Anda di halaman 1dari 61

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK

ASUHAN KEPERAWATAN PENCERNAAN ANAK


GASTROENTERITIS, TYPHUS ABDOMINALIS, DAN KEJANG DEMAM

Disusun Oleh:
KELOMPOK 7
1. Pramesti Anggraeni 1150019059
2. Ahmad Sholahuddin Ghozali 1150019044
3. Maya Nur Alifah 1150019023
4. Anita Nurmansyah 1150019057
5. Ilham Mulus Woro 1150019037
6. Kris Dwi W 1150019018
7. Ariyani Dwi Rachma 1150019045
8. Zumrotul Hasanah 1150019007
9. Eky Nur Wulandari 1150019005

Dosen Pengajar : Firdaus, S. Kep., Ns., M. Kep

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
TAHUN AJARAN 2021/2022
1
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan karunia-Nya,
penulis dapat menyelesaikan Tugas Keperawatan Anak yang berjudul “Asuhan Keperawatan
Pencernaan Anak Gastroentritis, Typhus Abdominalis, dan Kejang Demam”.Tugas ini dibuat
untuk memberikan pengetahuan kepada pembaca mengenai “Asuhan Keperawatan Pencernaan
Anak Gastroentritis, Typhus Abdominalis, dan Kejang Demam”. Selama penulisan tugas ini,
penulis banyak menerima bantuan dan dukungan sehingga dapat menyelesaikan tugas ini. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya.
Penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari sempurna karena adanya
keterbatasan ilmu dan pengalaman yang dimiliki. Oleh karena itu, semua kritik dan saran yang
bersifat membangun akan penulis terima dengan senang hati. Penulis berharap, semoga tugas
ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Surabaya, 22 Maret 2021

Kelompok 7

2
DAFTAR ISI

Halaman Judul.....................................................................................................................i
Kata pengantar ................................................................................................................... ii
Daftar isi............................................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ......................................................................................................... 1
1.2 Rumusan masalah .................................................................................................... 1
1.3 Tujuan ...................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dasar Gastroentritis .................................................................................... 3
2.2 Konsep Dasar Typus Abdominalis ........................................................................ 14
2.3 Kejang Dasar Demam............................................................................................ 20
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
3.1 Asuhan Keperawatan Gastroentritis ...................................................................... 29
3.2 Asuhan Keperawatan Typus Abdominalis ............................................................ 35
3.3 Asuhan Keperawatan Kejang Demam................................................................... 41
BAB VI PENUTUP
4.1 Kesimpulan ............................................................................................................ 55
4.2 Saran ...................................................................................................................... 55
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 56
KASUS SEMU GASTROENTRITIS............................................................................. 57
KASUS SEMU TYPUS ABDOMINALIS..................................................................... 57
KASUS SEMU KEJANG DEMAM .............................................................................. 64

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gangguan kesehatan yang sering dialami anak-anak adalah kurang gizi, diare,
batuk pilek, kejang demam, alergi dan asma. Salah satu penyakit yang sering dialami
pada anak usia 0 - 5 tahun diantara penyakit yang di atas adalah Kejang Demam
merupakan penyakit yang menyerang persyarafan atau gangguan Neurologis, kejang
demam sendiri biasanya dicetuskan oleh infeksi serupa infeksi virus pada telinga, faring
atau saluran cerna, serangan yang cepat itulah yang dapat menjadikan anak mengala mi
penurunan respon kesadaran, kejadian ini terjadi pada bayi dan anak biasanya terjadi
antara 3 bulan sampai 5 tahun. Tanda gejala yang sering muncul pada penderita kejang
demam pada anak beragam mulai dari yang ringan hingga yang berat. Bahaya kejang
demam dapat mengganggu perkembangan dan kelainan neurologis, akan terdapat IQ
yang lebih rendah dibanding dengan saudaranya dan apabila tidak segera ditangani
dapat mengakibatkan kematian (Mansjoer, Arief, 2000).
Thypoid Abdominalis merupakan infeksi sistemik yang disebabkan oleh
Salmonella enterica serovar typhi (S typhi) (Nelwan, 2012). Menurut Inawati (2017)
Gejala biasanya muncul 1-3 minggu setelah terkena, dan gejala 3 meliputi demam
tinggi, malaise, sakit kepala, mual, kehilangan nafsu makan, sembelit atau diare, bintik -
bintik merah muda di dada (Rose spots), dan pembesaran limpa dan hati (Inawati,
2017). Salah satu masalah yang timbul pada pasien demam Thypoid yaitu hiperter mia.
Hipertermi adalah suatu keadaan dimana seorang individu mengalami peningkata n
suhu tubuh di atas 37,8ºC peroral atau 38,8ºC perrektal karena faktor eksternal.
Hipertermi berhubungan ketika sistem kontrol suhu normal tubuh tidak dapat secara
efektif mengatur suhu internal (Librianty, 2014).
Gastroenteritis adalah peradangan pada lambung, usus kecil dan usus besar
dengan berbagai kondisi patologis dari saluran gastrointestinal dengan manifesta s i
diare, dengan atau tanpa disertai muntah, serta ketidaknyamanan abdomen (Arif
Muttaqin, 2011).
Peran perawat dalam hal penanganan masalah kesehatan ini mencakup 4
peranan yaitu upaya peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit
(preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif)
yang dilaksanakan secara menyeuruh, hal-hal yang bias dilakukan adalah seperti
4
memberikan penyuluhan mengenai masalah kesehatan, memberikan pendidikan
kesehatan kepada pasien maupun masyarakat. Serta peran kita yang terakhir adalah
bagaimana cara kita memberikan pelayanan yang baik sebagai seorang perawat dalam
pemulihan kesehatan pasien atau masyarakat (Syaiful, 2015).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Konsep pada Gastroenteritis?
2. Bagaimana Konsep pada Thypoid Abdominalis?
3. Bagaimana Konsep Kejang Demam?
4. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Gastroenteritis?
5. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Thypoid Abdominalis?
6. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Kejang Demam?

1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum :
 Mahasiswa mampu menjelaskan konsep dan asuhan keperawatan pada
Gastroenteritis, Thypoid Abdominalis, dan Kejang Demam.
2. Tujuan Khusus :
 Mahasiswa mampu memperoleh gambaran tentang :
 Definisi Gastroenteritis, Thypoid Abdominalis, dan Kejang Demam.
 Etiologi Gastroenteritis, Thypoid Abdominalis, dan Kejang Demam.
 Patofisiologi Gastroenteritis, Thypoid Abdominalis, dan Kejang Demam.
 Penatalaksanaan dan Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gastroenteritis, Thypoid Abdominalis, dan Kejang Demam.

5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dasar Gastroenteritis
1. Definisi
Gastroenteritis akut adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang
akut dengan kerusakan erosi pada bagian superficial (Mattaqin & Kumala, 2011).
Gastroenteristis akut yang ditandai dengan diare dan pada beberapa kasus muntah-
muntah yang berakibat kehilangan cairan elektrolit yang menimbulkan dehidrasi dan
gangguan keseimbangan elektrolit (Betz & Linda, 2009).
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari,
disertai perubahan konsistensi tinja mejadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang
berlangsung kurang dari satu minggu. Pada bayi yang minum ASI sering frekuens i
buang air besarnya lebih dari 3- 4 kali per hari, keadaan ini tidak dapat disebut diare,
tetapi masih bersifat fisiologis atau normal. Selama berat badan bayi meningkat normal,
hal tersebut tidak tergolong diare, tetapi merupakan intoleransi laktosa sementara akibat
belum sempurnanya perkembangan saluran cerna.
Untuk bayi yang minum ASI secara eksklusif definisi diare yang praktis adalah
meningkatnya frekuensi buang air besar atau konsistensinya menjadi cair yang menurut
ibunya abnormal atau tidak seperti biasanya. Kadang- kadang pada seorang anak buang
air besar kurang dari 3 kali perhari, tetapi konsistensinya cair, keadaan ini sudah dapat
disebut diare. Menurut Arif Muttaqin (2011) dan Suriadi (2010), penyebab dari
gastroenteritis sangat beragam, antara lain sebagai berikut :
a. Faktor Infeksi :
1) Infeksi berbagai macam bakteri yang disebabkan oleh kontaminasi makanan
maupun air minum (enteropathogenic, escherichia coli, salmonella, shigella, V.
Chlore, dan clostridium).
2) Infeksi berbagai macam virus :enterovirus, echoviruses, adenovirus, dan
rotavirus. Penyebab diare terbanyak pada anak adalah virus Rotavirus.
3) Jamur : candida
4) Parasit (giardia clamblia, amebiasis, cryptosporidium dan cyclospora)
b. Faktor non infeksi/ bukan infeksi :
1) Alergi makanan, missal susu, protein
2) Gangguan metabolic atau malabsorbsi : penyakit
3) Iritasi langsung pada saluran pencernaan oleh makanan
6
4) Obat – obatan : Antibiotik, Laksatif, Quinidine, Kolinergik, dan Sorbital.
5) Penyakit Usus : colitis ulcerative, crohn disease, enterocolitis
6) Emosional atau stress
7) Obstruksi usus

2. Etiologi
Etiologi utama gastroenteritis adalah virus, khususnya rotavirus, namun
gastroenteritis juga dapat disebabkan oleh bakteri, parasit, infeksi nosokomia l,
penyebab non-infeksius, serta penyebab lainnya. Etiologi yang paling umum adalah
virus, secara global yang sering menyebabkan diare dan kematian pada bayi dan anak-
anak adalah jenis rotavirus. Virus lain yang umum menyebabkan diare adalah
norovirus, astrovirus, enteric adenovirus, dan sapovirus.

3. Patofisiologi
Secara patofisiologi, ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan kerusakan mukosa
lambung, meliputi:
a. Kerusakan mukosa barrier yang menyebabkan difusi balik ion H+meningkat
b. Perfusi mukosa lambung yang terganggu
c. Jumlah asam lambung yang tinggi (Wehbi, 2009 dalam Muttaqin dan Kumala
2011).
Faktor- faktor tersebut biasanya tidak berdiri sendiri, contohnya, stress fisik
akan menyebabkan perfusi mukosa lambung terganggu sehingga timbuk daerah-daerah
infark kecil; selain itu sekresi asam lambung juga terpacu. Mucosal barrier pada pasien
strees fisik biasanya tidak terganggu (Muttaqin & Kumala, 2009).
Gastroenteristis Akut akibat infeksi H.pylori biasanya bersifat asimtomatik.
Bakteri yang masuk akan memproteksi dirinya dengan lapisan mukus. Proteksi lapisan
ini akan menutupi mukosa lambung dan melindungi dari asam lambung. Penetrasi atau
daya tembus bakteri ke lapisan mukosa yang menyebabkan terjadinya kontak dengan
sel-sel epithelial lambung dan terjadi adhesi (pelengketan) sehingga menghasilka n
respons peradangan melalui pengaktifan enzim untuk mengaktifkan IL-8. Hal tersebut
menyebabkan fungsi barier lambung terganggu dan terjadilah gastroenteristis akut
(Santacroce, 2008 dalam Muttaqin & Kumala, 2009).
Widagdo (2011) menjelaskan bahwa virus tersebar dengan cara fekal- oral
bersama makanan dan minuman, dari beberapa ditularkan secara airborne yaitu
7
norovirus, Virus penyebab diare secara selektif menginfeksi dan merusak sel-sel di
ujung jonjot yang rata disertai adanya sebukan sel radang mononuclear pada lamina
propania sedang pada mukosa lambung tidak terdapat perubahan walaupun penyakit
dikenal sebagai gastroenteristis. Gambaran patologi tidak berkorelasi dengan gejala
klinik, dan terlihat perbaikan proses sebelum gejala klinik hilang.
Kerusakan akibat virus tersebut mengakibatkan adanya adanya absorpsi air dan
garam berkurang dan terjadi perubahan keseimbangan rasio sekresi dan absorpsi dari
cairan usus, serta aktivitas disakaridase menjadi berkurang dan terjadilah malabsorps i
karbohidrat terutama laktosa. Faktor penyebab gastroenteristis virus lebih banyak
mengenai bayi dibandingkan dengan anak besar adalah fungsi usus berkurang, imunitas
spesifik kurang, serta menurunnya mekanisme pertahanan spesifik seperti asam
lambung dan mukus. Enteritis virus juga meningkatkan permiabilitas terhadap
makromolekul di dalam usus dan ini diperkirakan sebagai penyebab meningka tnya
resiko terjadinya alergi makanan.
Secara umum diare disebabkan 2 hal yaitu gangguan pada proses absorbsi atau
sekresi. Terdapat beberapa pembagian diare:
a. Pembagian diare menurut mekanismenya yaitu gangguan.
1) Absorbsi.
2) Gangguan sekresi.
b. Pembagian diare menurut lamanya diare.
1) Diare akut yang berlangsung kurang dari 14 hari.
2) Diare kronik yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi non-infeksi.
3) Diare persisten yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi infeksi.
Kejadian diare secara umum terjadi dari satu atau beberapa mekanisme yang saling
tumpang tindih. Menurut mekanisme diare maka dikenal: Diare akibat ganggua n
absorpsi yaitu volume cairan yang berada di kolon lebih besar daripada kapasitas
absorpsi. Disini diare dapat terjadi akibat kelainan di usus halus, mengakiba tka n
absorpsi menurun atau sekresi yang bertambah. Apabila fungsi usus halus normal, diare
dapat terjadi akibat absorpsi di kolon menurun atau sekresi di kolon meningkat. Diare
dapat juga dikaitkan dengan gangguan motilitas, inflamasi dan imunolo gi.
a. Gangguan absorpsi atau diare osmotik. Secara umum terjadi penurunan fungs i
absorpsi oleh berbagai sebab seperti celiac sprue, atau karena:
1) Mengkonsumsi magnesium hidroksida.

