Anda di halaman 1dari 17

EVOLUSI MOLEKULER

MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Evolusi
yang dibimbing oleh Dr. Abdul Ghofur, M.Si.

Oleh :
Istaufi As Adatilah (160341606055)
Nabila Wahyu M (160341606072)
Naimmatus Sholikhah (160341606003)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
MARET 2018

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Beranekaragamnya makhluk hidup tidak terlepas dari proses evolusi yang
panjang, berbagai teori mengenai evolusi telah ditemukan dan menjadi
perbincangan yang tak berujung hingga saat ini. Evolusi sendiri menyebabkan
berbagai jenis perubahan dalam berbagai aspek makhluk hidup, seperti perubahan
sifat, prilaku, struktur tubuh dan fungsinya. semua perubahan besar tersebut
didasari oleh perubahan penyusun organisme yang paling sederhana yakni sel dan
molekul penyusunnya.
Protein merupakan molekul yang paling berperan dalam pembentukan sel
dimana didalamnya terdapat susunan DNA/RNA sebagai kode sifat suatu
makhluk hidup. Untuk bisa mempelajari perubahan evolusi berdasarkan
perubahan molekul suatu organisme dibutuhkan studi lanjut mengenai evolusi
molekuler. Evolusi molekuler (molecular evolution) pada dasarnya menjelaskan
dinamika daripada perubahan evolusi pada tingkat molekuler, disamping itu untuk
mendukung pemahaman tentang proses evolusi dan efek-efek berbagai macam
mekanisme molekuler, termasuk di dalamnya adalah evolusi genom, gen-gen, dan
produkproduknya (Graur & Hsiung Li, 2000). Menurut Stearn dan Hoekstra
(2003) evolusi molekuler mengkaji dan memandang evolusi dari rekaman sejarah
dalam urutan DNA dan protein. Perubahan perubahan yang terjadi pada
organisme dapat terjadi apabila terdapat perubahan pada susunan DNA dan
proteinnya.
Berdasarkan teori diatas maka disusunlah makalah ini yang akan
membahas lebih lanjut mengenai studi evolusi molekuler, konsep evolusi
molekuler, ruang lingkup evolusi molekuler hingga penentuan filogeni molekuler
berdasarkan konsep evolusi molekuler.

2
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan judul dan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dari
penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Apa konsep dasar evolusi molekuler?
2. Apa saja yang termasuk di dalam ruang lingkup evolusi molekuler?
3. Bagaimana menentukan filogeni molekuler berdasarkan konsep evolusi
molekuler?
4. Bagaimana evolusi pada prokariot dan eukariot?

1.3 Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka dapat
ditarik tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui konsep dasar evolusi molekuler.
2. Mengetahui ruang lingkup evolusi molekuler.
3. Mengetahui cara menentukan filogeni molekuler berdasarkan konsep
evolusi molekuler.
4. Mengetahui evolusi pada prokariot dan eukariot.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Ruang Lingkup Evolusi Molekuler


Evolusi molekuler adalah suatu pendekatan pengkajian evolusi yang
berpijak pada genetika populasi dan biologi molekuler dengan lingkup atau area
pengkajian pada perubahan materi genetik (urutan DNA atau RNA) dan
produknya (protein) serta sejarah evolusi organisme yang didukung oleh data-data
molekuler. Dua area pembahasan evolusi molekuler yaitu: (1) evolusi
makromolekul, menunjuk kepada rata-rata dan pola perubahan yang tampak pada
materi genetik (misalnya urutan DNA) dan produksinya (misalnya protein) selama
waktu evolusi serta mekanisme yang bertanggung jawab untuk sejumlah
perubahan itu; dan (2) rekonstruksi sejarah evolusigen dan organisme (molecular
phylogeny), menjelaskan sejarah evolusi organisme dan makromolekul seperti
adanya keterlibatan data-data molekuler (Widodo, 2003)
Evolusi molekuler (molecular evolution) pada dasarnya menjelaskan
dinamika daripada perubahan evolusi pada tingkat molekuler, disamping itu untuk
mendukung pemahaman tentang proses evolusi dan efek-efekberbagai macam
mekanisme molekuler, termasuk di dalamnya adalah evolusi genom, gen-gen, dan
produkproduknya (Graur & Hsiung Li, 2000). Lebih lanjut dikatakan bahwa studi
tentang evolusi molekuler berakar pada dua disiplin ilmu yang berbeda yaitu
“genetika populasi“ dan “biologi molekuler“. Genetika populasi melengkapi
tentang dasar teori untuk proses-proses evolusi, sementara biologi molekuler
melengkapi tentang data empirik. Jadi untuk memahami evolusi molekuler
tersebut sangat diperlukan pengetahuan dasar keduanya yaitu genetika populasi
dan biologi molekuler praktis.

