Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

Al-Islam dan Kemuhammadiyaan

“Tugas Penciptaan Manusia Sebagai Hamba (Penyembah Allah)

dan Sebagai Khalifah Di Bumi”

Dosen :
Anang Rohwiyono, M.Ag
Disusun Oleh : Kelompok 11 (PAGI)

1. Sinthiya Nur Azizah (2004026224)


2. Surati (2004026226)
3. Sutra Nurul Irma Wibowo (2004026227)
4. Syinthia Nur Shifa Handani (2004026229)

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI DAN SAINS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
JAKARTA
2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang
Manusia sebagai Hamba Allah dan sebagai Khalifah di Bumi.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang Manusia sebagai Hamba
Allah dan Khalifah di Bumi ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Jakarta, Maret 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR............................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...............................................................................................................................1
B. Tujuan..............................................................................................................................................1
C. Manfaat...........................................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah Awal Manusia………………………………………………………………………………………………………….3
B. Kedudukan manusia dalam pandangan islam…………………………………………………………………4
C. Fungsi dan peran manusia……………………………………………………………………………………………………5
D. Tanggungjawab manusia sebagai khalifah Allah SWT………………………………………………..5

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan...........................................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................................13
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk Allah Swt yang diciptakan dalam bentuk yang paling baik dan
sempurna. Manusia merupakan makhluk Allah Swt yang paling mulia. Kemuliaan manusia
disebabkan karena manusia diciptakan dengan wujud yan lengkap yakni jasmani dan rohani.
Di samping itu juga diberi sesuatu yang paling membedakan terhadap makhluk lain. Ditinjau
dari segi prosesnya, penciptaan manusia merupakan serangkaian proses yang sangat unik dan
menakjubkan. Hal itu menunjukkan bahwa Allah Swt adalah zat yang maha besar dan maha
kuasa. Allah Swt adalah zat yang maha pencipta. Dan tidak ada yang dapat menandingi
ciptaan-Nya. Sebagai makhluk paling mulia dan paling sempurna, manusia berbeda dengan
makhluk Allah Swt yang lain. Manusia mengemban misi atau tugas yang sudah dikehendaki
oleh Allah Swt, sang Pencipta.
Sebagai Hamba Allah yang harus menjalankan segala perintahnya, manusia pun harus
menjaga kelestarian bumi. Bumi dan segala isi didalamnya adalah alam semesta yang
diciptakan Allah untuk dapat dinikmati manusia, secara otomatis pun manusia harus menjaga
apa-apa saja yang terdapat di bumi dan isinya. Betapa banyak isi bumi yang merupakan
keindahan dunia yang diciptakan Allah, mulai dari laut, samudra, pegunungan, hutan, gurun,
dan masih banyak lagi ciptaan Allah yang harus dijaga kelestariannya. Di samping peran
manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi memiliki kebebasan, ia juga sebagai hamba
Allah. Seorang hamba Allah harus taat dan patuh kepada perintah Allah. Makna yang
esensial dari kata hamba adalah ketaatan, ketundukan dan kepatuhan, yang kesemuanya
hanya layak diberikan kepada Allah yang dicerminkan dalam ketaatan, ketundukan dan
kepatuhan pada kebenaran dan keadilan.

B. Tujuan
1. Bagaimana sejarah awal manusia ?
2. Bagaimana kedudukan manusia dalam pandangan islam ?
3. Apa saja tujuan penciptaan manusia serta fungsi dan peran manusia ?
4. Bagaimana tanggung jawab manusia sebagai hamba dan khalifah Allah SWT ?
C. Manfaat
1. Untuk mengetahui sejarah manusia
2. Untuk mengetahui kedudukan manusia dalam pandangan islam
3. Untuk mengetahui tujuan fungsi dan peran manusia
4. Untuk mengetahui tanggung jawab manusia sebagai khalifah Allah
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Awal Manusia