8
2) Defisiensi sukrase-isomaltase adanya laktase defisien pada anak yang lebih
besar.
3) Adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan bahan intraluminal pada usus
halus bagian proksimal tersebut bersifat hipertonis dan menyebabkan
hiperosmolaritas. Akibat perbedaan tekanan osmose antara lumen usus dan
darah maka pada segmen usus jejenum yang bersifat permeabel, air akan
mengalir ke arah lumen jejenum, sehingga air akan banyak terkumpul air dalam
lumen usus. Na akan mengikuti masuk ke dalam lumen, dengan demikian akan
terkumpul cairan intraluminal yang besar dengan kadar Na yang normal.
Sebagian kecil cairan ini akan diabsorpsi kembali, akan tetapi lainnya akan tetap
tinggal di lumen oleh karena ada bahan yang tidak dapat diserap seperti Mg,
glukose, sukrose,laktose, maltose di segmen illeum dan melebihi kemampua n
absorpsi kolon, sehingga terjadi diare. Bahan-bahan seperti karbohidrat dari jus
buah, atau bahan yang mengandung sorbitol dalam jumlah berlebihan, akan
memberikan dampak yang sama.
b. Malabsoprsi umum.
Keadaan seperti short bowel syndrom, celiac, protein, peptida, tepung, asam amino
dan monosakarida mempunyai peran pada gerakan osmotik pada lumen usus.
Kerusakan sel (yang secara normal akan menyerap Na dan air) dapat disebabkan
virus atau kuman, seperti Salmonella, Shigella atau Campylobacter. Sel tersebut
juga dapat rusak karena inflammatory bowel disease idiopatik, akibat toksin atau
obat- obat tertentu. Gambaran karakteristik penyakit yang menyebabkan
malabsorbsi usus halus adalah atropi villi. Lebih lanjut, mikororganisme tertentu
(bakteri tumbuh lampau, giardiasis, dan enteroadheren E. coli) menyebabkan
malabsorbsi nutrien dengan merubah faal membran brush border tanpa merusak
susunan anatomi mukosa. Maldigesti protein lengkap, karbohidrat, dan trigliser id
diakibatkan insuficiensi eksokrin pankreas menyebabkan malabsorbsi yang
signifikan dan mengakibatkan diare osmotik. Gangguan atau kegagalan ekskresi
pankreas menyebabkan kegagalan pemecahan kompleks protein, karbohidrat,
trigliserid, selanjutnya menyebabkan maldigesti, malabsorpsi dan akhirnya
menyebabkan diare osmotik. Steatorrhe berbeda dengan malabsorpsi protein dan
karbohidrat dengan asam lemak rantai panjang intraluminal, tidak hanya
menyebabkan diare osmotik, tetapi juga menyebabkan pacuan sekresi Cl- sehingga
diare tersebut dapat disebabkan malabsorpsi karbohidrat oleh karena kerusakan
9
difus mukosa usus, defisiensi sukrosa, isomaltosa dan defisiensi congenital laktase,
pemberian obat pencahar; laktulose, pemberian Mg hydroxide (misalnya susu Mg),
malabsorpsi karbohidrat yang berlebihan pada hipermotilitas pada kolon iritabel.
Mendapat cairan hipertonis dalam jumlah besar dan cepat, menyebabkan
kekambuhan diare. Pemberian makan/minum yang tinggi KH, setelah mengala mi
diare, menyebabkan kekambuhan diare. Infeksi virus yang menyebabkan
kerusakan mukosa sehingga menyebabkan gangguan sekresi enzim laktase,
menyebabkan gangguan absorpsi nutrisi lactose. Mekanisme dasar yang
menyebabkan timbulnya diare ada 3 macam yaitu:
1) Gangguan Osmotik Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat
diserap akan menyebabkan tekanan dalam rongga yang tidak dapat diserap
akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus. Isi rongga usus yang
berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul
diare.
2) Gangguan sekresi Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding
usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit kedalam rongga usus
dan selanjutnya timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
3) Gangguan motilitas usus Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya
kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya
bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri kambuh berlebiha n,
selanjutnya timbul diare pula. Dari ketiga mekanisme diatas menyebabkan :
- Kehilangan air dan elektrolit (terjadi dehidrasi) yang mengakiba tka n
gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik hipokalemia)
- Gangguan gizi akibat kelaparan (masukan kurang, pengelua ra n
bertambah)
- Hipoglikemia
- Gangguan sirkulasi darah

10
4. Pathway

5. Manifestasi Klinis
Menurut Manjoer Arief (2000) tanda dan gejala gastroenteritis dapat berupa
bayi atau anak cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat, nafsu makan menurun,
mengalami diare, feses cair dengan darah atau lendir, warna tinja berubah menjadi
kehijauan karena tercampur empedu, anus dan sekitarnya menjadi lecet karena tinja
menjadi asam, dehidrasi dan berat badan menurun.
Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala lainnya
bila terjadi komplikasi ekstra intestinal termasuk manifestasi neurologik. Gejala

11
gastrointestinal bisa berupa diare, kram perut dan muntah. Sedangkan manifestas i
sistemik bervariasi tergantung pada penyebabnya.
Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah ion
natrium, klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila ada
muntah dan kehilangan air juga meningkat bila ada panas. Hal ini dapat menyebabkan
dehidrasi, asidosis metabolik dan hipokalemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang
paling berbahaya karena dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler dan
kematian bila tidak diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas
plasma dapat berupa dehidrasi isotonik, dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau
dehidrasi hipotonik. Menurut derajat dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi
ringan, dehidrasi sedang atau dehidrasi berat.

Tabel 2.1 Derajat Dehidrasi Berdasarkan Persentase Kehilangan Air dari Berat
Badan.
Derajat Dehidrasi Dewasa Bayi Dan Anak
Dehidrasi Ringan 4% dari berat badan 5% dari berat badan
Dehidrasi Sedang 6% dari berat badan 10% dari berat badan
Dehidrasi Berat 8% dari berat badan 15% dari berat badan

Tabel 2.2 Derajat Dehidrasi Berdasarkan Skor WHO


Yang dinilai SKOR
A B C
Keadaan Umun. Baik Lesu/haus Gelisah, lemas,
mengantuk hingga syok
Mata Biasa Cekung Sangat cekung
Mulut Biasa Kering Sangat kering
Turgor Baik Kurang Jelek
Keterangan:
< 2 Tanda di kolom B dan C : Tanpa Dehidrasi
>2Tanda di kolom B : Dehidrasi ringan-sedang
2 Tanda di kolom C : Dehidrasi berat

12
Tabel.2.3 Tanda Klinis Dehidrasi
Ringan Sedang Berat
Defisit Cairan 3-5% 6-8% >10%
Hemodinamik Takikardi, nadi Takikardi, nadi Takitardi, nadi
lemah sangat lemah, tak teraba, akral
volume kolaps, dingin, sianosis.
hipotensi
ortostatik
Jaringan Lidah kering, Lidah keriput, Atonia, turgor
turgor turun turgor kurang buruk
Urin Pekat Jumlah Turun Oliguria
SSP Mengantuk Apatis Koma

Infeksi ekstraintestinal yang berkaitan dengan bakteri enterik patogen antara


lain : vulvovaginitis, infeksi saluran kemih, endokarditis, osteomielitis, meningitis,
pneumonia, hepatitis, peritonitis dan septik trombophlebitis. Gejala neurologik dari
infeksi usus bisa berupa paresthesia (akibat makan ikan, kerang, monosodium gluta mat)
hipotoni dan kelemahan otot (C. botulinum).
Manifestasi immun mediated ekstraintestinal biasanya terjadi setelah diarenya
sembuh, contoh: Bila terdapat panas dimungkinkan karena proses peradangan atau
akibat dehidrasi. Panas badan umum terjadi pada penderita dengan inflammatory diare..
Nyeri perut yang lebih hebat dan tenesmus yang terjadi pada perut bagian bawah serta
rektum menunjukkan terkenanya usus besar. Mual dan muntah adalah simptom yang
non spesifik akan tetapi muntah mungkin disebabkan oleh karena organisme yang
menginfeksi saluran cerna bagian atas seperti: enterik virus, bakteri yang memproduks i
enterotoksin, Giardia, dan Cryptosporidium.
Muntah juga sering terjadi pada non inflammatory diare. Biasanya penderita
tidak panas atau hanya subfebris, nyeri perut periumbilikal tidak berat, watery diare,
menunjukkan bahwa saluran cerna bagian atas yang terkena. Oleh karena pasien
immunocompromise memerlukan perhatian khusus, informasi tentang adanya
imunodefisiensi atau penyakit kronis sangat penting.
6. Komplikasi
1) Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik atau hipertonik).

13
2) Renjatan hipovolemik.
3) Hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardi,
perubahan elektrokardiogram).
4) Hipoglikemia.
5) Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi enzim
laktosa.
6) Kejang yang terjadi pada dehidrasi hipertonik.
7) Malnutrisi energi protein akibat muntah dan diare, jika lama atau kronik

7. Penatalaksanaan
Diare akut secara arbitrer didefinisikan sebagai keluarnya satu atau lebih tinja
diare per hari selama kurang dari 14 hari. Sebagian besar penyakit diare pad anak
disebabkan oleh infeksi. Pada sebagian kasus, tidak perlu melakukan identifikas i
terhadap organisme penyebab karena proses penyakit dan pengobatan serupa apapun
penyebabnya. Terapi utama adalah rehidrasi dan pemeliharaan hidrasi sampai diare
mereda serta menghindari malnutrisi akibat kekurangan asupan nutrisi.
Namun pada beberapa keadaan identifikasi patogen akan mengubah pengobatan
sehingga perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium. Apabila tinja mengand ung
leukosit atau darah makroskopik atau anak tampak toksik, kemungkinan infeksi bakteri
invasif meningkat dan harus dilakukan biakan tinja. Demikian juga pada anak dengan
gangguan kekebalan atau yang dirawat inap memerluk an evaluasi yang lebih ekstensif
karena resiko infeksi oportunistik.bayi yang berusia kurang dari 2 bulan dengan diare
merupakan kategori khusus. Infeksi bakteri lebih sering dan lebih parah pada kelompok
usia ini. Selain itu virus atau bakteri enteroptogen dapat menimbulkan enteropatipasca
enteritis yang memerlukan pemantauan nutrisi yang teliti.
Pada kelompok usia ini lebih sering terjadi intoleransi laktosa persisten yang
memerlukan perubahan temporer susu formula. Karena kemungkinan sekali anak perlu
diperiksa untuk mengukur hidrasi dan nutrisi secara objektif (mis. Berat anak) serta
dipantau selama perjalanan penyakitnya. Pada neonatus dengan diare diperluka n
(pikiran terbuka) mengenai kemungkinan kausa noninfeksi dan diagnosis penyakit
diare kongenital, termasuk gangguan malabsorpsi primer, kelainan transfortasi dan
defek di struktur membran brush border, harus dipertimbangkan.
1) Rehidrasi Oral Penggunaan terapi rehidrasi oral (TRO) telah semakin luas diterima
diseluruh dunia karena merupakan terapi yang cepat, aman, efektif, dan murah
14
untuk penyakit diare. Larutan rehidrasi oral efektif dalam mengobati anak apa pun
penyebab diare atau beberapa punkadar natrium serum anak saat awitan terapi.
Larutan rehidrasi oral yang optimal harus dapat menggantikan air, natrium, kalium
dan bikarbonat dan larutan tersebut juga harus isotonik atau hipotonik.
Penambahan glukosa kedalam larutan meningkatkan penyerapan natrium dengan
memanfaatkan kontransportasi natrium yang digabungkan dengan glukosa yang
maksimal apanila konsentrasi glukosa tidak lebih daripada 110-140mmol/L (2,0-
2,5 g/L).
2) Asi ekslusif
3) Obat antidiare

8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak
diperlukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya penyebab
dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut atau pada penderita
dengan dehidrasi berat. Contoh : pemeriksaan darah lengkap, kultur urine dan tinja pada
sepsis atau infeksi saluran kemih. Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang
diperlukan pada diare akut :
1) Darah : darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah, kultur
dan tes kepekaan terhadap antibiotika.
2) Urine : urine lengkap, kultur dan test kepekaan terhadap antibiotika.
3) Tinja :
- Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua penderita
dengan diare meskipun pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan. Tinja yang
watery dan tanpa mukus atau darah biasanya disebabkan oleh enterotoksin virus,
protozoa atau disebabkan oleh infeksi diluar saluran gastrointestinal.
Tinja yang mengandung darah atau mukus bisa disebabkan infeksi bakteri
yang menghasilkan sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang menyebabkan
peradangan mukosa atau parasit usus seperti : E. histolytica, B. coli dan T.
trichiura. Apabila terdapat darah biasanya bercampur dalam tinja kecuali pada
infeksi dengan E. Histolytica darah sering terdapat pada permukaan tinja dan
pada infeksi EHEC terdapat garis-garis darah pada tinja. Tinja yang berbau

15
busuk didapatkan pada infeksi dengan Salmonella, Giardia, Cryptosporidium
dan Strongyloides.
- Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari adanya lekosit dapat memberika n
informasi tentang penyebab diare, letak anatomis serta adanya proses
peradangan mukosa. Lekosit dalam tinja diproduksi sebagai respon terhadap
bakteri yang menyerang mukosa kolon.
Lekosit yang positif pada pemeriksaan tinja menunjukkan adanya kuman
invasif atau kuman yang memproduksi sitotoksin seperti Shigella, Salmonella,
C. jejuni, EIEC, C. difficile, Y. enterocolitica, V parahaemolyticus dan
kemungkinan Aeromonas atau P. shigelloides. Lekosit yang ditemukan pada
umumnya adalah lekosit PMN, kecuali pada S. typhii lekosit mononuklea r.
Tidak semua penderita kolitis terdapat lekosit pada tinjanya, pasien yang
terinfeksi dengan E. histolytica pada umumnya lekosit pada tinja minimal.
Parasit yang menyebabkan diare pada umumnya tidak memproduksi lekosit
dalam jumlah banyak. Normalnya tidak diperlukan pemeriksaan untuk mencari
telur atau parasit kecuali terdapat riwayat baru saja bepergian kedaerah resiko
tinggi, kultur tinja negatif untuk enteropatogen, diare lebih dari 1 minggu atau
pada pasien immunocompromised. Pasien yang dicurigai menderita diare yang
disebabkan giardiasis, cryptosporidiosis, isosporiasis dan strongyloidias is
dimana pemeriksaan tinja negatif, aspirasi atau biopsi duodenum atau yeyunum
bagian atas mungkin diperlukan. Karena organisme ini hidup di saluran cerna
bagian atas, prosedur ini lebih tepat daripada pemeriksaan spesimen tinja. Biopsi
duodenum adalah metoda yang spesifik dan sensitif untuk diagnosis giardias is,
strongylodiasis dan protozoa yang membentuk spora. E. hystolitica dapat
didiagnosis dengan pemeriksaan mikroskopik tinja segar. Trophozoit biasanya
ditemukan pada tinja cair sedangkan kista ditemukan pada tinja yang berbentuk.
Tehnik konsentrasi dapat membantu untuk menemukan kista amuba.
Pemeriksaan serial mungkin diperlukan oleh karena ekskresi kista sering terjadi
intermiten. Sejumlah tes serologis amubiasis untuk mendeteksi tipe dan
konsentrasi antibodi juga tersedia. Serologis test untuk amuba hampir selalu
positif pada disentri amuba akut dan amubiasis hati.

