LAPORAN KASUS
REGIONAL ANASTESI PADA WANITA 27 TAHUN G1P0A0 HAMIL
ATERM BELUM INPARTU DENGAN PREEKLAMPSIA BERAT
JANIN TUNGGAL HIDUP PRESENTASI KEPALA
Oleh :
Juwita Intan Purnama Sari
H1AP13017
Pembimbing
AKBP. DR. dr. Yalta Hasanudin Nuh, Sp.An
KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF
RSUD DR. M. YUNUS BENGKULU / RS BHAYANGKARA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2020
HALAMAN PENGESAHAN
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini.
Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi salah satu komponen penilaian
Kepaniteraan Klinik Anesstesi RSUD dr. M. Yunus, Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Bengkulu, Bengkulu.
Pada kesempatan ini Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. AKBP. Dr. dr. Yalta Hasannudin Nuh, Sp. An
sebagai pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu dan telah
memberikan masukan-masukan, petunjuk serta bantuan dalam penyusunan
tugas ini.
2. Teman–teman yang telah memberikan bantuan baik
material maupun spiritual kepada penulis dalam menyusun laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam laporan kasus ini,
maka penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak. Penulis
sangat berharap agar laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi semua.
Penulis
3
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN…..
…………………………………………………................2
KATA PENGANTAR.............................................................................................3
DAFTAR ISI............................................................................................................4
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................5
1.1 Latar Belakang...............................................................................................5
1.2 Tujuan.............................................................................................................6
1.3 Manfaat...........................................................................................................6
BAB II LAPORAN KASUS....................................................................................7
2.1 Identitas..........................................................................................................7
2.2 Anamnesis......................................................................................................8
2.3 Pemeriksaan Fisik...........................................................................................8
2.4 Pemeriksaan Laboratorium...........................................................................11
2.5 Kesan Anestesi.............................................................................................11
2.6 Penatalaksanaan............................................................................................11
BAB III TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................17
3.1 Preeklampsia Berat.......................................................................................17
3.2.Seksio Caesaria.............................................................................................25
3.3 Anastesi Spinal………………………………………………………... 33
BAB IV PEMBAHASAN......................................................................................41
BAB V KESIMPULAN.........................................................................................53
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................54
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
epidural, blok subarakhnoid, dan blok kaudal. Anestesia spinal
aman untuk janin, namun selalu ada kemungkinan bahwa tekanan
darah pasien menurun dan akan menimbulkan efek samping yang
berbahaya bagi ibu dan janin. Beberapa kemungkinan terjadinya
komplikasi pada ibu selama anestesia harus diperhitungkan dengan
teliti. Keadaan ini dapat membahayakan keadaan janin, bahkan
dapat menimbulkan kematian ibu. Komplikasi yang mungkin
terjadi antara lain aspirasi paru, gangguan respirasi, dan gangguan
kardiovaskular.
1.2 Tujuan
1. Menganaalisis persiapan pre-anastesi terhadap pasien G1P0A0
hamil aterm dengan preeklamsia berat belum inpartu janin
tunggal hidup presentasi kepala.
2. Menganalisis intra-operatif seksio sesarea transprofunda
(SSTP) terhadap pasien G1P0A0 hamil aterm dengan
preeklamsia berat belum inpartu janin tunggal hidup presentasi
kepala.
3. Menganalisis post-operatif SSTP terhadap pasien G1P0A0
hamil aterm dengan preeklamsia berat belum inpartu janin
tunggal hidup presentasi kepala.
1.3 Manfaat
1. Kesempatan bagi penulis untuk mengintegrasikan ilmu yang
telah didapat selama stase anastesi dan terapi intensif dengan
melakukan pembedahan kasus secara ilmiah
2. Menambah pengetahuan dan pengalaman
3. Hasil laporan kasus dapat dijadikan sumber kepustakaan
mengenai regional anastesi pada G1P0A0 hamil aterm dengan
preeklamsia berat belum inpartu janin tunggal hidup presentasi
kepal
6
BAB II
LAPORAN KASUS
REKAM MEDIS
A. Anamnesis
Alloanamnesis
1. Identitas
Nama : Ny. D
Med.Rec : 844345
Umur : 27 tahun
Suku bangsa : Bengkulu
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tanga
Alamat : Jalan Nangka
MRS : 14 Desember 2020
2. Riwayat Perkawinan
Kawin 1 kali, lamanya 1 tahun sebagai istri sah.
