Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

LEMBAGA PEMBIAYAAN SYARIAH

Disusun Dalam Rangka Memenuhi Tugas Lembaga Keuangan Syariah

Oleh,
Ulfiani Dwi Yanti Mappa’ (18 0401 0141)
Kurnia Ramadhani Ilham (18 0401 0151)
Rahmania (18 0401 0133)

Dosen Pengampuh:
Iksan Purnama, S.E.Sy., M.E.

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUS AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PALOPO
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang yang telah melimpahkan rahmat taufik serta hidayah-Nya
sehingga terwujud makalah Lembaga Keuangan Syariah, yang berjudul
“Lembaga Pembiayaan Syariah”.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka


menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai lembaga pembiayaan
syariah. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat
kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan. Untuk itu,
kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang
akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang
membangun.

Palopo, 25 Desember 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................ii

DAFTAR ISI.....................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1

A. Latar Belakang...............................................................................1

B. Rumusan Masalah..........................................................................2

C. Tujuan Penulisan............................................................................2

D. Manfaat Penulisan..........................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................3

A. Perkembangan Lembaga Pembiayaan Syariah...............................3

B. Prinsip Dan Kegiatan Usaha Pembiayaan Syariah..........................6

BAB III PENUTUP.......................................................................................10

A. Kesimpulan..................................................................................10

B. Saran.............................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................11

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembiayaan merupakan salah satu bentuk dari solidaritas sosial. Pemiliki
modal dan orang yang membutuhkan modal untuk melakukan suatu kegiatan
usaha atau untuk mengembangkan suatu usaha yang telah berjalan. Menggerakkan
roda perekonomian agar lebih produktif untuk menekan tingkat pendapatan
masyarakat agar mengalami peningkatan. Terciptanya lapangan pekerjaan baru
dan berkurangnya angka pengangguran dengan luasnya lapangan pekerjaan yang
di buka dengan adanya pembiayaan modal bagi para pebisnis.
Sejak terbentuknya undang-undang mengenai perbankan syariah yang
bermula dari Undang-undang No 7 Tahun 1992. Kemudian undang-undang
perbankan syariah yang dipertegas kembali pada Undang-undang No. 10 Tahun
1998. Undang-undang mengenai perbankan syariah lebih memiliki titik terang
ketika disahkannya Undang-undang No. 21 Tahun 2008. Akhirnya banyak dari
sebagian perbankan membuka atau melakukan peralihan dengan membentuk
perbankan syariah demi menjaga kondisi  kestabilan keuangan.
Dalam dunia perbankan dikenal dengan yang dinaman dengan produk
pembiayaan. Pada dasarnya sepintas dari segi tujuan produk pembiayaan yang
dilakukan pihak perbakan konvensional dan perbankan syariah memiliki
persamaan yaitu melakukan pembiayaan atas barang atau jasa yang di kehendaki
oleh nasabah dengan tujuan memperoleh keuntungan yang hanya dikehendaki
pihak perbankan. Namun pada prinsipnya produk pembiyaan perbankan syariah
lebih mengarah pada ahklak yaitu mengedepankan pemberian bantuan
pembiayaan untuk mensejahterakan masyarakat dengan produk pembiayaan
perbankan syariah itu sendiri.

1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah pada makalah ini
sebagai berikut:
1. Bagaimana perkembangan lembaga pembiayaan syariah?
2. Apa prinsip dan kegiatan usaha pembiayaan syariah?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penulisan dari makalah
ini sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui perkembangan lembaga pembiayaan syariah.
2. Untuk mengetahui prinsip dan kegiatan usaha pembiayaan syariah.