16
Kultur tinja harus segera dilakukan bila dicurigai terdapat Hemolytic Uremic
Syndrome, diare dengan tinja berdarah, bila terdapat lekosit pada tinja, KLB
diare dan pada penderita immunocompromised.

9. Diagnosa Keperawatan Yang Kemungkinan Muncul


1) Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
2) Risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan ketidakseimba nga n
cairan.
3) Defisit Nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan.
4) Hipertermi berhubungan dengan dehidrasi, peroses penyakit.
5) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologi hiperpristaltik.

2.2 Konsep Dasar Thypoid Abdominalis


1. Definisi
Thypoid Abdominalis ialah penyakit infeksi akut yang biasanya mengena i
saluran cerna dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna dan
gangguan kesadaran (Wijayaningsih, 2013). Thypoid Abdominalis ialah penyakit
sistemik akut yang di sebabkan oleh infeksi bakteri negatif, genus salmonella yaitu
salmonella typhi yang masuk ke dalam makanan, minuman atau bahan-bahan lain yang
dicemari bakteri tersebut (Yudi, 2008). Thypoid Abdominalis adalah penyakit infeks i
bakteri pada usus halus dan terkadang pada aliran darah, yang di sebabkan oleh kuman
salmonella typhi atau salmonella paratyphi A, B dan C, yang terkadang juga dapat
menyebabkan gastroenteritis (keracunan makanan) dan septikemia (tidak menyerang
usus). (Ardiansyah, 2012).
Beberapa definisi di atas dap at disimpulkan bahwa penyakit Thypoid
Abdominalis adalah suatu penyakit infeksi akut yang menyerang manusia khususnya
pada saluran pencernaan yaitu pada usus halus yang disebabkan oleh kuman salmone lla
typhi yang masuk melalui makanan atau minuman yang tercemar dan ditandai dengan
demam berkepanjangan lebih dari satu minggu, gangguan pada saluran pencernaan, dan
lebih di perburuk dengan gangguan penurunan kesadaran.

2. Etiologi
Etiologi dari demam tifoid adalah Salmonella typhi, termasuk genus Salmonella
yang tergolong dalam family Enterobacteriaceae. Salmonella bersifat bergerak,
17
berbentuk spora, tidak berkapsul, gram (-). Tahan terhadap berbagai bahan kimia, tahan
beberapa hari/minggu pada suhu kamar, bahan limbah, bahan makanan kering, bahan
farmasi, dan tinja. Salmonella mati pada suhu 54,4º C dalam 1 jam atau 60º C dalam 15
menit. Salmonella mempunyai antigen O (somatik) adalah komponen dinding sel dari
lipopolisakarida yang stabil pada panas dan antigen H (flagelum) adalah protein yang
labil terhadap panas. Pada S. typhi, juga pada S. Dublin dan S. hirschfeldii terdapat
antigen Vi yaitu polisakarida kapsul.

3. Penyebab
Penyebab utama dari penyakit Thypoid Abdominalis adalah salmonella enteric
yang dapat hidup di lingkungan yang kering tetapi peka terhadap klorinisasi dan
plepasteurisasi. Salmonella paratypi adalah kuman penyebab penyakit demam
paratifoid. Sedangkan yang dinamakan salmonella schotmulleri dahulu disebabkan
sebagai penyebab demam paratifoid C (Ranuh 2013).
Menurut Widagdo (2011) Etiologi dari demam tifoid adalah Salmonella typhi,
termasuk genus Salmonella yang tergolong dalam family Enterobacteriac eae.
Salmonella bersifat bergerak, berbentuk spora, tidak berkapsul, gram (-). Tahan
terhadap berbagai bahan kimia, tahan beberapa hari/minggu pada suhu kamar, bahan
limbah, bahan makanan kering, bahan farmasi, dan tinja. Salmonella mati pada suhu
54,4º C dalam 1 jam atau 60º C dalam 15 menit. Salmonella mempunyai antigen O
(somatik) adalah komponen dinding sel dari lipopolisakarida yang stabil pada panas
dan antigen H (flagelum) adalah protein yang labil terhadap panas. Pada S. typhi, juga
pada S. Dublin dan S. hirschfeldii terdapat antigen Vi yaitu polisakarida kapsul.

4. Patofisiologi
Bakteri salmonella typhi masuk ke dalam tubuh melalui makanan dan air yang
tercemar. Sebagian kuman dihancurkan oleh asam lambung, dan sebagian masuk ke
usus halus, mencapai plague peyeri di ileum terminalis yang hipertrofi. Salmonella
typhi memiliki fimbria khusus yang dapat menempel ke lapisan plague peyeri, sehingga
bakteri dapat di fagositosis. Setelah menempel, bakteri memproduksi protein yang
mengganggu brush bonder usus dan memaksa sel usus untuk membentuk kerutan
membran yang akan melapisi bakteri dalam vesikel. Bakteri dalam vesikel akan
menyebrang melewati sitoplasma sel usus dan di presentasikan ke makrofag (Wibisono
et al, 2014).
18
Kuman memiliki berbagai mekanisme sehingga dapat terhindar dari serangan
system imun seperti polisakarida kapsul Vi. Penggunaan makrofag sebagai kendaraan
dan gen Salmonella patogencity Island 2 (SPI2) (Wibisono et al, 2014).
Setelah sampai kelenjar getah bening mensenterika, kuman kemudian masuk ke
aliran darah melalui duktus torasikus sehingga terjadi bakteremia pertama yang
asimtomatik. Salmonella typhi juga bersarang dalam sistem retikuloendotelial terutama
hati dan limpa, dimana kuman meninggalkan sel fagosit berkemang biak dan masuk
sirkulasi darah lagi sehingga terjadi bakteremia kedua dengan gejala sistemik.
Salmonella typhi menghasilkan endotoksin yang berperan dalam inflamasi lokal
jaringan tempat kuman berkembang biak merangsang pelepasan zat pirogendan
leukosit jaringan sehingga muncul demam dan gejala sistemik lain. Perdarahan saluran
cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar plague peyeri. Apabila proses
patologis semakin berkembang, perorasi dapat terjadi (Wibisono et al, 2014).

5. Manifestasi Klinis
Menurut Wibisono et al (2014) menifestasi klinik tifoid yaitu:
1) Nyeri kepala, lemah, lesu, nyeri otot pada minggu pertama,
2) Demam yang tidak terlalu tinggi dan berlangsung selama 3 minggu, minggu
pertama peningkatan suhu tubuh berflukutasi. Biasanya suhu tubuh meningkat
pada malam hari dan menurun pagi hari. Pada minggu kedua suhu tubuh terus
meningkat, dan minggu ketiga suhu berangsurangsur turun dan kembali normal.
3) Gangguan pada saluran cerna: halitosis (bau nafas yang menusuk), bibir kering dan
pecah-pecah lidah di tutupi selaput putih kotor (coated tongue), metorismus, mual,
tidak nafsu makan, hepatomegali, splenomegali yang disertai nyeri perabaan.
4) Gangguan kesadaran: penurunan kesadaran (apatis, somnolen).

6. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Suriadi & Yuliani (2006) pemeriksaan penunjang Thypoid Abdominalis
adalah :
1) Pemeriksaan darah tepi Leokopenia, limfositosis, aneosinofilia, anemia,
trombositopenia.
2) Pemeriksaan sum-sum tulang Menunjukkan gambaran hiperaktif sumsum tulang.

19
3) Biakan empedu Terdapat basil salmonella typosa pada urin dan tinja. Jika pada
pemeriksaan selama dua kali berturut-turut tidak didapatkan basil salmone lla
typosa pada urin dan tinja, maka pasien dinyatakan betul-betul sembuh.
4) Pemeriksaan widal Didapatkan titer terhadap antigen 0 adalah 1/200 atau lebih,
sedangkan titer terhadap antigen H walaupun tinggi akan akan dapat tetap tinggi
setelah dilakukan imunisasi atau bila penderita telah lama sembuh.

7. Komplikasi
Menurut Widagdo (2011) Komplikasi dari Thypoid Abdominalis dapat digolongkan
dalam intra dan ekstra intestinal. Komplikasi intestinal diantaranya ialah :
a. Perdarahan Dapat terjadi pada 1-10 % kasus, terjadi setelah minggu pertama
dengan ditandai antara lain oleh suhu yang turun disertai dengan peningkata n
denyut nadi.
b. Perforasi usus Terjadi pada 0,5-3 % kasus, setelah minggu pertama didahului oleh
perdarahan berukuran sampai beberapa cm di bagian distal ileum ditandai dengan
nyeri abdomen yang kuat, muntah, dan gejala peritonitis. Komplikasi
ekstraintestinal diantaranya ialah :
1) Sepsis Ditemukan adanya kuman usus yang bersifat aerobic
2) Hepatitis dan kholesistitis Ditandai dengan gangguan uji fungsi hati, pada
pemeriksaan amylase serum menunjukkan peningkata n sebagai petunjuk
adanya komplikasi pancreatitis
3) Pneumonia atau bronchitis Sering ditemukan yaitu kira-kira sebanyak 10 %,
umumnya disebabkan karena adanya superinfeksi selain oleh salmonella
4) Miokarditis toksik Ditandai oleh adanya aritmia, blok sinoatrial, dan
perubahan segmen ST dan gelombang T, pada miokard dijumpai infiltras i
lemak dan nekrosis
5) Trombosis dan flebitis Jarang terjadi, komplikasi neurologis jarang
menimbulkan gejala residual yaitu termasuk tekanan intrakranial meningka t,
thrombosis serebrum, ataksia serebelum akut, tuna wicara, tuna rungu,
mielitis tranversal, dan psikosis
6) Komplikasi lain
Pernah dilaporkan ialah nekrosis sumsum tulang, nefritis, sindrom nefrotik,
meningitis, parotitis, orkitis, limfadenitis, osteomilitis, dan artritis

20
8. Penatalaksanaan
Menurut Ngastiyah (2005) & Ranuh (2013) pasien yang di rawat dengan diagnos is
observasi Thypoid Abdominalis harus dianggap dan diperlakukan langsung sebagai
pasien Thypoid Abdominalis dan di berikan pengobatan sebagai berikut:
a. Isolasi pasien, desinfeksi pakaian dan ekskreta
b. Perawatan yang baik untuk menghindari komplikasi, mengingat sakit yang lama,
lemah, anoreksia, dan lain-lain
c. Istirahat selama demam sampai 2 minggu setelah suhu normal kembali (istirahat
total), kemudian boleh duduk, jika tidak panas lagi boleh berdiri kemudian berjalan
diruangan
d. Diet makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein. Bahan
makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang dan tidak
menimbulkan gas.dianjurkan minum susu 2 gelas sehari. Apabila kesadaran pasien
menurun di berikan makanan cair, melalui sonde lambung. Jika kesadaran dan
nafsu makan anak baik dapat juga di berikan makanan lunak.
e. Pemberian antibiotik Dengan tujuan menghentikan dan mencegah penyebaran
bakteri. Obat antibiotik yang sering di gunakan adalah :
1) Chloramphenicol dengan dosis 50 mg/kg/24 jam per oralatau dengan dosis 75
mg/kg/24 jam melalui IV dibagi dalam 4 dosis. Cloramhenicol dapat
menyembuhkan lebih cepat tetapi relapse terjadi lebih cepat pula dan obat
tersebut dapat memberikan efek samping yang serius
2) Ampicillin dengan dosis 200 mg/kg/24 jam melalui IV di bagi dalam 6 dosis.
Kemampuan obat ini menurunkan demam lebih rendah dibandingkan dengan
chloramphenicol
3) Amoxicillin dengan dosis 100mg/kg/24 jam per os dalam3 dosis
Trimethroprim-sulfamethoxazol masing- masing dengan dosis 50 mg
SMX/kg/24 jam per os dalam 2 dosis,merupakan pengobatan klinik yang
efisien e. Kotrimoksazol dengan dosis 2x 2 tablet (satu tablet mengand ung
400mg sulfamethoxazole dan 800 mg trimetroprim.Efektifitas obat ini hampir
sama dengan cloromphenicol

21
9. Pathway

10. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi, antara lain (Soewandojo, 2002):
1) Komplikasi Intestinal
a) Perdarahan usus
b) Perforasi Usus
c) Illeus paralitik
2) Komplikasi Ekstra Intestinal
a) Kardiovaskuler: syok septic, miokarditis, trombophlebitis
b) Darah: anemia hemolitik, trombositopeni dan/atau “disseminated intra vascular
coagulation” (DIC), sindroma uremia hemolitik
c) Paru: empyema, pleuritis
d) Hati dan kandung empedu: hepatitis dan kolesistisis
e) Ginjal: glomerulonefritis, pyelonefritis, perinefritis
f) Tulang: osteomielitis, periostitis, spondilitis, dan artritis
g) Neuropsikiatri: delirium, meningismus, meningitis, polineuritis, sindroma
Guillain Barre, psikosis, sindroma katatonic.

