Anda di halaman 1dari 18

PAPER PENGANTAR STUDI ISLAM

MENYINGKAPI PANDEMI DI ERA MODERN


PERSPEKTIF STUDI ISLAM

Nama : SUTISNA
NIM : 1920.02.1.057
Prodi : Ekonomi Syariah 2B

I. Abstrak

Virus Covid 19 telah muncul dan telah mengguncang tatanan dunia,


politik, sosial, ekonomi dan tidak terkecuali kehidupan beragama. Bagi umat
Islam melaksanakan ibadah merupakan sebuah keniscayaan yang harus
dilakukan dalam rangka penghambaan dirinya kepada Sang Maha Pencipta.
Umat Islam juga mengagungkan masjid sebagai tempat beribadah dan juga
sebagai pusat aktifitas umat. Setiap orang yang mengaku muslim, pasti akan
selalu berusaha untuk memakmurkan masjid. Namun, kemudian aktifitas di
dalam masjid dilarang, masjid sementara ditutup untuk umum, dan segala
aktifitas keagamaan dihumbau untuk dilaksanakan di rumah. Tentu saja ini
mengundang reaksi yang beragam bagi umat Islam. Pro dan kontra dengan
berbagai dalil dan dalih diperbincangkan. Walau fatwa sudah dikeluarkan,
tidak dapat membuat keheranan umat mereda. Banyak umat mengabaikan
fatwa dan kebijakan yang diambil para ulama dan umara. Banyak umat lantas
tidak percaya kepada ulamanya sendiri dan lebih mengedepankan perasaan
semata. Disisi lain kebanyakan umat beribadah tanpa didasari dengan ilmu.
Disinilah betapa pentingnya studi Islam sebagai pencerah bagi umat yang
tersesat karena minimnya ilmu agama.
II. Latar Belakang

Pada penghujung tahun 2019 dunia dikejutkan dengan munculnya


sebuah makhluk kecil berukuran 400-500 mikrometer bernama Covid19.
Makhluk yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang ini, telah membuat
seluruh dunia terguncang. Bukan hanya di sisi kesehatan yang mengakibatkan
banyak orang meninggal dunia, sisi ekonomi pun menjadi sasaran terjangannya
dengan membabi buta. Ekonomi dibuat lumpuh tidak berdaya, banyak
perusahaan gulung tikar dan banyak orang kehilangan pekerjaannya.
Makhluk ini telah menjadi musuh bersama. Makhluk yang bernama
panjang Corona Virus Disease 2019 itu menjangkiti siapapun yang bersentuhan
dengannya tanpa membedakan suku, ras dan agama. Berdasarkan informasi
dari website Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid 19 pada tanggal
10 Juli 2020, sebanyak 12.015.193 orang dari 216 negara di seluruh dunia
terpapar virus ini, 549.247 orang dinyatakan meninggal dunia. Di Indonesia
saja di hari yang sama sudah sebanyak 72.347 orang positif terjangkit, 3.469
orang diantaranya dinyatakan meninggal dunia. 1
Dalam rangka memutus penyebaran virus ini, setiap negara melakukan
berbagai tindakan yang menuntut banyak pihak untuk mentaatinya. Di Wuhan
- China, kota dimana virus ini pertama kali ditemukan, dilakukan lockdown
atau karantina wilayah. Sementara itu di Italia pada awalnya menerapkan
kebijakan yang berkebalikan dengan di China, dengan membiarkan banyak
orang terjangkiti kemudian membentuk daya tahan tubuh sendiri. Namun pada
akhirnya Italia juga menerapkan tindakan yang sama dengan China. Hal ini
karena penyebaran virus ini benar-benar tidak terkendali sama sekali.
Di Indonesia sendiri juga menerapkan kebijakan yang berbeda dengan
kedua contoh negara di atas. Indonesia menerapkan kebijakan Pembatasan
Sosial Berskala Besar (PSBB), PSBB Proporsional, PSBB Transisi, dan
Adaptasi Kebiasaan Baru. Khususnya di Kota Bandung, peraturan pertama
yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Bandung tertuang dalam Peraturan

