Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH

“KOMUNIKASI DAN MOTIVASI”

Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Komunikasi Organisasi


Dosen Pengampuh : Susri Adeni, S.Sos., M.A.

Disusun Oleh :

1. Rangga Julio I.S (D1E018031)


2. Shelyn Anjelina (D1E018017)
3. Tohom Jamospri. S (D1E018025)
4. Felia Dwisiana Pratiwi (D1E018033)
5. Ince Rahmadani Hasibuan (D1E018049)
6. Ido Rama Doni (D1E018051)
7. Dela Sofya Oktaria (D1E018063)
8. Muhammad Rama Aji (D1E018067)
9. Rahmayani Ayu Putri (D1E018071)
10. Annisya Kurnia Putri (D1E018075)
11. Lavia Salsabella (D1E018079)
12. Aginta Pratiwi Rahmadanti (D1E018087)
13. Nur Melinda Harahap (D1E018107)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BENGKULU
2021

Page | 2
Kata Pengantar
           
 Atas rahmat Tuhan Yang Maha Esa, makalah ini dapat diselesaikan. Dalam
proses penyusunannya sempat mengalami beberapa kendala. Namun, berkat
kesungguhan dan kerja keras Penyusun dan dorongan kerja sama dari berbagai
pihak, kendala-kendala tersebut dapat diatasi.
Penyusun menyadari bahwa dalam makalah yang dibuat masih banyak
kekurangan di berbagai aspek, oleh sebab itu, Penyusun sangat mengharapkan
kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini.
Akhirnya, semoga makalah ini bermanfaat dan menambah pengetahuan
pembaca. Amin.

Bengkulu , 12 Maret 2021


Penyusun

Page | i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar..................................................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................................ii
BAB I.................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................................................1
C. Tujuan...................................................................................................................................2
BAB II................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN................................................................................................................................3
2.1. Pengertian Motivasi........................................................................................................3
2.2. Teori Hirarki Kebutuhan Maslow.................................................................................7
2.3. Teori Motivasi (Herzbeg).............................................................................................10
2.4. Teori Erg Aldefer..........................................................................................................12
2.5. Teori Motivasi Prestasi McClelland............................................................................14
2.6. Teori X dan Y (Douglas McGregor)............................................................................19
2.7. Goal-Setting (Locke).....................................................................................................22
2.8. Keadilan (Adams).........................................................................................................25
2.9. Teori Harapan Vroom...................................................................................................27
2.10. Supermotivation............................................................................................................30
BAB III............................................................................................................................................32
KESIMPULAN...............................................................................................................................32

Page | ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Dalam sebuah organisasi setiap orang yang terlibat didalamnya ketika


melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya baik selaku pimpinan diberbagai
tingkatan maupun para staf, agar pekerjaannya dapat terlaksana dengan lancer
dan harmonis untuk mencapai tujuan bersama yang disepakati dan ditetapkan,
maka unsur kerjasama harus senantiasa tercipta dengan baik. Dengan
terjadinya proses kerjasama maka unsur komunikasi pun dengan sendirinya
akan tercipta dalam sebuah organisasi, karena apapun bentuk intruksi,
informasi dar pimpinan ke bawahan maupun sebaliknya masukan, laporan
dari bawahan ke pimpinan, antara sesame bawahan senantiasa dilakukan
melalui proses komunikasi. Semua aktivitas kebanyakan dicakup dalam
komunikasi, dimana komunikasi merupakan dasar bagi tindakan dan
kerjasama.

Menurut pendapat Effendy (2000:13) “ Komunikasi adalah proses


penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang kepada orang lain dengan
menggunakan lambang-lambang yang bermakna bagi kedua pihak, dalam
situasi yang tertentu komunikasi menggunakan media tertentu untuk merubah
sikap atau tingkah laku seorang atau sejumlah orang sehingga ada efek
tertentu yang diharapkan. Schein (1982) mengatakan bahwa organisasi adalah
suatu koordinasi rasional kegiatan sejumlah orang untuk mencapai beberapa
tujuan umum melalui pembagian pekerjaan dan fugsi melalui hiearki otoritas
dan tanggung jawab.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian komunikasi dan motivasi ?


2. Apa saja teori teori motivasi dalam komunikasi organisasi ?

Page | 1
C. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui dan
menjelaskan pengertian motivasi dan menjelaskan teori motivasi yang
berhubungan dengan komunikasi organisasi.

Page | 2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Motivasi

Motivasi adalah kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi


untuk tujuan organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu dalam
memenuhi beberapa kebutuhan individual (Robbins, 2003, 208). Para ahli
manajemen sepakat bahwa motivasi adalah serangkaian upaya untuk
mempengaruhi tingkah laku orang lain dengan mengetahui terlebih dulu tentang
apa yang membuat seseorang bergerak. Namun seseorang bergerak itu bergerak
karena dua sebab yaitu kemampuan (ability) dan motivasi. Kemampuan
dipengaruhi oleh kebiasan yang diperoleh dari pengalaman, pendidikan, dan
pelatihan, serta dari gerak retteks secata biologis dan psikologis yang menjadi
kodrat manusia. Laludi mana letak motivasi itu. Landy dan Becker (1987), dalam
Stoner (1996, 134-135) mempetakan dengan jelas letak motivasi di antara refleks
dan kebiasan seperti dalam Gambar 1

Karena sangat luasnya ranah motivasi dalam peri kehidupan manusia maka
untuk memahami motivasi perlulah dipahami asumsi dasar motivasi. Stoner
(1996:134) mengatakan bahwa terdapat empa asumsi dasar motivasi yaitu:

a. Motivasi adalah hal-hal yang baik, seseorang menjadi termotivasi karena


dipujl atau sebaliknya bekerja dengan penuh motivasi dan karenanya
seseorang dipuji.

b. Motivasi adalah satu dari beberapa faktor yang imenentukan prestasi kerja
seseorang faktor yang lain adalah kemampuan, sumber daya, kondisi
tempat kerja, kepemimpinan, dan lain-lain.

Page | 3
c. Motivasi bisa habis dan perlu ditambah suatu waktu, seperti pada beberapa
faktor psikologis yang lain yang bersifat siklikal, maka pada saat berada
pada titik terendah motivasi perlu ditambah.

Motivasi adalah alat yang dapat dipakai manajemen untuk mengatur


hubungan pekerjaan dalam organisasi. Oleh karena itu tepatlah Gambar 5.1. yang
menggambarkan daerah perilaku manusia mana yang dapat dipengaruhi atau
diubah, dimotivasi adalah lebih luas daripada daerah refteks dan daerahsehingga
daerah itulah yang difokuskan sebagai daerah pemotivasianMenilik dari gambar
tersebut, sebenarnya daerah yang dapat kebiasaan. Ini menunjukkan begitu
besarnya potensi pemotivasian.

Page | 4
Gambar 1

Definisi motivasi menurut para ahli :

 Motivasi (movere) menurut Bimo Walgito (dalam Erjati Abbas,2014:80)


berarti “bergerak” atau to move. Jadi, motivasi diartikan sebagai kekuatan
yang terdapat dalam diri organisme yang mendorong untuk berbuat atau
merupakan driving force. Dalam bahasa agama istilah motivasi menurut Tayar
Yusuf tidak jauh berbeda dengan “niatan/niat”, (innamal a’malu binniat=
sesungguhnya perbuatan itu bergantung pada niat), yaitu kecenderungan hati
yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan sesuatu. Dengan
demikian dapat dipahami bahwa pengertian dasar motivasi ialah keadaan
internal organisme yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu.
 Menurut T. Hani Handoko, 2009:252, Banyak istilah yang digunakan untuk
menyebut motivasi (motivation) atau motif, antara lain kebutuhan (need),
desakan (urge), keinginan (wish), dan dorongan (drive). Istilah motivasi, yang
diartikan sebagai keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan
individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan.
Motivasi yang ada pada seseorang merupakan kekuatan pendorong yang akan
mewujudkan suatu perilaku guna mencapai tujuan kepuasan dirinya.
 Siagian (dalam Erjati Abbas, 2014:80) menyatakan bahwa motivasi adalah
daya pendorong yang mengakibatkan seorang anggota organisasi mau dan rela
untuk mengerahkan kemampuan dalam bentuk keahlian atau keterampilan
tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang
menjadi tanggung jawabnya serta menunaikan kewajibannya dalam rangka
mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
 Motivasi menurut Greenberg dan Baron didevinisiakn sebagai serangkaian
proses yang menggerakkan, mengarahkan, dan mempertahankan perilaku
individu untuk mencapai beberapa tujuan. Mathis dan Jackson menyatakan
motivasi merupakan suatu dorongan yang diatur oleh tujuan dan jarang
muncul dalam kekosongan. Istilah kebutuhan, keninginan, hasrat, atau
dorongan sama dengan motif, yang merupakan asal dari kata motivasi.