22
11. Diagnosa Keperawatan Yang Kemungkinan Muncul
1) Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
2) Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan
3) Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit
4) Termoregulasi tidak efektif berhubungan dengan proses penyakit
5) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
6) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
7) Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan ketidakseimba nga n
cairan

2.3 Konsep Dasar Kejang Demam


1. Definisi
Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada usia antara 3 bulan hingga 5 tahun yang
berkaitan dengan demam, namun tanpa adanya tanda-tanda infeksi intrakranial atau
penyebab yang jelas (Roy,Meadow,2005). Kejang demam merupakan akibat dari
pembebasan litrik yang tidak terkontrol dari sel syaraf dari sel saraf korteks serbral yang
di tandai dengan serangan tibatiba terjadi gangguan kesadaran ringan aktivitas motorik
atau gangguan terutama sensorik (Doengoes, 2000). Kejang demam atau febrile
convulsion ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaiklan suhu tubuh( suhu rectal
di atas 38ºC), yang disebabkan oleh proses ekstragnium.

2. Etiologi
Hingga kini belum diketahui secara pasti kejang demam disebabkan “infeksi” saluran
napas atas ,otitis media, gastroenteritis,dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu
timbul pada suhu tinggi dapat menyebabkan kejang (Mansjoer arief 2000). Kejang ini
ditimbulkan oleh demam dan cenderung muncul saat awal-awal demam. Penyebab ini
yang paling sering adalah infeksi saluran napas atas (Roy,meadow,2005:113). Kejang
demam biasanya dicetuskakan oleh infeksi serupa infeksi virus pada telingan , faring
atau saluran cerna

3. Patofisiologi
Infeksi yang terjadi pada jaringan diluar cranial seperti tonsillitis, otitis media
akut, bronkitis penyebab terbanyaknya adalah bakteri yang bersifat toksik. Toksis yang
23
di hasilkan oleh mikroorganisme dapat menyebar keseluruh tubuh memalui hematogen
maupun limfogen. Penyebaran toksis ke seluruh tubuh akan direspon oleh hipotala mus
dengan menaikan pengaturan suhu di hipotalamus akan merangsang kenaikan suhu di
bagian tubuh yang lain seperti otot, kulit sehingga terjadi peningkatan kontraksi otot.
STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung Naiknya suhu di hipotalamus otot, kulit
dan jaringan tubuh yang lain akan disertai pengeluaran mediator kimia seperti epinefr in
dan prostaglandin.
Pengeluaran mediator kimia ini dapat merangsang peningkatan potensial aksi
pada neuron. Peningkatan potensial inilah yang merangsang perpindahan ion Natrium,
ion Kalium dengan cepat dari luar sel menuju ke dalam sel. Peristiwa inilah yang diduga
dapat menaikan fase depolarisasi neuron dengan cepat sehingga timbul kejang.
Serangan yang cepat itulah yang dapat menjadikan anak mengalami penurunan respon
kesadaran, otot ekstremitas maupun bronkus juga dapat mengalami spasme sehingga
anak beresiko terhadap injuri dan kelangsungan jalan nafas oleh penutupan lidah dan
spasme bronkus (Riyadi dan Sujono, 2009).

4. Faktor Risiko
Faktor risiko yang bisa mencetuskan kejang demam antara lain :
a. Faktor Demam
Anak dengan lama demam kurang dari dua jam untuk terjadinya bangkitan kejang
demam 2,4 kali lebih besar dibandingkan anak yang mengalami demam lebih dari
dua jam. Anak dengan demam lebih besar dari 39 0 C memiliki risiko 10 kali lebih
besar untuk menderita bangkitan kejang demam disbanding dengan anak yang
demam kurang 390 C.
b. Faktor Usia
Anak dengan kejang demam usia kurang dari dua tahun mempunyai risiko
bangkitan kejang demam 3,4 kali lebih besar disbanding yang lebih dari dua tahun.
(Fuadi,2010).
c. Faktor Riwayat Kejang dalam Keluarga
Keluarga dengan riwayat pernah menderita kejang demam sebagai faktor risiko
untuk terjadi kejang demam pertama adalah kedua orang tua ataupun saudara
kandung (first degree relative).
1) Bila kedua orangnya tidak mempunyai riwayat pernah menderita kejang
demam maka risiko terjadi kejang demam hanya 9%.
24
2) Apabila salah satu orang tua penderita dengan riwayat pernah menderita
kejang demam mempunyau risiko untuk terjadi bangkitan kejang demam 20%-
22%.
3) Apabila kedua orang tua penderita tersebut mempunyai riwayat pernah
menderita kejang demam maka risiko untuk terjadi bangkitan kejang demam
meningkat menjadi 59%- 64%. Demam diwariskan lebih banyak oleh ibu
dibandingkan ayaj, 27% berbanding 7% (Fuadi,2010)
d. Faktor Perinatal dan Pascanatal
 Kehamilan pada umur lebih 35 tahun
 Barat lahir sangat rendah atau amat sangat rendah memudahkan timbulnya
bangkitan kejang demam (Fuadi,2010).
e. Faktor Vaksinasi/Imunisasi
Risiko kejang demam dapat meningkat setelah beberapa imunitas pada anak,
seperti imunisasi difteri, tetanus dan pertuasis (DPT) atau measles-mumps-rube lla
(MMR). (Mayo Clinic, 2012).

5. Klasifikasi Kejang Demam


a. Kejang demam Sederhana (KDS)
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan umumnya akan
berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik atau klonik, tanpa gerakan fokal.
Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan
80% dari seluruh kejadian kejang demam (Pusponegoro, 2006).
b. Kejang Demam Kompleks (KDK)
Kejang demam kompleks merupakan kejang demam dengan salah satu ciri kejang
lama yang berlangsung > 15 menit, kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang
umum didahului kejang parsial, atau berulang lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang
berulang lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang
lama terjadi pada 8% kejang demam (Pusponegoro,2006).

6. Tanda dan Gejala Klinis


 Kejang demam berlangsung singkat, serangan kejang klonik atau tonik klonik
bilateral.

25
 Seringkali kejang berhenti sendiri.
 Setelah kejang berhenti, anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak.
 Lidah/pipinya tergigit.
 Gigi atau rahangnya terkatup rapat.
 Gangguan pernapasan.
 Setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa deficit
neurologis.
 Peningkatan suhu tubuh mendadak hingga ≥ 38 OC

7. Pemeriksaan Fisik
Batas suhu yang bisa mencetuskan kejang demam 38 OC atau lebih, tetapi suhu
sebenarnya pada waktu kejang sering tidak diketahui. Pemeriksaan fisik lainnya
bertujuan untuk mencari sumber infeksi dan kemungkinan adanya infeksi intrakrania l
meningitis atau ensefalitis (Basuki, 2009)

8. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium darah
Untuk mencari etiologic kejang demam. Darah lengkap, kultur darah, glukosa
darah, elektrolit, magnesium, kalsium, fosfar, urinalisa, kultur urin (The Barbara,
2011).
2. Urinalisis
Urinalisis direkomendasikan untuk pasien-pasien yang tidak ditemukan focus
infeksinya (Guidelines, 2010).
c. Fungsi Lumbal
Untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis.
d. Radiologi
Neuroimaging tidak diindikasikan setelah kejang demam sederhana.
Dipertimbangkan jika terdapat gejala klinis gangguan neurologis.
e. Elekroensefalografi (EEG)
Untuk menyingkirkan kemungkinan epilepsi.

26
9. Pathway

10. Diagnosa Keperawatan Yang Kemungkinan Muncul


1) Hipertermi berhubungan dengan efek langsung dari sirkulasi endotoksin dan
hipotalamus
2) Resiko kejang berulang berhubungan dengan riwayat kejang.
3) Resiko cedera berhubugan dengan gerakan tonik/klonik adanya kejang.
4) Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurangnya informasi.
11. Penatalaksanaan
Pada tata laksana kejang demam, ada 3 hal yang perlu di kerjakan:
a. Pengobatan fase akut
Penanganan pada fase akut kejang demam antara lain:
1) Pertahankan jalan napas
2) Lindungi anak dari trauma/cidera
3) Posisikan anak tidur setengah duduk
4) Longgarkan pakaian atau lepas pakaian yang tidak perlu.
b. Mencari dan mengobati penyebab demam

27
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungk ina n
meningitis, pemeriksaan laboratorium lain dilakukan atas indikasi untuk mencari
penyebab.
c. Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam.
Pencegahan berulang kejang demam perlu dilakukan karena bila sering berulang
dapat menyebabkan kerusakan otak yang menetap. Ada dua cara pengobatan
profilaksi :
1) Profilaksi intermitten pada waktu demam
2) Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan setiap hari
Diazepam intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5mg untuk pasien dengna berat badan
≤ 10 kg dan 10mg untuk pasien dengan berat badan ≥ 10 kg, setiap pasien
menunjukan suhu 38,5OC atau lebih. Diazepam dapat pula diberikan secara oral
dengan dosis 0,5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis pada waktu pasien demam.
Untuk profilaksis terus menerus/jangka panjang dapat dengan pemberian obat
rumat. Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukan ciri
sebagai berikut:
a) Kejang lama > 15 menit.
b) Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya hemiparesis, paresis Todd, cereberal palsy, retardasi mental,
Hidrosefalus.
c) Kejang fokal.
d) Pengobatan rumat dipertimbangkan bila:
 Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam
 Kejang demam terjadi pada baiyi kurang dari 12 bulan
 Kejang demam ≥ 4 kali per tahun.
Obat pilihan adalah asam valproate adalah 15-40 mg/kgBB/hari. Untuk
fenobarbital 3-4 mg/kgBB/hari dalam 1-2 dosis. Pengobatan diberikan
selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap selama
1-2 bulan.

28
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

3.1 Asuhan Keperawatan Pada Gastroentritis


1. Identitas atau Biodata
1) Anamnesis Fokus pengkajian menurut Doenges (2000 )
a. Aktivitas / istirahat
Gangguan pola tidur, misalnya insomnia dini hari, kelemahan, perasaan ‘hiper’ dan
ansietas, peningkatan aktivitas / partisipasi dalam latihanlatihan energi tinggi.
b. Sirkulasi
Perasaan dingin pada ruangan hangat. TD rendah takikardi, bradikardia, disritmia.
c. Integritas ego
Ketidakberdayaan / putus asa gangguan ( tak nyata ) gambaran dari melaporkan diri-
sendiri sebagai gendut terus-menerus memikirkan bentuk tubuh dan berat badan takut
berat badan meningkat, harapan diri tinggi, marah ditekan. Status emosi depresi
menolak, marah, ansietas.
d. Eliminasi Diare / konstipasi
Nyeri abdomen dan distress, kembung, penggunaan laksatif / diuretik. Makanan,
cairan. Lapar terus-menerus atau menyangkal lapar, nafsu makan normal atau
meningkat. Penampilan kurus, kulit kering, kuning / pucat, dengan turgor buruk,
pembengkakan kelenjar saliva, luka rongga mulut, luka tenggorokan terus-menerus,
muntah, muntah berdarah, luka gusi luas.
e. Higiene
Peningkatan pertumbuhan rambut pada tubuh, kehilangan rambut ( aksila / pubis ),
rambut dangkal / tak bersinar, kuku rapuh tanda erosi email gigi, kondisi gusi buruk
Neurosensori Efek depresi ( mungkin depresi ) perubahan mental ( apatis, bingung,
gangguan memori ) karena mal nutrisi kelaparan.
f. Nyeri / kenyamanan
kepala. Penurunan suhu tubuh, berulangnya masalah infeksi.
g. Penyuluhan / pembelajaran
Riwayat keluarga lebih tinggi dari normal untuk insiden depresi keyakinan / praktik
kesehatan misalnya yakin makanan mempunyai terlalu banyak kalori, penggunaa n
makanan sehat.
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut: lama diare, frekuens i,
volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada / tidak lendir dan darah. Bila disertai muntah:
volume dan frekuensinya. Kencing: biasa, berkurang, jarang atau tidak kencing dalam 6
– 8 jam terakhir. Makanan dan minuman yang diberikan selama diare. Adakah panas
atau penyakit lain yang menyertai seperti: batuk, pilek, otitis media, campak.
Tindakan yang telah dilakukan ibu selama anak diare: memberi oralit, membawa
berobat ke Puskesmas atau ke Rumah Sakit dan obatobatan yang diberikan serta riwayat
imunisasinya. Gastroenteritis biasanya sering terjadi pada anak-anak usia 0-5 tahun
(42%). Pengkajian meliputi: Nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, dapatkan
riwayat penyakit dengan cermat termasuk hal-hal berikut:
- Seperti kemungkinan memakan makanan atau air yang terkontaminasi.