1
https://covid19.go.id (Diakses pada 25 April 2020, Pukul 17.25).
Walikota Nomor 14 Tahun 2020 Tentang Pelaksanaan Pembatasan Sosial
Berskala Besar dalam Penanganan Corona Virus Disease 2019.
Dalam kebijakan yang diterapkan tersebut, ada beberapa aturan yang
dikeluarkan baik oleh Gubernur maupun Walikota/ Kabupaten yang mengatur
tentang pembatasan kegiatan orang-orang di tempat kerja, tempat pendidikan
maupun tempat ibadah. Diantara hal yang mengatur tentang pembatasan
kegiatan keagamaan di tempat ibadah, yaitu penghentian sementara kegiatan
ibadah semala PSBB dan menggantikannya dengan kegiatan keagamaan di
rumah masing-masing. Shalat berjamaah tidak dilakukan di masjid, namun
dilakukan bersama keluarga inti di rumah. Ibadah shalat jumat diganti dengan
shalat dzhuhur dan dilaksanakan di rumah masing-masing. Kegiatan
pembinaan keagamaan dilaksanakan secara virtual atau secara langsung
dengan menerapkan ketentuan mengenai jaga jarak secara fisik (physical
distancing). Kegiatan pendidikan keagamaan yang dilaksanakan di masjid
maupun di madrasah dihentikan sementara, dan diganti dengan sistem
pembelajaran jarak jauh.
Peraturan Walikota tentang pelaksanaan PSBB yang mengatur tentang
pembatasan kegiatan keagamaan tersebut dkuatkan pula dengan
dikeluarkannya Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 14 Tahun 2020 tentang
Penyelenggaraan Ibadah dalam Situasi Terjadi Wabah Covid-19. Fatwa
tersebut kemudian diturunkan oleh MUI Kota Bandung dengan dikeluarkannya
Surat Edaran MUI Kota Bandung Nomor 503/A/MUI-KB/III/2020. Dalam
surat edaran tersebut disampaikan bahwa MUI Kota Bandung mengajak
kepada seluruh warga Kota Bandung untuk mentaati dan melaksanakan
panduan dan protokoler tindakan preventif yang telah ditetapkan oleh
pemerintah. Menghimbau kepada seluruh warga Kota Bandung agar
menghindari kegiatan dan beraktifitas dalam kerumunan orang banyak,
termasuk aktifitas ibadah shalat berjamaah di masjid, seperti termasuk shalat
berjamaan lima waktu dan shalat jum’at sesuai dengan Fatwa MUI Pusat.
Selain Peraturan Gubernur dan Walikota serta Fatwa MUI Pusat yang
diturunkan dengan Surat Edaran MUI Kota Bandung, beberapa ormas Islam
juga mengeluarkan pandangannya terkait pelaksanaan ibadah di masa wabah
ini. Nahdhatul Ulama Jawa Timur dengan Bahtsul Masailnya mengeluarkan
Keputusan Nomor : 643/PW/A-II/L/III/2020. Muhammadiyyah dengan
Majelis Tarjihnya juga mengeluarkan edaran yang serupa. Persatuan Islam
dengan Dewan Hisbahnya juga mengeluarkan Surat Edaran Nomor : 1786/JJ-
C.3/PP/2020. Al Irsyad juga tidak ketinggalan dengan mengeluarkan Fatwa
Nomor : 026/DFPA/VII/1441. Setelah itu Kementrian Agama juga turut
menyampaikan pandangannya dengan dikeluarkannya Surat Edaran Nomor : 6
Tahun 2020.
Dengan demikian lengkap sudah Fatwa dan Edaran serta Peraturan
Kepala Daerah tentang pelaksanaan kegiatan keagamaan atau ibadah di masa
wabah ini sebagai panduan bagi umat Islam khususnya di Indonesia agar tetap
produktif dalam beribadah meskipun dengan segala keterbatasan yang ada.

III. Kajian Teori

Urgensi Studi Islam.


Studi tentang Islam memang sangat menarik untuk selalu dikaji baik oleh
orang Islam itu sendiri maupun oleh orang lain yang bukan beragama Islam.
Akhir-akhir ini semangay untuk lebih dalam mengkasi Islam di negara-negara
barat semakin tinggi. Tujuan dan motivasi studi keislaman di kalangan umat
Islam pun tentunya berbeda dengan orang-orang di luar Islam. Di kalangan
umat Islam, studi keislaman bertujuan untuk mendalami dan memahami serta
membahas ajaran-ajaran Islam agar mereka dapat melaksanakan dan
mengamalkannya dengan benar. Adapun di luar Islam, studi keislaman
bertujuan mempelajari seluk beluk agama dan praktik keagamaan yang berlaku
di kalangan umat Islam yang semata-mata sebagai ilmu pengatahuan.2

2
Rosihon Anwar, dkk. Pengantar Studi Islam. (Bandung; Pustaka Setia, 2017) Cet. 4. Hlm. 26.
Islam adalah agama yang mengikat penganutnya dalam sebuah aturan
dan perjanjian. Islam memiliki kedudukan penting dalam sejumlah peran dan
fungsi di masyarakat. Oleh karena itu, studi Islam menjadi penting karena
agama Islam mempengaruhi seluruh sendi-sendi kehidupan. Mempelajari
Islam artinya sama dengan menyelesaikan masalah-masalah dalam kehidupan.
Studi Islam diharapkan mampu memberikan pedoman dan pegangan hidup
bagi umat Islam agar tetap menjadi Muslim sejati, yang hidup dan mampu
menjawab tantangan serta tuntutan zaman modern maupun era global sekarang
ini.

Karakteristik Studi Islam Bidang Kesehatan


Ajaran Islam tentang kesehatan berpedoman pada prinsip mencegah
lebih baik daripada mengobati. Dalam bahasa Arab, prinsip ini dinamakan
“Al-Wiqaayah khair min Al- ‘Ilaaj.” Dalam Al-Quran maupun Hadits Nabi
banyak kita temukan anjuran dalam konteks kesehatan ini yang pada dasarnya
mengarah kepada upaya pencegahan. Untuk itu, Islam menekankan kepada
kebersihan lahir mencakup kebersihan badan, pakaian dan tempat tinggal, serta
kebersihan batin berupa pembebasan dari rasa iri, dengki dan hasad. Kotornya
lahir dan batin merupakan cikal bakalnya penyakit yang menjangkiti tubuh
manusia.