Page | 5
Memahami motivasi adalah penting, karena reaksi terhadap kompensasi dan
masalah-masalah sumber daya manusia lainnya berkaitan dengan motivasi
(Danang Sunyoto dan Burhanudin,2011:27).
 Motivasi membicarakan tentang bagaimana cara mendorong semangat kerja
seseorang, agar mau bekerja dengan memberikan secara optimal kemampuan
dan keahliannya guna mencapai tujuan. Rangsanagan ini akan menciptakan
dorongan pada seseorang untuk melakukan aktivitas. Menurut Berelson dan
Steiner yang dikutip oleh Wahjosumidjo motivasi adalah suatu usaha sadar
untuk memengaruhi perilaku seseorang supaya mengarah tercapainya tujuan
organisasi (Danang Sunyoto,2015:10)
 Menurut Terry, motivasi adalah keinginan yang terdapat pada seseoraang
individu yang merangsang untuk melakukan tindakan-tindakan. Pengertian ini
menyimpulkan bahwa motivasi merupakan perangsangan yang bersumber dari
keinginan individu untuk melaksanakan tindakan. Pada dasarnya motivasi ini
berangkat dari motif-motif yang dimiliki oleh seseorang (Marno dan
Triyo,2013:21)
 Motivasi adalah keinginan atatu gairah untuk melakukan sesuatu. Tanpa
motivasi tak akan ada kegiatan karena tanpa motivasi orang akan menjadi
pasif. Oleh karena itu, pada setiap usaha apapun timbulnya motivasi sangat
dibutuhkan. Untuk mau berkembang, orang juga memerlukan motivasi.
Pemahaman motivasi tidaklah mudah. Ia merupakan sesuatu yang ada dalam
diri seseorang dan tidak tampak dari luar serta hanya kelihatan melalui
perilaku seseorang yang dapat dilihat. Peranannya sangat besar untuk
mendukung prestasi kerja (Sunhaji,2008:64)
 Menurut Mc Donald (dalam Sardiman, 2011:73), motivasi adalah perubahan
energi dalam diei seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan
didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Ada tiga elemen penting
yang terkandung dalam pernyataan Mc Donald tersebut yaitu : 1) Motivasi
mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap individu manusia.
Walaupun motivasi itu muncul dari dalam diri manusia, penampakannya akan
menyangkut kegiatan fisik manusia; 2) Motivasi ditandai dengan munculnya
rasa/ feeling, afeksi seseorang. Dalam hal ini motivasi relevan dengan
persoalan-persoalan kejiwaan, afeksi dan emosi yang dapat menentukan

Page | 6
tingkah laku manusia; dan 3) Motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan.
Jadi, motivasi dalam hal ini sebenarnya merupakan respons dari suatu aksi
yaitu tujuan. Tujuan ini menyangkut soal kebutuhan.
 Kast dan Rosenzweig mendefinisikan Motif sebagai sesuatu yang
menggerakkan seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu atau setidaknya
untuk mengembangkan suatu kecenderungan perilaku yang khas (Kast dan
Rosenzweig, 2005: 296).
 Motivasi dapat didefinisikan sebagai satu kekuatan dalam diri seseorang yang
mendorong atau menggerakkannya untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan
dasarnya (Yorks, 2001: 21).
 Tingkat kebutuhan akan memutuskan penghargaan seperti apa yang akan
memuaskan seorang pekerja. Menurut Dessler, kebanyakan psikolog meyakini
bahwa semua motivasi berasal dari suatu ketegangan yang terjadi jika satu
atau lebih kebutuhan penting kita tidak terpenuhi (Dessler, 2006: 332).
 Maslow juga mengatakan bahwa: ‘Hanya kebutuhan yang tidak terpenuhi
yang akan menjadi sumber motivasi; kebutuhan yang terpenuhi tidak
menciptakan ketegangan dan oleh karena itu tidak ada motivasi’. (Burke,
2007: 321).
 Ada tiga kualitas yang termasuk dalam setiap definisi motivasi: (1)
menganggap adanya kekuatan dari dalam, (2) yang menggerakkan untuk
bekerja, (3) menentukan arah tindakan (Russell, 2001: 5). Sejauh ini, proses
motivasi telah dilihat sebagai proses membuat keputusan yang terjadi pada
para pekerja (Aldag, 2002: 27).
 Vroom mendefinisikan motivasi sebagai proses untuk membuat pilihan dari
berbagai kemungkinan aktivitas yang bisa dilakukan (Hammer dan Organ
2005: 142). Motivasi adalah faktor yang menggerakkan, mengarahkan dan
menyokong secara terus menerus hasil yang semakin meningkat (Duttweiler,
2006: 371).

2.2. Teori Hirarki Kebutuhan Maslow

Page | 7
Abraham Maslow meyakini bahwa pada dasarnya manusia itu baik dan
menunjukkan bahwa individu memiliki dorongan yang tumbuh secara terus
menerus yang memiliki potensi besar. Sistem hirarki kebutuhan, dikembangkan
oleh Maslow, merupakan pola yang biasa digunakan untuk menggolongkan
motif manusia. Sistem hirarki kebutuhan meliputi lima kategori motif yang
disusun dari kebutuhan yang paling rendah yang harus dipenuhi terlebih dahulu
sebelum memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi (Wallace, Goldstein dan
Nathan, 2007: 277).

Kelima tingkat kebutuhan sebagaimana diuraikan oleh Hamner dan


Organ ditunjukkan dalam tingkatan kebutuhan berikut:

1. Kebutuhan Fisiologis (Physiological Needs)


Kebutuhan fisiologis (physiological needs) adalah sekumpulan kebutuhan
dasar yang mendesak pemenuhannya karena berkaitan langsung dengan
kelangsungan hidup manusia. Kebutuhan tersebut antara lain kebutuhan akan
makanan, minuman, air, oksigen, istirahat, tempat berteduh, keseimbangan
temperatur, seks dan kebutuhan akan stimulasi sensoris.
2. Kebutuhan Rasa aman (Safety Need)
Apabila kebutuhan fisiologis individu telah terpenuhi, maka akan muncul
kebutuhan lain sebagai kebutuhan yang dominan dan menuntut pemuasan,
yaitu kebutuhan akan rasa aman (safety need). Yang dimaksud Maslow dengan
kebutuhan rasa aman ini adalah suatu kebutuhan yang mendorong individu
untuk memperoleh ketentraman, kepastian dan keteraturan dari lingkungannya.
Para psikolog maupun guru menemukan pandangan bahwa seorang anak
membutuhkan suatu dunia yang dapat diramalkan. Anak menyukai konsistensi
dan kerutinan sampai batas-batas tertentu. Keadaan-keadaan yang tidak adil,
tidak wajar atau tidak konsisten pada diri orang tua akan secara cepat
mendapatkan reaksi dari anak. Orang tua yang memperlakukan anaknya secara
tak acuh dan permisif, memungkinkan anak tersebut tidak bisa memperoleh
rasa aman. Bahkan lebih jauh lagi bagi seorang anak kebebasan yang dibatasi
adalah lebih baik daripada kebebasan yang tidak dibatasi. 22 Menurut Maslow,
kebebasan yang ada batasnya semacam itu sesungguhnya perlu demi
perkembangan anak ke arah penyesuaian yang baik.

