Anda di halaman 1dari 6

Kelompok 6 Penelitian Pendidikan Biologi

Anggota :

- Ega Amanati (K4318024)


- Fullaikhah Anjani (K4318030)
- Hanum Salsabila Azahro (K4318031)
- Nilam Intan Cipta Wening (K4318042)

BAB 1 Latar Belakang

Pendidikan merupakan suatu aspek yang sangat penting bagi kehidupan, mengingat
melalui pendidikan dapat mempengaruhi, membantu, serta mengarahkan peserta didik
meraih kedewasaan yang sesuai dengan kualifikasi di masyarakat (Handayani, dkk
2016). Pendidikan dibutuhkan untuk meningkatkan sumber daya manusia. Pendidikan
yang berkualitas juga dapat menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas pula.
Pendidikan diartikan sebagai suatu upaya sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana dan proses pembelajaran untuk memacu peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi diri dalam hal spiritual, kecerdasan, kepribadian yang
dibutuhkan untuk kepentingan dirinya sendiri, masyarakat, dan negara. (Undang-undang
Nomor 20 tahun 2003).
Agar pembelajaran biologi berjalan dengan lancar, peran guru dalam memahami
pentingnya hakikat dan karakteristik pembelajaran biologi sangat penting. Menurut
Carin (1997) sains (biologi) hakikatnya memiliki 4 unsur, yaitu proses (Scientific
procsses), produk (Scientific knowledge), sikap (Scientific attitudes), dan teknologi.
Sedangkan, menurut Sudarisman (2015) pembelajaran biologi hendaknya sesuai dengan
hakikat sebagai sains yaitu setidaknya mengacu pada 3 hal, yaitu : proses, produk, dan
sikap. Biologi dianggap sebagai produk karena terdiri dari konsep, fakta, teori dan
hukum yang berkaitan dengan alam dan kehidupannya. Biologi disebut proses karena
biologi terdiri dari sekumpulan keterampilan proses yang meliputi keterampilan
mengamati, bertanya, menggunakan alat, mengelompokkan, menerapkan konsep, dan
melakukan percobaan. Biologi disebut sikap, artinya ada sikap yang meliputi ketelitian,
objektivitas, kejujuran dan keterbukaan dalam ilmu.
Pembelajaran biologi seringkali berorientasi pada produk, sedangkan biologi
sebagai ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari tidak hanya
mencakup produk, melainkan juga memerhatikan proses dan aplikasi sehingga
pembelajaran menjadi lebih bermakna bagi peserta didik. Pembelajaran yang
berorientasikan pada produk menjadikan aspek proses menjadi tidak terlatihkan dengan
optimal. Proses dalam sains diartikan sebagai cara atau aktivitas ilmiah untuk
mendeskripsikan suatu fenomena alam sehingga didapatkan hasil atau produk sains
berupa fakta, prinsip, hukum, atau teori. Pendekatan pembelajaran yang berorientasi
pada proses dapat melatihkan keterampilan proses sains (KPS) yang melibatkan
keterampilan intelektual, manual, dan sosial. Serangkaian kegiatan manual (hand on)
sebagai ciri keterampilan proses sains (KPS) antara lain : mengamati,
mengelompokkam, menghitung, mengukur, merapmalkan, mengomunikasikan,
bertanya, menyimpulkan, mengontrol variabel, merumuskan masalah, membuat
hipotesis, merancang percobaan, dan melakukan percobaan (Rustaman, 2005).
Setelah peserta didik mampu melakukan serangkaian keterampilan proses,
peserta didik akan membangun konsep-konsep berkaitan dengan materi biologi. Dalam
pelaksanakan serangkaian proses sains diharapkan timbul sikap ilmiah, antara lain :
jujur, teliti, obyektif, tidak mudah menyerah, menghargahi orang lain dan sebagainya.
Paham kontruktivitas sangat diutamakan dalam menerapkan prinsip pembelajaran
biologi, peserta didik diajak untuk membangun konsep melalui pengalaman bukan
sekadar menerima konsep dari guru. Hal ini dikarenakan hakikat kurikulum ilmu
biologi yaitu mengajarkan siswa untuk mengolah informasi yang tidak untuk dipelajari
dan dihafalkan, tetapi untuk dipraktekkan atau diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Pada hakikatnya, kurikulum ilmu biologi terletak pada pembelajaran yang bermakna,