Pengertian Manusia menurut pandangan dari segi kebendaan hanyalah sekepal tanah
yang ada di bumi. Manusia dalam pandangan materialisme tidak lebih dari kumpulan daging,
darah, urat, tulang dan alat pencernaan. Menurut pandangan Islam manusia itu makhluk yang
paling mulia diantara ciptaan Allah dalam bentuk yang amat baik dan sempurna. Manusia
diberi akal dan hati sehingga dapat memahami ilmu yang diturunkan oleh Allah berupa Al-
Qur’an. Manusia merupakan makhluk yang memiliki kemampuan istimewa dan menempati
kedudukan tertinggi di antara makhluk lainnya, yakni menjadi khalifah (wakil) Tuhan di
muka bumi (Q.S. al-Baqarah/2: 30). Q.S. al-An.am/6:165). Islam menghendaki manusia
berada pada tatanan yang tinggi dan luhur. Oleh karena itu manusia dikaruniai akal, perasaan,
dan tubuh yang sempurna. Islam, melalui ayat-ayat al-Qur.an telah mengisyaratkan tentang
kesempurnaan diri manusia, seperti antara lain disebutkan dalam Q.S. At-Tin/95:4
Kesempurnaan demikian dimaksudkan agar manusia menjadi individu yang dapat
mengembangkan diri dan menjadi anggota masyarakat yang berdaya guna. Dalam ayat-ayat
al Qur’an terdapat sejumlah pernyataan yang mendudukan manusia sebagai mahluk pilihan,
berkualitas tinggi, kreatif dan produktif dengan sederet istilah yang dipasang:
a. Sebagai khalifah di bumi
b. Sebagai mahluk yang diunggulkan
c. Sebagai pewaris kekayaan bumi
d. Sebagai penakluk sumber daya alam
e. Sebai pengemban amanah
Dalam sejarahnya yang panjang, memang hanya manusia saja yang telah membuktikan
kesanggupannya dalam memadukan beberapa macam sumber daya untuk meningkatkan kualitas
hidupnya menjadi mahluk berbudaya tinggi. Sumber daya itu adalah sumber daya alam ( natural
resource), sumber daya manusia (human resource) dan teknologi. Awal kejadian manusia
berawal dari penciptaan Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah liat dan kemudian
ditiupkannya ruh kepada Adam sehingga Adam menjadi hidup, mampu mengingat, berfikir,
berkehendak, merasa, berangan-angan, menilai dan menentukan pilihan. Kejadian ditiupkannya
ruh pada Adam mengisyaratkan bahwa ruh dan jiwa merupakan dimensi yang berbeda. Akan
tetapi keduanya tidak dapat dipisahkan selama manusia masih hidup. Dalam hal ini setelah ruh
ditiupkan-Nya barulah berkembang apa yang disebut fungsi-fungsi
kejiwaan seperti berfikir, berkehendak, merasa dan berangan-angan. Seperti halnya perilaku
manusia, yang merupakan ungkapan dari kondisi kejiwaan, maka jiwa pun dalam hal ini
merupakan cerminan adanya ruh. Dengan demikian manusia itu terdiri dari dua unsur yaitu
materi dan immateri. Tubuh manusia bersifat materi yang berasal dari tanah, sedangkan
ruhnya berasal dari substansi immateri di alam ghaib. Proses kejadian manusia telah
dijelaskan di dalam Al-Qur’an dan telah dibuktikan secara ilmiah oleh beberapa penelitian
modern yang telah banyak ditulis oleh beberapa ahli. Penjelasan Al-Qur’an tentang asal-usul
manusia pertama yaitu, dari tanah dengan menggunakan berbagai macam istilah sepertiturab
(debu), thin (tanah), min sulalathin min thin (tanah), lizib (tanah liat) , shal-shal minhama in
masnun (tanah kering yang berasal dari lumpur yang diberi bentuk), ardh (bumi). Jadi dapat
disimpulkan bahwa penciptaan Adam merupakan penyempurnaan bahan baku sampai
terwujudnya menjadi manusia. Setelah penciptaan Adam, Allah menciptakan manusia kedua
yaitu Hawa, ia diciptakan dari bahan baku pada manusia pertama (Adam) dan keduanya
disatukan sebagai pasangan melalui hubungan biologis dan muncullah manusia ketiga,
keempat dan seterusnya sampai akhir zaman dengan jumlah yang sangat amat besar. Dan
inilah yang dimaksud di dalam Al-Qur’an sebagai bani Adam. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa seluruh manusia yang berada di bumi ini merupakan anak cucu Adam