29
- Kemungkinan infeksi ditempat lain (mis: pernafasan, infeksi saluran kemih)
- Lakukan pengkajian fisik rutin.
- Observasi adanya manifestasi gastroenteritis akut (lihat tabel)
- Kaji adanya status dehidrasi (lihat tabel)
- Catat keluaran fekal seperti jumlah, volume dan karakteristik.
- Observasi dan catat adanya tanda-tanda yang berkaitan seperti muntah, kram,
tenesmus.
- Bantu dengan prosedur diagnostik seperti tampung spesimen sesuai kebutuhan,
feses untuk pH, berat jenis, frekuensi,, HDL, elektrolit serum, kreatinin, BUN.
- Deteksi sumber infeksi seperti periksa anggota rumah tangga lain dan rujuk pada
pengobatan bila diindikasikan.
2) Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh, frekuensi denyut
jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari tanda-tanda utama
dehidrasi: kesadaran, rasa haus dan turgor kulit abdomen dan tanda-tanda tambahan
lainnya : ubun- ubun besar cekung atau tidak, mata : cowong atau tidak, ada atau tidak
adanya air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering atau basah. Pernapasan yang cepat
dan dalam indikasi adanya asidosis metabolik. Bising usus yang lemah atau tidak ada
bila terdapat hipokalemi.
Pemeriksaan ekstremitas perlu karena perfusi dan capillary refill dapat
menentukan derajat dehidrasi yang terjadi. Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi
dapat ditentukan dengan cara: obyektif yaitu dengan membandingkan berat badan
sebelum dan selama diare. Subyektif dengan menggunakan kriteria WHO, Skor Maurice
King, kriteria MMWR dan lainlain dapat dilihat pada tabel berikut

Tabel 2.1 Skor Maurice King (Sodikin, 2011)


Bagian Nilai untuk gejala yang ditemukan
yang di
0 1 2
periksa
Keadaan Sehat Gelisah, cengeng, Mengigau, koma,
umum apatis, ngantuk syok
Kekenyalan Normal Sedikit kurang Sangat kurang
kulit
Mata Normal Sedikit kurang Sangat kurang
Ubun-ubun Normal Sedikit kurang Sangat kurang
besar
Mulut Normal Kering Kering dan sianosis
Denyut nadi Kuat <120x/menit Sedang (120- Lemah
140)x/menit >140x/menit

3) Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak diperlukan,
hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya penyebab dasarnya tidak

30
diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut atau pada penderita dengan
dehidrasi berat. Contoh : pemeriksaan darah lengkap, kultur urine dan tinja pada sepsis
atau infeksi saluran kemih. Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang diperlukan
pada diare akut :
a. Darah : darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah, kultur
dan tes kepekaan terhadap antibiotika.
b. Urine : urine lengkap, kultur dan test kepekaan terhadap antibiotika.
c. Tinja :
- Pemeriksaan makroskopik:
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua penderita dengan diare
meskipun pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan. Tinja yang watery dan tanpa
mukus atau darah biasanya disebabkan oleh enterotoksin virus, protozoa atau
disebabkan oleh infeksi diluar saluran gastrointestinal. Tinja yang mengand ung
darah atau mukus bisa disebabkan infeksi bakteri yang menghasilkan sitotoksin,
bakteri enteroinvasif yang menyebabkan peradangan mukosa atau parasit usus
seperti : E. histolytica, B. coli dan T. trichiura. Apabila terdapat darah biasanya
bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi dengan E. Histolytica darah sering
terdapat pada permukaan tinja dan pada infeksi EHEC terdapat garis-garis darah
pada tinja. Tinja yang berbau busuk didapatkan pada infeksi dengan Salmonella,
Giardia, Cryptosporidium dan Strongyloides.
- Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari adanya lekosit dapat memberika n
informasi tentang penyebab diare, letak anatomis serta adanya proses peradangan
mukosa. Lekosit dalam tinja diproduksi sebagai respon terhadap bakteri yang
menyerang mukosa kolon. Lekosit yang positif pada pemeriksaan tinja menunjukka n
adanya kuman invasif atau kuman yang memproduksi sitotoksin seperti Shigella,
Salmonella, C. jejuni, EIEC, C. difficile, Y. enterocolitica, V. parahaemolyticus dan
kemungkinan Aeromonas atau P. shigelloides. Lekosit yang ditemukan pada
umumnya adalah lekosit PMN, kecuali pada S. typhii lekosit mononuklear. Tidak
semua penderita kolitis terdapat lekosit pada tinjanya, pasien yang terinfeksi dengan
E. histolytica pada umumnya lekosit pada tinja minimal.
Parasit yang menyebabkan diare pada umumnya tidak memproduksi lekosit dalam
jumlah banyak. Normalnya tidak diperlukan pemeriksaan untuk mencari telur atau
parasit kecuali terdapat riwayat baru saja bepergian kedaerah resiko tinggi, kultur
tinja negatif untuk enteropatogen, diare lebih dari 1 minggu atau pada pasien
immunocompromised. Pasien yang dicurigai menderita diare yang disebabkan
giardiasis, cryptosporidiosis, isosporiasis dan strongyloidiasis dimana pemeriksaan
tinja negatif, aspirasi atau biopsi duodenum atau yeyunum bagian atas mungk in
diperlukan. Karena organisme ini hidup di saluran cerna bagian atas, prosedur ini
lebih tepat daripada pemeriksaan spesimen tinja. Biopsi duodenum adalah metoda
yang spesifik dan sensitif untuk diagnosis giardiasis, strongylodiasis dan protozoa
yang membentuk spora. E. hystolitica dapat didiagnosis dengan pemeriksaan
mikroskopik tinja segar. Trophozoit biasanya ditemukan pada tinja cair sedangkan
kista ditemukan pada tinja yang berbentuk. Tehnik konsentrasi dapat membantu

31
untuk menemukan kista amuba. Pemeriksaan serial mungkin diperlukan oleh karena
ekskresi kista sering terjadi intermiten. Sejumlah tes serologis amubiasis untuk
mendeteksi tipe dan konsentrasi antibodi juga tersedia. Serologis test untuk amuba
hampir selalu positif pada disentri amuba akut dan amubiasis hati. Kultur tinja harus
segera dilakukan bila dicurigai terdapat Hemolytic Uremic Syndrome, diare dengan
tinja berdarah, bila terdapat lekosit pada tinja, KLB diare dan pada penderita
immunocompromised.
4) Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinik mengenai respon individu, keluarga dan
komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual, potens ial
yang merupakan dasar untuk memilih Intervensi keperawatan untuk mencapai hasil yang
merupakan tanggung jawab perawat (darmawan, 2012). Masalah keperawatan yang
lazim muncul menurut SDKI:
1. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
2. Risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan ketidakseimba nga n
cairan.
3. Defisit Nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan.
4. Hipertermi berhubungan dengan dehidrasi, peroses penyakit.
5. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologi hiperpristaltik.
5) Perencanaan Keperawatan
Perencanaan adalah suatu proses didalam pemecahan masalah yang merupakan
keputusan awal tentang sesuatu apa yang akan dilakukan, bagaimana dilakukan, kapan
dilakukan,siapa yang melakukan dan semua tindakan keperawatan (Dermawan, 2013)
No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
1. Hipovolemia berhubungan Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor status
dengan kehilangan cairan keperawatan 3x8jam dehidrasi (kelembaban
aktin diharapkan masalah membran mukosa, nadi
hipovolemia teratasi adekuat, tekanan darah
dengan kriteria hasil: ortostatik) jika
1. Mempertahankan diperlukan.
urine output sesuai 2. Monitor vital sign.
dengan usia,BB. 3. Monitor status cairan
2. Nadi, suhu tubuh dan termasuk intake dan
tekanan darah normal. output cairan.
3. Tidak ada tanda-tanda 4. Monitor tingkat hb dan
dehidrasi, elastisitas hematokrit.
turgor kulit baik, 5. Monitor berat badan
membran mukosa 6. Dorong orangtua
lembab, tidak ada rasa pasien untuk
haus yang berlebihan. meningkatkan intake
oral
2. Risiko ketidakseimbangan - Fluid balance. 1.Monitor status hidrasi
elektrolit berhubungan - Hydration. (kelembaban membran

32
dengan - Nutrition status. mukosa, nadi kuat) jika
ketidakseimbangan - Intake. diperlukan.
cairan yang ditandai Setelah dilakukan as 2. Monitor vital sign.
dengan keperawatan selama 6 3. Monit makanan atau
dehidrasi, muntah, dan hari masalah resiko cairan
diare ketidakseimbangan dan hitung intake
lebih 3-6x sehari. elektrolit menjadi efektif. kalori.
Batasan Karakteristik: Kriteria hasil: 4. Kolabirasi pemberian
Penurunan tekanan nadi. 1. Elastisitas turgor kulit cairan IV.
- Penurunan turgor kulit. baik, membran mukosa 5. Monitor status nutrisi.
- Membran mukosa lembab, tidak ada rasa 6. Dorong masukan oral.
kering. haus yang berlebihan. 7. Kolaborasi dengan
- Peningkatan suhu tubuh. 2. Frekuensi muntah atau dokter dalam
- Penurunan berat badan. mual berkurang. kemungkinan tranfusi. or
- Haus. 3. Tidak ada tanda masukan
- Kelemahan dehidrasi.
4. Tekanan nadi dan suhu
tubuh dalam batas
norma uhan
3. Defisit Nutrisi - Status nutrisi. 1. Kaji adanya alergi.
berhubungan - Pemasukan nutrisi. 2. Kolaborasi dengan ahli
dengan kurangnya asupan - Berat badan terkontrol. gizi untuk menentukan
makanan yang ditandai Setelah dilakukan asuhan jumlah kalori dan
dengan berat badan keperawatan selama 6 nutrisi yang
menurun hari masalah defisit dibutuhkan.
minimal 10% dibawah nutrisi teratasi. 3. Beri diet tinggi serat
rentang ideal. Kriteria Hasil: untuk mengurangi
Batasan karakteristik: 1. Adanya peningkatan konstipasi.
- Nyeri abdomen. berat badan sesuai 4. Monitor jumlah nutrisi
- Berat badan 20% atau dengan tujuan. dan kandungan kalori.
lebih dibawah berat 2. Berat badan sesuai 5. Kaji kemampuan
badan ideal. dengan usia anak. pasien dalam
- Diare. 3. Tidak ada tanda pemenuhan kebutuhan
- Bising usus hiperaktif. malnutrisi. nutrisi sesuai.
- Kurang asupan makanan. 4. Tidak terjadi 6. Berat badan dalam
- Kesalahan konsepsi. penurunan berat badan batas normal.
- Kesalahan informasi. yang berarti 7. Monitor adanya mual
- Membran mukosa pucat. dan muntah.
- Tonus otot menurun.
4. Hipertermi berhubugan - Pengaturan suhu 1. Monitor suhu tubuh.
dengan dehidrasi, proses 2. Lakukan kolaborasi
penyakit. Setelah dilakukan asuhan dalam pemberian anti
Batasan Karakteristik: keperawatan selama piretik.

33
- Konvulsi 3x8jam masalah hipertermi 3. Lakukan kompres
- Kulit kemerahan dapat teratasi dengan hangat saat anak
- Peningkatan suhu tubuh kriteria hasil: mengalami demam
diatas kisaran normal. 1. Suhu tubuh dalam 4. Anjurkan untuk
- Kejang. rentang normal. meningkatkan intake
- Takikardi. 2. Nadi dan respirasi cairan dan nutrisi.
- Takipnea. dalam rentng normal.
- Kulit terasa hangat. 3. Tidak ada perubahan
warna kulit.
5. Nyeri akut berhubungan - Kontrol nyeri. 1. Kaji skala nyeri.
dengan agen pencedera - Skala nyeri. 2. Monitor status
fisiologi hiperpristaltik pernafasan.
yang ditandai dengan anak Setelah dilakukan asuhan 3. Monitor vital sign.
tampak gelisah, sulit tidur keperawatan selama 6 hari 4. Observasi reaksi
dan menangis. masalah nyeri akut nonverbal dari
Batasan Karakteristik: berkurang. ketidaknyamanan.
- Perubahan selera makan. Kriteria hasil: 5. Bantu keluaga
- Mengekspresikan 1. Merasa nyaman setelah memberikan rasa
perilaku. nyeri berkurang. nyaman pada anak.
- Gangguan tidur. 2. Wajah lebih tenang. 6. Kontrol lingkungan
- Dilatasi pupil. 3. Frekuensi menangis yang dapat
- Perubahan posisi untuk anak berkurang. mempengaruhi nyeri
menghindari nyeri. 4. Tidak ada nyeri tekan seperti suhu ruangan
pada abdomen. dan kebisingan.
7. Lakukan kolaborasi
pemberian analgesik
untuk meredakan nyeri.