tidak hanya transfer ilmu, tetapi juga kegiatan seperti menemukan konsep itu sendiri.
Pada dasarnya, proses ilmiah yang dimaksud mengacu pada keterampilan bagaimana
memperoleh wawasan tentang konsep dan fakta.
Biologi merupakan salah satu ilmu sains yang memiliki perbedaan dibandingkan
mata pelajaran lainnya. Oleh karena itu dalam proses penyampaian pembelajaran
biologi juga memiliki perbedaan dibandingkan dengan pembelajaran lainnya. Pada
pembelajaran biologi seharusnya lebih menekankan pada keterampilan proses sains atau
KPS. Hal ini sejalan dengan hakikat biologi sebagai ilmu sains yang menekankan pada
pembelajaran yang melibatkan siswa secara langsung melalui pengalaman belajar yang
memuat keterampilan proses sains. Keterampilan proses sains perlu dikembangkan,
karena sebagai bentuk pendidikan ilmu pengetahuan alam, keterampilan proses sains
dalam biologi sangat diperlukan. Seiring dengan berkembangnya proses sains, siswa
akan mengembangkan sikap ilmiah, yaitu jujur, teliti, obyektif, bertanggung jawab dan
mampu bekerja sama dengan orang lain. Keterampilan proses ilmiah ini dapat
memungkinkan siswa untuk memiliki pemahaman yang tepat tentang hakikat sains,
memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan sains, dan
memungkinkan siswa untuk mempelajari proses dan produk ilmiah.
Akan tetapi KPS siswa di Indonesia memprihatinkan, hal ini dibuktikan dengan
data yang diperoleh dari hasil observasi yang dilakukan oleh (Rahmasiwi et al, 2015) di
SMA Negeri 1 Karanganyar terhadap keterampilan proses sains siswa kelas XI MIA 9
(ICT). Hasil observasi belajar kelas XI MIA 9 (ICT) menunjukkan bahwa proses
pembelajaran kurang optimal dan kurang melibatkan peran siswa. Pembelajaran yang
berlangsung menunjukkan bahwa siswa bersifat pasif, hanya memperhatikan penjelasan
guru, banyak diam, banyak mencatat, sedikit bertanya, kurang pendapat, dan jarang
merancang dan melaksanakan eksperimen secara mandiri. Siswa jarang berpartisipasi
dalam kegiatan merancang eksperimen, meliputi penentuan bahan, alat, variabel, dan
langkah kerja eksperimen. Siswa hanya melakukan kegiatan praktikum di bawah
petunjuk guru. Rendahnya partisipasi siswa dalam pembelajaran biologi menyebabkan
kurangnya pelatihan keterampilan proses sains siswa.
Data hasil observasi kelas XI MIA 9 (ICT) SMA Negeri 1 Karanganyar yang
diperoleh yaitu menunjukkan kemampuan melaksanakan observasi sebesar 37,809%,
mengelompokkan hasil pengamatan 33,87% , menafsirkan data hasil pengamatan
31,44%, memprediksi kejadian yang akan terjadi dari materi yang sudah dibahas
27,01%, mengajukan pertanyaan sebesar 23, 38% ,merumuskan hipotesis dengan benar
sebesar 33,06%,merencanakan percobaan 29,43%, menggunakan alat dan bahan sebesar
36,69%, menerapkan konsep yang telah dipelajari 27, 82%, melakukan percobaan
dengan benar 33,85%, serta mengkomunikasikan hasil dengan benar sebanyak 31,04%.
Permasalahan rendahnya keterampilan proses sains terjadi di lokasi penelitian
yaitu di kelas XI MIA 9 (ICT) SMA Negeri 1 Karanganyar. Hasil data yang diperoleh
menunjukkan bahwa pembelajaran yang berlangsung di SMA Negeri 1 Karanganyar
tepatnya di kelas XI MIA 9 (ICT) memperlihatkan siswa kurang terampil dan aktif
mengikuti pembelajaran, siswa cenderung lebih banyak diam dan sekedar
memperhatikan materi yang disampaikan oleh guru. Hasil analisis observasi data yang
diperoleh dapat disimpulkan bahwa akar masalah keterampilan proses sains yang rendah
disebabkan karena model pembelajaran yang diterapkan di SMA Negeri 1 Karanganyar
belum optimal dalam melatihkan keterampilan proses sains sehingga diperlukan model
pembelajaran yang tepat yang mampu memberdayakan keterampilan proses peserta
didik.