Page | 8
3. Kebutuhan Akan Cinta, Memiliki dan Kasih Sayang (Need for Love and
Belongingness)
Kebutuhan ini adalah suatu kebutuhan yang mendorong individu untuk
mengadakan hubungan afektif atau ikatan emosional dengan individu lain, baik
dengan sesama jenis maupun lawan jenis, di lingkungan keluarga maupun
kelompok masyarakat. Ia berharap memperoleh tempat semacam itu melebihi
segalagalanya di dunia, bahkan mungkin ia lupa bahwa ketika ia merasa lapar,
ia mencemooh cinta sebagai suatu yang tidak nyata, tidak perlu atau tidak
penting. Namun satu hal yang harus diperhatikan, bahwa cinta tidak bisa
disamakan dengan seks.
4. Kebutuhan Akan Harga Diri (Esteem Needs).
Setelah kebutuhan akan rasa memiliki dan kasih sayang terpenuhi,
kebutuhan mendasar berikutnya yang muncul adalah kebutuhan akan harga diri
(need for self esteem). Kebutuhan ini meliputi dua hal, “for self respect or self
esteem, and for the esteem of others” 28 yaitu harga diri dan penghargaan dari
orang lain. Harga diri meliputi kebutuhan akan kepercayaan diri, kompetensi,
penguasaan, ketidaktergantungan, dan kebebasan. Penghargaan dari orang lain
meliputi nama baik, prestise, gengsi, pengakuan, penerimaan, perhatian,
kedudukan, nama baik serta apresiasi. Kebutuhan akan penghargaan diri telah
diabaikan oleh Sigmund Freud, namun ditekankan oleh Alfred Adler.
5. Kebutuhan Akan Aktualisasi Diri (Need for Self Actualization)
Kebutuhan untuk mengungkapkan diri atau aktualisasi diri merupakan
hierarki kebutuhan dasar manusia yang paling tinggi dalam Maslow.
Aktualisasi diri dapat didefinisikan sebagai perkembangan dari individu yang
paling tinggi, mengembangkan semua potensi yang ia miliki dan menjadi apa
saja menurut kemampuannya. 31 Contoh dari aktualisasi diri adalah seseorang
yang berbakat musik menciptakan komposisi musik, seseorang yang berbakat
melukis menciptakan karya lukisannya, seseorang yang berpotensi menyanyi
akan mengembangkan bakatnya.

Dua dalil utama dapat disimpulkan dari Teori Hirarki Kebutuhan Maslow
yaitu:

Page | 9
a) Kebutuhan kepuasan bukanlah motivator suatu perilaku,

b) Bila kebutuhan yang lebih rendah telah terpenuhi maka, kebutuhan


yang lebih tinggi akan menjadi penentu perilakunya (Hamner dan
Organ,2005:139).

Jika pekerjaan telah memenuhi beberapa kebutuhan yang lebih tinggi


maka hal tersebut akan menentukan dalam motivasi kerja. Tingkat aspirasi
sangat berhubungan erat dengan hirarki kebutuhan, dan sikap akan menentukan
jalan yang akan ditempuh seseorang untuk pencapaian kebutuhannya (Haiman,
2003, 219).

Kategori kebutuhan yang paling pokok yang dikemukakan Maslow


adalah aktualisasi diri. Keyakinan akan hal ini merupakan dasar asumsi teori Y
McGregor tentang motivasi yang didasarkan pada pengaturan diri,
pengendalian diri, motivasi dan kematangan (McGregor, 2000:47).

2.3. Teori Motivasi (Herzbeg)    

Menurut Frederick Herzberg yang dikutip oleh Hasibuan (2014:228),


mengemukakan Herzberg’s two factors motivation theory atau teori motivasi dua
faktor atau teori motivasi kesehatan atau faktor higienis. Menurut teori ini
motivasi yang ideal yang dapat merangsang usaha adalah peluang untuk
mengembangkan kemampuan. Herzberg menyatakan bahwa orang dalam
melaksanakan pekerjaannya dipengaruhi oleh dua faktor yang merupakan
kebutuhan, yaitu:

1) Faktor Higienis (Hygiene Factor/Maintenance Factors)


Maintenance factor adalah faktor pemeliharaan yang berhubungan dengan
hakikat manusia yang ingin memperoleh ketentraman badaniah. Kebutuhan
kesehatan ini menurut Herzberg merupakan kebutuhan yang berlangsung terus-
menerus, karena kebutuhan ini akan kembali pada titik nol setelah dipenuhi.

Page | 10
Misalnya orang lapar akan makan, kemudian lapar lagi, lalu makan lagi dan
seterusnya. Faktor pemeliharaan ini meliputi hal-hal :

a) Gaji (salaries)
Menurut Mardi (2014:107) gaji adalah “sebuah bentuk pembayaran atau
sebuah hak yang diberikan oleh sebuah perusahaan atau instansi kepada
pegawai atau karyawan”.
b) Kondisi kerja (work condition)
Menurut Mangkunegara (2013:105) kondisi kerja adalah “semua aspek
fisik kerja, psikologis kerja dan peraturan kerja yang dapat mempengaruhi
kepuasan kerja dan pencapaian produktivitas kerja”.
c) Kebijaksanaan dan administrasi perusahaan (company policy and
administrasion )
Menurut Siagian (2012:290) kebijaksanaan dan administrasi perusahaan
adalah “tingkat kesesuaian yang dirasakan tenaga kerja terhadap semua
kebijakan dan peraturan yang berlaku dalam perusahaan”.
d) Hubungan antar pribadi (interpersonal relation)
Menurut Siagian (2012:290) hubungan antar pribadi adalah “tingkat
kesesuaian yang dirasakan dalam berinteraksi antar tenaga kerja lain”.
e) Kualitas supervisi (quality supervisor)
Menurut Siagian (2012:290) kualitas supervisi adalah “tingkat kewajaran
supervisi yang dirasakan oleh tenaga kerja”.Hilangnya Faktor
pemeliharaan dapat menyebabkan timbulnya ketidakpuasan .(dissatisfiers
= faktor higienis/hygiene factor ) dan tingkat absensi serta turnover
karyawan akan meningkat. Faktor-faktor pemeliharaan perlu
mendapatkan perhatian yang wajar dari pimpinan, agar kepuasan dan
kegairahan bekerja bawahan dapat ditingkatkan.

2) Faktor Motivasi (Motivation factors)


Motivation factors adalah menyangkut kebutuhan psikologis. Kebutuhan
ini meliputi serangkaian kondisi intrinsik, Kepuasaan pekerjaan (job content)
yang apabila terdapat dalam pekerjaan akan menggerakan tingkat motivasi
yang kuat, yang dapat menghasilkan prestasi pekerjaan yang baik. Faktor

Page | 11
motivasi ini berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi yang secara
langsung berkaitan dengan pekerjaan. Faktor ini dinamakan satisfiers yang
meliputi :

a) Prestasi (achievement)
Menurut Hasibuan (2014:160) prestasi, “prestasi kerja adalah suatu hasil
kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugasnya atas
kecakapan, usaha dan kesempatan.
b) Pengakuan (recognition)
Menurut Siagian (2012:290) pengakuan adalah “besar kecilnya pengakuan
yang diberikan kepada tenaga kerja atas hasil kerja”.
c) Pekerjaan itu sendiri (the work itself)
Menurut Siagian (2012:290) pekerjaan itu sendiri adalah “berat ringannya
tantangan yang dirasakan tenaga kerja dari pekerjaannya”.
d) Tanggung jawab (responbility)
Menurut Siagian (2012:290) tanggung jawab adalah “besar kecilnya yang
dirasakan terhadap tanggung jawab diberikan kepada seorang tenaga
kerja”.
e) Pengembangan potensi individu (advancement)
Menurut Siagian (2012:290) pengembangan potensi individu adalah “besar
kecilnya kemungkinan tenaga kerja berpeluang maju dalam pekerjaannya
seperti naik pangkat”.

2.4. Teori Erg Aldefer

Teori Motivasi Maslow mengatakan bahwa bila seseorang sudah


mendapatkan kebutuhan dasar (jenjang pertama), maka ia tidak akan termotivasi
melakukanmya lagi, ia hanya termotivasi kalau motivatornya adalah kebutuhan
jenjang-kedua. Bila kebutuhan lapisan kedua terpenuhi, ia tidak akan termotivasi
mengerjakan sesuatu kalau motivatornya adalah kebutuhan jenjang-kedua.