B. Kedudukan Manusia Dalam Pandangan Islam


Manusia, dalam pandangan Islam, selalu dikaitkan dengan suatu kisah tersendiri.
Didalamnya, manusia tidak semata-mata digambarkan sebagai hewan tingkat tinggi yang
berkuku pipih, berjalan dengan dua kaki, dan pandai berbicara. Lebih dari itu, menurut Al-
Qur’an , manusia lebih luhur dan gaib dari apa yang dapat didefinisikan oleh kata-kata
tersebut. Dalam Al-Qur’an, manusia berulang kali diangkat derajatnya, berulang-kali pula
direndahkan. Mereka dinobatkan jauh mengungguli alam surga, bumi, dan bahkan para
malaikat. Tetapi, pada saat yang sama, mereka bisa tak lebih berarti dibandingkan dengan
setan terkutuk dan binatang jahanam sekalipun. Manusia dihargai sebagai makhluk yang
mampu menaklukan alam, namun bisa juga merosot menjadi “yang paling rendah dari segala
yang rendah”. Oleh karena itu, makhluk manusia sendirilah yang harus menetapkan sikap dan
menentukan nasib akhir mereka sendiri. Manusia merupakan makhluk yang memiliki
kemampuan istimewa dan menempati kedudukan tertinggi di antara makhluk lainnya, yakni
menjadi khalifah (wakil) Tuhan di muka bumi.
Manusia mempunyai sifat-sifat ketuhanan seperti sifat-sifat yang dipunyai oleh Tuhan.
Seperti berkuasa, berkehendak, berilmu, penyayang, pengasih, melihat, mendengar, berkata-
kata dan sebagainya. Tetapi sifat-sifat ini tidaklah sama. Tuhan adalah pencipta, sedangkan
manusia adalah ciptaan-Nya. Pencipta dengan ciptaan-Nya tidak sama. Karena itu sifat-sifat
Tuhan yang ada pada manusia tentulah sesuai dengan kemanusiaannya. Islam memandang
manusia sangat mulia dengan sumber ajarannya yaitu al-Quran. Ia telah memotret manusia
dalam bentuknya yang utuh dan menyeluruh. Sifat-sifat Ilahiah yang ada pada diri manusia
sesunggunya pancaran dari sifat-sifat Allah yang terpuji.

C. Fungsi Dan Peran Manusia


Tujuan penciptaan manusia adalah menyembah kepada penciptanya yaitu Allah.
Pengertian penyembahan kepada Allah tidak bisa di artikan secara sempit, dengan hanya
membayangkan aspek ritual yang tercermin dalam shalat saja. Penyembahan berarti
ketundukan manusia dalam hukum Allah dalam menjalankan kehidupan di muka bumi, baik
yamg menyangkut hubungan manusia dengan tuhan maupun manusia dengan manusia. Oleh
kerena penyembahan harus dilakukan secara suka rela, karena Allah tidak membutuhkan
sedikitpun pada manusia karena termasuk ritual-ritual penyembahannya. Penyembahan yang
sempurna dari seorang manusia adalah akan menjadikan dirinya sebagai khalifah Allah di
muka bumi dalam mengelolah alam semesta. Keseimbangan pada kehidupan manusia dapat
terjaga dengan hukum-hukum kemanusiaan yang telah Allah ciptakan.
Manusia dijadikan oleh Allah bukan secara sia-sia dan main-main bahkan, mempunyai
peranan dan matlamat yang tertentu. Firman Allah SWT : “Adakah kamu menyangka bahawa
Kami menciptakan kamu (dari tiada kepada ada) hanya saja-saja (sia-sia tanpa ada sesuatu
hikmah pada penciptaan itu?) dan kamu (menyangka pula) kamu tidak akan dikembalikan
kepada Kami?” (Q.S Al-Mu’minun:115). Di antaranya ialah sebagai khalifah Allah yang
akan mentadbir, mengurus dan membangunkan bumi ini mengikut syariat dan peraturan
Allah dan juga sebagai hamba yang sentiasa beribadah kepadaNya.

