Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELITUS

A. KONSEP SISTEM ENDOKRIN


a. Definisi Endokrin
Sistem endokrin meliputi suatu sistem dalam tubuh manusia yang terdiri dari sejumlah
kelenjar penghasil zat yang dinamakan hormon. Kelenjar ini dinamakan ‘endokrin’ karena
tidak mempunyai saluran keluar untuk zat yang dihasilkannya. Hormon yang dihasilkannya
itu dalam jumlah sedikit pada saat dibutuhkan dan dialirkan ke organ sasaran melalui
pembuluh darah bercampur dengan darah. Kelenjar yang produknya disalurkan melalui
pembuluh khusus (seperti kelenjar ludah) dinamakan kelenjar eksokrin.
Kelenjar endokrin terdiri dari (1) kelenjar hipofise yang terletak di dalam rongga kepala
dekat dasar otak; (2) kelenjar tiroid atau kelenjar gondok yang terletak di leher bagian
depan; (3) kelenjar paratiroid dekat kelenjar tiroid (4) kelenjar suprarenal yang terletak di
kutub atas ginjal kiri-kanan; (5) pulau Langerhans di dalam jaringan kelenjar pankreas; (6)
kelenjar kelamin (gonad) laki di testis dan indung telur pada wanita.
b. Anatomi dan Fisiologi Pankreas
Pankreas adalah organ pipih yang terletak dibelakang dan sedikit di bawah lambung
dalam abdomen. Organ ini memiliki 2 fungsi : fungsi endokrin dan fungsi eksokrin (Sloane,
2013).
Bagian eksokrin dari pankreas berfungsi sebagai sel asinar pankreas, memproduksi
cairan pankreas yang disekresi melalui duktus pankreas ke dalam usus halus (Sloane, 2013).
Pankreas terdiri dari 2 jaringan utama yaitu :
a) Asini mensekresi getah pencernaan ke dalam duodenum
b) Pulau langerhans yang mengeluarkan sekretnya keluar. Tetapi, mengekskresikan insulin
dan glukagon langsung ke darah.

Pulau-pulau langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pankreas tersebar di


seluruh pankreas dengan berat hanya 1-3% dari berat total pankreas. Pulau langerhans
berbentuk opiod dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang
terkecil adalah 50µ, sedangkan yang terbesar 300µ, terbanyak adalah yang besarnya 100-
225µ. Jumlah semua pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1-2 juta (Sloane,
2013)

Sel endokrin dapat ditemukan dalam pulau-pulau langerhans, yaitu kumpulan kecil sel
yang tersebar di seluruh organ. Ada 4 jenis sel penghasil hormon yang teridentifikasi dalam
pulau-pulau tersebut :

a) Sel alfa : jumlah sekitar 20-40%, memproduksi glukagon yang menjadi faktor
hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai antiinsulin like activity.

1
b) Sel beta : mengekskresikan insulin yang berfungsi untuk menurunkan kadar gula darah
c) Sel delta : mengekskresi somastatin, hormon yang berfungsi menghalangi hormon
pertumbuhan untuk menghambat sekresi glukagon dan insulin.
d) Sel F : mengekskresi polipeptida pankreas, sejenis hormon pencernaan dimana fungsinya
tidak jelas.

GAMBAR : ANATOMI PANKREAS


c. Hormon Insulin
1) Definisi
Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino, dihasilkan
oleh sel beta kelenjar pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel
beta, insulin disintesis dan kemudian disekresikan ke dalam darah sesuai dengan
kebutuhan tubuh untuk keperluan regulasi glukosa darah.
2) Mekanisme
Sintesis insulin dimulai dalam bentuk prepoinsulin (precursor hormon insulin)
pada retikulum endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim peptidase, prepoinsulin
mengalami pemecahan sehingga terbentuk proinsulin, yang kemudian dihimpun
dalam gelembung-gelembung (secretory vesicle) dalam sel tersebut. Disini dengan
bantuan enzim peptidase, proinsulin diurai menjadi insulin dan peptidase C yang
keduanya sudah siap untuk disekresikan secara bersamaan melalui membran sel.
Mekanisme secara fisiologis diatas, diperlukan bagi berlangsungnya proses
metabolisme glukosa, sehubungan dengan fungsi insulin dalam proses utilasi glukosa
dalam tubuh. Kadar glukosa darah yang meningkat, merupakan komponen utama
yang memberi rangsangan terhadap sel beta untuk memproduksi insulin, meskipun
beberapa jenis asam amino dan obat-obatan, juga dapat memiliki efek yang sama.
Mekanisme sintesis dan sekresi insulin setelah adanya rangsangan terhadap sel beta
cukup rumit, dan belum sepenuhnya dipahami secara jelas (Manaf,2016).
3) Sekresi Insulin