D. Manfaat Penulisan
Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat yang
berarti. Manfaat-manfaat yang dimaksud adalah:
1. Mahasiswa dapat mengetahui perkembangan lembaga pembiayaan syariah.
2. Mahasiswa dapat mengetahui prinsip dan kegiatan usaha pembiayaan
syariah.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Perkembangan Lembaga Pembiayaan Syariah


Perusahaan pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan
pembiayaan untuk ppengadaan barang dan jasa. Perusahaan pembiayaan adalah
badan usaha di luar bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) yang
khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha
“Lembaga Pembiayaan”. Lembaga pembiayaan memberikan fasilitas kepada
masyarakat untuk memperoleh suatu aset yang dapat memberikan nilai tambah
melalui skema pinjaman atau pembiayaan. Untuk itu, bagi masyarakat yang
membutuhkan aset, namun secara finansial masih terbatas, maka dapat
menggunakan pembiayaan sebagai salah satu alternative cara untuk memperoleh
aset tersebut.
Keberadaan lembaga keuangan yang menawarkan berbagai bentuk fasilitas
pembiayaan untuk lebih memperluas penyediaan pembiayaan alternative bagi
dunia usaha dalam sistem perekonomin modern sangatlah dibutuhkan. Lembaga
pembiayaan diperlukan guna mendukung dan memperkuat sistem keuangan
nasional yang terdiversifikasi sehingga dapat memberikan alternative yang lebih
banyak bagi pengembangan sektor usaha.
Kebijakan pengembangan dan perluasan berbagai jenis lembaga keuangan
melalui diversifikasi kegiatan pembiayaan landasan operasionalnya diatur lewat
Keputusan Presiden No. 61 Tahun 1988 sebagai bagian dari deregulasi 20
Desember 1988 (Paket Desember). Melalui PakDes ini diperkenalkan lembaga
pembiayaan yang bidang usaha usahanya adalah sewa guna usaha (leasing),
modal ventura (ventura capital), anjak piutang, kartu kredit, pembiayaan
konsumen perdagangan surat berharga. Belakangan masuk dalam kategori
lembaga pembiayaan ini adalah perusahaan pembiayaan infrastruktur. Melihat
karakteristik jenis usaha yang beragam, maka perusahaan pembiayaan yang

3
melakukan lebih dari satu kegiatan sering pula disebut dengan multi finance
company.

Dalam ketentuan lebih lanjut, ada dua kegiatan yang dikeluarkan dari
kegiatan perusahaan pembiayaan, yaitu kegiatan perdagangan surat berharga
berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 1256/KMK.00/1989 tanggal 18
November 1989 karena kegiatan perdagangan surat berharga terkait dengan
kegiatan di pasar modal sehingga dialihkan kepada BAPEPAM sebagai otoritas
pasar modal. Selanjutnya modal ventura berdasarkan Keputusan Menteri
Keuangan No. 468/KMK.017/1995 tanggal 3 Oktober 1995 juga dikeluarkan dari
bidang usaha lembaga pembiayaan dan dilakukan secara terpisah dengan badan
hukum tersendiri dengan pertimbangan agar bisnis modal ventura dapat lebih
berkembang dan berkonsentrasi pada penyaluran pembiayaan untuk membantu
usaha kecil menengah. Dalam perkembangan selanjutnya, landasan hukum
perusahaan pembiayaan makin kuat dengan Keputusan Menteri Keuangan RI No.
448/KMK-017/2000 yang diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan No.
172/KMK.06/2002. Belakangan diterbitkan pula Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan.

Pada era OJK, terdapat sejumlah regulasi baru yang diterbitkan untuk
menyempurnakan regulasi Lembaga Pembiayaan, yaitu:

a. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 28/POJK.05/2014 tentang


Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Pembiayaan dirilis dengan
rangka mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan mendukung
perkembangan usaha perusahaan pembiayaan yang bersifat dinamis,
diperlukan pengaturan perizinan usaha dan kelembagaan yang
komprehensif, jelas, dan memberikan kepastian hukum.
b. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29/POJK.05/2014 tentang
Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan dirilis dalam rangka
mendukung perkembangan perusahaan pembiayaan yang dinamis dan
mewujudkan industri perusahaan pembiayaan yang tangguh, kontributif,

4
inklusif, serta berkontribusi untuk menjaga sistem keuangan yang stabil dan
berkelanjutan.
c. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 30/POJK.05/2014 tentang Tata
Kelola Perusahaan yang Baik bagi Perusahaan Pembiayaan dirilis dalam
rangka memperkuat industri Perusahaan Pembiayaan dengan meningkatkan
kualitas pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik.
d. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31/POJK.05/2014 tentang
Penyelenggaraan Usaha Pembiayaan Syariah dirilis dalam rangka
memenuhi prinsip-prinsip syariah islam, termasuk fatwa-fatwa yang
ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia.

