Anda di halaman 1dari 6

Nama : Nabila Dwi Septiana Mohune

NIM : 432419016

Kelas : A-BIOLOGI

Evolusi molekuler

Evolusi molekuler meliputi dua area pembahasan, yaitu: (1) evolusi


molekuler dan (2) rekontruksi sejarah evolusi gen dan organisme. Area pertama,
evolusi makromolekuler menunjukan pembentukan gen dan pola perubahan yang
tampak pada materi genetik (misalnya urutan DNA) dan produkinya (missal
protein) selama waktu evolusi dan terhadap mekanisme yang bertanggung jawab
untuk sejumlah perubahan tersebut. Area kedua dikenal sebagai “molekuler
phylogeny” menjelaskan sejarah evolusi organisme dan makromolekul seperti
adanya keterlibatan data-data molekuler.

Evolusi molekuler (molecular evolution) pada dasarnya menjelaskan


dinamika daripada perubahan evolusi pada tingkat molekuler, disamping itu untuk
mendukung pemahaman tentang proses evolusi dan efek-efek berbagai macam
mekanisme molekuler, termasuk di dalamnya adalah evolusi genom, gen-gen, dan
produk- produknya (Graur & Hsiung Li, 2000). Lebih lanjut dikatakan bahwa studi
tentang evolusi molekuler berakar pada dua disiplin ilmu yang berbeda yaitu
“genetika populasi “ dan “ biologi molekuler “. Genetika populasi melengkapi
tentang dasar teori untuk proses-proses evolusi, sementara biologi molekuler
melengkapi tentang data empirik. Jadi untuk memahami evolusi molekuler tersebut
sangat diperlukan pengetahuan dasar keduanya yaitu genetika populasi dan biologi
molekuler praktis.

Dua area pembahasan (1) pada objek pertama adalah menjelaskan tentang
pembentukan, penyebab dan efek dari perubahan evolusi molekul dan (2) pada
objek kedua menggunakan molekul hanya sebagai alat untuk merekontruksi sejarah
biologi organisme dan konstituen genetikanya. Walaupun kenyataannya kedua
disiplin ilmu di atas saling berkait erat. Kemajuan di satu area akan memfasilitasi
perkembangan studi di area lain. Contoh, pengetahuan tentang filogeni adalah
sangat esensial untuk determinasi jenis perubahan pada karakter molekuler.
Sebaliknya, pengetahuan terhadap pola dan rata-rata perubahan melokul adalah
sangat krusial dalam usaha untuk rekontruksi sejarah evolusi kelompok organisme.

AWAL PEMBENTUKAN BUMI

“Big-bang” diperkirakan terjadi sekitar 20 milyar tahun yang lalu. Sekitar


15 milyar tahun kemudian, kumpulan debu dan gas luar angkasa menyatu dan
berkondensasi akibat gravitasi, menjadi gumpalan gas raksasa yang kita kenal
sebagai matahari. Matahari ini dikelilingi oleh beberapa bentukan yang lebih kecil
dengan komposisi yang bervariasi, yang dikenal sebagai planet. Jagad raya
sebagian besar tersusun oleh gas dengan berat molekular ringan, yaitu hydrogen
dan helium, dimana unsur2 tersebut merupakan penyusun utama suatu bintang.
Unsur dengan berat molekul yang lebih berat menyusun hanya sekitar 0,1 persen
dari suatu planet. Ketika bumi terbentuk, panas dilepaskan yang disebabkan oleh
keruntuhan karena gravitasi (collapse due to gravity) dan adanya elemen radioaktif
pada kumpulan debu. Selama ratusan miliar tahun pertama, bumi terlalu panas
sehingga air tidak dapat berbentuk cair dan hanya dalam bentuk uap. Setelah suhu
bumi menurun, uap tersebut mengalami kondensasi dan membentuk lautan dan
danau. Kehidupan diperkirakan berasal dari reaksi kimia yang terjadi pada
atmosfer, diikuti dengan reaksi lanjut pada lautan dan danau purba (hidrosphere).
ATMOSFER AWAL