2
Ada beberapa tahapan dalam sekresi insulin, setelah molekul glukosa
memberikan rangsangan pada sel beta. Pertama, proses untuk dapat melewati
membran sel yang membutuhkan senyawa lain. Glucose transporter (GLUT) adalah
senyawa asam amino yang terdapat dalam berbagai sel yang berperan dalam proses
metabolisme glukosa. Fungsinya sebagai “kendaraan” pengangkut glukosa masuk
dari luar ke dalam jaringan tubuh. Glucose transporter 2 (GLUT 2) yang terdapat
dalam sel beta misalnya, diperlukan dalam proses masuknya glukosa dari dalam
darah, melewati membran, ke dalam sel. Proses ini merupakan langkah penting, agar
selanjutnya ke dalam sel, molekul glukosa tersebut dapat mengalami proses glikolisis
dan fosforilasi yang akan membebaskan molekul ATP. Molekul ATP yang terbebas
tersebut dibutuhkan untuk mengaktifkan proses penutupan channel K yang terdapat
pada membran sel, yang diikuti kemudian oleh proses pembukaan channel Ca.
Keadaan inilah yang memungkinkan masuknya ion Ca2+ sehingga meningkatkan
kadar ion Ca2+ intrasel, suasana yang dibutuhkan bagi proses sekresi insulin melalui
mekanisme yang cukup rumit dan belum seutuhnya dapat dijelaskan.

GAMBAR : SEKRESI INSULIN

B. KONSEP DIABETES MELITUS


a. Definisi

3
Diabetes melitus adalah kelainan metabolisme karbohidrat, dimana glukosa darah tidak dapat
digunakan dengan baik, sehingga menyebabkan keadaan hiperglikemia. (Sidartawan 2014).

Diabetes melitus diklasifikasikan menjadi dua:


1) Klasifikasi Klinis :
a. DM
- Tipe I : IDDM (Insulin-Dependent Diabetes Melitus)
Disebabkan oleh destruksi sel beta pulau langerhans akibat proses autoimun.
- Tipe II : NIDDM (Non Insulin-Dependent Diabetes Melitus)
Disebabkan oleh kegagalan relatif sel beta dan resistensi insulin. Resistensi
insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan
glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati :
 Tipe II dengan obesitas
 Tipe II tanpa obesitas
b. Gangguan Toleransi Glukosa
c. Diabetes Kehamilan
2) Klasifikasi Resiko Statistik :
a. Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa.
b. Berpotensi menderita kelainan glukosa.
b. Etiologi
1) DM Tipe 1
Diabetes yang tergantung insulin ditandai dengan pengahncuran sel-sel beta pankreas
yang disebabkan oleh :
- Faktor genetik penderita tidak mewarisi diabetes tipe itu sendiri, tetapi mewarisi
suatu predisposisi atau kecendrungan genetic ke arah terjadinya diabetes tipe 1.
- Faktor imunologi (autoimun)
- Fator lingkungan : virus atau tokin tertentu dapat memicu proses autoimun yang
menimbulkan estruksi sel beta.
2) DM Tipe 2
Disebabkan oleh kegagalan relative sel beta dan resistensi insulin. Faktor resikoyang
berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe II : usia, obesitas, riwayat dan
keluarga.
Hasil pemeriksaan glukosa darah 2 jam pasca pembedahan dibagi menjadi 3 yaitu :
(Sudoyo Aru, dkk 2009)
1. <140 mg/dL → normal
2. 140- <200 mg/dL → toleransi glukosa terganggu
3. ≥200 mg/dL → diabetes
c. Manifestasi Klinis

4
Manifestasi klinis DM dikaitkan dengan konsekuensi metabolic defisiensi insulin (Price
& Wilson).

1) Kadar glukosa puasa tisak normal.


2) Hiperglikemia berat berakibat glukosuria yang akan menjadi dieresis osmotic yang
meningkatkan pengeluaran urin (poliura) dan timbul rasa haus (polidipsia).
3) Rasa lapar yang semakin besar (polifagia), BB berkurang.
4) Lelah dan mengantuk.
5) Gejala lain yang dikeluhkan adalah kesemutan, gatal, mata kabur, impotensi,
peruritas vulva.