Perusahaan pembiayaan selain beroperasi menggunakan sistem


konvensional juga dapat melakukan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.
Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah pembiayaan berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan antara perusahaan pembiayaan dengan pihak lain
yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan pembiayaan tersebut
dalam jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.
Adapun prosedur pendirian dan pengurusan izin usaha serta kelembagaan
penyelenggaraan perusahaan pembiayaan syariah merujuk pada Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan Nomor 28/POJK.05/2014 tentang Perizinan Usaha dan
Kelembagaan Perusahaan Pembiayaan. Perusahaan pembiayaan syariah dapat
dibentuk dengan berbadan hukum koperasi atau perseroan terbatas (PT).
Selanjutnya, perusahaan pembiayaan syariah dapat terdiri dari perusahaan
pembiayaan syariah yang secara penuh melakukan pembiayaan syariah atau Unit
Usaha Syariah (UUS) yang merupakan unit kerja dari kantor pusat perusahaan
pembiayaan yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor yang melaksanakan
pembiayaan syariah.
Perusahaan pembiayaan syariah dan perusahaan pembiayaan yang
mempunyai UUS wajib secara jelas mencantumkan kegiatan pembiayaan syariah
dalam anggaran dasarnya. Perusahaan pembiayaan syariah wajib memiliki Dewan
Pengawas Syariah (DPS) sebagai bagian dari Organ perusahaan yang mempunyai

5
tugas dan fungsi pengawasan terhadap penyelenggaraan kegiatan perusahaan agar
sesuai dengan prinsip syariah.

B. Prinsip Dan Kegiatan Usaha Pembiayaan Syariah


Dalam POJK Nomor 31/POJK.05/2014 disebutkan bahwa perusahaan
pembiayaan syariah adalah perusahaan pembiayaan yang seluruh kegiatan
usahanya melakukan pembiayaan syariah. Pembiayaan syariah adalah penyaluran
pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah, yaitu ketentuan hukum
islam bersadarkan fatwa dan pernyataan kesesuaian syariah dari Dewan Syariah
Nasional Majelis Ulama Indonesia.
Penyelenggaraan pembiayaan syariah wajib memenuhi sejumlah prinsip,
yaitu:
a. Memenuhi prinsip keadilan (‘adl), yaitu menempatkan sesuatu hanya ppada
tempatnya, memberikan sesuatu hanya pada yang berhak, serta
memperlakukan sesuatu sesuai posisinya.
b. Keseimbangan (tawazun), yaitu meliputi keseimbangan aspek material dab
spiritual, aspek private dan public, sektor keuangan dan sektor riil, bisnis
dan social, dan keseimbangan aspek pemanfaatan dan kelestarian.
c. Maslahah, yaitu segala bentuk kebaikan yang berdimensi duniawi dan
ukhrawi, material dan spiritual, serta individual dan kolektif serta harus
memenuhi 3 (tiga) unsur, yakni kepatuhan syariah, beermanfaat dan
membawa kebaikan dalam semua aspek secara keseluruhan yang tidak
menimbulkan kemudaratan.
d. Universalisme (amaliya), yaitu dapat dilakukan oleh, dengan, dan untuk
semua pihak yang berkepentingan tanpa membedakan suku, agama, ras dan
golongan, sesuai dengan semangat kerahmatan semesta.
e. Serta tidak mengandung unsur:
1. Gharar, yaitu transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak dimiliki, tidak
diketahui keberadaannya, atau tidak dapat diserahkan pada saat
transaksi dilakukan, kecuali diatur lain dala syariah.
2. Maysir, yaitu transkasi yang bersifat spekulatif (untung-untungan)
yang tidak terkait langsung dengan produktivitas di sektor riil.