D. Tanggung Jawab Manusia Sebagai Khalifah Allah


Manusia bertanggung jawab terhadap keberlanjutan ekosistem karena manusia
diciptakan sebagai khalifah. Dalam konteks Al-Qur’an memandang manusia sebagai “wakil” atau
“khalifah” Allah di bumi untuk memfungsikan kekhalifahannya Tuhan telah melengkapi manusia
potensi intelektual dan spiritual sekaligus. Khalifah adalah orang yang mewakili umat
dalam menjalankan pemerintahan, kekuasaan dan penerapan hukum-hukum Syariah.
Khalifah adalah wakil umat dalam kehidupan di muka bumi. Seperti dalam firman Alla SWT:

Allah SWT dengan kehendak kebijaksanaan-Nya telah menciptakan makhluk-makhluk


yang di tempatkan di alam penciptaan-Nya. Manusia di antara makhluk Allah dan menjadi
hamba Allah SWT. Sebagai hamba Allah tanggung jawab manusia adalah amat luas di dalam
kehidupannya, meliputi semua keadaan dan tugas yang ditentukan kepadanya. Tanggung
jawab manusia secara umum digambarkan oleh Rasulullah SAW di dalam hadis berikut. Dari
Ibnu Umar RA katanya; “Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud:
“Semua orang dari engkau sekalian adalah pengembala dan dipertanggungjawabkan terhadap
apa yang digembalainya. Seorang laki-laki adalah pengembala dalam keluarganya dan akan
ditanya tentang pengembalaannya. Seorang isteri adalah pengembala di rumah suaminya dan
akan ditanya tentang pengembalaannya.Seorang khadam juga pengembala dalam harta
tuannya dan akan ditanya tentang pengembalaannya. Maka semua orang dari kamu sekalian
adalah pengembala dan akan ditanya tentang pengembalaannya.”(Muttafaq ‘alaih) Allah
mencipta manusia ada tujuan-tujuannya yang tertentu. Manusia dicipta untuk dikembalikan
semula kepada Allah dan setiap manusia akan ditanya setiap usaha dan amal yang dilakukan
selama ia hidup di dunia. Apabila pengakuan terhadap kenyataan dan hakikat wujudnya hari
pembalasan telah dibuat maka tugas yang diwajibkan atas dirinya perlu dilaksanakan.
Antara anugerah utama Allah kepada manusia ialah pemilihan manusia untuk menjadi
khalifah atau wakilNya di bumi. Dengan ini manusia berkewajiban menegakkan kebenaran,
kebaikan, mewujudkan kedamaian, menghapuskan kemungkaran serta penyelewengan dan
penyimpangan dari jalan Allah. Firman Allah SWT :
“Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat: Sesungguhnya Aku jadikan
di bumi seorang Khalifah.
Berkata Malaikat: Adakah Engkau hendak jadikan di muka bumi ini orang yang melakukan
kerusakan dan menumpahkan darah, sedangkan kami sentiasa bertasbih dan bertaqdis dengan
memuji Engkau? “Jawab Allah: Aku lebih mengetahui apa yang kamu tidak ketahui.”
(QS.Al-Baqarah:30).
Di kalangan makhluk ciptaan Allah, manusia telah dipilih oleh Allah melaksanakan
tanggungjawab tersebut. Ini sudah tentu karena manusia merupakan makhluk yang paling
istimewa. Tugas manusia sebagai khalifah adalah untuk menjaga dan bertanggungjawab atas
dirinya, sesama manusia dan alam yang menjadi sumber penghidupan, karena sudah menjadi
kewajiban bagi manusia yang merupakan khalifah di bumi memiliki bentuk sunatullah yang
harus dilakukan, yaitu baik kewajibannya antara manusia dengan tuhannya, antara sesame
manusia sendiri dan antara manusia dengan ekosistemnya. Kewajiban tersebut harus
dilaksanakan karena merupakan amanah dari Allah sang pencipta. Tanggung jawab manusia
terhadap moral agama sebagai khalifah di bumi yaitu mengelola sebaik-baiknya alam semesta
dan kehidupan sosial didalamnya. Tugas manusia sebagai khalifah meliputi :
1. Menjaga Agama (al-din).
Beragama merupakan kebutuhan utama manusia yang harus dipenuhi, karena
agamalah yang dapat menyentuh nurani manusia. Allah memerintahkan manusia
untuk tetap berusaha menegakan agama (QS. Al-Syura : 13). Agama harus dipelihara