Kriteria diagnosis DM: (Sudoyo Aru, dkk 2015)

1) Gejala klasik DM+glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L)


2) Glukosa plasma sewaktu nerupakan hasil pemeriksaan sesat pada suatu hari tanpa
memperhatikan waktu.
3) Gejala klasik DM+glukosa plasma ≥ 126 mg/dL (7,0 mmol/L)
Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam.
4) Glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L
TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara
dengan 75 gram glukosa anhidrus dilarutkan kedalam air.

5
d. Patofisiologis/Pathway

Sumber : NANDA (North American Nursing Diagnostic Association) NIC-NOC2015

e. Pemeriksaan Penunjang
1) Kadar glukosa darah
Tabel : Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagai
patokan penyaring.

Kadar Glukosa Darah Sewaktu (mg/dl)


Kadar Glukosa Darah DM Belum Pasti DM
Sewaktu
Plasma Vena >200 100-200
Darah Kapiler >200 80-100
Kadar Gula Darah Puasa (mg/dl)
Kadar Glukosa Darah DM Belum Pasti DM
Puasa
Plasma Vena >120 110-120
Darah Kapiler >110 90-110
2) Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes melitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
- Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
- Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)

6
- Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi
75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl).
3) Tes laboratorium DM
Jenis tes pada pasien DM dapat berupa tes saring, tes diagnostik, tes pemantauan terapi
dan tes untuk mendeteksi komplikasi.
4) Tes saring
- GDP, GDS
- Tes Glukosa Urin:
 Tes konvensional (metode reduksi/Benedict)
 Tes carik celup (metode glucose oxidase/Hexokinase)
5) Tes diagnostik
Tes-tes dagnostik pada DM adalah: GDP, GDS, GD2PP (Glukosa Darah 2 Jam Psot
Prandial), Glukosa jam ke-2 TTGO.
6) Tes monitoring terapi
- GDP: Plasma vena, darah kapiler.
- GD2PP : Plasma vena.
- A1c : Darah vena, darah kapiler.
7) Tes untuk mendeteksi komplikasi
- Mikroalbuminuria : Urin
- Ureum, kreatinin, asam urat
- Kolesterol total : Plasma vena (puasa)
- Kolesterol LDL : Plasma vena (puasa)
- Kolesterol HDL : Plasma vena (puasa)
- Trigliserida : Plasma vena (puasa)
f. Penatalaksanaan
Insulin pada DM tipe 2 diperlukan pada keadaan:
1. Penurunan berat badan yang cepat.
2. Hiperglikemia berat disertai ketosis.
3. Ketoasidosis diabetik (KAD) ata hiperglikemia hiperosmolar non ketotik (HONK).
4. Hiperglikemia dengan asidosis laktat.
5. Gagal dengan kombinasi Obat Hipoglikemik Oral OHO dosis optimal.
6. Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke).
7. Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali dengan
pencernaan makan.
8. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
9. Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO.
g. Komplikasi

7
Komplikasi diabetes mellitus terbagi menjadi 2 yaitu komplikasi akut dan komplikasi kronik.
(Sarwono 2016)

a) Komplikasi Akut, ada 3 komplikasi akut pada diabetes mellitus yang penting dan
berhubungan dengan keseimbangan kadar glukosa darah dalam jangka pendek, ketiga
komplikasi tersebut adalah ( Smeltzer, 2002, dalam NANDA 2015)

1. Diabetik Ketoasedosis ( DKA )


Ketoasedosis diabatik merupakan defisiensi insulin berat dan akut dari suatu
perjalananpenyakit diabetes mellitus. Diabetik ketoasedosis disebabkan oleh tidak
adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata (Smeltzer, 2002 :
NANDA 2015)

2. Koma Hiperosmolar Nonketotik (KHHN)


Koma Hiperosmolar Nonketotik merupakan keadaan yang didominasi oleh
hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat kesadaran. Salah
satu perbedaan utama KHHN dengan DKA adalah tidak terdapatnya ketosis dan
asidosis pada KHHN (Smetzer, 2002 : NANDA 2015)

