Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM

LABORATORIUM KIMIA DASAR

OLEH :

NAMA : RAJA BIMA PANE

NIM : 2002122

GRUP/KELAS : F / Teknik Mekanika C

JUDUL PRAKTIKUM : PENGENALAN INDIKATOR

TANGGAL PRAKTIKUM : 14 DESEMBER 2020

ASISTEN : MEGARIA NAIBAHO

KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK TEKNOLOGI KIMIA INDUSTRI

MEDAN

2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Judul Percobaan : Pengenalan Indikator

B. Tujuan Percobaan :

1. Untuk menentukan penggunaan indikator pada titrasi

2. Untuk mengetahui jenis-jenis indikator dan trayek pH nya.

3. Untuk menentukan konsentrasi HCl dengan menggunakan berbagai jenis indikator.

C. Tanggal Percobaan : 14 Desember 2020


BAB II

LANDASAN TEORI

Teori asam maupun basa sudah mulai dikenal oleh ahli kimia konvensional sejak
jaman dulu. Bukti utama dapat dilihat dari nama mereka sendiri. Istilah asam berasal dari
bahasa Latin acetum yang artinya adalah cuka. Unsur pokok cuka adalah asam asetat
CH3COOH. Sedangkan istilah alkali diambil dari bahasa Arab untuk abu. Selain itu,
telah diketahui pula bahwa paling tidak selama 3 abad bahwa hasil reaksi antara asam
dan basa (netralisasi) adalah garam. (Petrucci, 1985)
Beberapa teori yang mencoba menerangkan sifat-sifat asam-basa merupakan suatu
tingkatan yang penting dalam sejarah ilmu kimia. Lavoisier pada tahun 1777,
menyatakan bahwa semua asam selalu terdiri dari satu unsur yang sama.Unsur tersebut
adalah oksigen yang diajukan oleh Lavoisier dari bahasa Yunani yang berarti pembentuk
asam. Kemudian pada tahun 1810, Davy mempresentasikan bahwa asam muriatat (asam
hidroklorida) hanya mengandung hidrogen dan klor, namun tidak mengandung oksigen.
Yang lebih menarik lagi ternyata hidroklorida itu mempunyai sifat sama seperti asam.
Dengan itu para ahli kimia kemudian menetapkan hidrogen sebagai pembentuk unsur
dari suatu asam. (Petrucci, 1985)
Istilah asam dan basa kemudian diinterpretasikan secara lebih terperinci oleh
beberapa ahli. Pada awal abad 19, seorang kimiawan bernama Arhennius
memperkenalkan konsep asam dan basa, dimana asam adalah sneyawa yang bila
dilarutkan ke dalam air akan meningkatkan konsentrasi ion hidrogen (H +) di atas nilainya
dalam air murni, sedangkan basa meningkatkan meningkatkan ion hidroksida. (Petrucci,
1985)
Dalam air murni, terdapat sedikit ion hidrogen (H +) dan ion hidroksida (OH-) yang
jumlahnya sama. Hal tersebut timbul dari hasil ionisasi parsial dari air:
H2O(l)  H+(aq) + OH-(aq)
Menurut Arhennius, kita mendefinisikan asam sebagai zat yang bila dilarutkan dalam air
akan menambah jumlah ion hidrogen yang sudah ada dalam air murni. Gas hidrogen
klorida bereaksi dengan air menghasilkan asam klorida:
HCl(g)  H+(aq) + Cl-(aq)
Basa didefinisikan sebagai zat yang bila dilarutkan akan menambah jumlah ion
hidroksida yang sudah ada dalam air murni. Natrium hidroksida banyak larut dalam air
berdasarkan persamaan:
NaOH(s)  Na+(aq) + OH-(aq)
Hasil dari persamaan di atas merupakan basa kuat. Amonia adalah basa lainnya,
sebagaimana ditunjukkan oleh produk reaksinya dengan air:
NH3(aq) + H2O(l)  NH4+(aq) + OH-(aq)
Bila larutan asam dicampur dengan basa, maka terjadilah reaksi netralisasi:
H+(aq) + OH-(aq)  H2O(l)
Ini merupakan kebalikan dari reaksi ionisasi air yang telah diperlihatkan sebelumnya.
Jika ion pengamat dimasukkan kembali ke dalam persamaan, misalnya:
HCl + NaOH  H2O + NaCl
Menunjukkan bahwa garam dapat didefinisikan sebagai produk selain air dari reaksi
asam dengan basa. Namun demikian, biasanya lebih disukai tidak menuliskan ion