4
2.2 Informasi Genetik
Evolusi molekuler mengkaji dan memandang evolusi dari rekaman sejarah
dalam urutan DNA dan protein. Dari kedua teori tersebut dapat disimpulkan
bahwa ruang lingkup evolusi molekuler didalamnya termasuk lingkup pengkajian
pada perubahan materi genetik (urutan DNA atau RNA) dan produknya (protein
atau molekul RNA) serta rata-rata dan pola perubahannya serta mengkaji pula
sejarah evolusi organisme dan makromolekul yang didukung data-data molekuler
(filogeni molekuler) (Karmana,2009).

Fenotipe organisme hidup selalu merupakan hasil dari informasi genetik


yang mereka bawa dan sampaikan ke generasi berikutnya dan interaksi dengan
lingkungan. Genom, pembawa informasi genetik ini, sebagian besar merupakan
organisme asam deoksiribonukleat (DNA), sedangkan beberapa virus memiliki
genom asam ribonukleat (RNA). Bagian dari informasi genetik dalam DNA
ditranskripsi menjadi RNA, baik mRNA, yang bertindak sebagai template untuk
sintesis protein; rRNA, yang bersama-sama dengan protein ribosom merupakan
mesin terjemahan protein atau tRNA, yang menawarkan asam amino yang
dikodekan. DNA genomik juga mengandung unsur seperti promotor dan
enhancer, yang mengatur transkripsi yang tepat ke dalam RNA. Sebagian besar
DNA genom eukariota terdiri dari unsur-unsur genetik, seperti intron,
pengulangan alur, yang fungsinya masih belum sepenuhnya jelas (Amin,2009).

Baik pada masing-masing rantai adalah polinukleotida linear yang mana


pada masingmasing nukleotida mengandung tiga komponen yang khas yaitu: (1)
basa nitrogen, (2) gula pentosa, dan (3) asam posfat. Terdapat dua kelompok basa
nitrogen yaitu basa purin terdiri dari adenin (A) dan guanin (G) serta kelompok
basa pirimidin yang terdiri dari sitosin (C), dan timin (T). RNA juga mengandung
basa purin berupa adenin (A) dan guanin (G) serta basa pirimidin berupa sitosin
(C) dan urasil (U) (Graur & Hsiung Li, 2000)

Sementara itu ada dua jenis pentosa yaitu deoksiribosa pada DNA dan
ribose pada RNA. Basa adenin (A) selalu berpasangan dengan basa timin (T),
basa guanine (G) selalu berpasangan dengan basa sitosin (C) pada rantai DNA,
sedangkan pada rantai RNA, adenin (A) berpasangan dengan urasil (U), sitosin

5
(C) berpasangan dengan guanin (G). Ikatan antara basa purin dengan basa
pirimidin adalah ikatan hidrogen, dimana ikatan A-T termasuk ikatan lemah
(weak bond), sementara ikatan G-C termasuk ikatan kuat (strong bond).
(Karmana, 2009)

Sumber : (Karmana, 2009)