3. Riwayat Reproduksi
Menarche : 13 tahun
Siklus haid : 28 hari, teratur
Lama haid : 5-7 hari
Hari pertama haid terakhir : 10 Maret 2020
Taksiran persalinan : 17 Desember 2020
KB :-
4. Riwayat Kehamilan/Melahirkan
1. Hamil ini.
7
5. Riwayat Antenatal Care
Pasien mengaku melakukan Antenatal Care (ANC) di bidan, namun tidak
rutin dilakukan setiap bulan. Tidak pernah memeriksa kandungannya ke
dokter spesialis kandungan.
8. Anamnesis Khusus
Keluhan utama :
Hamil cukup bulan dengan darah tinggi
B. Pemeriksaan Fisik
1. Status Present
a. Tanda Vital
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tipe badan : piknikus
Berat badan : 70 kg
Tinggi badan : 155 cm
2
IMT : 29,16 kg/m
Tekanan darah : 160/110 mmHg
Nadi : 85x/menit
Pernafasan : 21 x/menit
Suhu : 36,5°C
5. Status Generalis
a. Kepala
Bentuk : Normochepali, tidak ada deformitas
Rambut : Hitam, tidak rontok, tersebar merata
b. Wajah
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak pucat
c. Mata
Konjungtiva : Tidak anemis
Sclera : Tidak ikterik
Pupil : Isokhor, reflek cahaya langsung +/+
Reflek cahaya tidak langsung +/+
Gerakan bola mata baik
d. Telinga
: Simetris, sekret (-), NT tragus (-)
e. Hidung
j. Abdomen
St. Obstetri:
Pemeriksaan : FUT 3 jari di bawah prosesus xipoideus (31 cm),
Luar memanjang, punggung kiri, kepala, u 5/5, His -,
DJJ: 136 x/menit , TBJ: 2945 gram
Inspekulo : Tidak dilakukan
Vaginal Toucher : Portio lunak, posterior, eff 0%, Ø kuncup,
kepala, flosting, ketuban dan petunjuk belum
dapat dinilai
k. Ekstremitas
Tidak tampak deformitas
Akral hangat pada keempat ekstremitas, CRT <2”
Terdapat edema pada kedua ekstremitas inferior, pitting edema (-)
C. Pemeriksaan Penunjang
E. KESAN ANASTESI
Wanita 27 tahun hamil aterm menderita preeklampsia berat dengan status
fisik
ASA II
F. PENATALAKSANAAN
Puasa 6-8 jam pre op
Cairan pre op Ringer Laktat 20 tpm
Konsul obgyn rencana operatif SSTP
Konsul ke bagian Anastesi
Informed consent pembedahan dan pembiusan dengan status ASA II
G. PRE-OPERATIF
Pasien tiba di ruang OK
Kondisi pasien :
- KU : Tampak sakit sedang
- TD : 190/130 mmHg
- Nadi : 110 x/m
- RR : 20 x/m
- Premedikasi : Ondansetron 4 mg IV
5 Aman :
Amankan diri
Amankan pasien
Amankan alat anestesi
Amankan obat-obatan anestesi
Amankan lingkungan
Amankan Diri
Pesiapan diri pre-anastesi pada kasus ini sebagai berikut
1. Sehat mental, fisik, jasmani, dan rohani.
2. Memahami pasien sebelum melakukan tindakan anastersi, memahami
perubahan fisiologis pada kehamilan, pre-eklamsi, dan anastesi yang
biasa digunakan untuk operasi seksio sesarea pada wanita hamil
dengan pre-eklamsi.
3. Persiapan alat pelindung diri (APD).
Amankan Pasien
Anamnesis pasien menanyakan keluhan pasien, riwayat operasi,
riwayat alergi, riwayat penyakit sebelumnya, riwayat merokok dan
mengkonsumsi alkohol. Melakukan pemeriksaan fisik pada pasien.
Informed Consent Pembedahan dan Pembiusan dengan status ASA II.
Premedikasi yang Ondansentron 4 mg. Makan terakhir pukul 22:00
WIB, cairan infus yang diberikan Ringer Laktat dengan cairan
pengganti puasa: 6 jam x 2 ml/kg jam x 70 kg = 840 cc.
Lakukan pemeriksaan 6B pada pasien yang akan dioperasi.