Page | 12
Demikian seterusnya sampai seseorang mencapai kebutuhan yang paling tinggi.
Namun demikian, menurut Clayton Paul Alderfer (dalam Wijono, 2012), pakar
psikologi organisasi Amerika Serikat, ada kelemahan pada teori Maslow.
Berdasarkan risetnya Alderfer menemukan, diantaranya adalah lima level
kebutuhan dalam teori Maslow tidak selalu ada dan urutan level tidak selalu sama
pada penerapannya. Selain itu individu dari kultur berbeda cenderung memiliki
kategori dan hirarki kebutuhan yang berbeda pula. Berdasarkan kelemahan-
kelemahan tersebut, Alderfer memodifikasi teori Maslow. Piramida kebutuhan
manusia yang digagas Maslow diklasifikasikan menjadi tiga kategori oleh
Alderfer, yaitu eksistensi, hubungan, dan pertumbuhan yang tidak bersifat hirarki.

Perilaku seseorang dalam beraktivitas atau bekerja dapat muncul karena


adanya motive (motive are the way of behaviour) (Manullang, 2004). Motivasi
pada dasarnya merupakan suatu kondisi mental seseorang yang mendorong untuk
melakukan suatu tindakan (action/activities) dan memberikan kekuatan (energy)
yang mengarah kepada pencapaian kebutuhan (Robbins, 2009). Motivasi kerja
adalah sesuatu yang menimbulkan dorongan atau semangat kerja untuk
pencapaian kebutuhan (Mathis dan Jackson, 2001). Oleh karena itu, menurut
Alderfer (dalam Siagian, 2005) motivasi kerja dan pemenuhan kebutuhan
memiliki keterkaitan yang erat. Keterkaitan ini dirangkum oleh Alderfer dalam
suatu teori, yang dikenal dengan teori kebutuhan ERG Alderfer.

Teori Alderfer dikenal dengan akronim “ERG” . Akronim “ERG” dalam


teori Alderfer merupakan huruf-huruf pertama dari tiga istilah yaitu : E =
Existence (kebutuhan akan eksistensi), R = Relatedness (kebutuhanuntuk
berhubungan dengan pihak lain, dan G = Growth (kebutuhan akan pertumbuhan).
Jika makna tiga istilah tersebut didalami akan tampak dua hal penting. Pertama,
secara konseptual terdapat persamaan antara teori atau model yang dikembangkan
oleh Maslow dan Alderfer. Karena “Existence” dapat dikatakan identik dengan
hierarki pertama dan kedua dalam teori Maslow; “ Relatedness” senada dengan
hierarki kebutuhan ketiga dan keempat menurut konsep Maslow dan “Growth”
mengandung makna sama dengan “self actualization” menurut Maslow. Kedua,
teori Alderfer menekankan bahwa berbagai jenis kebutuhan manusia itu

Page | 13
diusahakan pemuasannya secara serentak. Apabila teori Alderfer disimak lebih
lanjut akan tampak bahwa :

- Makin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin besar pula


keinginan untuk memuaskannya;
- Kuatnya keinginan memuaskan kebutuhan yang “lebih tinggi” semakin
besar apabila kebutuhan yang lebih rendah telah dipuaskan;
- Sebaliknya, semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih
tinggi, semakin besar keinginan untuk memuaskan kebutuhan yang lebih
mendasar.

Teori ERG juga mengandung suatu dimensi frustrasi-regresi. Anda ingat,


Maslow berargumen bahwa seorang individu akan tetap pada suatu tingkat
kebutuhan tertentu sampai kebutuhan tersebut dipenuhi. Teori ERG
menyangkalnya dengan mengatakan bahwa bila suatu tingkat kebutuhan dari
urutan lebih tinggi terhalang, akan terjadi hasrat individu itu untuk meningkatkan
kebutuhan tingkat lebih rendah. Ketidakmampuan memuaskan suatu kebutuhan
akan interaksi sosial, misalnya, mungkin meningkatkan hasrat memiliki lebih
banyak uang atau kondisi kerja yang lebih baik. Jadi frustrasi [halangan] dapat
mendorong pada suatu kemunduran ke kebutuhan yang lebih rendah.

Ringkasnya, teori ERG berargumen, seperti Maslow, bahwa kebutuhan


tingkat lebih-rendah yang terpuaskan menghantar ke hasrat untuk memenuhi
kebutuhan tingkat lebih-tinggi; tetapi kebutuhan ganda dapat beroperasi sebagai
motivator sekaligus, dan halangan dalam mencoba memuaskan kebutuhan tingkat
lebihtinggi dapat menghasilkan regresi ke suatu kebutuhan tingkat lebih-rendah.
Teori ERG lebih konsisten dengan pengetahuan kita mengenai perbedaan
individual di antara orang-orang. Variabel seperti pendidikan, latar belakang
keluarga, dan lingkungan budaya dapat mengubah pentingnya atau kekuatan
dorong yang dipegang sekelompok kebutuhan untuk seorang individu tertentu.

2.5. Teori Motivasi Prestasi McClelland

Page | 14
Motivasi Berprestasi merupakan teori yang dikembangkan oleh David
McClelland (1985) bahwa motivasi berprestasi adalah suatu keinginan yang ada
dalam diri seseorang yang mendorong orang tersebut untuk berusaha mencapai
suatu standar atau ukuran keunggulan. Ukuran keunggulan didapat dengan acuan
prestasi orang lain, akan tetapi juga dapat dengan membandingkan prestasi yang
dibuat sebelumnya. Dan Teori ini didasarkan pada teori kebutuhan Maslow,
namun ia memiliki konsep tersendiri yang dirangkumnya menjadi tiga kebutuhan
dan salah satunya adalah kebutuhan untuk berprestasi, yaitu need for
achievement (nAch).

McClelland (1985) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa kebutuhan


yang kuat untuk berprestasi, dorongan untuk berhasil atau unggul berkaitan
dengan sejauh mana individu termotivasi untuk melakukan tugasnya. Individu
dengan kebutuhan untuk berprestasi yang tinggi suka bertanggung jawab untuk
memecahkan masalah, mereka cenderung untuk menetapkan sasaran yang cukup
sulit untuk mereka sendiri dan mengambil resiko yang sudah diperhitungkan
untuk mencapai sasaran ini dan mereka sangat menghargai umpan balik tentang
seberapa baik mereka bekerja. Dengan demikian mereka yang mempunyai
kebutuhan berprestasi (nAch) yang tinggi cenderung termotivasi dengan situasi
kerja yang penuh tantangan dan persaingan sedangkan individu dengan kebutuhan
berprestasi rendah cenderung berprestasi jelek dalam situasi kerja yang sama

Atau bisa dikatakan Motivasi Berprestasi adalah kebutuhan yang


mendorong individu melakukan suatu usaha untuk mencapai tujuan yaitu
menghasilkan prestasi yang lebih baik sesuai dengan standar keunggulan.
Motivasi Berprestasi ini didasarkan atas kecenderungan untuk meraih sukses dan
kecenderungan untuk menghindari kegagalan. Untuk mencapai prestasi yang
lebih baik, individu barusaha untuk mengatur lingkungan serta mengatasi
berbagai rintangan yang ada agar dapat menyelesaikan tugas dengan baik.
Selanjutnya, berusaha untuk lebih baik dari pada prestasi yang berhasil diraih
sebelumnya dan mengungguli prestasi orang lain

David McClelland dikenal menjelaskan tiga jenis motivasi, yang diidentifikasi


dalam buku ”The Achieving Society”:

Page | 15
1. Motivasi untuk berprestasi (n-ACH) yaitu dorongan untuk melebihi,
mencapai standar-standar, berusaha keras untuk berhasil. Orang yang
memiliki kebutuhan berprestasi yang tinggi akan selalu ingin mencari
prestasi, ingin selalu unggul, menyukai kompetesi, dan menyukai
tantangan yang realistik.

2. Motivasi untuk berkuasa (n-pow) yaitu dorongan untuk melebihi,


mencapai standar-standar, berusaha keras untuk berhasil. Orang yang
memiliki kebutuhan berprestasi yang tinggi akan selalu ingin mencari
prestasi, ingin selalu unggul, menyukai kompetesi, dan menyukai
tantangan yang realistik.

3. Motivasi untuk berafiliasi/bersahabat (n-affil) yaitu keinginan untuk


menjalin suatu hubungan antar personal yang ramah dan akrab. Orang
dengan n’Aff yang tinggi ingin selalu membangun hubungan pertemanan
dan persahabatan dengan orang lain, ingin disukai banyak orang sehingga
populer diantara teman-temannya.

Adapun Ciri-ciri Motivasi Berprestasi Seseorang yang memiliki motivasi


berprestasi ditunjukkan dengan karakteristik atau ciri-ciri tertentu. Ciri-ciri
tersebut yang membedakan seseorang yang mempunyai motivasi tinggi dalam
berprestasi dengan seseorang yang mempunyai motivasi rendah.