Atmosfer pertama, yang disebut atmosfer primer, sebagian besar tersusun


dari hydrogen dan helium. Akan tetapi karena ukuran planet bumi terlalu kecil
untuk menahan gas seringan itu, maka gas2 tersebut akan terlepas ke luar angkasa.
Bumi kemudian membentuk atmosfer sekunder, yang sebagian besar terbentuk
melalui volcanic out-gasing (pengeluaran gas volkanik), karena pada saat itu
aktivitas volkanik bumi lebih besar dan panas. Gas volkanik sebagian besar
tersusun dari uap (95%), lalu oleh CO2, SO2, N2, H2S2, HCl, B2O dan elemental
sulfur dalam jumlah yang tak tentu, serta H2, CH4, SO3, NH3 dan HF dalam jumlah
yang paling kecil. Akan tetapi tidak terdapat O2. Dari berbagai unsur diatas, CO2
merupakan 2 unsur terbanyak (4%). Disamping itu, uap air bereaksi dengan mineral
primitif seperti nitrides sehingga membentuk ammonia, dengan carbides sehingga
membentuk metan, dan dengan sulfides sehingga membentuk hydrogen sulfide.
Tidak terdapat oksigen bebas pada masa itu. Atmosfer bumi pada masa ini, yaitu
atmosfer tersier, terbentuk secara biologis. Metan, ammonia, dan gas reduksi lainya
telah habis terpakai, sementara komponen lainya (nitrogen, sisa-sisa argon, xenon,
dll), hampir tidak berubah. Sejumlah besar oksigen telah diproduksi melalui
fotosintesis. Hal ini tidak dapat terjadi sampai cyanobakteria, yaitu organisme
pertama yang dapat melakukan fotosintesis sejati, berevolusi kurang lebih 25 juta
hmilyar tahun yang lalu. Dengan bertambahnya evolusi mahluk pemfotosintesis,
kandungan oksigen atmosfer bumi ikut bertambah. Kandungan ini mencapai 1%
pada sekitar 800 juta tahun yang lalu, dan 10% pada sekitar 400 juta tahun yang
lalu. Pada masa ini, kadarnya sekitar 20%.

Sejarah molecular clock

Hipotesis jam molekuler dikemukakan oleh Emile Zuckerkandl dan Linus


Pauling (1962), yang mengasumsikan laju evolusi konstan dalam analisis mereka
terhadap protein globin dari vertebrata. Mereka mengamati sekitar 18 perbedaan
asam amino antara kuda dan manusia dan memperkirakan tingkat mutasi dengan
mengasumsikan bahwa perbedaan antara kedua spesies ini terjadi 100 - 160 Ma
lalu. Setelah memperkirakan tingkat ini, Zuckerkandl dan Pau- ling (1962)
memperkirakan bahwa manusia menyimpang dari gorila sekitar 11Ma yang lalu.
Mereka juga memperkirakan bahwa salinan gen globin yang berbeda pertama kali
menyimpang satu sama lain pada akhir Prakambrium. ini perkiraan, Zuckerkandl
dan Pauling (1962) memperingatkan tentang kemungkinan efek perancu dari
sejumlah faktor, termasuk seleksi alam, variasi ukuran populasi, dan saturasi.

Hipotesis jam molekuler menyatakan bahwa laju evolusi molekuler,


sebagaimana tercermin dalam perubahan urutan DNA atau protein sepanjang
waktu, adalah konstan di antara garis usia (tetapi tidak di berbagai wilayah genom).
Mutasi nukleotida menyebabkan urutan DNA berubah JAM MOLEKULER 583
seiring waktu, sedangkan mutasi asam amino menyebabkan evolusi dalam protein.
Mutasi ini terjadi dengan probabilitas konstan daripada pada frekuensi konstan -
yaitu, jam molekuler lebih bersifat stokastik daripada metronomik (Zuckerkandl
dan Pauling, 1965). Terjadinya mutasi dalam sekuens DNA sering dimodelkan
menggunakan proses Poisson.

Pada saat itu, gagasan tentang tingkat substitusi yang konstan masih
kontroversial (Morgan, 1998). Jam molekuler diterima dengan tidak antusias antara
lain oleh George Gaylord Simpson (1964). Kritik terhadap jam molekuler sebagian
dimotivasi oleh ketiadaan keseragaman dalam kecepatan evolusi morfologi, yang
diduga terkait dengan evolusi molekuler. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa
perubahan adaptif terjadi pada tingkat yang seragam dan tampaknya tidak masuk
akal bahwa proses evolusi molekuler yang kompleks dapat dijelaskan dengan
model statistik yang sederhana.

Sementara itu, ada bukti yang berkembang dari tingkat evolusi yang tinggi
dalam berbagai protein, yang menunjukkan bahwa sebagian besar perubahan dalam
asam amino pasti memiliki dampak yang dapat diabaikan pada kebugaran
evolusioner. Menanggapi hal tersebut, Motoo Kimura (1968) mengajukan teori
netral evolusi molekuler, yang menyatakan bahwa banyak mutasi memiliki
pengaruh yang kecil terhadap kesesuaian suatu organisme sehingga dapat dianggap
sebagai mutasi. “ netral. ” Hal ini dapat dijelaskan dengan fakta bahwa banyak asam
amino dalam protein dapat ditukar dengan asam amino lain dengan sifat biokimia
yang serupa, dengan dampak yang dapat diabaikan pada keseluruhan fungsi atau
struktur protein. Pada tingkat DNA, banyak mutasi pada gen penyandi protein.

