Nim; 432419004
Seperti diketahui bahwa pengkajian evolusi pada masa evolusi modern saat
ini dilihat dari berbagai aspek dan pendekatan sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi itu sendiri. Pada masa sekarang ini masalah evolusi
dikaji dari pendekatan genetika populasi, evolusi ekologi, sistematik, evolusi
molekuler dan paleontologi (Stearn & Hoekstra, 2003). Berbagai pendekatan dalam
mengkaji masalah evolusi ini diprediksikan akan terus berkembang sesuai dengan
dinamika perkembangan ilmu.
Senada dengan pendapat di atas Stearn dan Hoekstra (2003) secara lebih
sederhana menyatakan bahwa evolusi molekuler mengkaji dan memandang evolusi
dari rekaman sejarah dalam urutan DNA dan protein. Berdasarkan beberapa rujukan
dan pendapat ahli di atas dapat disimpulkan pengertian dan lingkup dari evolusi
molekuler adalah suatu pendekatan pengkajian masalah evolusi yang berpijak pada
populasi genetika dan biologi molekuler dengan area atau lingkup pengkajian pada
perubahan materi genetik (urutan DNA atau RNA) dan produknya (protein atau
molekul RNA) serta rata-rata dan pola perubahannya serta mengkaji pula sejarah
evolusi organisme dan makromolekul yang didukung data-data molekuler (filogeni
molekuler).
Perubahan Evolusi Berbasis Urutan Nukleotida
Selanjutnya disampaikan oleh Graur & Hsiung Li ada beberapa tipe mutasi
yaitu: (1) substitution mutations, penggantian sebuah nukleotida dengan yang
lainnya, (2) recombinations, pertukaran sebuah nukleotida dengan yang lainnya, (3)
deletions, pergerakan satu atau lebih nukleotida pada DNA, (4) insertions,
penambahan satu atau lebih nukleotida ke dalam urutan (sekuen) DNA, dan (5)
inversions, perputaran 180 derajat dari segmen untai ganda (double-strand) DNA
yang berisi dua atau lebih pasangan basa.
Pada saat itu, gagasan tentang tingkat substitusi yang konstan masih
kontroversial (Morgan, 1998). Jam molekuler diterima dengan tidak antusias antara
lain oleh George Gaylord Simpson (1964). Kritik terhadap jam molekuler sebagian
dimotivasi oleh ketiadaan keseragaman dalam kecepatan evolusi morfologi, yang
diduga terkait dengan evolusi molekuler. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa
perubahan adaptif terjadi pada tingkat yang seragam dan tampaknya tidak masuk
akal bahwa proses evolusi molekuler yang kompleks dapat dijelaskan dengan
model statistik yang sederhana.
Sementara itu, ada bukti yang berkembang dari tingkat evolusi yang tinggi
dalam berbagai protein, yang menunjukkan bahwa sebagian besar perubahan dalam
asam amino pasti memiliki dampak yang dapat diabaikan pada kebugaran
evolusioner. Menanggapi hal tersebut, Motoo Kimura (1968) mengajukan teori
netral evolusi molekuler, yang menyatakan bahwa banyak mutasi memiliki
pengaruh yang kecil terhadap kesesuaian suatu organisme sehingga dapat dianggap
sebagai mutasi. “ netral. ” Hal ini dapat dijelaskan dengan fakta bahwa banyak asam
amino dalam protein dapat ditukar dengan asam amino lain dengan sifat biokimia
yang serupa, dengan dampak yang dapat diabaikan pada keseluruhan fungsi atau
struktur protein. Pada tingkat DNA, banyak mutasi pada gen penyandi protein.
Salah satu prediksi teori netral adalah bahwa laju evolusi molekuler konstan
di antara garis keturunan. Bagaimanapun, prediksi ini secara khusus mengacu pada
tingkat perubahan genetik per generasi. Akibatnya, kami memperkirakan akan
melihat efek generasi-waktu, di mana spesies dengan generasi yang lebih pendek
cenderung berevolusi lebih cepat per unit waktu. Misalnya, tarif yang lebih tinggi
akan diamati Jam Molekuler, Gambar 1 Plot identitas asam amino fibrinopeptida
dari berbagai pasangan mamalia, diplot terhadap waktu sejak divergensi. Waktu
divergensi didasarkan pada perkiraan dari catatan fosil (Data berasal dari Doolittle
dan Blomback (1964)). 584 JAM MOLEKULER pada hewan pengerat daripada
pada paus.
Seleksi alam
Mari kita jelaskan lebih lanjut tentang hubungan penting yang dipahami
oleh Darwin mengenai seleksi alam, "perjuangan untuk mempertahankan diri", dan
kapasitas organisme untuk "bereproduksi secara berlebihan". Sebelumnya, Darwin
telah mengetahui perjuangan untuk mempertahankan diri ketika ia membaca sebuah
tulisan mengenai populasi manusia yang ditulis oleh Thomas Malthus pada Tahun
1978. Malthus berpendapat penderitaan, banyaknya manusia (penyakit, kelaparan,
gelandangan dan perang) merupakan akibat yang tidak dapat dihindari dari potensi
peningkatan populasi manusia yang lebih cepat dibandingkan dengan persediaan
makanan dan sumber daya alam lainnya. Kapasitas untuk bereproduksi berlebihan
kelihatannya merupakan ciri khas spesies. Di antara banyak telur yang dikeluarkan,
anak yang lahir dan benih yang ditabur, hanya sebagian kecil di antaranya yang
berhasil menyelesaikan perkembangannya dan menghasilkan keturunan. Sisanya,
dimangsa, beku, kelaparan, sakit dan tidak kawin, atau tidak mampu bereproduksi
karena alasan lain. Dalam setiap generasi, faktor lingkungan menyaring variasi
yang dapat diwariskan sehingga menguntungkan suatu variasi tertentu atas variasi
yang lain. Tetapi, dapatkah seleksi ini menyebabkan perubahan mendasar dalam
suatu populasi? Darwin menemukan bukti, hal itu bisa terjadi dalam seleksi tiruan
(artificial selection), yaitu pemuliaan tumbuhan dan ternak yang dibudiyakan.
Manusia telah memodifikasi spesies lain selama berabad-abad dengan cara
menyeleksi individu dengan sifat yang diinginkan sebagai induk dalam pembibitan.
Tumbuhan dan hewan yang kita budidayakan untuk makanan sering kali membawa
sedikit kemiripan dengan nenek moyang yang masih liar.
Dan bukti di atas, para saintis telah menunjukkan pada kita bahwa seleksi
alam merupakan suatu mekanisme perubahan dalam populasi yang terus terjadi:
proses itu telah diperkuat secara berulang-ulang melalui kajian ilmiah yang
cermat, di mana prediksi berdasarkan hipotesis diuji melalui pengamatan dan
percobaan. Ironisnya, Darwin sendiri mengira bahwa seleksi alam selalu
bekerja terlalu lambat, sehingga tidak dapat diamati. la juga tidak dapat
memberi jawaban yang memuaskan mengenai variasi genetik. Sekarang kita
mengetahui bahwa variasi tersebut timbul melalui mekanisme mutasi acak dan
rekombinasi genetik.
Referensi;
Ho, S. Y., Tong, K. J., Foster, C. S., Ritchie, A. M., Lo, N., & Crisp, M. D.
(2015). Biogeographic calibrations for the molecular clock. Biology
letters, 11(9), 20150194.