Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN DISKUSI TUTORIAL

SKENARIO 1

“EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TIDAK MENULAR”

Pembimbing : dr. Mega Pandu Arfiyanti, M.Med.Ed


Disusun Oleh :
Kelompok 3 Blok 21

Pertemuan I
Moderator : Nur Azizah Luna Prastiwi (H2A017059)
Sekertaris : Lilik Maula Shobri (H2A017110)
Pertemuan II
Moderator : Rani Indah Arianty (H2A017035)
Sekretaris : Nabilah Hanum Salsabiella (H2A017067)
Anggota :
1. Jihan Fatmawati (H2A017043)
2. Indra Kunto Prayogo (H2A017075)
3. Delvira Priscadhita H (H2A017077)
4. Intan Rosa Hana Putri (H2A017095)
5. Aprilia Ayu Permata Sari (H2A017101)
6. Bangkit Tri Atmojo (H2A017108)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2020
Skenario 1. Epidemiologi penyakit tidak menular

Secara global, diperkirakan 422 juta orang dewasa hidup dengan diabetes pada
tahun 2014, dibandingkan dengan 108 juta pada tahun 1980. Prevalensi diabetes
di dunia (dengan usia yang di standarisasi) telah meningkat hampir dua kali lipat
sejak tahun 1980, meningkat dari 4,7% menjadi 8,5% pada populasi orang
dewasa. Hal ini mencerminkan peningkatan faktor risiko terkait seperti kelebihan
berat badan atau obesitas. Selama beberapa dekade terakhir, prevalensi diabetes
meningkat lebih cepat di negara berpenghasilan rendah dan menengah daripada di
negara berpenghasilan tinggi.

Pada beberapa penelitian, menyebutkan bahwa faktor sosiokultural


berpengaruh terhadap tingginya kejadian DM. Di suatu daerah cenderung
kebiasaan masyarakatnya makan makanan manis, tercermin pada setiap jamuan
makan dan hampir seluruh masyarakat di daerah tersebut menyukai cita rasa
makanan manis. Dalam aspek pengelolaan DM tidak hanya melihat dari segi
pengobatan medis saja, namun juga harus memperhatikan faktor lainnya seperti
sosiokultural, pengetahuan, kebiasaan/pola hidup, dan faktor lainnya. Saat ini
banyak penderita Diabetes Melitus berobat gratis berkat Jaminan BPJS.

STEP 1 Identifikasi Istilah

1. Diabetes Melitus
Penyakit gangguan metabolik menahun akibat pankreas tidak memproduksi
cukup insulin atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi
secara efektif.1
2. Epidemiologi
Metode investigasi yang digunakan untuk mendeteksi penyebab atau sumber
dari penyakit, sindrom, kondisi atau faktor risiko yang menyebabkan
penyakit, cedera, cacat, atau kematian dalam populasi atau dalam suatu
kelompok manusia.2
3. Obesitas
Penumpukan lemak yang berlebihan akibat ketidakseimbangan asupan energi
(energy intake) dengan energi yang digunakan (energy expenditure) dalam
waktu lama.3
4. BPJS (Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial)
BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program
jaminan sosial. BPJS terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
BPJS Kesehatan adalah badan publik yang menyelenggarakan program
Jaminan Kesehatan yang sebelumnya bernama askes.4
5. Prevalensi
Jumlah keseluruhan kasus penyakit yang terjadi pada suatu waktu tertentu di
suatu wilayah.2

STEP 2 Identifikasi Masalah


1. Mengapa seseorang yang obesitas memiliki faktor risiko tinggi terhadap
kejadian DM?
2. Mengapa prevalensi diabetes meningkat lebih cepat di negara berpenghasilan
rendah dan menengah daripada di negara berpenghasilan tinggi ?
3. Apa hubungan tingkat penghasilan dengan kejadian DM?
4. Apa peran pemerintah dalam penanganan DM?
5. Apa pengaruh faktor sosiokultural terhadap kejadian DM ?