Bayangkan gen dari suatu organisme awal. Dalam waktu berjuta-juta
tahun, mutasi gen akan terjadi pada sekuen DNA pada gen, dengan kecepatan
yang lambat tapi pasti. Kebanyakan mutasi tereliminasi karena bersifat merusak,
walaupun tetap ada yang bertahan. Kebanyakan mutasi yang disimpan dalam
gen adalah mutasi netral yang tidak baik maupun buruk bagi organisme tersebut.
Kadang-kadang mutasi yang memperkuat fungsi dari gen atau protein yang
dikode dapat terjadi, walaupun relatif jarang. Terkadang mutasi yang awalnya
buruk dapat berubah menjadi baik dalam kondisi lingkungan yang berbeda.
Fungsi asli dari suatu protein adalah yang terpenting, bukan sekuen gen yang
mengkodenya. Jika protein tersebut dapat berfungsi secara normal, mutasi pada
gen tersebut masih dapat diterima. Kebanyakan asam amino yang menyusun
suatu rantai protein dapat bervariasi, tanpa merusak fungsi dari protein tersebut
terlalu banyak (fungsinya rusak sedikit). Pengantian satu asam amino dengan
asam amino lain yang mirip (substitusi konversi) jarang sekali dapat menghapus
fungsi dari protein yang dikode. Jika kita bandingkan antara sekuen protein yang
sama yang diambil dari beberapa organisme organik modern yang berbeda,
dapat dilihat bahwa sekuenya tersusun dengan sangat mirip. Contohnya, rantai
alpha hemoglobin pada manusia dan simpanse adalah identik. Akan tetapi jika

6
dibandingkan dengan babi, maka 13% sekuen akan berbeda, dengan ayam
terdapat 25% perbedaan, dan dengan ikan terdapat 50% perbedaan. Perbedaan
sekuen ini sudah banyak diduga dari perkiraan kekerabatan evolusi lain. Disitu
ditunjukan situs perlekatan (binding site) yang ditemukan dalam enzim yang
berkerabat (yaitu sekelompok dehidrogenase alkohol yang ditemukan dalam
mikroorganisme) yang menggunakan Fe dalam mekanisme aktifnya. Suatu
silsilah evolusi mungkin dapat disusun menggunakan satu set sekuen suatu
protein, selama protein tersebut dapat ditemukan pada setiap mahluk yang
dibandingkan. Rantai alpha hemoglobin hanya ditemukan pada mahluk yang
berkerabat darah dengan manusia. Sebaliknya, cytochrome e adalah suatu
protein yang terlibat dalam penghasilan energi pada semua organisme tingkat
atas, termasuk fungi dan tumbuhan. Bahkan terdapat beberapa kerabat dari
protein tersebut yang ditemukan pada banyak bakteria. Manusia dengan ikan
berbeda dalam sekuen asam amino untuk cytochrome e sebesar 18%, dan
berbeda dengan fungi atau tanaman sebesar 45%. Akan tetapi antara fungi dan
tanaman sendiri, terdapat perbedaan 45%, yang menandakan bahwa perbedaan
antara hewan dan tanaman adalah sebesar perbedaan antara tanaman dan fungi.
Mutasi tunggal mungkin mengembalikan suatu sekuen gen atau protein pada
lokasi tertentu, kembali menjadi sekuen moyangnya. Akan tetapi gen hampir
tidak pernah bermutasi kebelakang untuk kembali menjadi seperti moyangnya,
yaitu sebelum sekuen tersebut mengalami berbagai evolusi. Hal ini hanyalah
masalah probabilitas. Tidak ada yang mencegah suatu sekuen untuk kembali
menjadi sekuen awal, namun kemungkinan membalikan setiap mutasi yang telah
terjadi adalah sangat-sangat kecil.

2.2.1 Perubahan Evolusi Berbasis Urutan Nukleotida


Menurut Graur & Hsiung Li (2000) menyatakan mutasi adalah kesalahan-
kesalahan yang terjadi pada saat replikasi DNA. Selanjutnya disampaikan oleh
Graur & Hsiung Li ada beberapa tipe mutasi yaitu: (1) substitution mutations,
penggantian sebuah nukleotida dengan yang lainnya, (2) recombinations,
pertukaran sebuah nukleotida dengan yang lainnya, (3) deletions, pergerakan satu
atau lebih nukleotida pada DNA, (4) insertions, penambahan satu atau lebih
nukleotida ke dalam urutan (sekuen) DNA, dan (5) inversions, perputaran 180

7
derajat dari segmen untai ganda (double-strand) DNA yang berisi dua atau lebih
pasangan basa.