Allah swt berfirman :

َ ‫حب ٱل ۡ حمتَ َطهر‬


‫ين‬ َ ‫ٱَّلل حُيِب ٱتلَّ ََّّٰوب‬
ِ ‫ني َويح‬ َ َّ ‫ إ َّن‬...
ِِ ِ ِ
“... Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertobat dan menyukai
orang-orang yang menyucikan diri.” (Q.S Al-Baqarah, 2; 222)

ۡ َ َ ۡ َ ۡ ََ َ َ َ َ
‫ٱه ح‬
‫ج ۡر‬ ‫وثِيابك فط ِهر وٱلرجز ف‬
“Dan bersihkanlah pakaianmu dan tinggalkan segala macam perbuatan yang
keji.”
Karakteristik Studi Islam Bidang Ibadah
Dalam konsep Islam, manusia diciptakan oleh Allah hanya untuk
beribadah kepada-Nya. Secara harfiah ibadah dapat diartikan sebagai rasa
tunduk melakukan pengabdian, merendahkan diri dan menghinakan diri.
Hakikat ibadah adalah pengambaan dan perbudakan.

Dalam arti terminologi, ibadah adalah usaha mengikuti hukum-hukum


dan aturan-aturan Allah dalam menjalankan kehidupan yang sesuai dengan
perintah-perintah-Nya, mulai akil baligh sampai meninggal dunia. Indikasi
ibadah adalah kesetiaan, kepatuhan, penghormatan, serta penghargaan kepada
Allah swt. serta dilakukan tanpa adanya batasan waktu serta bentuk khas
tertentu.

Allah swt berfirman:


َۡ ََ َ ‫ح‬
َ ْ ‫َۡٗ َ َ َ َح ح ۡ َ ح َ َ ح‬
‫جَّٰ ِهلون قالوا َسل َّٰ ٗما‬ َ ‫ٱلرِنَٰمۡح َّٱَّل‬
ِ ‫ِين َي ۡمشون لَع ٱۡل‬
‫ۡرض هونا ِإَوذا خاطبهم ٱل‬ ‫َوعِبَ ح‬
َّ ‫اد‬

“Adapun hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih itu adalah orang-orang


yang berjalan di bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang bodoh
menyapa mereka (dengan kata-kata yang menghina), mereka mengucapkan
salam.” (Q.S. Al-Furqon, 25; 63)

Ketenangan jiwa, rendah hati, menyandarkan diri kepada amal shalih dan
ibadah bukan pada nasab keturunan, semua itu adalah gejala kedamaian dan
keamanan sebagai pengamalan dari ibadah. Dengan demikian, visi ajaran Islam
tentang ibadah merupakan sifat, jiwa dan misi ajaran Islam itu sendiri yang
sejalan dengan tugas penciptaan manusia, sebagai makhluk yang hanya
siperintahkan agar beribadah kepada-Nya.

Ulama Warosatul Anbiyaa


Ulama adalah pemuka agama atau pemimpin agama yang bertugas untuk
mengayomi, membina dan membimbing umat Islam baik dalam masalah-
masalah agama maupun masalah sehari-hari yang diperlukan baik dari sisi
keagamaan maupun sosial kemasyarakatan. Makna sebenarnya dalam bahasa
Arab adalah ilmuwan atau peneliti, kemudian arti ulama tersebut berubah
ketika diserap ke dalam Bahasa Indonesia, yang maknanya adalah sebagai
orang yang ahli dalam ilmu agama Islam.

Untuk menentukan siapa yang termasuk ulama, rujukannya adalah nash


Al- Quran dan Hadits tentang ciri atau sifat ulama, antara lain: Pertama, Paling
takut kepada Allah karena ia dianugerahi ilmu, tahu rahasia alam, hukum-
hukum Allah, paham hak dan bathil, kebaikan dan keburukan. Sebagaimana
firman Allah swt :

ْ ‫ۡ ح َ ََٰٓ ح‬ ۡ َ َ َّ
َ َّ ‫َي ََش‬
‫ٱَّلل م ِۡن عِبَادِه ِ ٱلعلم ْۗؤا‬ ‫ إِنما‬...
“... Sesungguhnya yang paling takut kepada Allah adalah ulama.” (Q.S.
Fathir, 34; 28)

Kedua, berperan sebagai “perwaris Nabi” (warasatul anbiya). Rasulullah


saw. bersabda: “Sesungguhnya ulama itu adalah pewaris Nabi.” (H.R. Abu
Daud), dan sabda Rasulullah: “Seorang ulama menjalankan peran
sebagaimana para Nabi, yakni memberikan petunjuk kepada umat dengan
aturan Islam, seperti mengeluarkan fatwa, laksana bintang-bintang di langit
yang memberikan petunjuk dalam kegelapan bumi dan laut.” (H.R. Ahmad)

Ketiga, Terdepan dalam dakwah Islam, menegakkan ‘amar ma’ruf nahyi


munkar, menunjukkan kebenaran dan kebathilan sesuai hukum Allah, dan
meluruskan penguasa yang dzhalim atau menyalahi aturan Allah.