Pemeriksaan 6B pada kasus ini sebagai berikut.
B1 (Breath)
- Airway : Tidak ada sumbatan jalan napas
- Frekuensi pernapasan : 24 x/menit, regular
- Suara Pernapasan : Vesikuler (+/+)
- Suara tambahan : Wheezing (-/-), rhonki (-/-)
- Riwayat asma : Tidak ada
- Riwayat batuk : Tidak ada
- Riwayat aleregi : Tidak ada
B2 (Blood)
- Tekanan darah : 190/130 mmHg
- Frekuensi nadi : 110 x/menit, regular, isi dan
tegangan cukup
- Temperatur : 36,5 ⁰C
- Akral : Hangat dan CRT < 2 detik
- Konjungtiva palpebra : Tidak anemis dan tidak ikterik
B3 (Brain)
- Sensorium : Kompos mentis (GCS 15)
- Refleks Cahaya : (+/+)
- Pupil : Isokor (2 mm / 2 mm)
- Refleks fisiologis : Reflex patella (+/+)
- Refleks patologis :-
- Riwayat kejang :-
- Nyeri kepala :-
- Pandangan kabur :-
- Muntah proyetil :-
B4 (Bladder)
- Urin :+
- Volume : Cukup
- Warna : Kuning pekat
- Kateter :+
B5 (Bowel)
- Abdomen : FUT 3 jari di bawah prosesus
xipoideus (31 cm), memanjang,
punggung kiri, kepala, u 5/5, His -,
DJJ: 136 x/menit , TBJ: 2945 gram
- Bising usus : + normal
- Mual dan muntah :-
- Flatus dan BAB :+
- NGT :-
B6 (Bone)
- Edema : Edema di keempat ekstremitas
- Fraktur :-
- Luka :-
Amankan Lingkungan
Memastikan lingkungan tempat operasi sudah siap dan lengkap
untuk digunakan.
H. INTRA-OPERATIF
A. INDUKSI ANESTESI
Anestesi regional dengan teknik spinal (subarachnoid)
menggunakan bupivacain konsentrasi 0,5% hyperbarik sebanyak 3 cc
(15mg).
B. PROSEDUR ANESTESI
Prosedur Anastesi regional pada kasus ini sebagai berikut
1. Anestesi regional dengan teknik spinal anestesi,
2. Setelah dipasang IV line, monitor (tekanan darah, nadi, saturasi oksigen) dan
oksigen kanul 3 liter/menit
3. Pasien dengan posisi duduk, tandai dimana akan dilakukan tusukan, dengan
teknik aseptik-antiseptik, dilakukan tusukan pada lokasi Lumbal 3 – 4.
4. Anestesi lokal bupivacain HCL konsentrasi 0,5% hyperbaric, jumlah 3 cc (15 mg)
dengan jarum spinocan G.27. Anestesi dimulai jam 13:00 WIB, operasi dimulai
jam 13:10 WIB. Operasi berlangsung selama ± 60 menit.
Durante operasi
- lama operasi ± 60 menit
- HR : berkisar 110 – 130 x/menit
- Saturasi oksigen berkisar antara 98% - 100%
- Cairan yang keluar : Perdarahan (700 cc)
Balance Cairan
Perhitungan balance cairan pasien pada kasus ini sebagai berikut
Input : 1760 cc
Output : Urin + IWL + Perdarahan + Maintenance + Stress Operasi
: 300 cc + 44 cc +700 cc + 140 cc+ 420 cc
: 1604 cc
Balance Cairan : + 158 cc
D. PENANGANAN POST-OPERATIF
Timbulnya tanda-tanda klinis berupa nyeri kepala, nyeri ulu hati, mual dan
muntah pada penderita preeklampsia merupakan penanda awal akan
terjadinya eklampsia jika tidak segera ditatalaksana dengan tepat dapat
memberikan komplikasi pada ibu dan anak.
Serangan kejang pada eklampsia tidak selalu didahului gejala-gejala
prodromal, sehingga pengenalan klinik terhadap gejala-gejala impending
eklampsia seperti nyeri kepala hebat, pandangan kabur, nyeri ulu hati, dapat
dijadikan sebagai clinical warning even dalam mencegah kejang dan berbagai
komplikasi selanjutnya.