2.3. Analisis filogenetika molekuler


Filogenetika dikenal sebagai bidang yang berkaitan dengan ilmu biologi.
Filogenetika menyediakan fasilitas dalam bidang epidemiologi manusia, ekologi,
dan evolusi biologi. Analisis filogenetika tidak terlepas dari evolusi biologis.
Evolusi adalah proses gradual, suatu organisme yang memungkinkan spesies
sederhana menjadi lebih komplek melalui akumulasi perubahan dari beberapa
generasi. Analisis sistematika dilakukan melalui konstruksi sejarah evolusi dan
hubungan evolusi antara keturunan dengan nenek moyangnya berdasarkan pada
kemiripan karakter sebagai dasar dari perbandingan (Lipscomb, 1998).
Konstruksi pohon filogenetika adalah hal yang terpenting dan menarik
dalam studi evolusi. Terdapat beberapa metode untuk mengkonstruksi pohon
filogenetika dari data molekuler (nukleotida atau asam amino) (Saitou dan
Imanishi, 1989). Analisis filogenetika dari keluarga sekuen nukleotida atau asam
amino adalah analisis untuk menentukan bagaimana keluarga tersebut diturunkan
selama proses evolusi. Hubungan evolusi diantara sekuen digambarkan dengan
menempatkan sekuen sebagai cabang luar dari sebuah pohon. Hubungan cabang
pada bagian dalam pohon merefleksikan tingkat dimana sekuen yang berbeda
saling berhubungan. Dua sekuen yang sangat mirip akan terletak sebagai
neighboring outside dari cabang-cabang dan berhubungan dalam cabang umum
(Common branch) (Mount, 2001).
Dalam sistem biologis, proses evolusi melibatkan mutasi genetik dan
proses rekombinan dalam spesies untuk membentuk spesies yang baru. Dalam
kasus ini bisa diperoleh dengan mengkaji filogegenetika molekuler. Filogenetika
digambarkan sebagai klasifikasi secara taksonomi dari organisme berdasarkan
pada sejarah evolusi mereka, yaitu filogeni mereka dan merupakan bagian integral
dari ilmu pengetahuan yang sistematik dan mempunyai tujuan untuk menentukan
filogeni dari organisme berdasarkan pada karakteristik mereka. Lebih lanjut
filogenetika adalah pusat dari evolusi biologi seperti penyingkatan keseluruhan

8
paradigma dari bagaimana organisme hidup dan berkembang di alam (Mount,
2001).
Ketika sekuen nukleotida atau protein dari dua organisme yang berbeda
memiliki kemiripan, maka mereka diduga diturunkan dari sekuen common
ancestor. Sekuen penjejeran akan menunjukkan dimana posisi sekuen adalah tidak
berubah/conserved dan dimana merupakan divergent/atau berkembang menjadi
berbeda dari common ancestor seperti diilustrasikan Mount (2001).

Studi sekuen biologi selalu tidak dapat dihindarkan dari penjejeran


sekuen/alignment. Tujuan dari proses penjejeran adalah mencocokkan karakter-
karakter yang homolog, yaitu karakter yang mempunyai nenek moyang yang
sama (Kemena dan Notredame, 2009). Ketika menghomologikan sekuen, kolom
dari penjejeran dapat digunakan untuk berbagai macam aplikasi seperti
mengidentifikasi residu dengan struktur yang analog atau yang mempunyai fungsi
yang serupa atau untuk mengkonstruksi pohon filogenetika. Akurasi dari program
penejejeran sekuen yang lebih dari dua set/multiple sequence alignment telah
dihasilkan oleh berbagai macam studi komperatif (Blackshields et al., 2006;).
Metode yang digunakan dalam melakukan multiple sequence alignment
adalah sebagai berikut
1. pertama melakukan penjejeran kelompok sekuen yang mempunyai
hubungan dekat
2. kemudian secara sekuensial ditambahkan sekuen yang berhubungan
namun lebih berbeda.
Analisis sekuen yang sangat mirip dan mempunyai panjang yang sama
memiliki kekerabatan yang jelas. Seringkali hasil penjejeran sekuen
memperlihatkan adanya gap dalam penjejeran tersebut. Gap dalam penjejeran
merepresentasikan perubahan mutasi dalam sekuen termasuk insersi, delesi atau
penyusunan ulang materi genetik. Ekspektasi bahwa panjang gap dapat terjadi
sebagai akibat adanya introduksi tunggal yang memutuskan berapa banyak

9
perubahan individu telah terjadi dan apa perintahnya. Beberapa metode lainnya
menganggap gap tidak berpengaruh sehingga diabaikan.
Konsep pohon evolusi adalah sebuah grafik yang menunjukkan hubungan
diantara organisme atau lebih spesifik lagi adalah sekuen gen dari organisme.
Pemisahan sekuen disebut taxa (atau taxon jika tunggal) yang didefinisikan
sebagai jarak filogenetika unit pada sebuah pohon. Pohon terdiri dari cabang-
cabang luar (outer branches) atau daun-daun (leaves) yang merepresentasikan taxa
dan titik-titik (nodes) dan cabang merepresentasikan hubungan diantara taxa.

