Anda di halaman 1dari 5

Pengobatan Virus Corona 

(COVID-19)

Infeksi virus Corona atau COVID-19 belum bisa diobati, tetapi ada beberapa langkah yang dapat
dilakukan dokter untuk meredakan gejalanya dan mencegah penyebaran virus, yaitu:

 Merujuk penderita COVID-19 yang berat untuk menjalani perawatan dan karatina di


rumah sakit rujukan
 Memberikan obat pereda demam dan nyeri yang aman dan sesuai kondisi penderita
 Menganjurkan penderita COVID-19 untuk melakukan isolasi mandiri dan istirahat yang
cukup
 Menganjurkan penderita COVID-19 untuk banyak minum air putih untuk menjaga kadar cairan
tubuh

KOMPAS.com - Hingga saat ini, berbagai instansi pemerintah dan industri sedang berusaha
membuat obat yang akan digunakan untuk menangani penyakit Covid-19. Pakar sains dari AIM
Biologicals Groups, Dr Fadhil Ahsan mengatakan bahwa pembuatan dan penggunaan obat untuk
Covid-19 ini memiliki kategori yang berbeda-beda. Tidak semua obat yang disebutkan untuk
Covid-19 memiliki fungsi atau target sasaran yang sama terkait virus corona SARS-CoV-2,
penyebab Covid-19. Fadhil menyebutkan bahwa setidaknya, ada tiga strategi atau mekanisme
kerja obat antivirus untuk Covid-19 ini. Baca juga: Nekat Berkerumun saat PSBB, Ingat Risiko
Penularan Virus Corona Tinggi

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Obat untuk Corona Tak Semua Sama, Ini
3 Jenis Obat Covid-19", https://www.kompas.com/sains/read/2020/05/20/173300423/obat-untuk-
corona-tak-semua-sama-ini-3-jenis-obat-covid-19.
Penulis : Ellyvon Pranita
Editor : Shierine Wangsa Wibawa

1.Menghambat masuknya virus


Pada mekanismenya, obat-obatan yang memang difungsikan dalam kategori menghambat
masuknya virus, akan bekerja untuk memblokir masuknya virus ke dalam sel. "Seperti sistem
terapi plasma konvalesen, yang difungsikan untuk memblokir virus-virus SARS-CoV-2 sehingga
tidak masuk ke sel-sel paru," kata Fadhil dalam diskusi daring bertajuk Riset dalam Menemukan
Vaksin dan Obat Anti Covid-19, Jumat (15/5/2020).
Contoh obat kategori ini adalah cocktail antibodi yang dipilah dari plasma konvalesen dan
kemudian diperbanyak. Jadi, target sasaran pengobatannya lebih spesifik lagi, utamanya adalah
spike protein dari virus tersebut. Selain cocktail antibodi, frontiler obat antivirus lainnya yang
berfungsi untuk menghambat masuknya virus ke dalam sel adalah APNO1 (rekombinan ACE-2)
dan DAS181 (rekombinan sialidase atau nebulized).

2. Menghambat replikasi virus Obat-obatan pada kategori ini bekerja ketika virus SARS-CoV-2
sudah masuk ke dalam sel paru-paru. Mereka menghambat replikasi atau beberapa langkah dari
virus tersebut dengan cara seperti uncounting dan pengeluaran virus dari sel itu. Sebagian besar
obat-obatan antivirus spektrum luas berada dalam kategori menghambat replikasi virus. Dari 80
obat antivirus spektrum luas, beberapa contoh obat yang masih dikembangkan pada fase 3 untuk
penanganan Covid-19 adalah Remdesivir, Arbidol, Tamiflu, Avigan, Kaletra/Aluva, ASC09,
Truvada dan BTL-tml.

3. Meredam peradangan akibat infeksi Secara farmatologi, obat-obatan pada kategori terakhir ini
tidak termasuk antivirus secara langsung karena tidak menyasar pada virusnya, tetapi lebih ke
arah meredam peradangan atau mengurangi inflamasi yang diakibatkan oleh infeksi virus. Fadhil
menjelaskan, pada pasien yang memiliki kasus berat dari infeksi Covid-19 di paru, seperti badai
sitokin; obat dalam kategori ini mencoba meredamnya agar kerusakan tidak berlanjut. Beberapa
contoh obat kategori meredam peradangan yang disebutkan oleh Fadhil antara lain Anti
interleukin 6, Aztemra atau tocilizumab, Sylvant dan Lenzilumab.

1. Avigan - Favipiravir 

Avigan adalah merek dagang dari zat aktif bernama favipiravir yang digunakan pada pengobatan
influenza. Avigan memiliki sifat antivirus yang dapat menghambat pertumbuhan virus.

Favipiravir yang terkandung dalam Avigan bekerja secara selektif menghambat RNA polimerase
yang terlibat dalam replikasi virus influenza. Mekanisme tersebut telah menginspirasi para tim
medis dan ilmuwan untuk mengaplikasikannya pada pengobatan COVID-19.  