3.1.5 Tatalaksana
Prinsip penatalaksanaan preeklamsia berat adalah mencegah timbulnya
kejang, mengendalikan hipertensi guna mencegah perdarahan intrakranial serta
kerusakan dari organ-organ vital dan melahirkan bayi dengan
selamat.Pada preeklamsia berat, penundaan merupakan tindakan yang
salah.Karena preeklamsia sendiri bisa membunuh janin.
1. Pengobatan Medikamentosa
Penderita preeklampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk
rawat inap dan dianjurkan untuk tirah baring miring ke kiri. Pemeriksaan
sangat teliti diikuti dengan observasi harian tetang tanda-tanda klinik
berupa: nyeri kepala, gangguan visus, nyeri epigastrium, dan kenaikan
cepat berat badan. Selain itu perlu dilakukan penimbangan berat badan,
pengukuran proteinuria, pengukuran tekanan darah, pemeriksaan
laboratorium, dan pemeriksaan USG.
Perawatan yang penting pada preeklampsia berat ialah pengelolaan
cairan karena penderita preeklampsia dan eklampsia memiliki risiko tinggi
untuk mengalami edema paru dan oliguria.Harus dilakukan pengukuran
secara tepat berapa jumlah cairan yang dimasukkan dan dikeluarkan oleh
urin.Bila terjadi tanda-tanda edema paru, segera dilakukan tindakan
koreksi.Selain diberikan cairan, dipasang juga Foley Catheter
untuk mengukur pengeluaran urin. Dikatakan oliguria bila produksi urin <
30 cc/jam dalam 2 – 3 jam atau < 500 cc dalam 24 jam.
Dapat diberikan antasida untuk menetralisir asam lambung sehingga
bila mendadak kejang, dapat menghindari risiko aspirasi asam lambung
yang sangat asam.Diet yang diberikan cukup protein, rendah karbohidrat,
lemak, dan garam.
a. Pemberian magnesium sulfat untuk mencegah kejang
Sejak tahun 1920-an, magnesium sulfat sudah digunakan untuk
eklampsia di Eropa danAmerika Serikat.Tujuan utama pemberian
magnesium sulfat pada preeklampsia adalah untukmencegah dan
mengurangi angka kejadian eklampsia, serta mengurangi morbiditas dan
mortalitasmaternal serta perinatal.Cara kerja magnesium sulfat belum dapat
dimengerti sepenuhnya. Salah satu mekanisme kerjanyaadalah
menyebabkan vasodilatasi melalui relaksasi dari otot polos, termasuk
pembuluh darahperifer dan uterus, sehingga selain sebagai antikonvulsan,
magnesium sulfat juga berguna sebagaiantihipertensi dan tokolitik.
Magnesium sulfat juga berperan dalam menghambat reseptorN-metil-D-
aspartat (NMDA) di otak, yang apabila teraktivasi akibat asfiksia, dapat
menyebabkanmasuknya kalsium ke dalam neuron, yang mengakibatkan
kerusakan sel dan dapat terjadi kejang.Cara pemberian :
Loading dose : initial dose
o 8 gram MgSO4intramuskular bokong kiri dan kanan.
Maintenance dose :
o 4 gram MgSO4intramuskular tiap 4 – 6 jam.
Syarat pemberian MgSO4 :
o Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi yaitu
kalsium glukonas 10 % = 1 g (10 % dalam 10 cc) diberikan IV 3
menit.
o Refleks patella (+) kuat.
o Frekuensi pernapasan > 16 kali / menit , tidak ada tanda-tanda distress
napas.
Magnesium sulfat dihentikan bila :
o Ada tanda-tanda intoksikasi
o Setelah 24 jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir
Dosis terapeutik dan toksis MgSO4
o Dosis terapeutik 4 –7 mEq/l 4.8 – 8.4 mg/dl
o Hilangnya refleks tendon 10 mEq/ l 12 mg/dl
o Terhentinya pernapasan 15 mEq/l 18 mg/dl
o Terhentinya jantung > 30 mEq/l > 36 mg/dl
Bila terjadi refrakter terhadap pemberian MgSO4 maka diberikan salah
satu obat berikut: thiopental sodium, sodium amobarbital, diazepam,
atau fenitoin.
b. Pemberian
antihipertensi
Keuntungan dan risiko pemberian antihipertensi pada hipertensi ringan
- sedang (tekanandarah 140 – 169 mmHg/90 – 109 mmHg), masih
kontroversial. European Society of Cardiology (ESC)guidelines 2010
merekomendasikan pemberian antihipertensi pada tekanan darah sistolik
≥160mmHg atau diastolik ≥90mmHg pada wanita dengan hipertensi
gestasional (dengan atau tanpaproteinuria), hipertensi kronik
superimposed, hipertensi gestasional, hipertensi dengan gejala
ataukerusakan organ subklinis pada usia kehamilan berapapun.