IV. Studi Kasus

Ibadah merupakan suatu keniscayaan bagi umat muslim, baik ibadah


wajib maupun ibadah sunnah. Disunnahkan juga untuk beberapa ibadah
dilaksanakan secara berjamaah. Masjid adalah tempat kegiatan ibadah umat
muslim dilaksanakan. Umat Islam sangat memuliakan masjid dan berusaha
untuk memakmurkannya. Walaupun tidak semua umat Islam melaksanakan
ibadah shalat wajib lima waktu di masjid, minimal umat Islam melaksanakan
shalat Jum’at satu pekan sekali di masjid secara berjamaah.
Namun setelah munculnya wabah Covid 19 semuanya berubah drastis,
masjid-masjid dihimbau untuk ditutup, shalat berjamaah lima waktu, shalat
tarawih dan shalat idul fitri dihimbau untuk dilaksanakan di rumah saja.
Peraturan Gubernur dan Peraturan Walikota dikeluarkan. Dikuatkan pula
dengan Fatwa MUI baik pusat maupun daerah. Ditambah pula dengan fatwa
dari beberapa ormas Islam. Seharusnya ini menjadi panduan bagi umat Islam
untuk melaksanakan Ibadah sesuai dengan arahan pemerintah dan ulama di
masa wabah melanda.
Akan tetapi tidak dengan sebagian besar umat Islam di daerah, mereka
menolak kebijakan pemerintah untuk menutup masjid dan melaksanakan shalat
Jum’at dan shalat wajib di rumah. Banyak dari mereka lebih mengutamakan
perasaannya. Muncul juga broadcast di media sosial untuk tidak mentaati
kebijakan pemerintah dan ulama. Mereka beranggapan bahwa virus itu
makhluk Allah, tidak seharusnya takut dengan virus, takut itu hanya kepada
Allah. Di samping itu juga tidak akan mungkin virus masuk masjid, tidak akan
mungkin juga virus menular kepada umat Islam yang ta’at, secara mereka lebih
mengutamakan kebersihan diri dengan berwudhu dan mandi. Dalam beribadah
itu harus yakin kepada Allah, Allah-lah yang menentukan hidup dan matinya
seseorang, bukan ulama, bukan pula pemerintah. Disisi lain muncul juga
argumentasi yang menyatakan bahwa virus itu adalah propaganda musuh
Islam, yang akan menjauhkan umat Islam dengan tempat ibadahnya, yaitu
masjid. Ada juga yang menyatakan bahwa tempat berlindung yang paling aman
dari virus adalah di dalam masjid, maka ibadah ke masjid itu harus terus
dilakukan walaupun di tengah bahayanya wabah.
Para ketua DKM dan pengurus masjid banyak di demo oleh jamaah
ketika menyampaikan rencananya untuk menutup masjid. Bahkan ketika sudah
sampainya surat dari kelurahan setempat tentang himbauan menutup masjid,
para jama’ah siap untuk pasang badan jika ketua DKM nya dipermasalahkan
ke ranah hukum. Ditambah lagi para ustadz di daerah yang juga sebagiannya
merupakan pengurus MUI Kelurahan, telah menyatakan bahwa Fatwa tersebut
tidak harus diikuti, karena di masjid atau daerah sekitar masjid masih dalam
zona aman, belum ada kasus terjadi. Di sisi lain juga ada pendapat sebagian
ulama yang menyelisihi Fatwa MUI tersebut. Padahal, Kota Bandung saat itu
sudah dinyatakan sebagai zona merah oleh Gugus Tugas tingkat Kota
Bandung.
Dengan demikian, adanya pandangan dari ustadz setempat semakin
menguatkan para jamaah dan masyarakat untuk menolak kebijakan pemerintah
dan ulama tersebut. Masjid tetap dibuka, shalat berjamaah lima waktu tetap
dilaksanakan, shalat jum’at pun tetap dilaksanakan walau dengan
diberlakukannya protokol kesehatan yang kurang maksimal.
Tidak ta’atnya umat kepada ulama dan pemerintah menjadi catatan
bahwa hari ini ulama dan umara telah kehilangan marwahnya sebagai
pemimpin umat. Tidak satu suaranya ulama di daerah dengan ulama di tingkat
pusat dan kota juga menjadi masalah utama hari ini. Hal ini menyebabkan umat
Islam juga menjadi terpecah belah, ada yang menta’ati ulama pusat dan
pemerintah, tapi sebagian besar menuruti egonya serta sebagian lagi menta’ati
ulama di daerah sekitarnya masing-masing.

V. Pembahasan

Sekilas tentang alasan-alasan yang disampaikan oleh masyarakat awam


pada umumnya dapat diterima oleh akal sehat. Akan tetapi jika ditelaah lebih
dalam lagi, apa yang dijadikan alasan sangatlah lemah. Mereka lebih banyak
mengedepankan perasaannya daripada ilmu yang jelas dalilnya.
Dari sisi kesehatan mereka mengira virus tidak akan mungkin masuk
masjid, virus itu hanya akan menyerang orang-orang non muslim saja atau
orang muslim yang berdosa. Virus itu merupakan adzab Allah terhadap orang-
orang kafir dan orang-orang muslim berdosa. Padahal kita tahu, jika Allah
menurunkan bencana, maka yang akan merasakan bencana tersbut bukan
hanya orang kafir dan orang berdosa saja, melainkan semua orang yang berada
di wilayah tersebut akan terkena juga.
Sebagaimana yang difirmankan Allah dalam Al Quran :