3. Hypoglikemia
Hypoglikemia ( Kadar gula darah yang abnormal yang rendah) terjadi aklau kadar
glukoda dalam darah turun dibawah 50 hingga 60 mg/dl. Keadaan ini dapat terjadi
akibat pemberian preparat insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi
makanan yang terlalu sedikit (Smeltzer, 2002 : NANDA 2015)

b) Komplikasi kronik Diabetes Melitus pada adsarnya terjadi pada semua pembuluh
darah diseluruh bagian tubuh (Angiopati Diabetik). Angiopati Diabetik dibagi menjadi
2 yaitu : (Long 1996 NANDA 2015) :

1. Mikrovaskuler
a. Penyakit Ginjal
Salah satu akibat utama dari perubahan – perubahan mikrovaskuler adalah
perubahan pada struktural dan fungsi ginjal. Bila kadar glukosa darah meningkat,
maka mekanisme filtrasi ginjal akan mengalami stress yang menyebabkan
kebocoran protein darah dalam urin (Smeltzer, 2002 : NANDA 2015)

b. Penyakit Mata (Katarak)


Penderita Diabetes melitus akan mengalami gejala penglihatan sampai kebutaan.
Keluhan penglihan kabur tidak selalui disebabkan retinopati. Katarak disebabkan
karena hiperglikemia yang berkepanjanganyang menyebabkan pembengkakan
lensa dan kerusakan lensa

c. Neuropati
Diabetes dapat mempengaruhi saraf - saraf perifer, sistem saraf otonom, Medsulla
spinalis, atau sistem saraf pusat. Akumulasi sorbital dan perubahan – perubahan
metabolik lain dalam sintesa atau funsi myelin yang dikaitkan dengan
hiperglikemia dapat menimbulkan perubahan kondisi saraf

2. Makrovaskuler

8
a. Penyakit Jantung Koroner
Akibat kelainan fungsi pada jantung akibat diabetes melitus maka terjadi
penurunan kerja jantung untuk memompakan darahnya keseluruh tubuh sehingga
tekanan darah akan naik atau hipertensi. Lemak yang menumpuk dalam
pembuluh darah menyebabkan mengerasnya arteri (arteriosclerosis), dengan
resiko penderita penyakit jantung koroner atau stroke

b. Pembuluh darah kaki


Timbul karena adanya anesthesia fungsi saraf – saraf sensorik, keadaan ini
berperan dalam terjadinya trauma minor dan tidak terdeteksinya infeksi yang
menyebabkan gangren. Infeksi dimulai dari celah – celah kulit yang mengalami
hipertropi, pada sel –sel kuku yang tertanam pada bagian kaki, bagia kulit kaki
yang menebal, dan kalus, demikian juga pada daerah – daerah yang tekena

c. Pembuluh darah otak


Pada pembuluh darah otak dapat terjadi penyumbatan sehingga suplai darah
keotak menurun

C. KONSEP DASAR ASKEP


1. Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin Diabetes Mellitus dilakukan
mulai dari pengumpulan data yang meliputi :
 Biodata
Berisi tentang identitas klien.
 Riwayat kesehatan/penyakit sekarang
Berisi tentang perjalanan penyakit klien, dari pertama kali keluhan yang
dirasakan saat di rumah, usaha untuk mengurangi keluhan (diobati dengan apa,
dibawa ke puskesmas atau ke pelayanan kesehatan lain), sampai di bawa ke
rumah sakit dan menjalani perawatan.
 Keluhan utama
Berisi tentang keluhan yang dirasakan klien pada saat perawat melakukan
pengkajian pada kontak pertama dengan klien.
 Riwayat kesehatan/penyakit keluarga
Berisi tentang riwayat kesehatan keluarga, adakah keluarga yang pernah atau
sedang mengalami sakit seperti yang klien alami sekarang. Adakah anggota
keluarga yang mengalami penyakit yang berhubungan dengan sakit yang di
derita klien sekarang. Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit
menular atau penyakit keturunan.
 Riwayat kesehatan masa lalu
Berisi tentang riwayat kesehatan klien sebelum sakit yang di alami sekarang,
diagnosa penyakit yang pernah di derita, apakah dulu pernah mengalami