Metaanalisis RCT yang dilakukan oleh Magee, dkk menunjukkan
pemberian antihipertensi padahipertensi ringan menunjukkan penurunan
insiden hipertensi berat dan kebutuhan terapiantihipertensi tambahan. Dari
penelitian yang ada, tidak terbukti bahwa pengobatan antihipertensi dapat
mengurangi insidenpertumbuhan janin terhambat, solusio plasenta,
superimposed preeklampsia atau memperbaikiluaran perinatal. Dari hasil
metaanalisis menunjukkan pemberian anti hipertensi meningkatkan
kemungkinan terjadinya pertumbuhan janin terhambat sebanding dengan
penurunan tekanan arterirata-rata. Hal ini menunjukkan pemberian
antihipertensi untuk menurunkan tekanan darahmemberikan efek negatif
pada perfusi uteroplasenta. Oleh karena itu, indikasi utama pemberianobat
antihipertensi pada kehamilan adalah untuk keselamatan ibu dalam
mencegah penyakitserebrovaskular. Meskipun demikian, penurunan
tekanan darah dilakukan secara bertahap tidaklebih dari 25% penurunan
dalam waktu 1 jam. Hal ini untuk mencegah terjadinya penurunan
alirandarah uteroplasenter.
Antihipertensi yang aman dan sering digunakan untuk terapi hipertensi
masa kehamilan adalah golongan obat cacium channel blocker yaitu
nifedipin tablet dengan dosis 3x10 mg per oral dapat diulangi setiap 30
menit apabila target penurunan tekanan darah belum tercapai dengan dosis
maksimal 120 mg dalam 24 jam.
Gambar 2.1. Proporsi persalinan sesar dari kelahiram periode 1 Januari 2010-2013
menurut provinsi, Indonesia.8
3.2.7 Diagnosis
Riwayat seksio sesarea tidak harus selalu diikuti dengan tindakan
seksio sesarea pada persalinan berikutnya. Percobaan Persalinan
Pervaginam pada Pasien Pernah Seksio (P4S) dapat dilakukan pada
sebagian besar wanita dengan insisi uterus transversal rendah dan tidak
ada kontraindikasi persalinan pervaginam. Kriteria seleksi pasien yang
mencoba Persalinan Pervaginam pada Pasien Pernah Seksio (P4S) atau
Vaginal Birth After Caesarea (VBAC) menurut American College of
Obstetricians and Gynecologists (ACOG), yaitu: 5
1. Satu kali riwayat seksio dengan insisi transversal rendah
2. Pelvis adekuat secara klinis
3. Tidak ada parut uterus lain atau riwayat ruptur uteri
4. Dokter mendampingi selama persalinan, dapat memonitor persalinan
dan melakukan seksio sesarea segera (dalam waktu 30 menit)
5. Tersedianya dokter anastesi dan personil untuk melakukan seksio
sesarea segera.
Beberapa persyaratan lainnya antara lain: 2
1. Tidak ada indikasi seksio sesarea (lintang, plasenta previa)
2. Terdapat catatan medik yang lengkap mengenai riwayat seksio
sesarea sebelumnya (operator, jenis insisi, komplikasi, lama
perawatan).
3. Segera mungkin pasien dirawat di RS setelah persalinan mulai.
4. Tersedia darah untuk transfusi.
5. Janin presentasi verteks normal.
6. Pengawasan selama persalinan yang baik (personil, partograf,
fasilitas)
7. Adanya fasilitas dan perawatan bila dibutuhkan seksio sesarea
darurat.