karena agama merupakan kumpulan akidah, ibadah dan muamalah yang disyari’atkan
Allah SWT untuk mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT, dan hubungan
antar sesamanya. Allah SWT mensyari’atkan untuk mewujudkan, mengukuhkan, dan
mendirikannya dengan cara mewajibkan melakukan lima rukun Islam yaitu syahadah,
mendirikan shalat, membayar zakat, puasa bulan Ramadhan dan melakukan haji bagi
orang yang mampu. Allah SWT juga mewajibkan mengajak kepada agama dengan
hikmah dan nasihat yang baik. Allah SWT juga mensyari’atkan untuk menjaga
agama, maka dari itu wujudlah konsep jihad demi melawan siapa saja yang berusaha
merusak Islam. Begitu juga konsekwensi murtad, penyesatan, dan lain-lain.
Dalam masalah agama misalnya, ketika ada kewajiban jihad, maka
sesungguhnya tidak dimaksudkan dengannya untuk menceburkan diri dalam
kebinasaan, tetapi untuk kemaslahatan manusia itu sendiri yaitu sebagai wasilah amar
makruf nahy munkar. Demikian pula dengan hukum potong tangan bagi pencuri, tidak
dimaksudkan untuk merusak anggota badan akan tetapi demi terpeliharanya harta orang
lain. Menurut Al-Amidy bahwa dalam tataran umum agama harus lebih didahulukan
daripada yang lainnya karena ini menyangkut ushul al-din, sedangkan dalam hal tertentu
jiwa dan harta terkadang lebih didahulukan dari pada agama (mustatsnayyat). Menjaga
agama berdasarkan kepentingannya, dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan :
 Menjaga agama dalam peringkat kebutuhan primer (al-dharuriyyah), yaitu
memelihara dan melaksanakan kewajiban keagamaan yang termasuk peringkat
kebutuhan primer, seperti kewajiban melakukan lima rukun Islam yaitu
syahadah, mendirikan shalat, membayar zakat, puasa bulan Ramadhan dan
melakukan haji bagi orang yang mampu, kalau kewajiban tersebut tidak
dilaksanakan atau diabaikan akan terancamlah eksistensi agama.
 Menjaga agama dalam peringkat kebutuhan sekunder (al-hajiyyah), yaitu
memelihara dan melaksanakan ketentuan agama, dengan maksud menghindari
kesulitan, seperti melaksanakan shalat jama' dan qashar bagi orang yang sedang
dalam bepergian (musafir), kalau ketentuan ini tidak dilaksanakan, tidak akan
mengancam eksistensi agama, melainkan hanya akan mempersulit orang yang
melakukannya.
 Menjaga agama dalam peringkat al-tahsiniyyah, yaitu mengikuti petunjuk agama
guna menjunjung tinggi martabat manusia, sekaligus melengkapi pelaksanaan
kewajibannya kepada Allah SWT, misalnya menutup aurat, baik di dalam maupun di
luar shalat, membersihkan badan, pakaian dan tempat, kalau kewajiban tersebut tidak
dilaksanakan karena tidak mungkin, maka tidak akan mengancam eksistensi agama,
dan tidak pula mempersulit orang yang melakukannya.
2. Menjaga Jiwa (al-nafs).
Menjaga jiwa : diri manusia (nyawa): Islam mensyari’atkan agar mewujudkan
dan melestarikan ras manusia dengan jalan pernikahan dan melanjutkan keturunan.
Agar dapat menjaga dan menjamin kehidupan manusia, Islam mewajibkan secara
pasti untuk makan, minum, pakaian dan lain-lain. Memelihara (menjaga) jiwa
berdasarkan kepentingannya, dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan :
 Menjaga jiwa dalam peringkat kebutuhan primer (al-dharuriyyah), yaitu
memenuhi kebutuhan berupa makanan untuk mempertahankan hidup, kalau
kebutuhan pokok tersebut diabaikan akan berakibat terancamnya eksistensi jiwa
manusia.
 Menjaga jiwa dalam peringkat kebutuhan sekunder (al-hajiyyah), seperti
dibolehkan berburu dan menikmati makanan yang lezat dan halal, kalau kegiatan
ini diabaikan, tidak akan mengancam eksistensi manusia, melainkan hanya akan
mempersulit hidupnya.
 Menjaga jiwa dalam peringkat al-tahsiniyyah, seperti ditetapkannya tata cara
makan dan minum, kegiatan ini hanya berhubungan dengan kesopanan atau etika,