ِ ‫يد ٱلْعِ َق‬ ِ ۟ ِ ۟ ِ َّ ِ َّ ِ ۟


‫اب‬ ‫د‬
ُ َ َ‫ش‬ ‫ٱَّلل‬
َّ َّ
‫َن‬ ‫أ‬ ‫ا‬ ‫و‬ ‫م‬َ‫ل‬‫ٱع‬‫و‬ ۖ ‫ة‬
ُٓ ْ َ ً َ ْ‫ص‬َّ ‫ا‬
ٓ ‫خ‬ ‫م‬ ‫ك‬
ُ ‫ن‬ ‫م‬ ‫ا‬ ‫و‬ ‫م‬َ‫ل‬
ُ َ‫ظ‬
َ ‫ين‬‫ذ‬ ‫ل‬ ‫ٱ‬ ‫يَب‬
َّ َ ُ ً َ ْ ‫َوٱتَّ ُقو‬
‫ص‬ ‫ت‬ ‫َّل‬ ‫ة‬‫ن‬ ‫ت‬ ‫ف‬ ‫ا‬
“Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-
orang yang dzalim saja diantara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat
keras siksaan-Nya”. (Q.S. Al-Anfal, 8;25).
Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa kita diperintahkan oleh Allah
untuk menjaga diri kita dari siksaan Allah yang bukan hanya menimpa orang
dzalim saja diantara kita. Artinya ketika sebuah bencana diturunkan oleh Allah,
bisa jadi bencana tersebut akan menimpa orang-orang shalih juga yang tinggal
di negeri tersebut. Apalagi wabah virus Covid 19 ini sudah menjadi pandemi,
dalam artian penyebarannya sudah menjalar ke seluruh negeri di penjuru dunia.
Tidak ada tempat bagi orang yang shalih pun di dunia, kecuali disana juga
diturunkan wabah oleh Allah. Walaupun memang bahwa virus itu makhluk
Allah dan tidak akan menyerang siapapun tanpa seizin Allah. Tapi kita tetap
diperintahkan oleh Allah untuk menjaga diri kita dari serangan virus tersebut.
Bahkan Rasulullah saw pernah bersabda: ”Hindarilah orang yang terkena
lepra seperti halnya kalian menghindari seekor singa”. (H.R. Bukhari)
Dalam pandangan Islam, bencana terdiri dari tiga kemungkinan.
Pertama, Ujian. Orang-orang beriman pasti akan senantiasa Allah uji, salah
satunya dengan bencana wabah ini. Bencana ini tidak lain bagi orang yang
beriman merupakan ujian kenaikan tingkat, dimana jika lulus, maka Allah akan
menaikkan derajat kita disisi Allah. Kedua, Hukuman atau Peringatan. Ini
diberikan kepada orang-orang muslim yang berdosa. Dan yang Ketiga, Adzab
atau Siksaan. Ini diberikan kepada orang-orang yang durhaka kepada Allah,
mengingkari ayat-ayat Allah, sehingga mereka dibinasakan oleh Allah swt.
Menurut kita, manakah yang layak disandangkan kepada kita dari ketiga
kemungkinan tersebut? Jangan sampai kita mengira bahwa kita sedang diuji
oleh Allah, akan tetapi dosa dan maksiat selalu kita lakukan.
Argumentasi bahwa virus tidak akan masuk ke masjid juga sangat lemah.
Dalam beberapa kasus di beberapa kota di Indonesia dapat kita temukan bahwa
telah terjadi penyebaran virus saat sedang berlangsungya kegiatan di masjid.
Sehingga mengakibatkan jamaah masjid dikarantina di dalam masjid.
Contohnya, pernah terjadi di salah satu masjid di Jakarta, 300 orang jamaah
dikarantina di dalam masjid. Dalam sudut pandang kesehatan, ada orang-orang
yang membawa virus, namun tanpa gejala, sehingga ketika masuk ke masjid,
kemudian bersentuhan dengan orang lain di dalam masjid, maka orang lain
tersebut dapat terkena virus juga. Jika orang lain itu sedang dalam kondisi
kurang sehat atau dalam kondisi daya tahan tubuh yang sedang turun, maka
orang tersebut bisa saja sakit atau bahkan lebih dari itu bisa menyebabkan
kematian. Bisa saja orang yang membawa virus itu adalah kita dan kita
kemudian menularkan virus itu kepada orang lain. Kita menjadi penyebab
sakitnya atau meninggalnya orang lain, dengan kata lain kita memadharatkan
orang lain di sekitar kita. Padahal kita dilarang untuk berbuat madharat maupun
memadharatkan orang lain. Dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda : “Tidak
boleh memudharatkan dan tidak boleh dimudharatkan”. (H.R. Hakim)
Lalu bagaimana dengan sebuah hadits yang menyebutkan Rasulullah saw
bersabda : “Jika penyakit dari langit diturunkan maka penyakit tersebut
dipalingkan dari para pemakmur masjid-masjid.” (H.R. Baihaqi). Hadits ini
dinilai lemah oleh banyak ulama, sanadnya terputus, dan dzhahir hadits ini
bertentangan dengan sabda Rasulullah saw : “Jika Allah menurunkan
hukuman/ adzab kepada suatu kaum maka adzab tersebut menimpa siapa saja
yang bersama mereka, kemudian mereka dibangkitkan sesuai dengan amal
mereka.” (H.R. Bukhari no 7108 dan Muslim no 2879). Jadi jelas hadits yang
menyatakan penyakit akan terhindar dari pengurus masjid adalah hadits yang
lemah dan bertentangan dengan hadits yang lain yang lebih kuat, sehingga
hadits tersebut tidak dapat dijadikan hujjah.
Terlepas juga dari argumentasi yang menyatakan bahwa virus ini adalah
propaganda dari para musul Islam, hal ini juga hendaklah kita abaikan
sementara. Benar bahwa musuh-musuh Islam itu tidak akan pernah diam
sampai kita mengikuti mereka dan sampai Islam ditinggalkan oleh para
penganutnya. Tapi yang lebih penting saat ini adalah tentang kesehatan kita
dan orang-orang disekitar kita yang sedang terancam. Lebih baik kita fokus
dulu terhadap penanganan penyebaran virus ini, daripada hanya sekedar
berdebat kusir tentang pembuat virus yang sampai kapanpun belum tentu
terbukti keabsahannya.