6) Implementasi
Tahap proses keperawatan dengan melakukan berbagai strategi tindakan keperawatan
yang telah ditetapkan. Dalam masalah keperawatan gastroenteritis akan dilakukan
implementasi:
- Melakukan pengkajian terhadap asupan nutrisi.
- Melakukan pengkajian terhadap asupan yang dikonsumsi.
- Menjelaskan pentingnya pemberian asupan nutrisi yang sesuai pada anak 0-5
tahun. 4. Menciptakan lingkungan yang nyaman.
7) Evaluasi
Suatu tindakan yang mengacu kepada penilaian, tahapan dan perbaikan, bagaimana
reaksi pasien dan keluarga terhadap perencanaan yang telah diberikan dan menetapkan
apa yang menjadi sasaran dari perencanaan keperawatan.
a. Evaluasi Formatif
Hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon pasien dan keluarga segera pada
saat setelah dilakukan tindakan keperawatan. Ditulis pada catatan perawat,
dilakukan setiap selesai melakukan tindakan keperawatan.
34
b. Evaluasi Sumatif SOAP
Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status kesehatan sesuai
waktu pada tujuan. Ditulis pada catatan perkembangan yang merupakan rekapan
akhir secara paripurna, catatan naratif, penderita pulang atau pindah. Hasil yang
diharapkan pada anak setelah dilakukan tindakan keperawatan adalah kebutuhan
nutrisinya sesuai dengan usianya.Asuhan Keperawatan Pada Anak Kejang Demam
dengan Hipertermi

3.2 Asuhan Keperawatan Pada Typus Abdominalis


1. Pengkajian
a. Biodata Klien dan penanggungjawab (nama, usia, jenis kelamin, agama, alamat)
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama Biasanya klien dirawat dirumah sakit dengan keluhan sakit kepala,
demam, nyeri dan juga pusing
2) Riwayat Kesehatan Sekarang Biasanya klien mengeluh kepala terasa sakit,
demam,nyeri dan juga pusing, berat badan berkurang, klien mengalami mual,
muntah dan anoreksia, klien merasa sakit diperut dan juga diare, klien mengeluh
nyeri otot.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu Kaji adanya riwayatpenyakit lain/pernah menderita
penyakit seperti ini sebelumnya
4) Riwayat Kesehatan Keluarga Kaji adanya keluarga yan menderita penyakit yang
sama (penularan).
c. Pemeriksaan Fisik
d. Pengkajian umum
1) Tingkat kesadaran: composmentis, apatis, somnolen,supor, dankoma
2) Keadaan umum : sakitringan, sedang, berat
3) Tanda-tanda vital,normalnya:
Tekanan darah : 95 mmHg
Nadi : 60-120 x/menit
Suhu : 34,7-37,3 C°
Pernapasan : 15-26 x/menit.
e. Pengkajian sistem tubuh
1) Pemeriksaan kulit dan rambut Kaji nilai warna, turgortekstur dari kulit dan rambut
pasien
2) Pemeriksaan kepala dan leher Pemeriksaan mulai darikepala, mata, hidung, telinga,
mulut dan leher. Kaji kesimetrisan, edema, lesi, maupun gangguan pada ndera
3) Pemeriksaan dada
 Paru-paru Inspeksi : kesimetrisan, gerak napas Palpasi : kesimetrisan taktil
fremitus Perkusi : suara paru (pekak, redup, sono, hipersonor, timpani)
Auskultasi : suara paru
 Jantung Inspeksi : amati iktus cordis Palpalsi : raba letak iktus cordis Perkusi :
batas-batas jantung Auskultasi : bunyi jantung

35
4) Pemeriksaan abdomen Inspeksi : keadaan kulit, besar dan bentuk abdomen, gerakan
Palpasi : hati, limpha teraba/tidak, adanya nyeri tekanPerkusi : suara peristaltic usus
Auskultasi : frekuensi bising usus
5) Pemeriksaan ekstremitas Kaji warna kulit, edema, kemampuan gerakan dan adanya
alat bantu.
f. Pemeriksaan pertumbuhan dan perkembangan
1) Riwayat prenatal : ibu terinfeksi TORCH selama hamil, preeklamsi, BB ibu tidak
naik, pemantauan kehamilansecara berkala. Kehamilan dengan resiko yang tidak
dipantau secara berkala dapat mengganggu tumbanga nak
2) Riwayat kelahiran : cara melahirkan anak, keadaan anak saat lahir, partus lamadan
anak yang lahirdengan bantuan alat/ forcep dapat mengganggu tumbanganak
3) Pertumbuhan fisik : BB (1,8-2,7kg), TB (BB/TB, BB/U, TB/U), lingkarkepala (49-
50cm), LILA, lingkar dada, lingkar dada > dari lingkar kepala,
4) Pemeriksaan fisik : bentuk tubuh, keadaan jaringanotot (cubitan tebal untuk pada
lengan atas, pantat dan juga paha mengetahui lemak subkutan), keadaan lemak
(cubitan tipis pada kulit dibawah tricep dan subskapular), tebal/ tipis dan juga mudah
/ tidak akarnya dicabut, gigi (14- 16 biji), ada tidaknya udem, anemia dan ganggua n
lainnya.
5) Perkembangan : melakukan aktivitas secara mandiri (berpakaian) , kemampuan anak
berlari dengan seimbang, menangkap benda tanpa jatuh, memanjat, melompat,
menaiki tangga,menendang bola dengan seimbang, egosentris dan menggunaka n
kata ” Saya”, menggambar lingkaran, mengerti dengan kata kata,bertanya,
mengungkapkan kebutuhan dan keinginan, menyusun jembatan dengan kotak –
kotak.
g. Riwayat imunisasi
h. Riwayat sosial: bagaimana klien berhubungan dengan orang lain.
i. Tumbuh kembang pada anak usia 6-12tahun Pertumbuhan merupakan proses
bertambahnya ukuran berbagai organ fisik berkaitan dengan masalah perubahan dalam
jumlah, besar, ukuran atau dimensi tingkat sel. Pertambahan berat badan 2 – 4 Kg /
tahun dan pada anak wanita sudah mulai mengembangkan ciri sex sekundernya.
Perkembangan menitik beratkan padaaspek diferensiasi bentuk dan fungsi termasuk
perubahan sosial dan emosi.
1) Motorik kasar
 Loncat tali
 Badminton
 Memukul
 Motorik kasar di bawah kendali kognitif dan berdasarkan secara bertahap
meningkatkan irama dan kehalusan.
2) Motorik halus
 Menunjukan keseimbangan dan koordinasi mata dan tangan
 Dapat meningkatkan kemampuan menjahit, membuat model dan bermain alat
musik.
3) Kognitif

36
 Dapat berfokus pada lebih dan satu aspek dan situasi
 Dapat mempertimbangkan sejumlah alternatif dalam pemecahan masalah
 Dapat membelikan cara kerja dan melacak urutan kejadian kembali sejak awal
 Dapat memahami konsep dahulu, sekarang dan yang akan datang
4) Bahasa
 Mengerti kebanyakan kata-kata abstrak
 Memakai semua bagian pembicaraan termasuk kata sifat, kata keterangan, kata
penghubung dan kata depan
 Menggunakan bahasa sebagai alat pertukaran verbal
 Dapat memakai kalimat majemuk dan gabungan
j. Pengkajian Pola Fungsional Gordon
1) Pola persepsi kesehatan manajemen kesehatan
Yang perlu dikaji adalah bagaimana pola sehat-sejahtera yang dirasakan,
pengetahuan tentang gaya hidup dan berhubungan dengan sehat, pengetahua n
tentang praktik kesehatan preventif, ketaatan pada ketentuan media dan
keperawatan. Biasanya anak-anak belum mengerti tentang manajemen kesehatan,
sehingga perlu perhatian dari orang tuanya.
2) Pola nutrisi metabolik
Yang perlu dikaji adalah pola makan biasa dan masukan cairan klien, tipe makanan
dan cairan, peningkatan / penurunan berat badan, nafsu makan, pilihan makan.
3) Pola eliminasi
Yang perlu dikaji adalah poladefekasi klien, berkemih, penggunaan alat bantu,
penggunaan obat-obatan.
4) Pola aktivas latihan
Yang perlu dikaji adalah pola aktivitas klien, latihan dan rekreasi, kemampuan untuk
mengusahakanaktivitas sehari-hari (merawat diri, bekerja), dan respon
kardiovaskuler serta pernapasan saat melakukan aktivitas.
5) Pola istirahat tidur
Yang perludikaji adalah bagaimana pola tidur klien selama 24 jam, bagaimana
kualitas dan kuantitas tidurklien, apa ada gangguan tidur dan penggunaa n
obatobatan untuk mengatasi gangguan tidur.
6) Pola kognitif persepsi
Yang perlu dikaji adalah fungsi indraklien dan kemampuan persepsi klien.
7) Pola persepsi diri dan konsep diri
Yang perlu dikaji adalah bagaimana sikapklien mengenai dirinya, persepsi klien
tentang kemampuannya, pola emosional, citra diri, identitas diri, ideal diri, harga
diri dan peran diri. Biasanya anak akan mengalami gangguan emosiona l
sepertitakut, cemas karena dirawat di RS.
8) Pola peran hubungan
Kaji kemampuan kliendalam berhubungan dengan orang lain. Bagaima na
kemampuan dalam menjalankan perannya.
9) Pola reproduksi dan seksualitas
Kaji adakah efek penyakitterhadapseksualitas anak.

37
10) Pola koping dan toleransi stress
Yang perlu dikaji adalah bagaimana kemampuan klien dalam manghadapai stress
dan juga adanya sumber pendukung. Anak belum mampu untuk mengatasi stress,
sehingga sangat dibutuhkan peran dari keluarga terutama orangtua untuk selalu
mendukung anak.
11) Pola nilai dan kepercayaan
Kaji bagaimana kepercayaan klien. Biasanya anak-anak belum terlalu mengerti
tentang kepercayaan yangdianut. Anak-anak hanyan mengikuti dari orang tua.

2. Diagnosa Keperawatan
1) Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
2) Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan
3) Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit
4) Termoregulasi tidak efektif berhubungan dengan proses penyakit
5) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
6) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahancv
7) Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan ketidakseimbangan cairan

3. Intervensi Keperawatan
Hypovolemia setelah dilakukan tindakan Mengidentifikasi dan mengelo la
berhubungan keperawatan 2x24 jam penurunan volume -cairan
dengan diharapkan masalah intravaskuler
kehilangan hipovolemia teratasi dengan Tindakan :
cairan aktif kriteria hasil : Observasi :
- Frekuensi nadi membaik - Periksa tanda dan gejala
- Tekanan darah membaik hypovolemia
- Tekanan nadi membaik - Monitor intake dan output
- Jugular venous pressure cairan
membaik Terapiutik :
- Hitung kebutuhan cairan
- Berikan posisi modified
Trendelenburg
- Berikan asupan cairan oral
Edukasi :
- Anjurkan memperbanyak
asupan cairan oral
- Anjurkan menghinda r i
perubahan posisi mendadak
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian cairan
IV isotonis ( mis. Nacl , RL )
- Kolaborasi pemberian cairan
IV hipotonis
- Kolaborasi pemberian cairan
koloid
- Kolaborasi pemberian produk
darah

38
Deisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan
mengidentifikasi dan mengelo la
berhubungan keperawatan 2 x 24 jam asupan nutrisi yang seimbang
dengan diharapkan masalah deficit
tindakan
ketikdakmamp nutrisi teratasi dengan kriteria
observasi :
uan mencerna hasil : - Identifikasi status nutrisi
makanan - Porsi makan yang dihabiska n
- Identifikais alergi dan
meningkat intoleransi makanan
- Perasaan cepat kenyang - Identifikasi makanan yang
menurun disukai
- Beratbadan membaik - Identifikasi kebutuhan kalori
- Indeks masa tubuh membaik dan jenis nutrient
- Identifikasi perlunya
nasogratic tube
- Monitor asupan makanan
- Monitor berat badan
- Mnonitor hasil pemeriksaan
lab
Terapiutik :
- Lakukan oral hygie ne
sebelum makan , jika perlu
- Fasilitasi menentuka n
pedoman diet
- Sajikan makanan secra
menarik dan suhu yang sesuai
- Berikan makanan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
- Berikan makanan tinggi kalori
dan tinggi protein
- Berikan suplemen makanan,
jika perlu
- Hentikan pemberian makanan
melalui selang nasogratrik
jika asupan oral ter[penuhi
Edukasi :
- Anjurkan posisi duduk, jika
mampu
- Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian
medikasi sebleum makan
- Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumla h
kalori dan jenis nutrient yang
dibutuhkan , jika perlu
Hipertermia Setelah dilakukan tindakan 2 x mengidentifikasi dan mengelo la
berhubungan 24 jam diharapkan masalah peningkatan suhu tubuh akibat
dengan proses hipertermia teratasi dengan disfungsi termoregulasi
penyakit kriteria hasil : tindakan
- Menggigil menurun observasi :

39
- Identifikasi penyebab
hipertermia
- Monitor suhu tubuh
- Monitor kadar elektrolit
- Monitor luaran urin
- Moniutor komplikasi akibat
hipertermia
Terapiutik :
- Sediakan lingkungn yang
dingin
- Longgarkan atau lepaskan
pakaian
- Basahi dan kipasi permukaan
tubuh
- Berikan cairan oral
- Ganti linen setiap hari atau
lebih sering jika mengala mi
hiperhidrosis ( keringat
berlebihan )
- Lakukan pendingan eksternal
- Hindari pemberiua n
antipiretik atau aspirin
- Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi :
- Anjurkan tirah baring
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit intravena , jika perlu

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi yang merupakan kompnen dari proses keperawatan adalah kategori dari
prilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil
yang dperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Dalam teori,
implementasi dari rencana asuhan keperawatan mengikuti komponen perencanaan dari
proses keperawatan. Namun demikian, di banyak lingkungan perawatan kesehatan,
implementasi mungkin dimulai secara lansung setelah pengkajian ( potter & perry, 2005
).

5. Evaluasi
Evalusi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan perbandingan yang
sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang
dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan dengan
melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Jika hasil evaluasi menunjukka n
tercapainya tujuan dan criteria hasl, klien bisa keluar dari siklus proses keperawatan. Jika
sebaliknya, klien akan masuk kembalike dalam siklus tersebut mulai dari pengkajian ulang
(reassessment). Secara umum, evaluasi ditujukan untuk :
1) Melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan.