2.3.1. Beberapa metode lainnya yang berhubungan dengan filgenik


Berikut merupakan beberapa metode lain yang berhubungan dengan
filogenenik (Inn):
1. Parsimony atau metode minimum evolution
Parsimony atau metode minimum evolution pertama kali digunakan dalam
filogenetik oleh Camin and Sokal pada tahun 1965. Metode ini
memprediksikan pohon evolusi/evolutionary tree yang meminimalkan jumlah
langkah yang dibutuhkan untuk menghasilkan variasi yang diamati dalam
sekuen.
2. Metode jarak
`Metode jarak bekerja pada jumlah perubahan diantara masing-masing
pasangan dalam kelompok untuk mengkonstruksi pohon filogenetika dalam
kelompok. Pasangan sekuen yang mempunyai jumlah perubahan terkecil
diantara mereka disebut neighbors. Pada pohon, sekuen-sekuen ini
menggunakan secara bersama-sama satu titik atau posisi common ancestor
dan masing-masing dihubungkan titik oleh sebuah cabang.
3. Metode UPGMA
Metode UPGMA mengasumsikan sebuah molecular clock dan rooted tree.
Metode ini secara normal menghitung skor similaritas yang didefinisikan
sebagai jumlah total dari jumlah sekuen yang identik dan jumlah substitusi
konservatif dalam penjejeran dua sekuen dengan gap yang diabaikan. Skor
identitas antara sekuen menunjukkan hanya identitas yang mungkin
ditemukan dalam penjejeran.

10
4. Metode Fitch dan Margoliash
Metode Fitch dan Margoliash menggunakan tabel yang diilustrasikan seperti
pada Gambar 2. Sekuen-sekuen dikombinasi dalam tiga untuk mendefinisikan
cabang-cabang pohon yang diprediksikan dan untuk menghitung panjang-
panjang cabang dari pohon. Ini adalah metode averanging distance
merupakan metode yang paling akurat untuk pohon dengan cabang yang
pendek. Adanya cabang yang panjang bertendensi menurunkan tingkat
kepercayaan dari prediksi.
5. Metode neighbor-joining
Metode neighbor-joining sangat mirip dengan metode Fitch dan Margoliash
kecuali tentang pemilihan sekuen untuk berpasangan ditentukan oleh
perbedaan alogaritma. Metode neighbor-joining sangat cocok ketika rata-rata
evolusi dari pemisahan lineage adalah di bawah pertimbangan yang berbeda-
beda. Ketika panjang cabang dari pohon yang diketahui topologinya berubah
dengan cara menstimulasi tingkat yang bervariasi dari perubahan evolusi,
metode neighbor-joining adalah yang paling cocok untuk memprediksi pohon
dengan benar.
Jarak genetik berdasarkan metode algoritma pembentukan pohon akan
menampilkan data berupa pohon filogenetika. Pohon filogenetika memberi
informasi tentang pengklasifikasian populasi berdasarkan hubungan
evolusionernya. Dalam rekontruksi pohon filogenetika, data molekul lebih banyak
dipakai karena dianggap lebih stabil dalam proses evolusi dibandingkan dengan
data morfologi. Pohon filogenetika dapat berakar (rooted) atau tidak berakar
(unrooted), tergantung metode analisis yang dipergunakan. Akar pada pohon
menggambarkan titik percabangan pertama atau asal masing-masing populasi
dengan asumsi bahwa laju evolusi berjalan konstan (Nei, 1987). Berikut ini
contoh untuk pohon filogenik dari virus H5N1 :

11
Gambar 2 : Pohon filogenetik gen M2 virus AI asal unggas di sekitar kasus H5N1 pada
manusia. Grup 1 merupakan kelompok virus H5N1 asal Indonesia dan Grup 2 adalah
virus asal China/Hong Kong sebagai outgroup. Kontruksi filogenetik menggunakan
metode neighbor-joining dan analisis bootstrap (1.000 replicates) menggunakan model
Kimura-Nei dalam software MEGA 4 Sumber: Dharmayanti et al. (2010)