 Ciri-ciri orang yang termotivasi untuk berprestasi, yaitu :


(a) ingin selalu mencari prestasi,
(b) menyukai kompetisi,
(c) ingin selalu unggul,
(d) menyukai tantangan yang realistik,
(e) menginginkan lebih banyak umpan balik tentang keberhasilan dan
kegagalan, dibandingkan orang yang berprestasi rendah

 Aspek-aspek Motivasi Berprestasi


Aspek motivasi berprestasi yang tinggi menurut Mc Clelland (1987),
yaitu:

a. Tanggung Jawab

Page | 16
Individu yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi akan
merasa dirinya bertanggungjawab terhadap tugas yang dikerjakannya dan
akan berusaha sampai berhasil menyelesaikannya, sedangkan individu yang
memiliki motivasi berprestasi rendah memiliki tanggungjawab yang kurang
terhadap tugas yang 30 diberikan kepadanya dan bila mengalami kegagalan
cenderung menyalahkan halhal lain di luar dirinya.

b. Mempertimbangkan resiko pemilihan tugas

Individu yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi akan


mempertimbangkan terlebih dahulu resiko yang akan dihadapinya sebelum
memulai suatu pekerjaan dan cenderung lebih menyukai permasalahan yang
memiliki tingkat kesukaran sedang, menantang namun memungkinkan
untuk diselesaikan. Sedangkan indvidu yang memiliki motivasi berprestasi
rendah justru lebih menyukai pekerjaan yang sangat mudah sehingga akan
mendatangkan keberhasilan bagi dirinya.

c. Memperhatikan umpan balik

Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi sangat menyukai


umpan balik atas pekerjaan yang telah dilakukannya karena menganggap
umpan balik tersebut sangat berguna sebagai perbaikan bagi hasil kerjanya
di masa yang akan datang. Sedangkan bagi individu yang memiliki motivasi
berprestasi rendah tidak menyukai umpan balik karena dengan adanya
umpan balik akan memperlihatkan kesalahan-kesalahan yang dilakukannya
dan kesalahan tersebut akan diulang lagi pada masa yang akan datang.

d. Kreatif dan inovatif

Individu yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi akan


mencari cara baru untuk menyelesaikan tugas seefektif dan seefisien
mungkin. Individu juga tidak menyukai pekerjaan yang sama dari waktu ke
waktu, sebaliknya individu yang memiliki motivasi berprestasi yang rendah
akan menyukai pekerjaan yang sifatnya rutinitas karena dengan begitu tidak
susah memikirkan cara baru untuk menyelesainnya.

e. Waktu penyelesaian tugas

Page | 17
Individu yang memiliki berprestasi motivasi yang tinggi akan
berusaha menyelesaikan tugas dalam waktu yang cepat serta tidak suka
membuang waktu, sedangkan individu yang memiliki motivasi berprestasi
yang rendah kurang tertantang menyelesaikan tugas secepat mungkin,
sehingga cenderung memakan waktu yang lama, sering menunda-nunda,
dan tidak efisien.

f. Keinginan menjadi yang terbaik

Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi senantiasa


menunjukkan hasil kerja yang sebaik-baiknya dengan tujuan agar meraih
predikat terbaik dan perilaku mereka berorientasi masa depan. Sedangkan
individu yang memiliki motivasi berprestasi rendah beranggapan bahwa
predikat terbaik bukan merupakan tujuan utama dan hal ini membuat
individu tidak berusaha semaksimal mungkin dalam menyelesaikan
tugasnya.

 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Berprestasi

Motivasi berprestasi merupakan suatu proses psikologis yang mempunyai


arah dan tujuan untuk sukses sebagai ukuran terbaik. Mc Clelland (dalam
Sukadji, 2001) mengatakan bahwa ada beberapa faktor yang ikut
mempengaruhi motivasi berprestasi seseorang, antara lain :

a. Pengalaman pada tahun-tahun pertama kehidupan Adanya perbedaan


pengalaman masa lalu pada setiap orang menyebabkan terjadinya variasi
terhadap tinggi rendahnya kecenderungan untuk berprestasi pada diri
seseorang.

b. Latar belakang budaya tempat seseorang dibesarkan Bila dibesarkan


dalam budaya yang menekankan pada pentingnya keuletan, kerja keras,
sikap inisiatif dan kompetitif, serta suasana yang selalu mendorong individu
untuk memecahkan masalah secara mandiri tanpa dihantui perasaan takut
gagal, maka dalam diri seseorang akan berkembang hasrat prestasi yang
tinggi.

Page | 18
c. Peniruan tingkah laku (modeling) Melalui modeling, anak mengambil
atau meniru banyak karakteristik dari model, termasuk dalam kebutuhan
untuk berprestasi jika model tersebut memiliki motivasi dalam derajat
tertentu.

d. Lingkungan tempat proses pembelajaran berlangsung Iklim belajar yang


menyenangkan, tidak mengancam, memberi semangat dan sikap optimisme
bagi siswa dalam belajar, cenderung akan mendorong seseorang untuk
tertarik belajar, memiliki toleransi terhadap suasana kompetisi dan tidak
khawatir akan kegagalan.

e. Harapan orang tua terhadap anaknya Orangtua yang mengharapkan


anaknya bekerja keras dan berjuang untuk mencapai sukses akan
mendorong anak tersebut untuk bertingkah laku yang mengarah pada
pencapaian prestasi.

2.6. Teori X dan Y (Douglas McGregor)

Teori X dan Y dari Douglas Mc Gregor menjelaskan tentang pandangan


yang berbeda mengenai manusia dalam organisasi (Robbins, 1996;
Handayaningrat,1995). Teori X merupakan pandangan tradisional, dimana melihat
perilaku manusia dalam lingkungan pekerjaan yang telah membudaya. Pada
dasarnya Teori X melihat manusia dalam organisasi dari sisi negatif, merupakan
pengandaian bahwa karyawan tidak menyukai pekerjaan, lari dari tanggung jawab
dan harus dipaksa agar menunjukkan prestasi. Dan sebaliknya teori Y merupakan
pandangan tentang manusia modern yang melihat hal-hal positif dari individu
dalam organisasi.

 Teori X

Teori X ini menyatakan bahwa pada dasarnya karyawan yang bekerja pada
suatu perusahaan secara alami tidak termotivasi dan tidak suka bekerja.
Dengan asumsi dan anggapan demikian, maka manajemen akan cenderung

Page | 19
menggunakan gaya otoriter dalam mengoperasikan perusahaannya.
Menurut Teori X ini, manajemen harus secara tegas melakukan intervensi
untuk menyelesaikan suatu masalah atau pekerjaan. Teori x memiliki
anggapan bahwa karyawannya :

1. Tidak suka bekerja.


2. Perlu diawasi, dipaksa, diperingatkan untuk mengerjakan
pekerjaannya.
3. Membutuhkan pengarahan dalam melaksanakan tugasnya.
4. Tidak menginginkan adanya tanggung jawab.
5. Tugas yang diberikan harus diawasi setiap langkah
pengerjaannya.

 Teori Y
Teori Y ini menyatakan bahwa pada dasarnya karyawan yang bekerja pada
suatu perusahaan menyenangi pekerjaannya, termotivasi, kreatif, bangga
terhadap hasil kerjanya yang baik, bekerja penuh dengan tanggung jawab
dan senang untuk menerima tantangan. Dengan asumsi dan anggapan
demikian, maka manajemen akan cenderang menggunakan gaya
manajemen partisipatif. Teori Y ini beranggapan bahwa karyawannya :
1. Bertanggung jawab penuh atas semua pekerjaannya dan memiliki
motivasi yang kuat untuk mengerjakan semua pekerjaan yang
diberikan kepadanya.
2. Hanya memerlukan sedikit bimbingan atau bahkan tidak memerlukan
bimbingan dalam menyelesaikan tugasnya.
3. Beranggapan bahwa pekerjaan adalah bagian dari hidupnya.
4. Dapat menyelesaikan tugas dan masalah dengan kreatif dan imajinatif.