6
3. Riba, yaitu pemastian penambahan pendapatan secara tidak sah
(bathil) antara lain dalam transaksi pertukaran barang sejenis yang
tidak sama kualitas, kuantitas dan waktu penyerahan, atau dalam
transaksi pinjm-meminjam yang mempersyaratkan nasabah penerima
fasilitas mengembalikan dana yang diterima melebihi pokok pinjaman
karena berjalannya waktu.
4. Zhulm, yaitu transaksi yang menimbulkan ketidakadilan bagi pihak
lainnya.
5. Risywah, yaitu tindakan suap dalam bentu uang, fasilitas atau bentuk
lainnya yang melanggar hukumm sebagai upaya mendapatkan fasilitas
atau kemudahan dalam suatu transaksi.
6. Objek haram, yaitu suatu barang atau jasa yang diharamkan dalam
syariah.

Kegiatan pembiayaan syariah dapat dilakukan dengan menggunakan akad


tunggal atau gabungan akad dari berbagai akad setelah terlebih dahulu
melaporkan setiap penggunaan akad tunggal atau gabungan akad pada OJK.
Penggunaan gabungan akad dilakukan untuk “suatu kegiatan pembiayaan syariah
tertentu” antara lain penggunaan gabungan akad jual beli, akad ijarah, dan akad
keperantaraan (akad wakalah bi ujrah), akad ju’alah, atau akad ba’I al samsarah
dengan tujuan untuk melakukan pembiayaan jasa usaha keperantaraan dalam
bisnis properti.
Kegiatan pembiayaann syariah meliputi sejumlah pembiayaan yang terdiri
dari sejumlah akad sebagai berikut:
a. Pembiayaan jual beli, yaitu pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang
melalui transaksi jual beli sesuai dengan perjanjian pembiayaan syariah
yang disepakati oleh para pihak. Akad yang digunakan dalam pembiayaan
jual beli antara lain:
1. Murabahah, yaitu jual beli suatu barang dengan menegaskan harga
belinya (harga perolehan) kepada pembeli dan pembeli membayarnya
dengan harga lebih (marjin) sebagai laba sesuai dengan kesepakatan
para pihak.

7
2. Salam, yaitu jual beli suatu barang dengan pemesanan sesuai dengan
syarat-syarat tertentu dan pembayaran harga barang terlebih dahulu
secara penuh.
3. Istisnha, yaitu jual beli suatu barang dengan pemesanan pembuatan
barang sesuai dengan kriteria dan persyaratan tertentu dan
pembayaran harga barang sesuai dengan kesepakatan oleh para pihak.
b. Pembiayaan investasi, yaitu pembiayaan dalam bentuk penyediaan modal
dengan jangka waktu tertentu untuk kegiatan usaha produktif dengan
pembagian keuntungan sesuai dengan perjanjian pembiayaan syariah yang
disepakati oleh para pihak. Akad yang digunakan dalam pembiayaan
investasi anatar lain.
1. Mudharabah, yaitu akad kerja sama suatu usaha antara dua pihak di
mana pihak pertama (shahib mal) menyediakan seluruh modal, sedang
pihak kedua (mudharib) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan
usaha dibagi di antara mereka sesuai dengan kesepakatan para pihak.
2. Musyarakah, yaitu pembiayaan berdasarkan akad kerja sama anatar dua
pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, di mana masing-masing
pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan
dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan para
pihak.
3. Mudharabah musytarakah, yaitu bentuk mudharabah di mana pengelola
dana (mudharib) turut menyertakan modal dalam kerja sama di mana
keuntungan dan risiko akan di tanggung bersama sesuai dengan
kesepakatan para pihak.
4. Musyarakah mutanaqishah, yaitu musyarakah atau syirkah yang
kepemilikan asset (barang) atau modal salah satu pihak berkurang
disebabkan pembelian porsi kepemilikan secara bertahap oleh pihak
lainnya.
c. Pembiayaan jasa, yaitu pemberian/penyediaan jasa baik dalam pemberian
manfaat atas suatu barang, pemberian pinjaman (dana talangan) atau
pemberian pelayanan dan tanpa pembayaran imbal jasa (ujrah) sesuai