12
2.4 Evolusi Pada Prokariotik dan Eukariotik
Dahulu, prokariota diduga berkerabat lebih dekat dengan progenot hasil
postulasi(nenek moyang dari semua sel, sebelum adanya genom) daripada
eukariota, dan sesama prokariota diduga juga mempunyai kekerabatan yang lebih
dekat daripada denga eukariota manapun. Sebagian besar spesies prokariota
kemudian biasa diklasifikasikan lebih lanjut sebagai eubakteria. Subkingdom
prokariotik lainnya, yaitu archae hidup pada lingkungan-lingkungan yang diduga
tesebar luas pada saat kehiudpan mulai berevolusi untuk pertama kalinya.
Karenanya, dipercaya bahwa eubakteria berevolusi dari archae primitive dan
eukariota berevolusi dari eubakteria. Akan tetapi, secara bertahap ditemukan lebih
banyak lagi perbedaan yang memisahkan kedua sub kingdom prokariota tersebut.
Beberapa sifat dari archae dapat dijumpai pula pada eubakteria(keduanya
merupakan prokariota), sedangkan beberapa sifat lainnya ditemukan pula pada
eukariota (misalnya gen-gen bagi rRNA dan tRNA mengandung intron).
Organisme-organisme yang mempunyai sebuah nucleus kemungkinan telah
berevolusi sekitar 3,5 miliar tahun yang lalu, akan tetapi bagaimana munculnya
membran nukleus pertama masih berupa misteri. Berdasarkan hipotesis proliferasi
membran, satu atau lebih invaginasi membrane plasma pada progenot akan
bersatu secara internal mengelilingi genom, menjadi terpisah dari membran
plasma dan membetuk membran nukleus berlapis ganda. Proses melipatnya
membran plasma kearah dalam menenerangkan fakta bahwa nukleus sel-sel
eukariotik modern diselubungi oleh “membrane ganda” yang terdiri dari dua
lapisan ganda lipid (lipid bilayer) Asal usul mitokondria pada eukariota yang
berusia lebih muda dapat dijelaskan pada teori endosimbiotik. Sebagian besar
molekul bermuatan negative, termasuk diantaranya mRNA, tRNA, rRNA, dan
beberapa jenis protein yang tidak dapat melewati membrane organel-organel
tersebut harus tetap dikode oleh genom organel itu sendiri.
Bukti yang lebih kuat dapat ditunjukan pada evolusi kloroplas melalui
endosimbisis dari pada evolusi mitokondria. Suatu sel eukariotik pencari makan
yang aerob (sel yang telah mengevolusikan mitokondria) diduga mampu menelan
satu ataulabih eubakteria (yang berkerabat dengan sianobakteri) yang dapat
melakukan fotosintesis organik. Dalam proses evolusinya menjadi kloroplas,

13
endosimbion melepaskan beberapa gennya kedalam genom nukleus namun dalam
jumlah yang tidak sebanyak seperti yang dilepaskan oleh endosimbion yang
berevolusi menjadi mitokondria. Seperti halnya mitokondria, protokloroplas juga
harus mempertahankangen-gen yang mengkode tRNA dan rRNA bagi sintesis
protein dalam kloroplas. Genom mitokondria dan kloroplas mengkodekan
molekul tRNA dan rRNA bagi sistem-sistem sintesis proteinnya sendiri. Ribosom
yang terdapat pada kedua organel mempunyai bentuk dan ukuran yang serupa
dengan ribosom bakteri. Terakhir, teori endosimbiotik menerangkan fakta bahwa
kedua organela tersebut mempunyai membrane ganda. Membran dalamnya
menyerupai membran plasma endosimbion nenek moyang, sedangkakn membrane
luarnya merepresentasikan membrane plasma nenek moyang seinang pencari
makannya.