8. Persetujuan tindak medik mengenai keuntungan maupun risikonya.
Tabel 3.1 Sistem penilaian untuk memperkirakan keberhasilan P4S modifikasi Flamm-
Geiger adalah sebagai berikut:
No Faktor Nilai
1 Umur
Dibawah 40 tahun 2
Diatas 40 tahun 1
2 Riwayat persalinan pervaginam :
Sebelum dan setelah seksio sesarea 4
Setelah seksio sesarea 2
Sebelum seksio sesarea 1
Belum pernah 0
3 Indikasi seksio sesarea pertama selain kegagalan 1
kemajuan persalinan
4 Pendataran dan penipisan serviks saat tiba di Rumah
Sakit:
75% 2
25-75% 1
<25% 0
5 Dilatasi serviks > 4 cm 1
Nilai 0-2 : keberhasilan P4S 42-49%
Nilai 3 : keberhasilan P4S 60 %
Nilal 4 : keberhasilan P4S 67 %
Nilai 5 : keberhasilan P4S 77-79%
Nilai 6-7 : keberhasilan P4S 93%
Nilai8-10 : Keberhasilan P4S 95%
Tabel 3.2 Sistem skoring menurut Weinstein
Nilai*
No. Variabel Tidak Ya
1 Nilai bishop ≥ 4 0 4
2 Persalinan pervaginam sebelum 0 2
SC
3 Indikasi SC sebelumnya
-kategori A 0 6
Malpresentasi
Hipertensi dalam kehamilan
(HDK)
Gemeli
-kategori B 0 5
Plasenta previa atau solusio
plasenta
Prematuritas
Ketuban pecah dini
-kategori C 0 4
Fetal distress
CPD atau distosia
Prolaps tali pusat
-kategori D 0 3
Makrosomia
Pertumbuhan janin terhambat
(PJT)
5
3.3.2 Persiapan Analgesia Spinal
Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persiapan pada
anesthesia umum. Daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakah akan
menimbulkan kesulitan, misalnya ada kelainan anatomis tulang punggung atau
pasien gemuk sekali sehingga tidak teraba tonjolan prosesus spinosus. Selain
itu perlu diperhatikan hal – hal dibawah ini:
a) Informed consent; kita tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui
anesthesia spinal.
b) Pemeriksaan fisik; tidak dijumpai kelainan fisik seperti kelainan tulang
punggung.
c) Pemeriksaan laboratorium anjuran; Hemoglobin, hematokrit, protombin
time, thrombin time.
5
3.3.3 Peralatan Analgesia Spinal
a) Peralatan monitor; tekanan darah, nadi, oksimetri denyut dan EKG
b) Peralatan resusitasi/anesthesia umum
c) Jarum spinal; jarum spinal dengan ujung tajam (quincke-Babcock) atau
jarum spinal dengan ujung pensil (pencil point, whitecare)
3
Gambar 3. Jarum spinal (jarum tajam dan jarum pinsil)
5
3.3.4 Teknik Analgesia Spinal
Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis
tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas
meja operasi tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan
posisi pasien. Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit pertama akan
menyebabkan menyebarnya obat.
a) Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalnya dalam posisi dekubitus lateral.
Beri bantal kepala, selain enak untuk pasien juga supaya tulang belakang
stabil. Buat pasien membungkuk maksimal agar prosesus spinosus mudah
teraba. Posisi lain ialah duduk.
Gambar 4. Posisi pasien pada anastesi spinal (posisi duduk dan lateral
3
dekubitus)
b) Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua Krista iliaka dengan
tulang punggung ialah L4 atau L4-5. Tentukan tempat tusukan misalnya
L2-3, L3-4, atau L4-5. Tusukan pada L1-2 atau diatasnya berisiko trauma
terhadap medulla spinalis.
c) Sterilkan tempat tusukan dengan betadin atau alkohol.
d) Beri anastetik lokal pada tempat tusukan, misalnya dengan lidokain 1-2%
2-3 ml.
e) Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22 G, 23
G atau 25 G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27 G
atau 29 G, dianjurkan menggunakan penuntun jarum (introducer), yaitu
jarum suntik biasa semprit 10cc. Tusukkan introduser sedalam kira-kira
2cm agak sedikit kea rah sefal, kemudian masukkan jarum spinal berikut
mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan jarum tajam
(Quincke-Babcock) irisan jarum (bevel) harus sejajar dengan serat
duramater, yaitu pada posisi tidur miring bevel mengarah ke atas atau ke
bawah, untuk menghindari kebocoran likuor yang dapat berakibat
timbulnya nyeri kepala pasca spinal. Setelah resistensi menghilang,
mandarin jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi
obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan (0,5 ml/ detik) diselingi
aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik. Kalau
anda yakin ujung jarum spinal pada posisi yang benar dan likuor tidak
keluar, putar arah jarum 90° biasanya likuor keluar. Untuk analgesia spinal
kontinyu dapat dimasukkan kateter.