Keterampilan proses sains siswa XI MIA 9 (ICT) yang rendah disebabkan oleh
beberapa faktor yaitu latar belakang sains yang rendah, sarana dan prasarana
labolatorium yang tidak memadai (Jack, 2013), pedoman pembelajaran hanya
bersumber dari buku (Ekene dan Ifeoma, 2011), pembelajaran kontekstual belum
diinisiasi oleh administrasi sekolah (Chaguna dan Yango, 2008), kegiatan pembelajaran
yang belum mengekplorasi keterampilan proses sains siswa serta hanya menekankan
pada penguasaan konsep (Sukarno, Permanasari, dan Hamidah, 2013). Pembelajaran
dalam kelas XI MIA 9 (ICT) memperlihatkan siswa kurang terampil dan kurang aktif
mengikuti proses pembelajaran, siswa cenderung lebih banyak diam dan sekedar
memperhatikan materi yang disampaikan guru. Berdasarkan analisis hasil observasi,
disimpulkan bahwa akar masalah keterampilan proses sains yang rendah disebabkan
karena model pembelajaran yang diterapkan belum optimal melatihkan keterampilan
proses sains, sehingga diperlukan model pembelajaran yang mampu memberdayakan
keterampilan proses sains siswa.

Untuk mengembangkan keterampilan proses sains, diperlukan suatu pendekatan


pembelajaran yang tepat yaitu pendekatan proses sains (scientific process approach)
dengan model pembelajaran yang tepat salah satunya model inkuiri terbimbing. Model
pembelajaran inkuiri terbimbing sangat sesuai untuk mengembangkan keterampilan
proses sains, karena sintak atau tahap pembelajaran di dalam inkuiri terbimbing yang
dikembangkan dengan metode ilmiah dapat melatihkan keterampilan proses sains pada
siswa. Model pembelajaran inkuiri terbimbing yang didalamnya terdapat kelompok
belajar akan mendorong berlangsungnya scaffolding.
Model pembelajaran inkuiri terbimbing merupakan model pembelajaran yang
memungkinkan siswa untuk bergerak dengan tahapan-tahapan identifikasi masalah,
merumuskan masalah, hipotesis, pengumpulan data, verifikasi hasil, dan penarikan
kesimpulan (Matthew dan Igharo, 2013). Inkuiri terbimbing adalah suatu model
pembelajaran inkuiri yang dalam prakteknya guru menyediakan bimbingan dan
petunjuk bagi siswa (Hartono, 2013). Guru memberikan fasilitas yang dibutuhkan
dalam proses pembelajaran sehingga siswa mampu melakukan kegiatan secara
langsung. Roestiyah (1998) mengemukakan bahwa pembelajaran inkuiri terbimbing
dapat membentuk dan mengembangkan “Self- Concept” pada diri siswa, sehingga siswa
mengerti tentang konsep-konsep dasar dan ide-ide yang lebih baik, membantu dalam
menggunakan ingatan dan transfer pada situasi proses belajar yang baru, mendorong
siswa untuk berpikir, bekerja atas inisiatifnya sendiri, bersikap obyektif, jujur dan
terbuka, situasi proses belajar menjadi lebih aktif, dapat mengembangkan bakat atau
kecakapan individu, memberi kebebasan siswa untuk belajar sendiri.

Teori yang mendukung model pembelajaran inkuiri terbimbing dapat


meningkatkan keterampilan proses ilmiah dan sikap ilmiah siswa salah satunya adalah
penelitian oleh Sri Wulanningsih, Baskoro Adi Prayitno dan Riezky Maya Probosari
tentang pengaruh model pembelajaran inkuiri terbimbing terhadap keterampilan proses
ilmiah. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa model pembelajaran inkuiri
terbimbing berpengaruh terhadap keterampilan proses sains SMA Negeri 5 Surakarta
tahun ajaran 2011/2012, sedangkan kemampuan akademik tidak berpengaruh terhadap
keterampilan proses sains SMA Negeri 5 Surakarta tahun ajaran 2011/2012.

Kesimpulannya adalah model pembelajaran inkuiri terbimbing memang sesuai


untuk proses meningkatkan keterampilan proses sains dan sikap ilmiah siswa. Model
pembelajaran inkuiri terbimbing menyesuaikan tingkat pemahaman siswa dengan
melihat jenjang pendidikannya. Pada tingkat SMA / MA, siswa memiliki pemikiran
yang lebih matang dan mandiri. Oleh karena itu, peneliti menggunakan model
pembelajaran inkuiri terbimbing untuk melakukan eksperimen pada siswa kelas XI MIA
9 (ICT) SMA Negeri 1 Karanganyar.

Penelitian yang dilakukan adalah tentang “Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri


Terbimbing Terhadap Peningkatan Keterampilan Proses Sains Dan Sikap Ilmiah Siswa
Kelas XI MIA 9 (ICT) SMA Negeri 1 Karanganyar.”. Penelitian ini menggunakan
model pembelajaran inkuiri terbimbing untuk menelaah pembelajaran biologi pada
materi sistem gerak manusia untuk meninjau perkembangan keterampilan proses sains
dan sikap ilmiah siswa kelas XI MIA 9 (ICT) SMA Negeri 1 Karanganyar.

Anda mungkin juga menyukai