14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
a. Konsep dasar evolusi molekuler adalah dengan menentukan urutan
dari senyawa molekul di rantai DNA untuk mengetahui tingkat
kekerabatan dari makhluk hidup
b. Ruang lingkup evolusi molekuler mencakup evolusi makromolekul
dan juga rekonstruksi sejarah evolusi gen dan organisme
c. Menentukan filogeni molekuler berdasarkan konsep evolusi
molekul bisa dilakukan dengan beberapa metode diantaranya
i. Parsimony atau metode minimum evolution
ii. Metode jarak
iii. Metode UPGMA
iv. Metode Fitch dan Margoliash
v. Metode neighbor-joining
d. Evolusi prokariot dan eukariot dapat dilihat dari berbagai hal, pada
eukariyot terutama dapat dilihat pada kloroplas dan mitokondria.
3.2 Saran
a. Agar pemateri lebih menspesifikkan tentang bagaimanan metode
dalam filagenik dilakukan untuk menentukan tingkatanya dalam
evolusi molekuler
b. Agar pemateri melengkapi makalahnya dengan ilustrasi atau
gambar yang menjelaskan proses dalam melakukan analisis
filogenik
c. Agar penulis lebih banyak membaca buku referensi

15
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Moh. 2009. Evolusi. Malang: Universitas Negeri Malang.


Blackshields, G., I.M. Wallace, M. Larkin and D.G. Higgins. 2006. Analysis and
comparison of benchmarks for multiple sequence alignment. Silico Biol. 6:
321 – 339.
Campbell, Neil A., Reece, Jane B., Urry, Lisa A., Wasserman, Steven A.,
Minorsky, Peter V., and Jackson, Robert B. 2012. Biologi edisi 8 jilid 2
terjemah oleh Damaning tyas (Wibi Hardani,eds). Jakarta: Penerbit
Airlangga.
Dharmayanti, N.L.P.I., F. Ibrahim and A. Soebandrio. 2010. Amantadine resistant
of Indonesian influenza H5N1 subtype virus during 2003 – 2008.
Microbiol Indonesia. 5(1): 11 – 16.
Graur, D & Hsiung Li, W. 2000. Fundamental of Molecular Evolution .Second
Edition. Massachusetts: Sinaur Associates, Inc, Publisher.
Henuhili, V., Mariyam S, Sudjoko, Rahayu T. 2012. Diktat Kuliah Evolusi.
Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Henulihi, Victoria. 2008. Genetika Dan Evolusi. Yogyakarta: UNY Press.
Hickman, C.P., Larry S. R., Allan L. 2001. Integrated Principles Of Zoology 11
ed.. New Yok : America
Indi.Dharyamanti N.L.P.2011: Filogenetika Molekuler: Metode Taksonomi
Organisme Berdasarkan Sejarah Evolusi. Balai Besar Penelitian
Veteriner, Jl. R.E. Martadinata No. 30, Bogor 16114
Iskandar T. Djoko. 2001. Evolusi. Departemen Biologi. Bandung : ITB
Jorde, Lynn B. 2003. Genetic Variation And Human Evolution. Utah : Department
Of Human Genetics University Of Utah School Of Medicine.
Karmana. I.W. 2009. Kajian Evolusi Berbasis Urutan Nukleotida. GaneÇ Swara
Edisi Khusus Vol. 3 No.3 Desember 2009.
Lipscomb, D. 1998. Basics of Cladistic Analysis. Student guide paper. George
Washington University.
http://www.gwu.edu/~clade/faculty/lipscomb/Cladistics.pdf (27 Januari
2018) Noble, Denis.2015. Evolution beyond neo-Darwinism: a new
conceptual framework. J. Exp. Biol. 218, 7-13
Mount, D.W. 2001. Phylogenetic prediction. In: Bioinformatic, Sequence and
Genome Analysis. Cold Spring Harbor laboratory. New York Press pp.
237 – 280.
Nei, M. 1987. Molecular Genetics. Columbia University New York Press.
Saitou, N. and T. Imanishi. 1989. Relative efficiencies of the Fitch-Margoliash,
Maximum-Parsimony, Maximum- Likehood, Minimum Evolution amd
Neighbor-joining Methods of phylogenetic tree construction in obtaining
the correct tree. Mol. Biol. Evol. 6(5): 514 – 525.Scotney, John. 2009. The
Theory of Evolution. London: Kuperard
Stearn, S.C. & Hoekstra, R.F. 2003. Evolution an Introduction. New York:
Oxford University Press

16
Widodo, Umie L., Moh. Amin. 2003. Bahan Ajar Evolusi. Malang: Departemen
Pendidikan Nasional.

17

Anda mungkin juga menyukai