G 6
ambar 5. Tusukan jarum pada anestesi spinal
5
3.3.5 Anastetik lokal untuk Analgesia Spinal
Berat jenis cairan serebrospinalis (CSS) pada suhu 37°C ialah 1.003-1.008.
Anestetik lokal dengan berat jenis sama dengan CSS disebut isobarik.
Anestetik local dengan berat jenis lebih besar dari CSS disebut hiperbarik.
Anestetik local dengan berat jenis lebih kecil dari CSS disebut hipobarik.
Anestetik lokal yang sering digunakan adalah jenis hiperbarik diperoleh
dengan mencampur anestetik local dengan dekstrosa. Untuk jenis hipobarik
biasanya digunakan tetrakain diperoleh dengan mencampur dengan air injeksi.
5
Tabel 2. Anestesi Lokal Pada Anestesi Spinal
Anestetik Lokal Berat Jenis Sifat Dosis
Lidokain
2% plain 1.006 Isobaric 20 -100 mg (2-5 ml)
5% dalam dekstrosa 1.033 Hiperbarik 20 – 50 mg (1-2 ml)
7,5%
Bupivakain
0,5% dalam air 1.005 Isobaric 5 - 20 mg (1-4 ml)
0,5 % dalam dekstrosa 1.027 Hiperbarik 5 – 15 mg (1-3 ml)
8,25%
5
Penyebaran anestetik local tergantung:
a) Faktor utama
1) Berat jenis anestetika local (barisitas)
2) Posisi pasien (kecuali isobarik)
3) Dosis dan volum anestetik local (kecuali isobarik)
b) Faktor tambahan
1) Ketinggian suntikan
2) Kecepatan suntikan/barbotase
3) Ukuran jarum
4) Keadaan fisik pasien
5) Tekanan intraabdominal
5
Lama kerja anestetik lokal tergantung:
a) Jenis anestetik lokal
b) Besarnya dosis
c) Ada tidaknya vasokonstriktor
d) Besarnya penyebaran anestetika lokal
5
3.3.6 Komplikasi tindakan
a) Hipotensi berat
Akibat blok simpatis, terjadi „venous pooling‟. Pada dewasa dicegah
dengan memberikan infuse cairan elektrolit 1000 ml atau koloid 500
ml sebelum tindakan.
b) Bradikardi
Dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia, terjadi akibat blok
sampai T-2.
c) Hipoventilasi
Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali napas.
d) Trauma pembuluh darah
e) Trauma saraf
f) Mual-muntah
g) Gangguan pendengaran
h) Blok spinal tinggi, atau spinal total
5
Komplikasi pasca tindakan
a) Nyeri tempat suntikan
b) Nyeri punggung
c) Nyeri kepala karena kebocoran likuor
d) Retensio urin
e) Meningitis
BAB IV
PEMBAHASAN
Monitoring Anastesi
• Post Operatif
Pulih dari anestesi umum atau regional secara rutin dikelola di
kamar pulih atau unit perawatan pasca anestesi. Idealnya dapat
bangun dari anesthesia secara bertahap, tanpa keluhan dan mulus.
Kenyataannya sering dijumpai hal – hal yang tidak menyenangkan
akibat stress pasca operasi atau pasca anesthesia yang berupa
gangguan napas, gangguan kardiovaskular, gelisah, kesakitan,
5
mual –muntah, menggigil dan kadang – kadang perdarahan.
Aldrete scoring
KESADARAN 2. sadar, orientasi baik
1. dapat dibangunkan
4.1 Simpulan
1. Tatalaksana anestesi pasien dengan ASA II pada kasus ini yang
meliputi tatalaksana jalan napas, pemilihan dan dosis obat anestesi,
terapi cairan dan terapi nyeri sudah tepat.
2. Pasien bedah dengan aldrete score 9 setelah 2 jam dirawat
ditransportasikan ke ruang perawatan biasa di ruang khusus kebidanan
untuk pemulihan
4.2 Saran
Perlu memperhatikan dan mempertimbangkan pemilihan terapi analgetik
pada pasien setelah menjalankan operasi.
DAFTAR PUSTAKA