Kelebihan dan Kekurangan Teori X dan Teori Y

Teori X

a. Kelebihan

Page | 20
 Asumsi yang mendasari teori X dipandang sangat sederhana dalam
menjelaskan perilaku manusia dalam organisasi.
 Memudahkan bagi manajer untuk mengatur karyawan yang tidak
produktif.
 Teori ini dipandang sangat cocok untuk era industrialisasi awal.
 Karyawan dapat dikaryakan terlepas dari strategi yang telah ditetapkan.
 Manajemen mudah dilakukan dan memberikan hasil yang cepat.
 Adaptif terhadap budaya dan gagasan yang berlaku.

b. Kekurangan

 Asumsi tentang sifat manusia yang bersifat negatif.


 Hasil bersifat jangka pendek dan kontraproduktif.
 Manajer cenderung untuk menjadi otoriter.
 Mengabaikan keterlibatan karyawan.
 Keluaran yang dihasilkan dapat bertentangan dengan keinginan baik
karyawan.
 Tekanan terhadap karyawan.

Teori Y

a. Kelebihan

 Manajer mempertahankan pandangan yang opitimis tentang karyawan.


 Karyawan akan berusaha sekuat tenaga secara sukarela dan tanpa
paksaan.
 Meningkatkan efisiensi kerja.
 Karyawan dilibatkan dalam fungsi-fungsi organisasi.
 Teori Y dipandang dapat mengarah pada pendekatan demokratis dan
humanistik.
b. Kekurangan

 Tidak semua karyawan memiliki kompetensi dalam menangani


pekerjaannya dan karenanya memerlukan bantuan dari pihak lain.

Page | 21
 Beberapa organisasi tidak sesuai dengan gaya kepemimpinan manajer
seperti yang disebutkan dalam teori Y.
 Teori Y dipandang cocok untuk karyawan dengan tingkat kompetensi
dan keterampilan yang rendah.
 Karyawan dapat menyalahgunakan kebebasan yang ada.
 Manajer dapat kehilangan fokus dalam bekerja.
 Pengambilan keputusan tidak terjadi setiap waktu.

2.7. Goal-Setting (Locke)

Teori penetapan tujuan atau goal setting theory awalnya dikemukakan oleh
Edwin Locke pada akhir tahun 1960. Dia menemukan bahwa tujuan spesifik dan
sulit menyebabkan kinerja tugas lebih baik dari tujuan yang mudah. Goal setting
theory didasarkan pada bukti yang berasumsi bahwa sasaran (ide-ide akan masa
depan; keadaan yang diinginkan) memainkan peran penting dalam bertindak.
Teori penetapan tujuan yaitu model individual yang menginginkan untuk memiliki
tujuan, memilih tujuan dan menjadi termotivasi untuk mencapai tujuan-tujuan
(Birnberg dalam Mahennoko, 2011).

Menurut teori ini salah satu dari karakteristik perilaku yang mempunyai
tujuan yang umum diamati ialah bahwa perilaku tersebut terus berlangsung
sampai perilaku itu mencapai penyelesaiannya, sekali seseorang mulai sesuatu
(seperti suatu pekerjaan, sebuah proyek baru), ia terus mendesak sampai tujuan
tercapai. Teori ini juga menyatakan bahwa perilaku individu diatur oleh ide
(pemikiran) dan niat seseorang. Sasaran dapat dipandang sebagai tujuan atau
tingkat kerja yang ingin dicapai oleh individu. Goal setting theory mengisyaratkan
bahwa seorang individu berkomitmen pada tujuan (Robbins, 2008). Jika seorang
individu berkomitmen untuk mencapai tujuannya, maka hal ini akan
mempengaruhi tindakannya dan mempengaruhi konsenkuensi kinerjanya.

Teori ini juga menjelaskan bahwa penetapan tujuan yang menantang (sulit)
dan dapat diukur hasilnya akan dapat meningkatkan pestasi kerja (kinerja), yang

Page | 22
diikuti dengan kemampuan dan keterampilan kerja. Tuntutan akuntabilitas atas
lembaga-lembaga publik, pemerintah daerah wajib menyampaikan
pertanggungjawaban keberhasilan ataupun kegagalan yang dialami instansi harus
dipublikasikan melalui laporan keuangan yang transparan dan akuntabel. Dengan
pendekatan goal setting theory, laporan keuangan pemerintah daerah diasumsikan
sebagai tujuan pemerintah daerah, sedangkan variabel good governance, SAP dan
kualitas aparatur adalah sebagai faktor penentu.

Jika faktor-faktor ini secara baik diterapkan di instansi maka tujuan


pemerintah daerah akan tercapai. Edwin Locke mengemukakan bahwa dalam
penetapan tujuan memiliki empat macam mekanisme motivasional yakni :

a. Tujuan – tujuan mengarahkan perhatian;

b. Tujuan – tujuan mengatur upaya;

c. Tujuan – tujuan meningkatkan persistensi;

d. Tujuan – tujuan menunjang strategi-strategi dan rencana-rencana kegiatan.

Teori ini juga mengungkapkan kuat lemahnya tingkah laku manusia


ditentukan oleh sifat tujuan yang hendak dicapai. Kecenderungan manusia untuk
berjuang lebih keras mencapai suatu tujuan, apabila tujuan itu jelas, dipahami dan
bermanfaat. Makin kabur atau makin sulit dipahami suatu tujuan, akan makin
besar keengganan untuk bertingkah laku.

Salah satu dari karakteristik prilaku yang mempunyai tujuan tersebut terus
berlangsung sampai prilaku itu mencapai penyelesaiannya, yaitu sekali orang
memulai sesuatu (misalkan pekerjaan) ia terus terdorong sampai tercapainya
tujuan. Berikut uraian tentang penetapan tujuan :

a. tujuan adalah subjek suatu tindakan

b. keterincian tujuan (goal specifity) ialah tingkat presisi


kuantitatif/kejelasan tujuan tersebut

c. kesukaran tujuan (goal difficulty) ialah tingkat keahlian atau


tingkat prestasi yang dicari

Page | 23
d. intensitas tujuan (goal intensity) ialah menyangkut proses
penetapan tujuan atau menentukan bagaimana mencapai tujuan
tersebut

e. komitmen tujuan (goal commitment) ialah kadar usaha yang


dilakukan untuk mencapai suatu tujuan.

Teori ini digunakan pada Individu menetapkan sasaran pribadi terhadap


motivasi yang ingin dicapai. Sasaran – sasaran pribadi memiliki nilai kepentingan
harapan pribadi (valence) yang berbeda – beda.

Implikasi Teori

 Teori ini jelas mempengaruhi cara organisasi mengukur kinerjanya.


Dengan menggunakan konsep penetapan tujuan yaitu adanya kejelasan,
tujuan yang menantang, dan berkomitmen untuk mencapainya.
Memberikan umpan balik pada kinerja. Mempertimbangkan kompleksitas
tugas.

 Memungkinkan manajemen untuk melakukan diagnosis kesiapan,


misalnya apakah tenaga kerja, organisasi dan teknologi sesuai dengan
program goal setting.

 Mempersiapkan tenaga kerja berkenaan dengan interaksi antara individu,


komunikasi, pelatihan (training) dan perencanaan.

 Penekanan pada sasaran yang harus diketahui dan dimengerti oleh manajer
dan bawahannya

 Mengevaluasi tindak lanjut untuk penyesuaian sasaran yang ditentukan.

Page | 24
 Tinjauan akhir untuk memeriksa cara pengerjaan dan modifikasi yang
ditentukan. Manajemen berdasarkan sasaran memberi kesempatan kepada
tenaga kerja untuk membuat penilaiannya sendiri mengenai hasil-hasil
operasi, artinya jika ia membicarakan hasil maka sebenarnya individu
tersebut menilai dirinya sendiri dan mungkin sekali mendapatkan wawasan
mendalam bagaimana ia harus memperbaiki sikapnya. cara-caranya atau
kelakuannya.

2.8. Keadilan (Adams)


J. Stacey Adams (1963) mengatakan bahwa karyawan akan
membandingkan diri mereka dengan kawannya, tetangganya, rekan sekerjanya,
rekan dalam organisasi lain, atau pekerjaan masa lalu. Karyawan akan termotivasi
bila setelah dibandingkan, melahirkan persepsi keadilan. Rasa adil tersebut akan
dimoderatori oleh faktor – faktor jenis kelamin, masa kerja, level dalam
organisasi, tingkat pendidikan atau profesionalitas.