8
dengan perjanjian pembiayaan syariah yang disepakati oleh para pihak.
Akad yang digunakan dalam pembiayaan jasa antara lain:
1. Ijarah, yaitu pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam
jangka waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah), tanpa diikuti
dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.
2. Ijarah muntahiyah bittamlik, yaitu ijarah yang disertai dengan janji
pemindahan kepemilikan setelah masa ijarah selesai.
3. Hawalah atau hawalah bil ujrah. Hawalah adalah pengalihan utang dari
satu pihak yang berutang kepada pihak lain yang wajib menanggung
pembayarannya. Adapun hawalah bil ujrah adalah hawalah dengan
pengenaan imbalan jasa.
4. Wakalah atau wakalah bil ujrah. Wakalah adalah pemberian kuasa dari
pemberi kuasa kepada penerima kuasa dalam hal yang boleh diwakilkan,
dimana penerima kuasa tidak menangggung risiko terhadap apa yang di
wakilkan, kecuali karena kecerobohan atau wanprestasi. Adapun
wakalah bil ujrah adalah wakalah pengenaan imbalan jasa.
5. Kafalah atau kafalah bil ujrah. Kafalah adalah jaminan yang diberikan
oleh penanggung kepada phak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak
kedua atau yang ditanggung. Adapun kafalah bil ujrah adalah kafalah
dengan pengenaan imbal jasa.
6. Ju’alah adalah janji atau komitmen untuk memberikan imbalan tertentu
atas pencapaian hasil atas suatu pekerjaan yang ditentukan.
7. Qardh, yaitu pinjm-meminjam dana tanpa imbalan dengan kewajiban
pihak peminjam mengembalikan pokok pinjaman secara sekaligus atau
cicilan dalam jangka waktu tertentu.

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Perusahaan pembiayaan adalah badan usaha di luar bank dan lembaga
keuangan bukan bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegatan yang
termasuk dalam bidang usaha lembaga pembiayaan. Kegiatan usaha yang
dilakukan meliputi sewa guna usaha, anjak piutang, usaha kartu kredit,
pembiayaan konsumen.
Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah pembiayaan berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan antara perusahaan pembiayaan dengan pihak lain
yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan pembiayaan tersebut
dalam jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.
Pembinaan dan oengawasan kegiatan usaha perusahaan pembiayaan secara
kelembagaan dilakukan oleh menteri keuangan yag meliputi penarikan pinjaman
luar negeri, penyaluran pinjaman yang bersumber dari perbankan, penerbitan surat
sanggup bayar, kualitas aktiva produktif dan kebenaran serta kelengkapan laporan.
Sedangkan pembinaan dan pengawan dari sisi pemenuhan prinsip syariah
dilakukan oleh dewan syariah nasional MUI yang menempatkan Dewan Pengawas
Syariah (DPS) di masing-masing perusahaa pembiayaan syariah.

B. Saran
Demikianlah makalah ini dibuat, apabila didalam penulisan makalah
terdapat kekurangan dan juga kesalahan baik itu dalam tulisan dan juga dalam
bentuk bacaan mohon beri masukan dan kritikan dari saudara dan saudari maupun
teman-teman.

10
DAFTAR PUSTAKA

Andri Soemitra, Bank & Lembaga Keuangan Syariah, (Cet VI; Jakarta:
KENCANA, 2016).

http://www.makalah.co.id/2013/04/makalah-produk-pembiayaan-perbankan.html

11

Anda mungkin juga menyukai