40
2) Menentukan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum.
3) Mengkaji penyebab jika tujuan asuhan keperawatan belum tercapai (Asmadi, 2008)

3.3 Asuhan Keperawatan Pada Kejang Demam


1. Pengkajian
Pengkajian bertujuan untuk mendapatkan data dasar tentang kesehatan klien baik
fisik,psikososial, maupun emosional. Data dasar ini digunakan untuk menetapkan status
kesehatan klien, menemukan masalah aktual ataupunpotensial serta sebagai acuan dalam
memberikan edukasi pada klien(Ode Debora, 2013). Pengkajian adalah
pengumpulan,pengaturan,validasi, dan dokumentasi data (informasi) yang sistematis dan
bersinambungan yang dilakukan pada semua fase proses keperawatan, misalnya pada pase
evalusi, pengkajian, dilakukan untuk menentukan hasil strategis keperawatan dan
mengevaluasi pencapaian tujuan (Kozier, 2011).Data yang perlu dikumpulkan saat
pengkajian pada anak dengan kejang demam adalah:
a. Biodata/ Identitas pasien
Biodata pasien mencakup nama, umur, jenis kelamin. Sedangkan biodata orang tua
perlu ditanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi nama, umur, agama,
suku/ bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat.
b. Keluhan utama
Meliputi keluhan paling utama yang dialami oleh pasien, biasanya keluhan yang
dialami pasien kejang demam adalah anak mengalami kejang pada saat panas diatas
> 37,5.- 39,5 C.
c. Riwayat penyakit sekarang
1) Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan, apakah betul
ada kejang. Diharapkan ibu atau keluarga yang mengantar mengetahui kejang yang
dialami oleh anak.
2) Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai kejang, maka diketahui
apakah terdapat infeksi. Infeksi mempengaruhi penting dalam terjadinya bangkitan
kejang pada anak.
3) Lama serangan Seorang ibu yang anaknya mengalami kejang merasakan waktu
berlangsung lama. Dari lama bangkitan kejang dapat kita ketahui respon terhadap
prognosa dan pengobatan.
4) Pola serangan Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap mengenai pola
serangan apakah bersifat umum, fokal, tonik atau klonik. Pada kejang demam
sederhana kejang ini bersifat umum.
5) Frekuensi serangan Apakah penderita mengalami kejang sebelumnya, umur berapa
kejang teljadi untuk pertama kali dan berapa frekuensi kejang per tahun. Prognosa
makin kurang baik apabila timbul kejang pertama kali pada umur muda dan
bangkitan kejang sering terjadi.
6) Keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan Sebelum kejang perlu ditanyakan
adakah aura atau rangsangantertentu yang dapat menimbulkan kejang, misalnya
lapar, lelah, muntah, sakit kepala dan lain-lain. Dimana kejang dimulai dan
bagaimana menjalamya. Sesudahnya kejang perlu ditanyakan apakah penderita
segera sadar, tertidur, kesadaran menurun, ada paralise, menangis dan sebagainya.

41
7) Riwayat penyakit sekarang yang menyertai Apakah muntah, diare, trauma kepala,
gagap bicara (khususnya pada penderita epilepsi), gagal ginjal, kelainan jantung,
DHF, ISPA, OMA, Morbili dan lain-lain.
d. Riwayat penyakit dahulu
Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah penderita
pemah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang teljadi untuk pertama
kalinya. Apakah ada riwayat trauma kepala, radang selaput otak, OMA dan lain-lain.
e. Riwayat penyakit keluarga
Adakah keluarga yang memiliki penyakit kejang demam sepexti pasien (25 %
penderita kejang demam mempunyai faktor turunan). Adakah anggota keluarga yang
menderita penyakit saraf atau lainnya. Adakah anggota keluarga yang mendedta
penyakit seperti ISPA, diare atau Penyakit infeksi menular yang dapat mencetuskan
texjadinya kejang demam.
f. Riwayat kehamilan dan persalinan
Kelainan ibu sewaktu hamil per trisemester, apakah ibu pemah mengalami infeksi atau
sakit panas sewaktu hamil. Riwayat trauma perdarahan pervagina sewaktu hamil,
penggunakan obat-obatan maupun jamu selama hamil. Riwayat persalinan ditanyakan
apakah sukar, spontan atau dengan tindakan (forcep/ vakum), perdarahan ante partum,
asfiksia dan lain-lain. Keadaan selama neonatal apakah bayi panas, diare, muntah,
tidak mau netek dan kejang kejang.
g. Riwayat imunisasi
Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan serta umur
mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi. Pada umumnya setelah mendapat
imunisasi DPT efek sampingnya adalah panas yang dapat menimbulkan kejang.
h. Riwayat perkembangan
Kemampuan perkembangan Anak meliputi:
1) Personal sosial (kepribadian/ tingkah laku sosial): berhubungan dengan
kemampuan mandiri, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan lingkungannya.
2) Motorik halus: berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu,
melakukan gerakan yang melibatkan bagian bagian tubuh tertentu saja dan
dilakukan otot-otot kecil dan memerlukan koordinasi yang cermat, misalnya
menggambar, memegang suatu benda dan lain-lain.
3) Motorik kasar: berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.
4) Bahasa : kemampuan memberikan respon terhadap suara, mengikuti perintah dan
berbicara spontan.
i. Riwayat social
Untuk mengetahui perilaku pada anak dan keadaan emosionalnya yang perlu dikaji
siapakah yang mengasuh anak. Bagaimana hubungan dengan anggota keluarga dan
teman sebayanya.
j. Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat Gaya hidup yang berkaitan denga
kcsehatan, pengetahuan tentang kesehatan, pencegahan dan kepatuhan pada setiap
perawatan dan tindakan medis Bagaimana pandangan tehadap penyakit yang diderita,
pelayanan kesehatan yang diberikan, tindakan apabila anggota keluarga yang sakit,
penggunaan obat-obatan pertolongan pertama.

42
k. Pola nutrisi
Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi anak, ditanyakan bagaimana kualitas dan
kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh anak, makanan apa saja yang disukai
dan yang tidak, bagaimana selera makan anak, berapa kali minum, jenis dan
jumlahnya per hari.
l. Pola eliminasi
BAK : ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis ditanyakan
bagaimana warna, bau khas, dan terdapat darah, serta tanyakan apakah disertai nyeri
saat anak kencing.
BAB : ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak, bagaimana konsistens inya
lunak, keras, cair atau berlendir.
m. Pola aktivitas dan latihan
Apakah anak senang bermain sendiri atau dengan teman sebayanya, berkumpul
dengan keluarga sehari berapa jam, aktivitas apa yang disukai.
n. Pola tidur/istirahat
Berapa jam sehari tidur, berangkat tidur jam berapa. Bangun tidur jam berapa,
kebiasaan sebelum tidur, serta bagaimana dengan tidur siang.
o. Data objektif
1) Pemeriksaan Umum
Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran, tekanan darah,
respirasi, nadi dan suhu. Pada kejang demam sederhana akan didapatkan suhu
tinggi sedang kesadaran setelah kejang akan kembali normal seperti sebelum
kejang tanpa kelainan neurologi.
2) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan secara menyeluruh dari ujung kepala
hingga ujung kaki untuk mendapatkan data objektif tentang kondisi pasien (Perry,
2005). a) Kepala tanda-tanda mikro atau makro sepali, adakah dispersi bentuk
kepala, apakah tanda- tanda kenaikan tekanan intrakranial, yajtu ubun-ubun besar
cembung, bagaimana keadaan ubun-ubun besar menutup atau belum.
a) Rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut. Pasien
dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang, kemerahan
seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit pada
pasien.
b) Muka/Wajah
Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah; sisi yang paresis tertinggal bila
anak menangis atau tertawa, sehingga wajah tertarik ke sisi sehat. Adakah
tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus, apakah ada gangguan nervus
c) Mata
Saat serangan kejang teljadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan
ketajaman penglihatan. Bagaimana keadaan sklera, konjungtiva.
d) Telinga

43
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tandatanda adanya infeksi
seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan dari
telinga, berkurangnya pendengaran.
e) Hidung
Adakah ada pemafasan cuping hidung, polip yang menyumbat jalan nafas,
apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya Jumlahnya.
f) Mulut
Adakah tanda-tanda sardonicus, bagaimana keadaan lidah, adakah stomatitis,
berapa jumlah gigi yang tumbah, apakah ada carries gigi.
g) Tenggorokan
Adakah tanda-tanda peradangan tonsil, adakah tandatanda infeksi faring.
h) Leher
Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembasaran kelenjar tyroid, adakah
pembesaran vena jugularis.
i) Thorax
Pada infeksi amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernafasan,
frekuensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi dada. Pada auskultasi adakah
suara nafas tambahan.
j) Jantung
Bagaimana keadaan dan frekuensi jantung serta iramanya, adakah bunyi
tambahan, adakah bradicardi atau tachycardia.
k) Abdomen
Adakah distensi abdomen serta kekakuan otot pada abdomen, bagaimana
turgor kulit dan peristaltik usus, adakah tanda meteorismus, adakah
pembesaran hepar.
l) Kulit
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun wamanya, apakah terdapat
oedema, hemangioma, bagaimana keadaan turgor kulit.
m) Ekstremitas
Apakah terdapat kulit baik kebersihan maupun wamanya, apakah terdapat
oedema, hemangioma, bagaimana keadaan turgor kulit.
n) Genetalia
Adakah kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar dari vagina, tanda-tanda
infeksi.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat diambil pada kasus kejang demam adalah hiperter mia,
yang berhubungan dengan proses penyakit(SDKI, 2016).
1. Hipertermi berhubungan dengan efek langsung dari sirkulasi endotoksin dan
hipotalamus
2. Resiko kejang berulang berhubungan dengan riwayat kejang.
3. Resiko cedera berhubugan dengan gerakan tonik/klonik adanya kejang.
4. Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurangnya informasi.
3. Intervensi Keperawatan

44
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Intervensi Keperwatan
Kriteria Hasil
Hipertermia berhubungan Setelah di berikan Manajemen hipertermia
dengan proses penyakit asuhan 1. Observasi
(infeksi bakteri keperawatan a. Identifikasi penyebab
salmonella typhosa) selama 3x24 jam hipertermia
diharapkan : (mis. Dehidrasi,terpapar
1. Mengigil Lingkungan panas,penggunaan
menurun incubator).
2. Kulit merah b. Monitor suhu tubuh
menurun c. Monitor pengeluaran urin.
3. Kejang 2. Terapeutik
menurun a. Sediakan linkungan yang
4. Takikardia dingin.
menurun b. Longgarkan atau lepaskan
5. Takipnea pakaian.
menurun c. Berikan cairan oral.
6. Suhu tubuh d. Basahi dan kipasi permukaan
membaik tubuh.
7. Suhu kulit e. Lakukan pendinginan
membaik eksternal(mis. Selimut
hipotermia atau kompres dingin
pada dahi, leher, dada,
abdomen,aksilla).
3. Edukasi
a. Anjurkan tirah baring
4. Kolaborasi
a. Kolaborasikan pemberian
cairan dan elektrolit intravena,
jika
perlu.
Resiko cedera Setelah dilakukan Mengidentifikasi dan mengelola
berhubungan dengan tindakan lingkungan fisik untuk
gerakan tonik/klonik keperawatan 2 x meningkatkan keselamatan
adanya kejang 24 jam diharapkan Tindakan
masalah resiko Observasi :
cedera teratasi - Identifikasi kebutuhan
dengan kriteria keselamatan
hasil : - Monitor perubahan
- Kejadian Terapiutik :
cederab - Hilangkan bahaya
menurun keselamatan lingkungan
- Luka lecet - Modifikasi lingkungan untuk
menurun meminimalkan bahaya dan
resiko

45
- Sediakan alat bantu
keamanan lingkungan
- Gunakan perangkat
pelindung
- Hubungi pihak berwenang
sesuai masalah komunitas
- Fasilitas relokasi ke
lingkungan yang aman
- Lakukan program skrinning
Edukasi :
- Ajarkan individu, keluarga
dan kelompok resiko tinggi
bahaya lingkungan

4. Implementasi
Implementasi adalah tahap ke empat dari proses keperawatan . tahap ini muncul jika
perencanaan yang dibuat di aplikasikan pada klien. Tindakan yang dilakukan mungk in
sama mungkin juga berbeda dengan urutan yang telah di buat pada perencanaan.
Implementasi keperawatan membutuhkan fleksibelitas dan kreatifits perawat. Sebelum
melakukan suatu tindakan, perawat harus mengetahui tindakan keperawatan yang
dilakukan sesuai dengan tindakan yang sudah direncanakan, dilakukan dengan rencana
yang tepat,aman,serta sesuai dengan kondisi pasien (Ode Debora, 2013). Adapun
implementasi yang dapat dilakukan sesuai dengan intervensi yaitu :
a) Mengidentifikasi penyebab hipertermia (mis. Dehidrasi,terpapar lingkungan panas).
b) Memonitor suhu tubuh
c) Memonitor pengeluaran urine
d) Menyediakan lingkungan yang dingin.
e) Melonggarkan atau lepaskan pakaian.
f) Memberikan obat oral.
g) Membasahi dan kipasi permukaan tubuh.
h) Melakukan pendinginan eksternal (mis. Kompres dingin pada dahi, danaksilla).
i) Mengajurkan tirah baring
j) Mengkolaborasikan pemberian cairan elektrolit dan intravena.

5. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap kelima dari proses keperawatan. pada tahap ini perawat
membandingkan hasil tindakan yang telah dilakukan dengan kriteria hasil yang sudah
ditetapkan serta menilai apakah masakah yang terjadi sudah diatasi seluruhnya,ha nya
sebagian,atau belum teratasi semuanya. Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan yaitu
suatu proses yang digunakan untuk mengukur dan memonitor kondisi klien untuk
mengetahui kesesuain tindakan keperawatan,perbaikan tindakan keperawatan,kebutuha n
klien saat ini,perlunya dirujuk pada tempat kesehatan lain dan perlu menyusun ulang
prioritas diagnosa supaya kebutuhan klienbisa terpenuhui atau teratasi (Ode Debora,
2013). Evaluasi dinilai berdasarkan respon pasien terhadap implementasi yang telah
dilakukan, sehingga kriteria hasil yang diharapkan :

46
a. Menggigil menurun.
b. Suhu tubuh membaik menjadi 36,50 c – 37,50 c
c. Kejang menurun.
d. Suhu kulit membaik.
e. Takikardia menurun.
f. Takipnea menurun.
g. Kulit merah menurun.