A. Menta’ati Ulil Amri (Ulama dan Umara)


Ketaatan kita kepada ulil amri merupakan bentuk ketaatan kita
kepada Allah dan Rasul-Nya, sebagaimana yang difirmankan Allah swt:
۟ ِ ۟ ِ ۟
‫ول َوأ ُ۟وِِل ْٱْل َْم ِر ِمن ُك ْم‬
َ ‫ٱلر ُس‬
َّ ‫َطيعُوا‬
‫ٱَّللَ َوأ‬
َّ ‫َطيعُوا‬
‫ين ءَ َامنُ ٓوا أ‬ ِ
َ ‫ََٓيَيُّ َها ٱلَّذ‬
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan tatailah Rasul-Nya,
dan ulil amri diantara kamu ... (Q.S. An-Nisa, 4;59)
Rasulullah juga bersabda : “Siapa yang menaatiku, sungguh dia
telah menaati Allah. Siapa yang memaksiatiku (melanggar sunnah/ajaran
Nabi), sungguh dia telah bermaksiat kepada Allah. Siapa menaati
pemimpin, sungguh dia telah menaatiku, siapa yang bermaksiat (tidak
menaati) kepada pemimpin, sungguh dia telah bermaksiat kepadaku,”
(H.R. Bukhari).
Ulil amri itu adalah para Imam, Sultan, Qadhi, dan semua yang
memiliki kekuasaan yang syar’i. Pendapat yang lain mengatakan bahwa
Ulil amri adalah para ulama Al-Quran dan fiqih yang menyuruh kepada
kebenaran dan memfatwakan nya sedang mereka memiliki ilmunya.3
Dengan demikian, dalam hal ini yang menjadi ulil amri di Indonesia adalah
Presiden, Gubernur, Walikota dan juga para Ulama yang terhimpun dalam
Majelis Ulama Indonesia.

3
Imad Zuhair Hafidz, Tafsir Web, https://tafsirweb.com/1591-quran-surat-an-nisa-ayat-59.html
(Diakses tanggal 11 Juli, Pukul 19.35)
Oleh karena itu, menjadi kewajiban bagi kita untuk menaati apa yang
sudah menjadi kebijakan pemerintah dan juga menaati apa yang sudah
difatwakan para ulama dalam pelaksanaan ibadah di masa wabah ini.
Tentu saja para ulama mengeluarkan fatwa tersebut telah melakukan telaah
mendalam serta bermusyawarah dengan para ahli di berbagai bidang
keilmuan yang berkompeten di bidangnya masing-masing.
Pemerintah beserta para ulama telah bersungguh-sungguh untuk
selalu berupaya melakukan tindakan agar penyebaran wabah di negeri kita
dapat terkendali. Kebijakan pemerintah dan juga fatwa ulama tentu
bertujuan demi kemashlahatan umat. Bisa dibayangkan jika kita semua
berpendapat bahwa kebijakan pemerintah dan fatwa ulama tidak perlu
diikuti, sudah pasti negeri ini chaos seperti yang dialami oleh Italia dan
Iran yang pada masa awal kemunculan virus ini mereka tidak peduli dan
tetap meramaikan tempat ibadah.
Sudah seharusnya umat ini bersatu untuk bersama-sama berperang
melawan penyebaran virus Covid 19 yang sudah melanda ke berbagai
penjuru negeri. Umat Islam hendaklah berada dalam satu komando, ketika
ulama dan umara sudah bersatu menyuarakan, maka tidak ada yang dapat
dilakukan oleh umat kecuali sami’na wa atha’na, kami mendengar dan
kami menaatinya. Sangat disayangkan sekali dengan apa yang terjadi di
negeri ini. Sebuah institusi MUI yang mewadahi para ulama itu ketika
sudah mengeluarkan fatwa, banyak orang yang tidak mengindahkan
fatwanya, termasuk oleh struktur yang ada di tingkat yang lebih bawah.
Padahal hampir semua ormas Islam juga sudah mengeluarkan fatwa yang
serupa dengan fatwa yang dikeluarkan oleh MUI Pusat. Padahal sangat
tidak mungkin sekali mereka bersepakat dalam kemaksiatan. Kesepakatan
mereka adalah untuk kemashalatan umat dan negeri tercinta ini.