STEP 3
1. Mengapa seseorang yang obesitas memiliki faktor risiko tinggi terhadap
kejadian DM?
Pada keadaan obesitas dengan imt >25, pankreas menghasilkan insulin
dalam jumlah yang cukup untuk mempertahankan kadar glukosa darah pada
tingkat normal, namun insulin tersebut tidak dapat bekerja maksimal
membantu sel-sel tubuh menyerap glukosa karena terganggu oleh komplikasi
obesitas, salah satunya adalah kadar lemak darah yang tinggi seperti
kolesterol dan trigliserida. Obesitas menyebabkan respons sel beta pankreas
terhadap peningkatan glukosa darah berkurang, selain itu reseptor insulin
pada sel di seluruh tubuh termasuk di otot dan jaringan lemak berkurang
jumlahnya dan kurang sensitive. Resistensi insulin meningkat dengan adanya
obesitas uang menghalangi ambilan glukosa kedalam otot dan jaringan lemak
sehingga glukosa dalam darah meningkat.5
2. Mengapa prevalensi diabetes meningkat lebih cepat di negara berpenghasilan
rendah dan menengah daripada di negara berpenghasilan tinggi ?
Prevalensi diabetes meningkat lebih cepat di negara berpenghasilan rendah
dan menengah dapat terjadi karena masyarakat dengan berpenghasilan rendah
menengah cenderung kurang memperhatikan jenis makanan yang dipilih
sebagai asupan. Makanan yang diperjual belikan juga cenderung makanan
yang tinggi kalori dan tinggi glukosa dan sangat terjangkau harganya.
Sehingga dengan kondisi tersebut dapat menyebabkan asupan gula tinggi dan
dapat menjadi faktor penyebab gula darah yang tinggi.6
3. Apa hubungan tingkat penghasilan dengan kejadian DM?
Faktor tingkat penghasilan seseorang dapat berpengaruh terhadap kejadian
diabetes, hal ini dikarenakan seseorang yang pendapatannya tinggi, dapat
lebih mudah untuk membeli makanan sesuai dengan diet diabetes. Perubahan
pola penyakit di negara-negara berkembang dianggap ada hubungannya
dengan cara hidup yang berubah sesuai dengan bertambahnya kemakmuran
yang bercermin dalam pendapatan per kapita suatu negara tersebut.7
4. Apa peran pemerintah dalam penanganan DM?
Dengan mengadakan prolanis (program pengelolaan penyakit kronis). Ini
merupakan program unggulan dalam penyelenggaraan JKN-KIS. PROLANIS
adalah suatu sistem pelayanan kesehatan dan pendekatan proaktif yang
dilaksanakan secara terintegrasi yang melibatkan Peserta, Fasilitas Kesehatan
dan BPJS Kesehatan dalam rangka pemeliharaan kesehatan bagi peserta BPJS
Kesehatan yang menderita penyakit kronis untuk mencapai kualitas hidup
yang optimal dengan biaya pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien.
Tujuannya mendorong peserta penyandang penyakit kronis mencapai
kualitas hidup optimal dengan indikator 75% peserta terdaftar yang
berkunjung ke Faskes Tingkat Pertama memiliki hasil “baik” pada
pemeriksaan spesifik terhadap penyakit DM Tipe 2 dan Hipertensi sesuai
Panduan Klinis terkait sehingga dapat mencegah timbulnya komplikasi
penyakit.4
5. Apa pengaruh faktor sosiokultural terhadap kejadian DM ?
Faktor sosiokultural gaya hidup yang berubah sesuai dengan
meningkatnya kemakmuran pendapatan per kapita serta perubahan gaya
hidup seperti pada pola makan di kota-kota besar bergeser dari pola makan
tradisional menjadi pola makan modern yang begitu instan dengan komposisi
tinggi karbohidrat, protein, lemak, garam, dan rendah serat, di samping itu
cara hidup yang semakin sibuk dari pagi hingga sore bahkan malam, duduk di
kursi lama tanpa olahraga sehingga menjadi penyebab mengapa sosiokultural
dapat menjadi factor risiko DM.8