47
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Gastroenteritis akut adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang
akut dengan kerusakan erosi pada bagian superficial (Mattaqin & Kumala, 2011).
Gastroenteristis akut yang ditandai dengan diare dan pada beberapa kasus muntah- munta h
yang berakibat kehilangan cairan elektrolit yang menimbulkan dehidrasi dan ganggua n
keseimbangan elektrolit (Betz & Linda, 2009).
Thypoid Abdominalis ialah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
cerna dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna dan ganggua n
kesadaran (Wijayaningsih, 2013). Thypoid Abdominalis ialah penyakit sistemik akut yang
di sebabkan oleh infeksi bakteri negatif, genus salmonella yaitu salmonella typhi yang
masuk ke dalam makanan, minuman atau bahan-bahan lain yang dicemari bakteri tersebut
(Yudi, 2008).
Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada usia antara 3 bulan hingga 5 tahun
yang berkaitan dengan demam, namun tanpa adanya tanda-tanda infeksi intrakranial atau
penyebab yang jelas (Roy,Meadow,2005). Kejang demam merupakan akibat dari
pembebasan litrik yang tidak terkontrol dari sel syaraf dari sel saraf korteks serbral yang
di tandai dengan serangan tibatiba terjadi gangguan kesadaran ringan aktivitas motorik
atau gangguan terutama sensorik (Doengoes, 2000).

4.2 Saran
Kami sebagai penulis, menyadari bahwa makalah ini banyak sekali kesalahan dan
sangat jauh dari kesempurnaan. Tentunya penulis akan terus memperbaiki makalah dengan
mengacu pada sumber yang dapat dipertanggung jawabkan. Oleh karena itu penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran tentang pembahasan makalah diatas.

48
DAFTAR PUSTAKA
Alumul Hidayat, A.aziz 2007. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia : Aplikasi Konsep Dan
Proses Keperawatan. Jakarta : Selemba Medika.
Lestari. T.Januari.(2016). Asuhan Keperawatan Anak. Yogyakarta : Nuha Medika
Sujono, Riyadi, Sukarmin.(2009).Asuhan Keperawatan pada Anak.Yogyakarta : Graha Ilmu
Widagdo. (2012). Tatalaksana Masalah Penyakit Anak Dengan Kejang. Sagung Seto : Jakarta

49
KASUS SEMU
GASTROENTERITIS
Ibu pasien mengatakan anaknya buang air besar 8 kali sehari dengan konsistensi cair selama 1
hari yang lalu. Pada tanggal (01/05) pukul 18.00 ibu pasien memberikan obat anti pencahar
yaitu obat diare, lalu pada tanggal (02/05) anak terlihat masih lemas dan masih BAB dengan
konsistensi cair. Pukul 13.30 anak dibawa ke RSI A. Yani Surabaya dengan suhu tubuh 37,9 ˚
C, N: 110x/ menit, RR: 26x/ menit, TD: 100/ 60 mmHg, BB: 24 Kg (26 Kg), akral hangat,
mukosa bibir kering dan turgor kulit menurun.

50
ANALISA DATA

NO DATA (DS/DO) ETIOLOGI MASALAH

1. DS: Kehilangan cairan aktif hipovolemia


 Ibu pasien mengatakan
anaknya BAB 8x/ sehari
dengan konsistensi cair
 Ibu pasien mengatakan
anaknya mual muntah dan
tubuhnya sangat lemas.
DO:
 Nadi 110x/ menit
 Respirasi 26x/ menit
 Tekanan darah 100/60 mmHg
 Turgor kulit menurun
 Suhu: 37,9˚C
 Mukosa bibir kering
 Volume urin menurun
 Hematocrit meningkat 31,98
 Berat badan menurun 25,5
Kg (26 Kg)

51
DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA KEPERAWATAN
Hypovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif dibuktikan dengan Nadi 110x/ menit,
1.
Respirasi 26x/ menit, Tekanan darah 100/60 mmHg, Suhu: 37,9˚C, Turgor kulit menurun, Mukosa bibir
kering, Volume urin menurun, Berat badan menurun 25,5 Kg (26 Kg), Hematocrit meningkat 31,98

52
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

DIAGNOSA KEPERAWATAN : Hypovolemia (D.0023)


No. Tujuan dan Kriteria Rencana Tindakan Rasional Paraf
Hasil
1 Setelah diberikan Observasi 1. Untuk mengetahui dan
asuhan 1. Periksa tanda dan gejala memastikan tanda gejala
hipovolemia (mis. frekuensi nadi hipovolumia
keperawatan 3 x meningkat, nadi teraba lemah, 2. Untuk mengetahui intake
24 jam diharapkan tekanan darah menurun, tekanan dan output cairan
masalah nadi menyempit, turgor kulit 3. Untuk mengetahui
menurun, membran mukosa kebutuhan cairan
hipovolemia
kering, volume urin menurun, 4. Untuk mengetahui
teratasi nematokrit meningkat, haus, efektivitas posisi
dengan kriteria lemah) trendelenburg terhadap
hasil : 2. Monitor intake dan output cairan peningatan tekanan darah
1. Turgor kulit Terapeutik pada pasien syok
meningkat 3. Hitung kebutuhan cairan hipovolemik.
2. Frekuensi nadi 4. Berikan posisi modified 5. Untuk mempertahankan
membaik Trendelenburg cairan
3. Tekanan darah 5. Berikan asupan cairan oral 6. Untuk mempertahankan
membaik Edukasi kebutuhan cairan dalam
6. Anjurkan memparbanyak asupan tubuh
cairan oral 7. Untuk menghindari
7. Anjurkan menghindari perubahan terjadinya letih atau lemah
posisi mendadak 8. Untuk memberikan hidrasi
Kolaborasi cairan tubuh secara
8. Kolaborasi pemberian cairan IV parenteral
isotonis (mis. NaCl. RL) 9. Untuk mencukupi
9. Kolaborasi pemberian produk kebutuhan darah
darah

53
KASUS SEMU
TYPUS ABDOMINALIS
Ibu pasien mengatakan anaknya panas naik turun selama 4 hari yang lalu. Ibu pasien
beranggapan bahwa panasnya biasa saja. Pada tanggal (03/08) anak panas tinggi disertai
muntah, tubuhnya terlihat sangat lemas dan menggigil. Pada tanggal (06/08) pukul 06.10, Ibu
pasien membawa anaknya ke RSI A.Yani Surabaya dengan suhu tubuh 38,8°C, N: 110x/menit,
RR: 26x/menit, TD 100/60 mmHg, GCS: 4-5-6, akral hangat, mukosa bibir kering, dan
menggigil dan mual muntah CRT > 2 detik, dipasang infus D5 ½ NS 1500cc/24 jam, cek widal
(+).

54
ANALISA DATA

NO DATA (DS/DO) ETIOLOGI MASALAH

1. DS : ibu kllien mengatakan An. Proses Penyakit Hipertermia


A Demam tinggi, mual, muntah
dan mengigil.

DO :
- Suhu tubuh diatas nilai
normal 38,8°C
- Kulit terasa hangat
- N: 110x/menit
- RR: 26x/menit,
- TD 100/60 mmHg,
GCS: 4-5-6
- mukosa bibir kering,
- dipasang infus D5 ½
NS 1500cc/24 jam,
- cek widal (+).

55
DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit dibuktikan dengan Suhu tubuh diatas nilai normal
Kulit terasa hangat

56
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

DIAGNOSA KEPERAWATAN : Hypertermi ( D. 0130)


No. Tujuan dan Kriteria Rencana Tindakan Rasional Paraf
Hasil
1 Setelah dilakukan Menejemen Hipertermi (I.15506) : 1. Untuk mengetahui
tindakan Observasi: penyebab hipertermia
keperawatan 1. Identifikasi penyebab hipertermia 2. Untuk memantau suhu
selama 2x24 jam 2. Monitor suhu tubuh tubuh pasien
diharapkan 3. Monitor kadar elektrolit 3. Untuk memantau kadar
Kriteria Hasil: 4. Monitor komplikasi akibat elekrolit pasien supaya
 Suhu tubuh pasien tidak kekurangan
hipertermia
menurun elektrolit
Terapeutik
 Pasien tidak 4. Untuk menghindari
5. Sediakan lingkungan yang dingin
menggigil terjadinya komplikasi pada
6. Longgarkan pakaian pasien
 Takikardia 7. Bahasahi atau kipasi permukaan 5. Agar pasien lebih nyaman
menurun tubuh 6. Agar proses konveksi tidak
 Takipnea 8. Berikan cairan oral terhalang oleh pakaian
menurun 9. Ganti linen setiap hari atau lebih yang dikenakan pasien
 Hasil Lab sering jika mengalami hiper dan keringat tidak
Widal normal hidrosis terhalangi untuk keluar
10. Lakukan pendinginan eksternal 7. Agar pasien lebih nyaman
(kompres dingin) 8. Untuk membantu
penurunan suhu tubuh
11. Hindari pemberian
9. Agar pasien nyaman
antipiretik/aspirin terutama bagi pasien yang
12. Berika oksigen jika perlu memiliki banyak keringat
Edukasi 10. Untuk membantu proses
13. Anjurkan tirah baring konduksi panas sehingga
Kolaborasi panas bisa turun
14. Kolaborasi pemberian cairan dan 11. Untuk menghindari
elektrolit intravena jika perlu komplikasi
12. Untuk membantu pada
pasien yang mengalami
sesak nafas
13. Supaya pasien beristirahat
sehingga sakitnya bisa
cepat sembuh
14. Supaya pasien tidak
mengalami kekurangan
cairan dan elektrolit

57
KASUS SEMU
KEJANG DEMAM
Ibu mengatakan anak demam, ibu mengatakan anaknya tidak mau makan, anak batuk sejak 2
hari yang lalu. Ibu mengatakan cemas akan kondisi anaknya saat ini. Ibu mengatakan ini kejang
pertama kali anaknya saat usia 12 bulan, Ibu mengatakan tidak tahu berapa suhu anak saat
kejang. Ibu mengatakan anak kejang 1 kali (±10 menit) pada saat kejang badan anak kaku dan
tidak sadar, lalu saat kejang berhenti anak sadar kembali. Ibu mengatakan anak rewel dan
gelisah, ibu mengatakan tidak memahami tentang penyakit anaknya secara medis, ibu
mengatakan saat dirawat anak tidak ada kejang lagi. Tekanan Darah: 100/ 60 mmHg ,Suhu:
39.0 °C, Nadi: 100x/ mnt , RR: 33x/mnt, BB : 10 kg.

58
ANALISA DATA

NO DATA (DS/DO) ETIOLOGI MASALAH


DS : Peningkatan laju metabolisme Hipertermi
1.
-Ibu pasien mengatakan
demam anaknya naik turun
-Ibu mengatakan anaknya
batuk
-ibu mengatakan anak rewel
dan gelisah
DO :
-Anak tampak gelisah
-Nadi 112 x /menit
-Suhu 39°C ,Pernafasan 35
x/menit
-leukosit 12.870 /mm
-trosil Hiperemis

59
DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA KEPERAWATAN
Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme dibuktikan dengan Anak
1.
tampak gelisah,Nadi 112 x /menit ,Suhu 39°C ,Pernafasan 35 x/menit ,leukosit 12.870 /mm,
trosil Hiperemis

60
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

No. Tujuan dan Kriteria Rencana Tindakan Rasional Paraf


Hasil
1 Setelah dilakukan Menejemen Hipertermi (I.15506) : 1. Untuk mengetahui
tindakan Observasi: penyebab hipertermia
keperawatan 1. Identifikasi penyebab hipertermia 2. Untuk memantau suhu
selama 2x24 jam 2. Monitor suhu tubuh tubuh pasien
diharapkan 3. Monitor kadar elektrolit 3. Untuk memantau kadar
Kriteria Hasil: 4. Monitor komplikasi akibat elekrolit pasien supaya
 Suhu tubuh pasien tidak kekurangan
hipertermia
menurun Terapeutik elektrolit
 Pasien tidak 4. Untuk menghindari
5. Sediakan lingkungan yang dingin terjadinya komplikasi pada
menggigil 6. Longgarkan pakaian pasien
 Takikardia 7. Bahasahi atau kipasi permukaan 5. Agar pasien lebih nyaman
menurun tubuh 6. Agar proses konveksi tidak
 Takipnea 8. Berikan cairan oral terhalang oleh pakaian
menurun 9. Ganti linen setiap hari atau lebih yang dikenakan pasien
 Hasil Lab sering jika mengalami hiper dan keringat tidak
Widal normal hidrosis terhalangi untuk keluar
10. Lakukan pendinginan eksternal 7. Agar pasien lebih nyaman
(kompres dingin) 8. Untuk membantu
penurunan suhu tubuh
11. Hindari pemberian
9. Agar pasien nyaman
antipiretik/aspirin terutama bagi pasien yang
12. Berika oksigen jika perlu memiliki banyak keringat
Edukasi 10. Untuk membantu proses
13. Anjurkan tirah baring konduksi panas sehingga
Kolaborasi panas bisa turun
14. Kolaborasi pemberian cairan dan 11. Untuk menghindari
elektrolit intravena jika perlu komplikasi
12. Untuk membantu pada
pasien yang mengalami
sesak nafas
13. Supaya pasien beristirahat
sehingga sakitnya bisa
cepat sembuh
14. Supaya pasien tidak
mengalami kekurangan
cairan dan elektrolit

61

Anda mungkin juga menyukai