Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA

DENGAN WAHAM DI RUMAH SAKIT KALAWA ATEI

DISUSUN OLEH:

Apriliani Widyastuti

NIM : 2020-01-14901-009

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

TAHUN 2020/2021
1. Pengertian
Waham adalah keyakinan yang salah secara kokoh dipertahankan walaupun tidak
diyakini orang lain dan bertentangan dengan realita normal. (Stuart &Sundeen, 1998 dalam
Fitria, 2014).

2. Rentang Respon
Rentang respons waham menurut keliat (1999) dalam Fitria (2014):
Respons Adaptif Respons Maladaptif
- Pikiran logis - Kadang proses - Gangguan isi pikir
- Persepsi akurat pikir terganggu waham
- Emosi konsisten - Ilusi - Perubahan proses
dengan pengalaman - Emosi berlebihan emosi
- Perilaku sesuai - Berprilaku yang - Perilaku tidak
- Hubungan sosial tidak biasa terorganisasi
harmonis - Menarik diri - Isolasi sosial

3. Faktor Predisposisi
3.1 Faktor Perkembangan : Hambatan perkembangan akan mengganggu hubungan
interpersonal seseorang. Hal ini dapat meningkatkan stres dan ansietas yang berakhir
dengan gangguan persepsi, klien menekan perasaannnya sehingga pematangan fungsi
intelektual dan emosi tidak efektif.
3.2 Faktor Sosial Budaya : Seseorang yang merasa diasingkan dan kesepian dapat
menyebabkan timbulnya waham.
3.3 Faktor Psikologis : Hubungan yang tidak harmonis, peran ganda/ bertentangan, dapat
menimbulkan ansietas dan berakhir dengan pengingkaran terhadap kenyataan.
3.4 Faktor biologis : Waham diyakini terjadi karena adanya atrofi otak, pembesaran
ventrikel di otak, atau perubahan pada sel kortikal dan limbik.
3.5 Faktor Genetik (Fitria, 2014).

4. Faktor Presipitasi
4.1 Faktor Sosial Budaya : Waham dapat dipicu karena adanya perpisahan dengan orang
yang berarti atau diasingkan dari kelompok.
4.2 Koping Biokimia : Dopamin, norepineprin, dan zat halusinogen lainnya diduga dapat
menjadi penyebab waham pada seseorang.
4.3 Faktor Psikologis : Kecemasan yang memanjang dan terbatasnya kemampuan untuk
mengatasi masalah sehingga klien mengembangkan koping untuk menghindari
kenyataan yang menyenangkan. ( Fitria, 2014).

5. Manifestasi klinis / Tanda Gejala menurut Yusuf, dkk (2015)


5.1 Kognitif : Tidak mampu membedakan nyata dan tidak nyata, Individu sangat percaya
pada keyakinannya, Sulit berpikir realita, Tidak mampu mengambil keputusan.
5.2 Afektif : Situasi tidak sesuai dengan kenyataan, Afek tumpul.
5.3 Perilaku dan hubungan sosial : Hipersensitif, Hubungan interpersonal dengan orang lain
dangkal, Depresif, Ragu-ragu, Mengancam secara verbal, Aktivitas tidak tepat,
Stereotipe, Impulsif, Curiga.
5.4 Fisik : Kebersihan kurang, Muka pucat, Sering menguap, Berat badan menurun, Nafsu
makan berkurang & sulit tidur.
2.1.3 Fase Waham