9
keluhan yang sama dengan yang dirasakan sekarang, atau pernah menderita
penyakit/di diagnosa suatu penyakit sebelumnya.
 Pemeriksaan fisik
Berisi tentang data pengkajian head to toe.
 Pola kegiatan sehari-hari.
Berisi tentang kebutuhan fisik, psikologi, sosial dan spiritual pasien.
Hal yang perlu dikaji pada klien dengan Diabetes Mellitus :
a. Aktivitas dan istirahat :
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur,
tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma.
b. Sirkulasi
Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri, kesemutan pada
ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata
cekung.
c. Eliminasi
Poliuri,nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan pucat.
d. Nutrisi
Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.
e. Neurosensori
Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi,
letargi, koma dan bingung.
f. Nyeri
Pembengkakan perut, meringis.
g. Respirasi
Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas.
h. Keamanan
Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum.
i. Seksualitas
Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi
impoten pada pria.
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pengkajian data keperawatan yang sering terjadi berdasarkan teori, maka
diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien Diabetes Mellitus yaitu : (sumber :
NANDA (North American Nursing Diagnostic Association) NIC-NOC)
1) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d gangguan
keseimbangan insulin, makanan dan aktivitas jasmani.
2) Resiko syok b.d ketidakmampuan elektrolit kedalam sel tubuh, hipovolemia.

10
3) Kerusakan integritas jaringan b.d nekrosis kerusakan jaringan (nekrosis luka
gangrene).
4) Resiko infeksi b.d trauma pada jaringan, proses penyakit (diabetes melitus).
5) Retensi urin b.d inkomplit pengosongan kandung kemih, sfingter kuat dan poliuri.
6) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan sirkulasi darah ke perifer,
proses penyakit (DM).
7) Keletihan b.d sel kekurangan bahan untuk metabolisme.
3. Intervensi Keperawatan

DIAGNOSA TUJUAN DAN


NO INTERVENSI
KEPERAWATAN KRITERIA HASIL
1. Ketidakseimbangan  Nutritional status : food Nutrition Management
nutrisi kurang dari and fluid intake. - Kaji adanya alergi makanan.
kebutuhan tubuh  Nutritional status : - Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
b.d gangguan Nutrient intake. dibutuhkan pasien.
keseimbangan  Weight control. - Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake
Fe.
insulin, makanan Kriteria hasil :
- Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein
dan aktivitas  Adanya peningkatan dan vitamin C.
jasmani. berat badan sesuai - Berikan substansi gula.
- Yakinkan diet yang dimakan mengandung
dengan tujuan.
tinggi serat untuk mencegah konstipasi.
 Berat badan ideal - Berikan makanan yang terpilih (sudah
sesuai dengan tinggi dikonsultasikan dengan ahli gizi).
- Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan
badan. makanan harian.
 Mampu - Monitor jumlah nutrsi dan kandungan kalori.
- Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi.
mengidentifikasi
- Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan
kebutuhan nutrisi. nutrisi yang dibutuhkan.
 Tidak ada tanda Nutrition Monitoring
malnutrisi. - BB pasien dalam batas normal.
 Menunjukkan - Monitor adanya penurunan berat badan.
peningkatan fungsi - Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa
dilakukan.
pengecapan dari - Monitor interaksi anak atau orangtua selama
menelan. makan.
- Monitor lingkungan selama makan.
 Tidak terjadi
- Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak
penurunan berat badan selama jam makan.
yang berarti. - Monitor kulit kering dan perubahan
pigmentasi.
- Monitor turgor kulit.
- Monitor kekeringan, rambut kusam, dan
mudah patah.
- Monitor mual dan muntah.
- Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan

11
kadar Ht.
- Monitor pertumbuhan dan perkembangan.
- Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan
jaringan konjungtiva.
- Monitor kalori dan dintake nutrisi.
- Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik
papila lidah dan cavitas oral.
- Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet.
Rasional :
- Penting untuk mengetahui pasien mempunyai
alergi atau tidak, karena dengan
megetahuinya kita bisa memberikan makanan
yang tidak menyebabkan alergi pada pasien.
- Kolaborasi dengan ahli gizi yaitu untuk
mengetahui makanan yang tidak pantang
untuk pasien DM.
- Pasien menjaga pola makannya seimbang
sesuai yang di anjurkan.
- Menjaga asupan nutrisi yang diberikan pada
pasien sehinga tidak terjadi penurunan berat
badan.
- Tetap memantau status nutrisi pada pasien
sehingga tidak terjadinya kekurangan nutrisi
dan kalori.
- Untuk mengetahui nutrisi dan kalori, tetap
simbang.
- Informasi yang di berikan dapat memotivasi
pasien untuk meningkatkan intake nutrisi.
- Untuk mengetahui tentang keadaan dan
kebutuhan nutrisi pasien sehingga dapat
diberikan tindakan dan pengaturan diet yang
adekuat.
- Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah
komplikasi terjadinya
hipoglikemia/hiperglikemia.
- Mengetahui perkembangan berat badan
pasien ( berat badan merupakan salah satu
indikasi untuk menentukan diet ).
- Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat
(termasuk absorpsi dan utilitasnya).