sama sekali tidak akan mengancam eksistensi jiwa manusia, ataupun mempersulit
kehidupan seseorang.
3. Menjaga Akal (al-aql).
Menjaga akal : Akal adalah sebuah nikmat yang agung. Allah SWT memberinya
agar membedakan antara manusia dengan makhluk lainnya, karena itu Allah SWT
mensyari’atkan untuk menjaganya dan menganjurkan untuk memanfaatkan akal untuk
mendapatkan ilmu. Agar dapat menjaganya, Allah melarang segala sesuatu yang dapat
merusak atau melemahkan akal. Maka dari itu, sebuah hukuman akan didapatkan bagi
yang memakan sesuatu yang dapat menghilangkan akal. Menjaga akal berdasarkan
kepentingannya, dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan :
 Menjaga akal dalam peringkat kebutuhan primer (al-dharuriyyah), seperti
diharamkan meminum minuman keras (al-khamar), jika ketentuan ini tidak
diindahkan, akan berakibat terancamnya eksistensi akal.
 Menjaga akal dalam peringkat kebutuhan sekunder (al-hajiyyah), seperti
dianjurkan untuk menuntut ilmu pengetahuan, kalau kegiatan ini tidak dilakukan,
tidak akan merusak akal, tetapi akan mempersulit diri seseorang, dalam kaitannya
dengan pengembangan ilmu pengetahuan.
 Menjaga akal dalam peringkat al-tahsiniyyah, seperti menghindarkan diri dari
mengkhayal atau mendengarkan sesuatu yang tidak berfaedah, namun hal ini erat
kaitannya dengan etika, tidak akan mengancam eksistensi akal secara langsung.
4. Menjaga Keturunan (al-nasl).
Menjaga keturunan : Karena itu syari’at tetap melestarikan pernikahan dan
menganjurkannya. Agar dapat menjaganya, Islam mengharamkan zina dan menegakkan
hukuman bagi pelakunya. Ini adalah karena mencegah dari bercampurnya
nasab dan menjaga kemuliaannya manusia. Menjaga keturunan berdasarkan
kepentingannya, dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan :
 Menjaga keturunan dalam peringkat kebutuhan primer (al-dharuriyyah), seperti
disyari'atkannya nikah dan diharamkannya berzina, jika ketentuan ini tidak
diindahkan, akan berakibat terancamnya eksistensi keturunan.
 Menjaga keturunan dalam peringkat kebutuhan sekunder (al-hajiyyah), seperti
ditetapkannya ketentuan mahar bagi suami pada waktu akad nikah dan diberikan
hak thalak padanya, jika mahar itu tidak disebutkan pada waktu akad nikah,
suami akan mengalami kesulitan karena ia harus membayar mahar mitsil.
Sedangkan dalam kasus thalak, suami akan mengalami kesulitan jika ia tidak
menggunakan hak thalaknya, padahal situasi rumah tangga tidak harmonis lagi.
 Menjaga keturunan dalam peringkat al-tahsiniyyah, seperti disyari'atkanya khitbah
atau walimah dalam pernikahan, hal ini dilakukan dalam rangka melengkapi kegiatan
perkawinan, jika hal ini diabaikan, tidak akan mengancam eksistensi keturunan, dan
tidak pula akan mempersulit orang yang melakukan perkawinan.
5. Menjaga Harta (al-mal).
Menjaga harta : Harta adalah salah satu sebab agar dapat bertahan hidup. Maka
dari itu syari’at mewajibkan agar menghasilkan harta, dan berusaha untuk mendapatkan
harta. Syari’at juga memperbolehkan melakukan muamalah di antara manusia dengan
cara jual-beli, sewa, dan lain-lain untuk mengatur cara memanfaatkan harta. Agar dapat
menjaganya, maka diharamkan dan dihukumnya mencuri. Diharamkannya menipu dan
mengkhianat. Begitu juga lainnya agar dapat mencegah dari tercelanya pentasarufan dan
bahaya terhadap diri dan lainnya. Memelihara (menjaga) harta berdasarkan
kepentingannya, dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan :
 Menjaga harta dalam peringkat kebutuhan primer (al-dharuriyyah), seperti
disyari'atkannya tata cara pemilikan harta dan diharamkannya (dilarang) untuk
mengambil harta milik orang lain dengan cara yang tidak sah (halal), jika