Dalam penelitian uji coba Avigan terhadap 340 pasien COVID-19 dilaporkan bahwa pasien yang
mengonsumsi Avigan dapat sembuh lebih cepat dan memiliki kondisi paru yang lebih baik
dibandingkan pasien COVID-19 yang tidak diberikan Avigan. Obat ini diyakini dapat
menghambat virus untuk berkembang dengan efek samping yang minim.

Kendati demikian, penelitian lainnya mengungkapkan bahwa Avigan tidak dapat membantu
pasien COVID-19 dengan penyakit bawaan yang lebih parah. 

Mulai 31 Maret lalu, Avigan telah memasuki fase 3 uji klinis pada pasien COVID-19 di Jepang. Jika pada
fase 3 ini Avigan dapat menunjukkan efektivitas terapi dan keamanan yang lebih besar dari efek
sampingnya, maka obat ini sudah dapat secara resmi diresepkan oleh dokter untuk diamati efek jangka
panjangnya. 

2. Hydroxychloroquine sulfate

Obat malaria lainnya yang dijadikan kandidat obat COVID-19 adalah hydroxychloroquine
sulfate. Dalam jurnal Clinical Infectious Diseases dilaporkan bahwa obat ini lebih efektif
dibandingkan klorokuin dalam membunuh virus corona yang dibiakkan secara in-vitro di
laboratorium. 
Penelitian lain menyebutkan bahwa, pada pasien covid-19 yang mengalami kerusakan hati dan
ginjal dapat diperburuk kondisinya apabila mengonsumsi hydroxychloroquine sulfate.

3. Hydroxychloroquine and azithromycin

Peneliti dari Prancis kemudian menggabungkan hydroxychloroquine dengan antibiotik


azitromisin. Penelitian tersebut dilakukan pada 20 pasien COVID-19 dan hasilnya menunjukkan
semua pasien yang mengonsumsi kombinasi obat tersebut sembuh secara virologis di mana virus
corona tidak lagi terdeteksi pada pasien. 

Meskipun tingkat efektivitasnya tinggi, kekurangan dari penelitian tersebut adalah jumlah
sampelnya terbilang sangat sedikit. WHO menyimpulkan bahwa studi skala kecil yang diamati
dengan metode non-acak tidak akan memberikan hasil yang begitu akurat. 

4. Remdesivir

Remdesivir adalah obat antivirus yang bekerja dengan menghentikan transkripsi RNA virus
sedari dini.  Saat ini remdesivir telah terbukti dapat menghambat virus COVID-19 secara in-vitro
dan sedang diuji klinis pada pasien COVID-19 di Amerika serikat.  

5. Lopinavir dan ritonavir

Di Thailand, campuran obat HIV bernama lopinavir dan ritonavir dengan nama merek Kaletra
sempat dipelajari aktivitasnya dalam menghambat corona jika dikombinasikan dengan obat flu
oseltamivir (Tamiflu). Kombinasi ini ternyata dapat menyembuhkan pasien manula dengan
komplikasi pneumonia di rumah sakit yang diujikan.

Update terbaru dari obat ini dikabarkan bahwa menurut sebuah penelitian di New England
Journal of Medicine, kombinasi lopinavir dan ritonavir tidak menunjukkan manfaat yang lebih
besar dibandingkan perawatan standar rumah sakit untuk pasien dewasa dengan COVID-19 yang
parah. 

6. Fingolimod

Dalam suatu studi klinis yang sedang berjalan, fingolimod, obat modulator imun pada pasien
skelerosis, sedang dipelajari sebagai pengobatan untuk COVID-19 di rumah sakit di Fuzhou,
Cina.

Menurut temuan para ilmuwan, penggunaan modulator imun yang tepat di waktu tepat dan
didukung ventilator harus dipertimbangkan agar dapat mencegah terjadinya ARDS (sindrom
gangguan pernapasan akut) di mana paru-paru pasien dipenuhi dengan cairan yang sering
menjadi penyebab pasien corona menemui ajalnya.

7. Methylprednisolone
Methylprednisolone adalah obat dari golongan glukokortikoid yang tengah dipelajari keamanan
dan efektivitasnya dalam pengobatan pasien COVID-19 dengan pneumonia di sejumlah rumah
sakit di provinsi Hubei, Cina.

8. Bevacizumab

Obat lainnya yang sedang diujikan adalah Bevacizumab yang merupakan Inhibitor VEGF yang
digunakan untuk jenis kanker tertentu. Di Rumah Sakit Universitas Shandong di Jinan, Cina,
obat ini sedang diamati efektivitasnya sebagai pengobatan untuk cedera paru akut dan ARDS
pada pasien COVID-19 yang sakit kritis dengan komplikasi pneumonia. 

9. Leronlimab

Para tim medis di New York di mana tempat tersebut dikenal sebagai pusat penyebaran corona di
Amerika pun ikut mengujikan obat percobaan lainnya bernama leronlimab. Obat yang biasa
digunakan pada pasien HIV ini  telah diberikan pada 19 pasien COVID-19 yang kritis dan
menunjukkan hasil yang menjanjikan.

Saat ini, Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat, FDA, telah mengeluarkan status
leronlimab sebagai Emergency Investigational New Drug (EIND) yang berarti dapat diresepkan
bagi pasien COVID-19 yang membutuhkan perawatan darurat. 

Anda mungkin juga menyukai