Keadilan dibedakan dalam keadilan distributif (keadilan yang dipahami


berdasarkan jumlah dan alokasi imbalan di antara para individu) dan keadilan
prosedural (keadilan yang dipahami berdasarkan proses yang digunakan untuk
menetapkan distribusi imbalan). Oleh karena itu manajer dapat memotivasi
karyawan bila karyawan mempersepsikan bahwa imbalan yang didapat telah
memenuhi asas keadilan, sebaliknya bila dipersepsi tidak adil maka yang terjadi
adalah demotivasi yang diindikasikan dengan tindakan – tindakan karyawan yang
tidak produktif seperti tidak berupaya keras, tidak memperhatikan kualitas
pekerjaan, atau mungkin keluar dari pekerjaan.

Asumsi – asumsi yang dijelaskan dalam teori keadilan (Adam’s Equity Theory) :

1. Karyawan akan melakukan evaluasi dan komparasi atas outcome/input di


perusahaannya dan outcome/input orang lain di perusahaan lain.
2. Tercapainya persepsi keadilan akan memotivasi karyawan sedangkan
ketidakadilan akan mengakibatkan demotivasi (kemarahan, pemogokan
kerja, demostrasi, dll.).

Page | 25
3. Jika muncul persepsi kesenjangan outcome/input maka terjadilah
ketidakadilan.
4. Persepsi atas outcome yang melebihi input akan membuat individu merasa
bersalah sedangkan persepsi atas outcome yang kurang dari input akan
membuat invidu marah.
5. Individu akan berusaha memulihkan titik keadilan melalui perubahan
kognitif, perubahan komparasi, atau perubahan output maupun input.
6. Perbedaan toleransi individu dalam mempersepsikan keadilan, Sehingga
banyak orang yang secara tidak etis mungkin mengambil keuntungan dari
seseorang individu atau toleransi yang lebih tinggi untuk ketimpangan
dalam rangka memenuhi kepentingan mereka sendiri.

Input Output

Pengetahuan/pendidikan Gaji

Keahlian Bonus

Keterampilan Uang Lembur

Pengalaman Tunjangan

Waktu Penghargaan

Usaha Promosi Jabatan

Loyalitas Asuransi Kerja

Kerja Keras Pujian

Komitmen

Kemampuan adaptasi

Sikap kerja

Page | 26
Antusias

Pengorbanan Individu

Kerja Sama

Kepercayaan

Fleksibilitas

Determinasi

Teori keadilan telah diuji dan terbukti memiliki validitas empiris kuat jika
dibandingkan dengan teori perilaku organisasi lainnya sebagaimana penelitian
Wicker dan Bushweiler (1970) dan Carrell dan Dittrich (1978), serta Leventhal,
Allen, & Kemelgor (1969).

Teori ini juga dipandang sebagai indikator yang sangat bermanfaat dan
memiliki hubungan yang kuat dengan :

1. Stress (Hatton, Emerson, Rivers Mason, Swarbrick, 1999)


2. Burnout/kehampaan dalam bekerja (Mascha, 2007)\
3. Omset (Test, Flowers Hewitt, Solow, 2003)
4. Kepuasan kerja ( Balcazar, MacKay – Murphy, Henry, Bryant, 1998)
5. Outcome pekerjaan (Hatton, Emerson, Rivers Mason, Mason, Swarbrick,
1999; Miner, 2003)

2.9. Teori Harapan Vroom

Teori Harapan Vroom dikemukakan oleh Victor. H. Vroom pada tahun


1964 dalam bukunya yang berjudul “Work and Motivation”. Menurut Teori
Harapan ini, seseorang termotivasi untuk melakukan kegiatan tertentu karena
ingin mencapai tujuan tertentu yang diharapkan. Dengan kata lain, seseorang
memilih untuk melakukan sesuatu atau memilih untuk berperilaku tertentu karena
mereka mengharapkan hasil dari pilihannya tersebut. Jadi pada dasarnya, motivasi
dari pemilihan perilaku seseorang ini ditentukan oleh keinginan akan hasil yang
akan didapatkannya. Teori ekspektasi atau Teori Harapan ini juga menjelaskan

Page | 27
bahwa pemilihan perilaku juga tergantung pada persepsi korelasi antara upaya,
kinerja dan hasil yang pada akhirnya akan menghasilkan imbalan yang dapat
menguntungkan. Perlu ditekankan disini bahwa Teori motivasi harapan Vroom ini
bukan hanya tentang kepentingan atau keuntungan diri sendiri tetapi juga tentang
hasil yang berkaitan dengan kepentingan-kepentingan orang-orang lain. Teori ini
lebih menekankan pada faktor hasil (outcomes) daripada kebutuhan (needs)
seperti yang dikemukakan oleh Maslow dan Herzbeg.

Penjelasan yang paling diterima secara luas mengenai motivasi adalah


teori pengharapan dari Victor Vroom, dalam istilah yang lebih praktis, teori
pengharapan mengatakan bahwa karyawan akan berupaya lebih baik dan lebih
keras jika karyawan tersebut meyakini upaya itu menghasilkan penilaian kinerja
yang baik. Penilaian kinerja yang baik akan mendorong imbalan organisasi seperti
bonus, kenaikan gaji atau promosi. Dan imbalan tersebut akan memenuhi sasaran
pribadi karyawan tersebut.

Vroom menyadari bahwa kinerja karyawan didasarkan pada faktor


individu seperti kepribadian, keterampilan, pengetahuan, pengalaman dan
kemampuan. Vroom menyatakan bahwa upaya (effort), kinerja (performance) dan
hasil ini memiliki keterkaitan yang kuat terhadap motivasi seseorang. Teori
Harapan Vroom menggunakan tiga variabel yaitu Harapan (Expectancy),
Instrumentalitas (Instrumentality) dan Valensi (Valence) untuk menjelaskan hal
ini.

1. Ekspektasi (harapan), yaitu kepercayaan seseorang bahwa jumlah upaya


atau usaha yang dilakukannya akan mengarahkan ke peningkatan kinerja
yang kemudian akan mendapatkan hasil yang lebih besar. Dengan kata
lain, semakin tinggi upaya atau usaha seseorang semakin tinggi pula
kinerjanya
2. Instrumentalis, yaitu penilaian tentang apa yang akanterjadi jika berhasil
dalam melakukan suatu tugas (keberhasilan tugas untuk mendapatkan
outcome tertentu).
3. Valensi, yaitu respon terhadap outcome seperti perasaan posistif, netral,
atau negatif.Motivasi tinggi jika usaha menghasilkan sesuatu yang

Page | 28
melebihiharapan. Motivasi rendah jika usahanya menghasilkan kurang dari
yang diharapkan.

 Kelebihan Teori Harapan Vroom


1. Teori harapan mendasarkan diri pada kepentingan individu yang ingin
mencapai kepuasan maksimal dan ingin meminimalkan ketidakpuasan
2. Teori ini menekankan pada harapan atau presepsi yang nyata dan aktual
3. Teori ini menekankan pada imbalan atau pay-off
4. Teori ini sangat fokus pada psikologis individu dimana tujuan akhir dari
individu mencapai kesenangan yang maksimal
 Keterbatasan Teori Harapan Vroom
1. Teori ini terlalu idealis karena hanya individu tertentu saja yang
memandang korelasi tingkat tinggi antara kinerja dan penghargaan
2. Penerapan teori ini terbatas karena tidak langsung berkorelasi dengan
kinerja di banyak organisasi. Hal ini terkait dengan parameter lain, seperti
posisi, tanggung jawab, pendidikan dan lainnya

Contoh Kasus PHK


Dari sudut pandang Expectancy Theory, para pekerja tidak termotivasi
untuk bekerja keras karena tidak adanya hubungan antara prestasi kerja dengan
penghasilan. Persepsi mereka adalah bahwa kerja keras tidak akan memberikan
mereka penghasilan yang diharapkan. Malahan, dengan adanya PHK, mereka
memiliki persepsi bahwa walaupun telah bekerja keras, kadang-kadang mereka
malah mendatangkan hasil yang tidak diinginkan, misalnya PHK. Konsisten
dengan teori ini, para pekerja pun menunjukkan motivasi yang rendah dalam
melakukan pekerjannya.