ketentuan ini tidak diindahkan, akan berakibat terancamnya eksistensi harta.
 Menjaga harta dalam peringkat kebutuhan sekunder (al-hajiyyah), seperti
disyari'atkannya jual beli dengan cara salam (bai'u al-salm) jika cara ini tidak
dipakai, tidak akan mengancam eksistensi harta, dan melainkan akan mempersulit
orang yang memerlukan modal.
 Menjaga harta dalam peringkat al-tahsiniyyah, seperti adanya ketentuan yang
jelas dalam berakad untuk menghindari salah faham antar pihak yang berakad,
hal ini erat kaitannya dengan etika bermu'amalah atau etika berbisnis, hal ini juga
akan berpengaruh kepada kesalahan jual beli itu, jika hal ini diabaikan, tidak akan
mengancam eksistensi harta.
6. Menjaga Alam
Manusia menyadari bahwa manusia dan alam merupakan satu-kesatuan dan
alam bukan milik manusia melainkan Allah, sehingga manusia hanyalah bersifat
amanah, manusia hanya menjadi pemegang amanah atau titipan Allah berupa menjaga
atau memlihara alam, bukan merusak dan eksploitatif alam. Kewajiban manusia untuk
mengelola alam dan menjaga akan diminta pertanggungjawabannya, sehingga
manusia tidak berhak berlaku sewenang-wenang dalam memimpin dan mengelola
alam. Menjaga keseimbangan dan kelestarian lingkungan hiidup, bai kalam ataupun
lingkungan sosial merupakan tugas daripada khalifah. Allah menciptakan manusia
dari bumi ini dan menugaskan manusia untuk melakukan tugasnya dimuka bumi
dengan mengelola dan memeliharanya. Tugas kekhalifahan terhadap alam meliputi :
 Membudayakan alam yakni alam yang tersedia ini agar dibudidayakan sehingga
menghasilkan karya-karya yang bermanfaat bagi kemashlahatan hidup manusia.
 Mengalamkan budaya yakni budaya atau hasil karya manusia harus disesuaikan
dengan kondisi alam, jangan sampai merusak alam atau lingkungan hidup, agar
tidak menimbulkan malapetaka bagi manusia dan lingkungannya.
 Mengislamkan budaya yakni dalam berbudaya harus tetap komitmen dengan nilai
– nilai Islam yang rahmatan lil-‘alamin, sehingga berbudaya berarti mengerahkan
segala tenaga, cipta, rasa dan kars, serta bakat manusia untuk mencari dan
menemukan kebenaran ajaran islam atau kebenaran ayat-ayat serta keagungan
dan kebesaran Ilahi.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tugas manusia sebagai khalifah adalah untuk menjaga dan bertanggungjawab atas
dirinya, sesama manusia dan alam yang menjadi sumber penghidupan. Karena sudah menjadi
kewajiban bagi manusia yang merupakan khalifah di bumi dan Tugas manusia akan
bermakna bila menempati kewajiban-kewajiban yang semestinya serta terpenuhinya hak-hak
sebagai imbangan kewajiban dan tugas yang terlaksana. Tugas hidup yang harus dipikul
manusia di muka bumi adalah tugas kekhalifahan, yaitu tugas kepemimpinan, wakil Allah
untuk mengelola dan memelihara alam. Diantara Kedua tugas utama tersebut terdapat
beberapa tugas lainnya yaitu menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, harta dan alam.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an dan Terjemahannya

Afridawati. 2015. Stratifikasi Al-Maqashid Al-Khamsah (Agama, Jiwa, Akal, Keturunan,


Harta) dan Penerapannya Dalam Mashlahah. Al-Qishthu, Vol. 13, No. 1

Hafsin, Abu. 2007.Islam dan Humanisme: Akulturasi Humanisme Islam di Tengah Krisis
Humanisme Universal. Yogyakarta : IAIN Walisongo dengan Pustaka Pelajar.

Madjid, Nurcholish. 2009.Cita-Cita Politik Islam . Jakarta : Paramadina & Dian Rakyat.

Nahdi, Maize Said. Konservasi Ekosistem dan Keanekaragaman Hayati Hutan Tropis
Berbasis Masyarakat. Jurnal Kaunia, Vol.4, No.2; hlm 159-172, 2008.

Watsiqotul, Sunardi, Leo Agung. 2018. Peran Manusia Sebagai Khalifah Allah di Muka Bumi
Perspektif Ekologis dalam Ajaran Islam. Jurnal Penelitian, Vol 12, No. 2, 2018.

Anda mungkin juga menyukai