STEP 4 Skema

STEP 5 Sasaran Belajar


1. Pencegahan dan pengendalian DM
2. Epidemiologi DM
3. Faktor risiko DM
4. Faktor sosiokultural

STEP 6 Belajar Mandiri

STEP 7

1. Pencegahan dan pengendalian DM


a) Melaksanakan deteksi dini terhadap faktor risiko DM di masyarakat.
b) Melaksanakan penemuan dan tata laksana kasus penyakit DM di faskes
tingkat primer.9
c) Melaksanakan rujukan pasien DM ke RS.9
d) Melaksanakan surveillance epidemiologi DM.9
e) Menyelenggarakan penyuluhan/KIE pengendalian DM kepada tokoh
agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, dan sektor swasta melalui
berbagai macam metode.9
f) Memfasilitasi pembentukan, pembinaan dan pemantapan jejaring kerja/
kelompok kerja di masyarakat dalam bidang DM secara
berkesinambungan.9
g) Melaksanakan pencatatan dan pelaporan di bidang DM serta mengirim ke
kabupaten/kota.9
Deteksi dini berbasis siklus kehidupan
a) Deteksi BBL lebih dari 4 kg atau BBL kurang dari 2,5 kg.
a) Adanya obesitas sesuai tumbuh kembang bayi dalam KMS.
b) Pengukuran IMT dan adanya obesitas sesuai tumbuh kembang anak SD.
c) Pemeriksaan tekanan darah, gula darah, IMT, riwayat penyakit, lingkar
perut pada anak SMP, SMA, dan remaja.
d) Pada pemeriksaan kehamilan dan lansia.9
Kegiatan untuk mencapai program pencegahan penyakit pada penderita
diabetes melitus yaitu:
a) Diet yaitu mengkonsumsi makanan yang berserat tinggi, rendah gula,
dan banyak air putih.
a) Olahraga yang teratur. Olahraga interminten (1 – 3 – 1) untuk
mengelola kadar glukosa darah dan memperbaiki propel lipid.
Perbandingan irama gerak 1 (anaerob), 3 (aerob), dan 1(anaerob).
Stretching dan loosening untuk kelenturan sendi dan lancarnya aliran
darah tepi. Meditasi dan Senam Pernafasan. Olahraga yang dianjurkan
untuk penderita diabetes adalah olahraga aerobic low impact dan ritmis
seperti senam, jogging, berenang dan naik sepeda. Porsi latihan juga
harus diperhatikan, latihan yang berlebihan akan merugikan kesehatan,
sedangkan latihan yang terlalu sedikit tidak begitu bermanfaat.
Penentuan porsi latihan tersebut harus memperhatikan intensitas latihan,
lama latihan dan frekuensi latihan.
b) Menghentikan kebiasaan merokok.
c) Pada kelompok dengan risiko tinggi diperlukan intervensi farmakologi.10
2. Epidemiologi DM
Data WHO menunjukkan bahwa angka kejadian penyakit tidak menular
pada tahun 2004 yang mencapai 48,30% sedikit lebih besar dari angka
kejadian penyakit menular, yaitu sebesar 47,50%. Bahkan penyakit tidak
menular menjadi penyebab kematian nomor satu di dunia (63,50%). Sebagai
bagian dari agenda untuk Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 2030, negara
anggota telah menetapkan target untuk mengurangi angka kematian akibat
penyakit tidak menular (termasuk diabetes), menjadi sepertiganya, agar dapat
mencapai Universal Health Coverage (UHC) dan menyediakan akses
terhadap obat-obatan esensial yang terjangkau pada tahun 2030.11
Secara global, diperkirakan 422 juta orang dewasa hidup dengan diabetes
pada tahun 2014, dibandingkan dengan 108 juta pada tahun 1980. Prevalensi
diabetes di dunia (dengan usia yang di standarisasi) telah meningkat hampir
dua kali lipat sejak tahun 1980, meningkat dari 4,7% menjadi 8,5% pada
populasi orang dewasa. Hal ini mencerminkan peningkatan faktor risiko
terkait seperti kelebihan berat badan atau obesitas. Selama beberapa dekade
terakhir, prevalensi diabetes meningkat lebih cepat di negara berpenghasilan
rendah dan menengah daripada di negara berpenghasilan tinggi. Diabetes
menyebabkan 1,5 juta kematian pada tahun 2012. Gula darah yang lebih
tinggi dari batas maksimum mengakibatkan tambahan 2,2 juta kematian,
dengan meningkatkan risiko penyakit cardiovascular dan lainnya. Empat
puluh tiga persen (43%) dari 3,7 juta kematian ini terjadi sebelum usia 70
tahun. Persentase kematian yang disebabkan oleh diabetes yang terjadi
sebelum usia 70 tahun lebih tinggi di negara-negara berpenghasilan rendah
dan menengah daripada di negara-negara berpenghasilan tinggi. (WHO
Global Report, 2016).12
Menurut Internasional of Diabetic Federations (IDF, 2015) tingkat
prevalensi global penderita DM pada tahun 2014 sebesar 8,3% dari
keseluruhan penduduk di dunia dan mengalami peningkatan pada tahun 2014
menjadi 387juta kasus. Indonesia merupakan negara menempati urutan ke 7
dengan penderita DM sejumlah 8,5 juta penderita setelah Cina, India dan
Amerika Serikat, Brazil, Rusia, Mexico. Angka kejadian DM menurut data
Riskesdas (2013) terjadi peningkatan dari 1,1 % di tahun 2007 meningkat
menjadi 2,1 % di tahun 2013 dari keseluruhan penduduk sebanyak 250 juta
jiwa.13
3. Faktor risiko DM
Faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi
a. Ras dan ethnic.
b. Riwayat keluarga DM.
c. Umur : risiko menderita intoleransi glukosa meningkat seiring dengan
meningkatnya usia. Usia >45 tahun harus dilakukan skrining DM.
d. Riwayat melahirkan bayi dengan Bb lahir >4000 gram atau riwayat
menderita DM gestational (DMG).
e. Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg. Bayi yang
lahir dengan BB rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi dibanding
dengan bayi yang lahir dengan BB normal.14
Faktor risiko yang bisa dimodifikasi
a. Berat badan lebih (IMT > 23 kg/m2).
b. Kurangnya aktivitas fisik.
c. Hipertensi (>140/90 mmHg).
d. Dyslipidemia (HDL < 35 mg/dl dan /atau trigliserida > 250 mg/dL).
e. Diet tidak sehat (unhealthy diet).14
Faktor lain yang terkait dengan diabetes mellitus
a. Penyandang sindrom metabolik yang memiliki riwayat toleransi glukosa
terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT)
sebelumnya.
b. Penyandang yang memiliki riwayat penyakit cardiovascular, seperti
stroke, PJK, atau PAD (Peripheral Arterial Disease).14
4. Faktor sosiokultural
Meningkatnya Diabetes mellitus ini diduga adanya hubungan dengan gaya
hidup, terutama dengan gaya hidup yang berubah sesuai dengan
meningkatnya kemakmuran, pendapatan per kapita, serta perubahan gaya
hidup terutama di kota- kota besar. Paling sulit berubah dari manusia adalah
kebisaan makan hal ini tidak lepas dari konteks kebudayaan. Semua
kebutuhan dasar manusia termasuk kebutuhan makanan dan minuman, obat-
obatan, kesehatan diatur oleh sistem sosial-budaya/ sosio-kultural. Kontrol
kebudayaan seringkali melakukan modifikasi, menghambat dan mengubah
melalui berbagai cara. Adanya konsep etnosentrisme dan relative budaya
menjelaskan kecenderungan sikap dan perilaku manusia terhadap kebiasaan
makan. Manusia cenderung bersikap etnosentris, mengikatkan diri dengan
cara berlaku pada kebudayaan mereka dan sekaligus menganggap cara itu
adalah yang terbaik di banding cara kebudayaan lain. Selain itu, cara pandang
terhadap penyakit, penyembuhan, makanan, dan obat merupakan proses
pewarisan budaya yang terkait dengan pandangan masyarakat terhadap alam
atau lingkungan sekitar. Timbullah perbedaan pada berbagai bentuk
masyarakat yang didasarkan pada asumsi bahwa nilai-nilai yang mereka anut
adalah benar dan yang terbaik. Pola makan yang telah bergeser dari pola
makanan yang banyak mengandung karbohidrat dan serat dari sayuran, ke
pola makan yang modern yang begitu instan, dengan komposisi makanan
yang terlau banyak mengandung protein, lemak, gula, garam dan
mengandung sedikit serat. Komposisi makanan seperti ini terutama pada
makanan siap santap akhir- akhir ini yang sangat digemari. Di samping itu
cara hidup yang semakin sibuk dari pagi sampai sore bahkan kadang-kadang
sampai malam hari duduk di belakang meja menyebabkan tidak ada
kesempatan untuk bereaksi berolah raga. Sehingga tubuh jarang berolahraga.
Pola hidup beresiko seperti inilah yang menyebabkan prevalensi Diabetes
mellitus semakin meningkat.8
DAFTAR PUSTAKA

1. Kemenkes RI. Infodatin hari diabetes sedunia.2018.Jakarta: Pusdatin


Kemenkes RI; 2019.
2. Timmreck TC. Epidemiologi suatu pengantar.Jakarta:EGC.2011.
3. Kemenkes RI. Epidemi obesitas (factsheet).PAPTM KEMENKES RI:2018.
4. BPJS Kesehatan. Seputar BPJS kesehatan. Jakarta:BPJS Kesehata.2015.
5. Soertiato F, Roselinda, Suhardi. Hubungan diabetes mellitus dengan
obesitas berdasarkan indeks masa tubuh dan lingkar pinggang data
riskesdas. Pusat Penelitian dan Pengembangan Biomedis dan
Farmasi.Jakarta.2010:38(1);36-42
6. Bustan. Epidemiologi penyakit tidak menular. Jakarta : Buku Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2017.
7. Hakim, Dian Lukman. Hubungan tingkat sosial ekonomi : pendidikan,
penghasilan, dan fasilitas dengan pencegahan komplikasi kronis pada
penyandang diabetes melitus tipe 2 di Surakarta. Surakarta : Universitas
Muhammadiyah Surakarta. 2018.
8. Manurung FH, Keloko AB, Lubis NL. Gambaran sosial budaya terhadap
DM pada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Gunungtua. Media
Publication; 2014.
9. Depkes RI. Pedoman pengendalian diabetes melitus dan penyakit
metabolik. Jakarta;2008.
10. Nugroho Sigit. Pencegahan dan pengendalian diabetes melitus melalui
olahraga. Medikora.2012;9(1).
11. Pusdatin Kemkes .Infodatin Hari Diabetes Sedunia.2019.
12. WHO.Global Report on Diabetes.2016.
13. International of Diabetic Federation.Diabetes Atlas Fifth Edition.2015.
14. PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Militus Tipe 2
di Indonesia 2019. Jakarta: PB Perkeni. 2015.

Anda mungkin juga menyukai