• Rekomendasi: Kaitkan penghasilan dengan prestasi. Sesuai dengan Expectancy


Theory (Vroom, dalam Donovan, 2001), tiga hal akan direkomendasikan untuk
perusahaan dalam Contoh Kasus:

Page | 29
1. Tingkatkan Expectancy: Para pekerja perlu merasa bahwa mereka mampu
mencapai prestasi yang tinggi. Jika perlu, perusahaan perlu memberikan
pelatihan untuk memastikan bahwa para karyawan memang memiliki
keahlian yang dituntut oleh masing-masing pekerjaannya.
2. Tingkatkan Instrumentality: Ciptakan reward system yang terkait dengan
prestasi. Misalnya, selain gaji pokok, tim yang berhasil mencapai
targetnya secara konsisten akan mendapatkan bonus. Dengan cara ini,
para karyawan mengetahui bahwa prestasi yang lebih baik memang benar
akan mendatangkan penghasilan yang lebih baik pula.
3. Tingkatkan Valence: Karena masing-masing individu memiliki penilaian
yang berbeda, sangatlah sulit bagi perusahaan untuk merancang reward
system yang memiliki nilai tinggi bagi setiap individu karyawan. Salah
satu cara mengatasi hal ini adalah dengan memberikan poin bonus yang
bisa ditukarkan dengan berbagai jenis hal sesuai kebutuhan individu,
misalnya poin bonus bisa ditukarkan dengan hari cuti, uang, kupon
makan, dsb. Konsekuensi dari program ini adalah perusahaan harus
menerapkan sistem pencatatan yang rapi untuk memastikan bahwa
masing-masing karyawan mendapatkan poin bonus secara adil

2.10. Supermotivation

Konsep supermotivation cocok untuk digunakan dalam kondisi dimana


karyawan lebih banyak menunggu untuk diperintah, malas melayani konsumen,
rendah inisiatif, bermain aman, dan tidak berusaha keras untuk mencapai yang
terbaik. Secara singkat super motivation didefinisikan sebagai self-sustaining,
organization-wide, high motivation. (Spitzer,1995,4).Supermotivation diperlukan
apabila semua teknik dan teori motivasi telah digunakan namun tidak
menghasilkan kinerja yang lebih baik. (Spitzer, 1995,3).

Supermotivation adalah motivasi yang tinggi. Terdapat dua komponen


besar sebgai pembentuk kinerja manusia yaitu ability dan motivation. Ability
tidak berarti apabila tidak digunakan. Ability akan mewujud manakala

Page | 30
dilipatgandakan oleh motivasi. Oleh karenanya pada saat terdesak atau krisis,
manusia sering dapat memobilisasi kapasitas yang tersembunyi untuk
menuntaskan prestasi. Supermotivation juga efektif digunakan untuk
menumbuhkan motivasi dalam jangka panjang.
Pendekatan supermotivation mencakup dua proses secara parallel, yang
pertama adalah mengurangi demotivator dan yang kedua menambah motivator.
Demotivasi ditunjukkan oleh indikasi-indikasi seperti karyawan menarik diri dari
proses perencanaan pengambilan keputusan produksi yang penting, Menerima
sedikit informasi, suasana rapat dan kelas pelatihan yang membosankan,
menerima sangat sedikit umpan balik, maka indikasi-indikasi tersebut harus
dipecahkan dan diatasi. Setelah semua faktor demotivasi diselesaikan maka
Langkah kedua adalah dengan menambah pemotivasi. Yang dimaksud dengan
pemotivasi di sini bukanlah orang, melainkan kondisi lingkungan. Manajemen
mempunyai kesempatan yang menantang untuk mengubah cara kerja karyawan
secara permanen. Perbaikan kondisi lingkungan kerja itu diupayakan tidak
temporer, dalam arti hari ini berubah besok sudah berubah lagi Perubahan tersebut
bersifat permanen dan menjadi bagian dari organisasi itu sendiri. 

Page | 31
BAB III

KESIMPULAN

Hubungan antar manusia suatu interaksi antar manusia dalam berbagai


bentuk Guna Motivasi dalam organisasi merupakan Salah satu aspek yang sangat
berpengaruh terhadap pencapaian tujuan suatu organisasi Proses dalam organisasi
adalah salah satu faktor penentu dalam mencapai organisasi yang efektif. Salah
satu proses yang akan selalu terjadi dalam organisasi adalah proses komunikasi.
Melalui organisasi terjadi pertukaran informasi, gagasan, dan pengalaman.
Mengingat perannya yang penting dalam menunjang kelancaran berorganisasi,
maka perhatian yang cukup perlu dicurahkan untuk mengelola komunikasi dalam
organisasi. Proses komunikasi yang begitu dinamik dapat menimbulkan berbagai
masalah yang mempengaruhi pencapaian sebuah organisasi terutama dengan
timbulnya salah faham dan konflik .

Komunikasi memelihara motivasi dengan memberikan penjelasan kepada


para Anggota (SDM) tentang apa yang harus dilakukan, seberapa baik mereka
mengerjakannya dan apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja jika
sedang berada di bawah standar. Aktivitas komunikasi di perkantoran senantiasa
disertai dengan tujuan yang ingin dicapai. Budaya komunikasi dalam konteks
komunikasi organisasi harus dilihat dari berbagai sisi. Sisi pertama adalah
komunikasi antara atasan kepada bawahan. Sisi kedua antara pegawai yang satu
dengan pegawai yang lain. Sisi ketiga adalah antara pegawai kepada
atasan.Masing-masing komunikasi tersebut mempunyai polanya masing-
masing.Di antara kedua belah pihak harus ada two-way-communications atau
komunikasi dua arah atau komunikasi timbal balik, untuk itu diperlukan adanya
kerja sama yang diharapkan untuk mencapai cita-cita, baik cita-cita pribadi ,
maupun kelompok , untuk mencapai tujuan suatu organisasi.

Page | 32
DAFTAR PUSTAKA

Andjarwati, Tri. 2015. Motivasi dari Sudut Pandang Teori Hirarki Kebutuhan
Maslow. 1(1), 45-54.

Hardika, Titi. 2005. Komponen Manajemen. 10(1), 45-65.

Hasibuan, Malayu SP. 2014. Manajemen: Dasar, Pengertian, dan Masalah.


Jakarta : Bumi Aksara.
Indrawijaya, Adam I. 2002. Perilaku Organisasi. Bandung : Sinar Baru
Algesindo.
Kadji, Y. 2012. Tentang Teori Motivasi. Jurnal Inovasi, 9(01).

Prayoga, Adistiar. (2014). Studi Literatur Tentang Teori Keadilan (Adam’s


equity theory) dan Teori Motivasi Kontemporer oleh John Stacy Adam.
Jurnal Research Gate. 10.13140/RG.2.2.15901.05609.

Ruswanti, E., Rosita, A. R., & Januarko, U. (2013). Aplikasi Teori Kebutuhan
ERG Alderfer Terhadap Motivasi Karyawan Rumah Sakit Islam
Hidayatullah Yogyakarta. Jakarta: Universitas Esa Unggul.

Siagian SP. 2012. Teori Motivasi dan Aplikasinya. Jakarta : Rineka Cipta. Uno
HB. 2010 Perencanaan Pembelajaran. Jakarta. Bumi Aksara.

Sudrajat, A. (2008). Teori-teori Motivasi. Tersedia juga dalam


http://akhmadsudrajat. wordpress.
com/2008/02/06/teori-teori-motivasi/[diakses di Bandung: 9 Oktober
2012].

Thoha, Miftah. Perilaku Organisasi. Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta :


PT RajaGrafindo Persada. 2003

Wahjono, Sentot Imam. 2010. Perilaku Organisasi. Yogyakarta : Graha Ilmu.

https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-teori-motivasi-prestasi-d-
mcclelland/12764/6

Page | 33
http://eprints.ums.ac.id/57321/5/BAB%20II.pdf

http://ejournal.iainpurwokerto.ac.id/index.php/jurnalkependidikan/article/view/19
39

https://media.neliti.com/media/publications/243527-motivasi-dari-sudut-pandang-
teori-hirark-435de4b7.pdf
https://ilmumanajemenindustri.com/teori-x-dan-teori-y-menurut-douglas-
mcgregor/

http://repositori.uin-alauddin.ac.id/5609/1/junaidin.pdf

http://repository.unsada.ac.id/934/8/Bab%20II.pdf

https://ilmumanajemenindustri.com/teori-harapan-vroom-vrooms-expectancy-
theory-teori-motivasi/

Page | 34

Anda mungkin juga menyukai