B. Ilmu, menghilangkan kebodohan


Dalam beribadah itu tidaklah cukup mengandalkan keyakinan saja
kepada Allah. Ada dua syarat diterimanya ibadah kita oleh Allah. Pertama,
Ikhlas bahwa ibadah yang kita lakukan semata-mata hanyalah untuk Allah
swt. Dalam ikhlas dituntut keyakinan bahwa Allah adalah satu-satunya
Dzat yang berhak untuk kita sembah. Kedua, Sesuai petunjuk dari
Rasulullah saw. Disini juga dituntut keyakinan bahwa apa yang
disampaikan oleh Rasulullah mengenai tata cara kita beribadah kepada
Allah adalah benar-benar dari Allah. Sehingga kita hanya akan beribadah
sesuai dengan apa yang sudah Rasul ajarkan kepada kita.
Sampainya ilmu dari Rasulullah kepada kita juga tidak secara
langsung. Ada kontribusi para ulama yang menjadi perantara antara kita
dan Rasulullah saw. Mereka mencurahkan tenaga dan pikirannya untuk
merumuskan, menyimpulkan nash-nash yang ada dalam sumber hukum
Islam yaitu Al Quran dan Hadits, menjadi sebuah kesimpulan hukum yang
mudah kita amalkan dalam kehidupan sehari-hari. Sungguh sangat jelas
apa yang disabdakan oleh Rasulullah saw : “Ulama adalah pewaris para
Nabi.” (H.R. At- Tirmidzi). Dengan demikian, mengikuti apa yang
disampaikan para ulama adalah sama dengan mengikuti apa yang
disampaikan oleh Rasulullah saw.
Oleh karena itu, penting bagi kita untuk selalu mencari ilmu agama.
Supaya ibadah yang kita lakukan benar-benar sesuai dengan apa yang Nabi
ajarkan, sehingga ibadah kita dapat diterima oleh Allah. Dan belajarlah
ilmu kepada para ulama, karena ulama merupakan pewaris para Nabi.
Ilmu memiliki peranan yang cukup penting dalam agama Islam.
Ibadah tanpa disertai dengan ilmu, maka ibadahnya akan tertolak.
Ibadahnya seorang yang berilmu lebih baik daripada seribu orang bodoh
yang beribadah. Bahkan maksiatnya orang berilmu itu tidak lebih
berbahaya daripada maksiatnya orang yang bodoh. Disisi lain Allah akan
mengangkat derajat orang-orang berilmu dan Allah akan mudahkan
baginya jalan menuju surga.
Sebagaimana firman Allah:

‫ت‬ َّٰ َ ‫ِين أحوتحوا ْ ٱلۡعلۡ َم َد َر‬


‫ج‬ َ ‫ِنك ۡم َو َّٱَّل‬
‫امنحوا ْ م ح‬ َ ‫ٱَّلل َّٱَّل‬
َ ‫ِين َء‬ ‫ يَ ۡرفَعِ َّ ح‬...
ٖۚ ِ

“... Allah akan meninggikan beberapa derajat orang-orang yang beriman


dan berilmu pengetahuan beberapa derajat.” (Q.S. Al Mujadalah, 58; 11).
Serta sabda Rasulullah : “Siapa yang menempuh jalan guna mencari ilmu
agama, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (H.R.
Muslim).

C. Memahami Tujuan Beragama


Tujuan beragama (Maqashid Syariah) menegaskan bahwa semua
aktifitas dan ibadah tanpa terkecuali dilaksanakan dalam rangka menjaga
agama, akal, diri keturunan dan harta. Secara sederhana apapun yang
potensial menggangu kelima hal ini mesti dihindari terlebih dahulu
melebihi kepentingan ibadah. Karena itu pula, ulama menyajikan sebuah
pakem “menghindari bahaya selalu diprioritaskan dari mencari
mashlahat.” Dalam konteks ini memakan yang haram sekalipun
diperbolehkan, bahkan diperintahkan untuk menyelamatkan hidup
manusia.4

D. Ibadah di tengah udzur


Dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda ; “Siapa yang
meninggalkan tiga kali shalat jumat karena meremehkan, niscaya Allah
swt menutup hatinya.” (H.R. at- Tirmidzi). Hadits lain menyebutkan :
“Siapa yang meninggalkan shalat jumat tiga kali tanpa udzur, niscaya dia
tergolong orang munafiq.” (H.R. at- Thabrani).
Kedua hadits ini menjadi landasan pandangan beberapa kalangan
tentang tidak bolehnya shalat jumat ditiadakan dan diganti dengan shalat

4
Faried F. Saenong, Buku Saku Fikih Pandemi (Jakarta: Nuo Publishing, 2020), Cet I. Hlm. 5.
dzhuhur. Sehingga banyak orang merasa khawatir apabila tidak
melaksanakan shalat jumat bahkan sampai sebanyak tiga kali berturut-
turut. Padahal apabila kita cermati, bahwa kedua hadits itu menjelaskan
“meremehkan” dan “tanpa udzur.’ Artinya apabila tidak melaksanakan
Jum’atan itu bukan karena meremehkan, bukan pula tanpa udzur,
melainkan dikarenakan udzur yang sangat genting, yaitu menghindari dari
wabah penyakit yang berbahaya, maka yang demikian itu tidak termasuk
ke dalam hadits tersebut.
Beberapa udzur yang diperbolehkan untuk tidak melaksanakan
shalat Jum’at adalah diantaranya hujan lebat, cuaca yang sangat dinging,
sakit yang menyulitkan untuk mendatangi masjid, kekwahatiran karena
adanya gangguan keselamatan jiwa, kehormatan diri dan harta benda.
Wabah Covid 19 itu juga merupakan udzur, karena kehawatiran
tertularnya kita atau kita yang menularkannya kepada orang lain, sehingga
penyebaran virus menjadi tidak terkendali, maka udzur ini juga
membolehkannya untuk tidak melaksanakan shalat Jum’at. Begitu pula
dengan shalat berjamaah di masjid, shalat tarawih dan shalat idul fitri yang
hukumnya sunnah. Inilah yang dalam Islam dinamakan dengan rukhsah.
Akan tetapi, jangan bersedih karena kita tidak bisa melakukan
ibadah sebagaimana biasanya. In syaa Allah, Allah akan mencatatkan bagi
kita pahala sebagaimana pahala ketika kita melaksanakannya saat dalam
keadaan normal. Rasulullah bersabda : “Jika seorang hamba sakit atau
melakukan safar (perjalanan jauh), maka dicatat baginya pahala
sebagaimana kebiasaan dia ketika mukim dan ketika sehat.” (H.R.
Bukhari no 2996). Dan dalam hadits yang lain menyebutkan : “Seorang
hamba jika ia berada pada jalan yang baik dalam ibadah, kemudian ia
sakit, maka dikatakan pada malaikat yang bertugas mencatat amalan,
“tulislah padanya semisal yang ia amalkan rutin jika ia tidak terikat
sampai Aku melepasnya atau sampai Aku mencabut nyawanya.” (H.R.
Ahmad).
VI. Kesimpulan dan Saran