12
2. Resiko syok b.d  Syok prevention. Syok Prevention
ketidakmampuan  Syok management. - Monitor status sirkulasi BP, warna kulit, suhu
elektrolit kedalam Kriteria Hasil : kulit, denyut jantung, HR, dan ritme, nadi
perifer, dan kapiler refill.
sel tubuh,  Nadi dalam batas yang - Monitor tanda inadekuat oksigenasi jaringan.
hipovolemia. diharapkan. - Monitor suhu dan pernafasan.
- Monitor input dan output.
 Irama jantung dalam
- Pantau nilai labor :
batas yang diharapkan. HB, HT, AGD dan elektrolit.
 Frekuensi nafas dalam - Monitor hemodinamik invasi yang sesuai.
- Monitor tanda dan gejala asites.
batas yang diharapkan.
- Monitor tanda awal syok.
 Irama pernapasan - Tempatkan pasien pada posisi supine, kaki
dalam batas yang elevasi untuk peningkatan preload dengan
tepat.
diharapkan. - Lihat dan pelihara kepatenan jalan nafas.
 Natrium serum dbn. - Berikan cairan iv dan atau oral yang tepat.
- Berikan vasodilator yang tepat.
 Kalium serum dbn.
- Ajarkan keluarga dan pasien tentang tanda
 Klorida serum dbn. gejala datangnya syok.
 Kalsium serum dbn. - Ajarkan keluarga dan pasien tentang langkah
untuk mengatasi gejala syok.
 Magnesium serum dbn.
Syok Mangement
 PH darah serum dbn.
- Monitor fungsi neurologis.
- Monitor fungsi ranal (e.g BUN Cr Lavel).
- Monitor tekanan nadi.
- Monitor status cairan input dan output.
- Catat gas darah arteri dan oksigen di jaringan.
- Monitor EKG, sesuai.
- Memanfaatkan pemantauan jalur arteri untuk
meningkatkan akurasi pembacaan tekanan
darah, sesuai.
- Menggambar gas darah arteri dan memonitor
jaringan oksigenasi.
Rasional :
- Melihat adanya gejala awal syok agar dapat
ditangani lebih dini.
- Monitor ttv pada pasien untuk mendeteksi
adanya ketidaknormalan pada pasien
sehingga dapat dilakuakan tindakan segera.
- pasien dan keluarga perlu mengerti tanda dan
gejala syok agar dapat mengatasi gejala syok
dan memberikan pertolongan pertama.
3. Kerusakan  Tissue integrity : skin Pressure ulcer prevention wound care
integritas jaringan and mocous. - Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian
b.d nekrosis  Wound healing : yang longgar.
- Jaga kulit agar tetap bersih dan kering.
kerusakan jaringan primary and secondary

13
(nekrosis luka intention. - Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap
gangrene). Kriteria Hasil : dua jam sekali.
- Monitor kulit akan adanya kemerahan.
 Perfusi jaringan - Oleskan lotion atau minyak/baby oil
normal. padadaerah yang tertekan.
- Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien.
 Tidak ada tanda-tanda
- Monitor status nutrisi pasien.
infeksi. - Memandikan pasien dengan sabun dan air
 Ketebalan dan tekstur hangat.
- Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman
normal. luka, jaringan nekrotik, tanda-tanda infeksi
 Menunjukkan lokal, formasi traktus.
- Ajarkan keluarga tentang luka dan perawatan
pemahaman dalam
luka.
proses perbaikan kulit - Kolaborasi ahli gizi pemberian diet TKTP
dan mencegah (tinggi kalori tinggi protein).
- Cegah kontaminasi feses dan urin.
terjadinya cidera - Lakukan tehnik perawatan luka dengan steril.
berulang. - Berikan posisi yang mengurangi tekanan
pada luka.
 Menunjukkan
- Hindari kerutan pada tempat tidur.
terjadinya proses Rasional :
penyembuhan luka. - Pakaian longgar dapat memberikan ruang
yang longgar sehingga tidak ada gesekan  dan
tekanan kulit  atau luka dengan baju.
- Observasi luka untuk dilakukan perawatan
luka.
- Pasien dan keluarga perlu mengerti
bagaimana merawat luka yang benar.
- Menjaga kulit dan luka agar tetap bersih
sehingga tidak terjadi kerusakan integritas
jaringan.
- Kolaborasi diet TKTP membantu pasien tetap
dalam keadaan normal jaringan juga normal.
- Pengkajian yang tepat terhadap luka dan
proses penyembuhan akan membantu dalam
menentukan tindakan selanjutnya.
- merawat luka dengan teknik aseptik, dapat
menjaga kontaminasi luka dan larutan yang
iritatif akan merusak jaringan granulasi tyang
timbul, sisa balutan jaringan nekrosis dapat
menghambat proses granulasi.
4. Resiko infeksi b.d  Immune status. Infection Control (Kontrol Infeksi)
trauma pada  Knowledge : Infection - Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien

14
jaringan, proses control. lain.
penyakit (diabetes  Risk control - Pertahankan teknik isolasi.
- Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci
melitus). Kriteria Hasil : tangan.
 Klien bebas dari tanda - Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
tindakan keperawatan.
dan gejala infeksi.
- Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
 Mendeskripsikan pelindung.
proses penularan - Pertahankan lingkungan aseptik selama
pemasangan alat.
penyakit, faktor yang - Ganti letak IV perifer dan line central dan
mempengaruhi dressing sesuai dengan petunjuk umum.
- Berikan terapi antibiotik bila perlu Infection
penularan serta
Protection (proteksi terhadap infeksi).
penatalaksanaannya. - Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan
 Menujukkan lokal.
- Monitor hitung granulosit, WBC.
kemampuan untuk - Monitor kerentanan terhadap infeksi.
mencegah timbulnya - Pertahankan teknik isolasi k/p.
- Berikan perawatan kulit pada area eipdema.
infeksi.
- Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap
 Jumlah leukosit dalam kemerahan , panas, drainase.
batas normal. - Inspeksi kondisi luka/insisi bedah.
- Instruksikan pasien untuk minum antibiotik
 Menunjukkan perilaku sesuai resep.
hidup sehat. - Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala
infeksi.
- Ajarkan cara menghindari infeksi.
Rasional :
- Pengkajian yang tepat tentang tanda-tanda
penyebaran infeksi dapat membantu
menentukan tindakan selanjutnya.
- Kebersihan diri yang baik merupakan salah
satu cara untuk mencegah infeksi kuman.
-  untuk mencegah kontaminasi luka dan
penyebaran infeksi.
- Antibiotika dapat menbunuh kuman,
pemberian insulin akan menurunkan kadar
gula dalam darah sehingga proses
penyembuhan.
5. Retensi urin b.d  Urinary elemination - Monitor intake dan output.
inkomplit  Urinary continence. - Monitor penggunaan obat antikolionergik.
- Monitor derajat distensi bladder.
pengosongan Kriteria Hasil : - Instruksikan pada pasien dan keluarga untuk
kandung kemih,  Kandung kemih kosong mencatat output urine.
- Sediakan privasi untuk eliminasi.
sfingter kuat dan secara penuh.
- Stimulasi refleks bladder dengan kompres
poliuri.  Tidak ada residu urin dingin pada abdomen.

15
>100-200 cc - Katerisasi jika perlu.
 Bebas dari ISK - Monitor tanda dan gejala ISK (panas,
hematuria, perubahan bau dan konsistensi
 Tidak ada spasme urine).
bladder. Rasional :
- Melihat balance cairan yang masuk ketubuh
 Balance cairan
agar dapat dinilai jumlah urine yang
seimbang
dikeluarkan.
- Menyediakan privasi untuk membantu pasien
tetap terjaga privasi nya.
- Memberikan kompres dingin pada abdomen
untuk stimulasi reflex bladder.
- Monitor gejala dan tanda ISK agar dapat
ditemukan segera dan diobati segera.
6. Ketidakefektifan  Circulation status. Peripheral Sensation Management
perfusi jaringan  Tissue Perfusion : (Manajemen sensasi perifer)