6. Fase waham
Menurut Eriawan (2019) Proses terjadinya waham dibagi menjadi enam yaitu :
1.1 Fase Lack of Human need
Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhan-kebutuhan klien baik secara fisik
maupun psikis. Secara fisik klien dengan waham dapat terjadi pada orang-orang dengan status
sosial dan ekonomi sangat terbatas. Biasanya klien sangat miskin dan menderita. Keinginan ia
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mendorongnya untuk melakukan kompensasi yang
salah. Ada juga klien yang secara sosial dan ekonomi terpenuhi tetapi kesenjangan antara
Reality dengan selfideal sangat tinggi. Misalnya ia seorang sarjana tetapi menginginkan
dipandang sebagai seorang dianggap sangat cerdas, sangat berpengalaman dan diperhitungkan
dalam kelompoknya. Waham terjadi karena sangat pentingnya pengakuan bahwa ia eksis di
dunia ini. Dapat dipengaruhi juga oleh rendahnya penghargaan saat tumbuh kembang (life
span history).
1.2 Fase lack of self esteem
Tidak ada tanda pengakuan dari lingkungan dan tingginya kesenjangan antara self
ideal dengan self reality (kenyataan dengan harapan) serta dorongan kebutuhan yang tidak
terpenuhi sedangkan standar lingkungan sudah melampaui kemampuannya. Misalnya, saat
lingkungan sudah banyak yang kaya, menggunakan teknologi komunikasi yang canggih,
berpendidikan tinggi serta memiliki kekuasaan yang luas, seseorang tetap memasang self
ideal yang melebihi lingkungan tersebut. Padahal self reality-nya sangat jauh. Dari aspek
pendidikan klien, materi, pengalaman, pengaruh, support system semuanya sangat
rendah.
1.3. Fase control internal external
Klien mencoba berfikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau apa- apa yang ia
katakan adalah kebohongan, menutupi kekurangan dan tidak sesuai dengan kenyataan. Tetapi
menghadapi kenyataan bagi klien adalah sesuatu yang sangat berat, karena kebutuhannya
untuk diakui, kebutuhan untuk dianggap penting dan diterima lingkungan menjadi prioritas
dalam hidupnya, karena kebutuhan tersebut belum terpenuhi sejak kecil secara optimal.
Lingkungan sekitar klien mencoba memberikan koreksi bahwa sesuatu yang dikatakan klien
itu tidak benar, tetapi hal ini tidak dilakukan secara adekuat karena besarnya toleransi dan
keinginan menjaga perasaan. Lingkungan hanya menjadi pendengar pasif tetapi tidak mau
konfrontatif berkepanjangan dengan alasan pengakuan klien tidak merugikan orang lain.
d. Fase environment support
Adanya beberapa orang yang mempercayai klien dalam lingkungannya menyebabkan
klien merasa didukung, lama kelamaan klien menganggap sesuatu yang dikatakan tersebut
sebagai suatu kebenaran karena seringnya diulang-ulang. Dari sinilah mulai terjadinya
kerusakan kontrol diri dan tidak berfungsinya norma ( Super Ego ) yang ditandai dengan tidak
ada lagi perasaan dosa saat berbohong.
e. Fase comforting
Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta menganggap
bahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai dan mendukungnya. Keyakinan sering
disertai halusinasi pada saat klien menyendiri dari lingkungannya. Selanjutnya klien lebih
sering menyendiri dan menghindar interaksi sosial (Isolasi sosial).
f. Fase improving
Apabila tidak adanya konfrontasi dan upaya-upaya koreksi, setiap waktu keyakinan
yang salah pada klien akan meningkat. Tema waham yang muncul sering berkaitan dengan
traumatik masa lalu atau kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi (rantai yang
hilang). Waham bersifat menetap dan sulit untuk dikoreksi. Isi waham dapat menimbulkan
ancaman diri dan orang lain. Penting sekali untuk mengguncang keyakinan klien dengan
cara konfrontatif serta memperkaya keyakinan relegiusnya bahwa apa- apa yang dilakukan
menimbulkan dosa besar serta ada konsekuensi sosial.