Ibadahnya satu orang yang berilmu lebih baik daripada ibadahnya seribu
orang yang bodoh. Kebodohan merupakan musuh terbesar umat Islam. Dengan
kebohodan ini umat menjadi terpecah belah. Dengan kebodohan pula ibadah
seseorang tidak akan diterima oleh Allah. Dengan kebodohan dan keegoisan,
umat menjalankan ibadahnya dengan perasaan, bukan dengan ilmu. Keyakinan
tanpa ilmu hanya akan menjadikan siapapun yang melakukannya menjadi
tambah kesesatannya. Bukan jalan terang yang dia dapatkan, malah akan
semakin menjerumuskannya ke lembah kenistaan.
Belajarlah, dan bertanyalah kepada ahlinya. Para ulama yang sudah
malang melintang di dunia da’wah dan keagamaan, tentu saja kapasitas
keilmuannya tidak pantas untuk kita remehkan. Apalagi ulamanya bukan satu
orang, melainkan banyak ulama yang berkumpul dan bermusyawarah untuk
mencarikan jalan terbaik bagi umat. Memudahkan umat untuk menjalankan
syariat agama tanpa khawatir akan keselamatan diri dan jiwanya. Bagi kita
seharusnya apabila ulama sudah mengeluarkan fatwanya, tidak ada hal yang
dapat kita lakukan selain sami’na wa atha’na, kami mendengar dan kami siap
menaati. Siapakah kita yang ilmunya belum ada apa-apanya dibandingkan
dengan mereka.
Para ulama telah mengeluarkan fatwanya tentang pelaksanaan ibadah di
masa wabah. Penguasa juga sudah mengeluarkan kebijakannya tentang hal
serupa. Hal ini dilakukan untuk mencegah penyebaran virus mematikan yang
tidak terkendali. Sehingga semakin banyak orang yang dapat diselamatkan
dengan adanya fatwa dan kebijakan ini. Oleh karena itu, kita sebagai umat dan
bangsa yang beradab, hendaklah bersatu padu melawan musuh yang sama.
Abaikan perbedaan furu’iyah, utamakan keselamatan umat dan bangsa ini.
Semoga wabah ini segera diangkat kembali oleh Allah swt. Dan semoga wabah
ini dapat menjadi pelajaran berharga bagi kita semua. Aamiin.
DAFTAR PUSTAKA

Abuddin Nata. 2014. Metodologi Studi Islam. Depok: Rajagrafindo Persada.


Ahmad Anshori. 2020. Bunga-bunga Corona. Jakarta: Humairo.
Ahmad Sarwat. Seri Fiqih Kehidupan Jilid 1. Jakarta; Rumah Fiqih Publishing.
Faried F. Saenong, dkk.. 2020. Buku Saku Fikih Pandemi. Jakarta: Nuo Publishing.
Firanda Andirja. 2020. Hukum Seputar Covid 19 dalam Tinjauan Syariah. Jakarta:
Bumi Aksara.
Muhammad Abduh Tuasikal. 2020. Ramadhan dan Hari Raya saat Pandemi
Corona. Yogyakarta: Rumaysho.
Rosihon Anwar, dkk. 2017. Pengantar Studi Islam. Bandung; Pustaka Setia.
Wahbah Az Zuhaili. Fiqih Islam wa Adillatuhu Jilid 1 (Terj). Jakarta: Gema Insani.

https://covid19.go.id (Diakses pada 25 April 2020, Pukul 17.25).


Imad Zuhair Hafidz, Tafsir Web, https://tafsirweb.com/1591-quran-surat-an-nisa-
ayat-59.html (Diakses tanggal 11 Juli, Pukul 19.35).
Firman Syah Ali, Ingat! Azab Allah Juga Bisa Menimpa Orang Baik,
https://duta.co/ingat-azab-allah-juga-bisa-menimpa-orang-baik (Diakses tanggal
11 Juli, Pukul 22.13).
Umar Mukhtar, Bagaimana Pahala Shalat di Rumah Saat Wabah Penyakit?
https://republika.co.id/berita/q7xm9u430/bagaimana-pahala-shalat-di-rumah-saat-
wabah-penyakit (Diakses tanggal 11 Juli, Pukul 22.20).
Muhammad Abduh Tuasikal, Bagaimana Pahala Shalat di Rumah Saat Wabah
Penyakit? https://rumaysho.com/14592-rahasia-walau-uzur-tetap-dapat-
pahala.html (Diakses tanggal 11 Juli, Pukul 22.35).

Anda mungkin juga menyukai