perifer b.d cerebral. - Monitor adanya daerah tertentu yang hanya


peka terhadap panas/dingin/tajam/tumpul.
penurunan sirkulasi Kriteria Hasil : - Monitor adanya paretese.
darah ke perifer, Mendemonstrasikan - Instruksikan keluarga untuk mengobservasi
kulit jika ada lesi atau laserasi.
proses penyakit status sirkulasi yang
- Gunakan sarung tangan untuk proteksi.
(DM). ditandai dengan: - Batasi gerakan pada kepala, leher dan
 Tekanan sistole dan punggung.
- Monitor kemampuan BAB.
diastole dalam rentang
- Kolaborasi pemberian analgetik.
yang diharapkan. - Monitor adanya tromboplebitis.
 Tidak ada ortostatik - Diskusikan mengenai penyebab perubahan
sensasi.
hipertensi. Rasional :
 Tidak ada tanda-tanda - Dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi
peningkatan tekanan darah.
intrakranial (tidak lebih - Meningkatkan melancarkan aliran darah balik
dari 15 mmHg). sehingga tidak terjadi oedema.
Mendemonstrasikan - Untuk mengetahui daerah mana yang tidak
kemampuan kognitif peka terhadap rangsangan.
yang ditandai dengan: - Untuk mengetahui daerah mana saja yang
 Berkomunikasi dengan terjadi laserasi.
jelas dan sesuai dengan - Untuk mengetahui kemampuan BAB
kemampuan. - Untuk mengetahui ada tidaknya tanda infeksi.
 Menunjukkan - Mengurangi rasa nyeri.
perhatian, konsentrasi
dan orientasi.

16
 Memproses informasi
 Membuat keputusan
dengan benar.
Menunjukkan fungsi
sensori motori cranial
yang utuh : tingkat
kesadaran membaik,
tidak ada gerakan
involunter.
7. Keletihan b.d sel  Endurance Energy Management
kekurangan bahan  Konsentrasi - Observasi adanya pembatasan klien dalam
untuk metabolisme.  Energy Conservation melakukan aktivitas.
- Kaji adanya faktor yang menyebabkan
 Nutritional status : kelelahan.
energy. - Monitor nutrisi dan sumber energi yang
adekuat.
Kriteria Hasil :
- Monitor pasien akan adnya kelelahan fisik
 Memverbalisasikan dan emosi secara berlebihan.
peningkatan energi dan - Monitor respon kardiovaskular terhadap
aktivitas.
merasa lebih baik.
- Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat
 Menjelaskan pasien.
penggunaan energy - Dukung pasien dan keluarga untuk
mengungkapkan perasaan, berhubungan
untuk mengatasi dengan perubahan hidup yang disebabkan
kelelahan. keletihan.
- Bantu aktivitas sehari-hari sesuai dengan
 Glukosa darah adekuat.
kebutuhan.
 Kualitas hidup - Tingkatkan tirah baring dan pembatasan
meningkat. aktivitas (tingkatkan periode istirahat).
- Konsultasi dengan ahli gizi untuk
 Istirahat cukup. meningkatkan asupan makanan yang bereergi
 Mempertahankan tinggi.
Rasional :
kemampuan untuk
- Membatasi aktivitas agar pasien tidak banyak
berkonsentrasi.
mengeluarkan energy untuk beraktifitas dan
mengurangi adanya efek keletihan.
- Dengan dapat diketahuinya faktor penyebab
kelelahan maka akan dapat segera ditangani
dan keletihan tidak akan terjadi.
- Manfaatkan adanya energy yang adekuat
untuk membantu dalam aktifitas.
- Dengan bantuan saat beraktifitas dapat
membantu meringankan keletihan pada
pasien tetapi harus juga dimandirikan jika

17
keletihan pada pasien sudah tidak terjadi.
- Asupan makanan yang tinggi gizi dapat
meningkatkan energy untuk aktifitas dan
keletihan tidak akan terjadi.

18
DAFTAR PUSTAKA

NANDA (North American Nursing Diagnostic Association) NIC-NOC2015

Sloane, Ethel. 2013. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC.

Asman Manaf. 2016. Insulin: Mekanisme Sekresi dan Aspek Metabolisme. Dalam:
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3. Edisi IV. Jakarta:

Sarwono Waspadji. 2016. Komplikasi Kronik Diabetes: Mekanisme Terjadinya,


Diagnosis dan Strategi Pengelolaan. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid 3. Edisi IV. Jakarta

Sidartawan Soegondo, Pradana Soewondo, Imam Subekti. 2014. Penatalaksanaan


Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

19
Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik

( ) ( )

20

Anda mungkin juga menyukai