7. Jenis Waham
Menurut Stuart (2005 dalam Prakasa, 2020) jenis waham yaitu :

a. Waham kebesaran: individu meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau


kekuasaan khusus yang diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan.
Misalnya, “Saya ini pejabat di separtemen kesehatan lho!” atau, “Saya punya tambang
emas.”

b. Waham curiga: individu meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang
berusaha merugikan/mencederai dirinya dan siucapkan berulang kali, tetapi tidak
sesuai kenyataan. Contoh, “Saya tidak tahu seluruh saudara saya ingin menghancurkan
hidup saya karena mereka iri dengan kesuksesan saya.”

c. Waham agama: individu memiliki keyakinan terhadap terhadap suatu agama secara
berlebihan dan diucapkan berulang kali, tetapi
tidak sesuai kenyataan. Contoh, “Kalau saya mau masuk surga,

saya harus menggunakan pakaian putih setiap hari.”

d. Waham somatic: individu meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya


terganggu atau terserang penyakit dan diucapkan berulang kali, tetapi
tidak sesuai dengan kenyataan. Misalnya, “Saya sakit kanker.”
(Kenyataannya pada pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan tanda-tanda
kanker, tetapi pasien terus mengatakan bahwa ia sakit kanker).

e. Waham nihilistik: Individu meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di


dunia/meninggal dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan.
Misalnya, ”Ini kan alam kubur ya, semua yang ada disini adalah roh-roh”.

f. Waham sisip pikir : keyakinan klien bahwa ada pikiran orang lain yang
disisipkan ke dalam pikirannya.

g. Waham siar pikir : keyakinan klien bahwa orang lain mengetahui apa yang
dia pikirkan walaupun ia tidak pernah menyatakan pikirannya kepada orang
tersebut

h. Waham kontrol pikir : keyakinan klien bahwa pikirannya dikontrol oleh


kekuatan di luar dirinya.

8. Pohon Masalah / Patway menurut Fitria (2014)


Effect Resiko Tinggi Perilaku kekerasan
Core Problem Perubahan Proses Pikir: Waham
Causa Isolasi Sosial: Menarik Diri
Harga Diri Rendah Kronis

9. Proses Keperawatan
7.1 Pengkajian
- Subjektif: Pasien mengatakan dirinya orang yang paling hebat dan memiliki
kebesaran atau kekuasaan khusus.
- Objektif: Pasien terus berbicara tentang kemampuan yang dimiliki,
pembicaraan cenderung berulang-ulang dan isi pembicaraan tidak sesuai
kenyataan.
7.2 Diagnosa keperawatan : Perubahan proses pikir : waham
7.3 Rencana tindakan keperawatan : melakukan sesuai SP waham

10. Strategi Pelaksanaan Tindakan


8.1 SP Klien :
SP I
a) Membantu orientasi realitas
b) Mendiskusikan kebutuhan yang tidak terpenuhi
c) Membantu klien memnuhi kebutuhannya
d) Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP II
a) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
b) Berdiskusi tentang kemampuan yang dimiliki
c) Melatih kemampuan yang dimiliki
SP III
a) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.
b) Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara teratur
c) Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
8.2 SP Keluarga :
SP I
a) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien.
b) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala serta proses terjadinya waham.
c) Menjelaskan cara merawat klien waham.
SP II
a) Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat klien waham.
b) Melatih keluarga melakukan cara merawat klien waham.
SP III
a) Membantu keluarga membuat jadwal aktifitas di rumah termasuk minum
obat (discharge planning).
b) Menjelaskan follow up klien setelah pulang.
DAFTAR PUSTAKA

Fitria, Nita. 2014. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
stretegi pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) untuk 7 Diagnosis
Keperawatan Jiwa Berat bagi program S1 keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.
Keliat, B A. 2006. Kumpulan Proses Keperawatan Masalah Jiwa. Jakarta: FIK,
Universitas Indonesia.
Yosep, I. 2010. Keperawatan Jiwa (Edisi revisi). Bandung: Reflika Aditama.
Yusuf, Ah., Fitryasari, R. PK., Nirhayati, N.E. 2015. Buku Ajar Keperawatan Jiwa.
Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai