawan, dkk 2014: 2). Implimentasi Pendekatan Matematika

Realistik dalam pembelajaran di kelas dalam upaya mengembangkan kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa tentunya akan semakin optimal jika disertai dengan asesmen (penilaian) yang tepat.

Asesmen adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan

belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa

siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar (Trianto, 2009: 118). Menurut Garfield, asesmen

digunakan sebagai cara untuk menginformasikan kepada siswa tentang bagaimana yang mereka kerjakan atau

sebaik apa yang telah mereka lakukan dalam pembelajaran (Sa’dijah, 2009:92). Salah satu asesmen berbasis

kompetensi adalah asesmen kinerja.

Asesmen kinerja merupakan penilaian oleh guru dengan cara mengamati aktifitas belajar siswa selama

proses pembelajaran dikelas, sehingga guru bisa mengetahui kemampuan masing-masing siswa dalam hal

pemecahan masalah (Sa’dijah, 2009: 93). Penerapan pembelajaran dengan Pendekatan Matematika Realistik

yang diikuti dengan asesmen kinerja, juga meningkatkan antusias siswa dalam belajar matematika (Sutarnaja,

2015: 5). Karim (Yuniati, 2009: 42) menyatakan bahwa asesmen kinerja menuntut para siswa untuk secara aktif

melaksanakan tugas-tugas yang kompleks dan signifikan serta menggunakan pengetahuan dan keterampilan

yang relevan untuk menyelesaikan masalah-masalah realistik.

Berdasarkan kajian diatas, penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam terkait bagaimana “Pengaruh

Pendekatan Matematika Realistik (PMR) Berbasis Asesmen Kinerja Terhadap Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematis Siswa Kelas VIII SMP Redek Hawe”


1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasi masalah penelitian sebagai

berikut:

a. Kemampuan Pemecahan masalah matematis siswa rendah.

b. Keaktifan siswa dalam pembelajaran matematika rendah.

c. Siswa menganggap matematika pelajaran yang paling sulit.

d. Model pembelajaran yang digunakan masih bersifat konvensional.

1.3 Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, peneliti membatasi penelitian ini pada rendahnya kemampuan

pemecahan masalah matematis siswa kelas VIII SMP Redek Hawe.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah

kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang diajarkan dengan Pendekatan Matematika

Realistik Berbasis Asesmen Kinerja lebih baik dibandingkan dengan kemampuan pemecahan masalah

matematis siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional pada kelas VIII di SMP Redek

Hawe.

1.5 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan permasalahan diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kemampuan

pemecahan masalah matematis siswa kelas VIII di SMP Redek Hawe tahun ajaran 2020/2021 yang

diajarkan dengan menggunakan pendekatan matematika realistik berbasis asesmen kinerja dan

kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran

konvensional.

1.6 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang hendak dicapai dalam penelitian ini antara lain:

a. Bagi Guru
Penelitian ini diharapkan dapat membantu guru matematika dalam usaha mencari metode

pembelajaran atau pendekatan yang efektif dan mempunyai keterampilan untuk meningkatkan

pemecahan masalah matematis siswa dan kualitas pembelajaran dalam proses belajar mengajar.

b. Bagi siswa

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa

melalui pendekatan matematika realistik berbasis asesmen kinerja.

c. Bagi peneliti

Melalui kegiatan penelitian di SMP Redek Hawe, peneliti berharap akan memperoleh

pengalaman dan wawasan dalam upaya menemukan solusi dan penuh kesabaran untuk

memecahkan masalah yang berkaitan dengan rendahnya kemampuan pemecahan masalah

matematis siswa.

Anda mungkin juga menyukai