EVOLUSI DNA, RNA DAN SEKUEN PROTEIN

Bayangkan gen dari suatu organisme awal. Dalam waktu berjuta-juta tahun,
mutasi gen akan terjadi pada sekuen DNA pada gen, dengan kecepatan yang lambat
tapi pasti. Kebanyakan mutasi tereliminasi karena bersifat merusak, walaupun tetap
ada yang bertahan. Kebanyakan mutasi yang disimpan dalam gen adalah mutasi
netral yang tidak baik maupun buruk bagi organisme tersebut. Kadang-kadang
mutasi yang memperkuat fungsi dari gen atau protein yang dikode dapat terjadi,
walaupun relatif jarang. Terkadang mutasi yang awalnya buruk dapat berubah
menjadi baik dalam kondisi lingkungan yang berbeda. Fungsi asli dari suatu protein
adalah yang terpenting, bukan sekuen gen yang mengkodenya. Jika protein tersebut
dapat berfungsi secara normal, mutasi pada gen tersebut masih dapat diterima.
Kebanyakan asam amino yang menyusun suatu rantai protein dapat bervariasi,
tanpa merusak fungsi dari protein tersebut terlalu banyak (fungsinya rusak sedikit).
Pengantian satu asam amino dengan asam amino lain yang mirip (substitusi
konversi) jarang sekali dapat menghapus fungsi dari protein yang dikode. Jika kita
bandingkan antara sekuen protein yang sama yang diambil dari beberapa organisme
organik modern yang berbeda, dapat dilihat bahwa sekuenya tersusun dengan
sangat mirip. Contohnya, rantai alpha hemoglobin pada manusia dan simpanse
adalah identik. Akan tetapi jika dibandingkan dengan babi, maka 13% sekuen akan
berbeda, dengan ayam terdapat 25% perbedaan, dan dengan ikan terdapat 50%
perbedaan. Perbedaan sekuen ini sudah banyak diduga dari perkiraan kekerabatan
evolusi lain. Disitu ditunjukan situs perlekatan (binding site) yang ditemukan dalam
enzim yang berkerabat (yaitu sekelompok dehidrogenase alkohol yang ditemukan
dalam mikroorganisme) yang menggunakan Fe dalam mekanisme aktifnya. Suatu
silsilah evolusi mungkin dapat disusun menggunakan satu set sekuen suatu protein,
selama protein tersebut dapat ditemukan pada setiap mahluk yang dibandingkan.
Rantai alpha hemoglobin hanya ditemukan pada mahluk yang berkerabat darah
dengan manusia. Sebaliknya, cytochrome e adalah suatu protein yang terlibat dalam
penghasilan energi pada semua organisme tingkat atas, termasuk fungi dan
tumbuhan. Bahkan terdapat beberapa kerabat dari protein tersebut yang ditemukan
pada banyak bakteria. Manusia dengan ikan berbeda dalam sekuen asam amino
untuk cytochrome e sebesar 18%, dan berbeda dengan fungi atau tanaman sebesar
45%. Akan tetapi antara fungi dan tanaman sendiri, terdapat perbedaan 45%, yang
menandakan bahwa perbedaan antara hewan dan tanaman adlah sebesar perbedaan
antara tanaman dan fungi. Mutasi tunggal mungkin mengembalikan suatu sekuen
gen atau protein pada lokasi tertentu, kembali menjadi sekuen moyangnya. Akan
tetapi gen hampir tidak pernah bermutasi kebelakang untuk kembali menjadi seperti
moyangnya, yaitu sebelum sekuen tersebut mengalami berbagai evolusi. Hal ini
hanyalah masalah probabilitas. Tidak ada yang mencegah suatu sekuen untuk
kembali menjadi sekuen awal, namun kemungkinan membalikan setiap mutasi
yang telah terjadi adalah sangat-sangat kecil.

Referensi :

Ridley, Mark. 1991. Masalah-masalah evolusi. junior research in new college.


Oxford. UI Press. Salemba. jakarta

Widodo, et. al. 2003. Bahan Ajar Evolusi. Program Semi-que IV. Jurusan Biologi
FMIPA. Universitas Negeri Malang. Malang.

Karmana, I. W. (2009). Kajian evolusi berbasis urutan nukleotida. GaneÇ


Swara, 3(3), 75-81.

Anda mungkin juga menyukai