pengamat ini dan hanya secara gamblang menyatakan ion-ion yang bereaksi. (Chang,
2003)
Sebuah definisi asam dan basa yang lebih luas, yang akan berguna dalam
perhitungan kuantitatif kimia dasar, diperkenalkan secara terpisah oleh Johannes
Bronsted dan Thomas Lowry pada tahun 1923. Suatu asam Bronsted-Lowry
didefinisikan sebagai suatu zat yang dapat memberikan ion hidrogen (H+), sedangkan
suatu basa bronsted lowry adalah suatu zat yang dapat menerima ion hidrogen (H +).
Dalam reaksi asam-basa Bronsted-Lowry, ion hidrogen dipindahkan dari asam ke basa.
Sebagai contoh, bila asam asetat dilarutkan ke dalam air, ion hidrogen dipindahkan dari
asam asetat ke air. (Oxtoby, 1999)
CH3COOH(aq) + H2O(l)  H3O+(aq) + CH3COO-(aq)
Ion hidronium H3O+(aq) cenderung lebih sering dipakai dalam penulisan reaksi
kimia daripada ion hidrogen (H+) karena lebih menggambarkan sifat ion hidrogen yang
sebenarnya dalam air. Asam dan basa terdapat sebagai pasangan asam-basa konjugat.
CH3COOH dan CH3COO- adalah salah satu contohnya, dimana CH3COO- adalah basa
konjugat dari CH3COOH. Demikian pula dapat dikatakan CH 3COOH adalah asam
konjugat dari CH3COO-. Dengan cara yang sama, H3O+ dan H2O juga membentuk
pasangan asam-basa konjugat. Kesetimbangan yang tercapai dapat dipandang sebagai
persaingan antara dua basa untuk mendapatkan ion hidrogen H +. Sebagai contoh, bila
amonia dilarutkan ke dalam air kedua basa NH 3 dan OH- bersaing memperebutkan ion-
ion hidrogen. (Chang, 2003)
H2O(l) + NH3(aq)  NH4+(aq) + OH-(aq)
Satu keuntungan dari pendekatan Bronsted-Lowry adalah tidak terbatas hanya
untuk larutan air. Sebagai contoh larutan ammonia sebagai pelarut adalah NH 3 bertindak
sebagai sebuah basa, walaupun ion hidroksida (OH -) tidak ada. Skema Arhennius yang
sudah lama diperkenalkan tidak dapat menjelaskan hal ini, sehingga dengan teori
Bronsted-Lowry diperluas untuk larutan lain di luar larutan air. (Chang, 2003)
HCl(dalam NH3) + NH3(l)  NH4+(dalam NH3) + Cl-(dalam NH3)
Beberapa molekul dan ion dapat berfungsi baik sebagai asam dan sebagai basa
tergantung dari kondisi reaksi sehingga disebut amfoter. Contoh yang paling umum
adalah air itu sendiri. Air berfungsi sebagai asam dengan memberikan ion hidrogen
kepada NH3 (basa konjugat disini adalah OH-) dan sebagai basa dengan menerima ion
hidrogen dari CH3COOH (asam konjugat di sini adalah H3O+). Dengan cara yang sama,
ion hidrogen karbonat dapat berfungsi sebagai asam dan sebagai basa. (Oxtoby, 1999)
HCO3-(aq) + H2O(l)  H3O+(aq) + CO32-(aq)
HCO3-(aq) + H2O(l)  H2CO3 (aq) + OH-(aq)
Lebih lanjut, struktur Bronted Lowry dapat digambarkan lebih detail melalui model
yang dikemukakan oleh Lewis. Struktur model Lewis dapat digunakan untuk
menggambarkan perilaku yang lebih umum dari asam-basa dimana definisi Arhenius dan
Bronsted-Lowry merupakan kasus istimewa. Sebuah basa lewis merupakan jenis basa
yang menyumbangkan sepasang elektron bebas dan suatu asam lewis adalah jenis asam
yang menerima sepasang elektron tersebut. Asam dan basa Arrhenius sejauh ini dianggap
memenuhi gambaran tersebut (dengan asam lewis, yaitu H +, berfungsi sebagai akseptor
terhadap berbagai macam basa lewis seperti NH3 dan OH-, yaitu donor pasangan
elektron). (Oxtoby, 1999)
Reaksi lain yang tidak melibatkan ion hidrogen masih dapat dianggap sebagai
reaksi asam-basa Lewis. Salah satu contohnya adalah reaksi antara molekul yang
kekurangan elektron, BF3, dengan molekul yang kaya elektron, NH3. Disini ammonia,
sebagai basa Lewis, menyumbangkan pasangan elektron bebas kepada BF 3, yaitu asam
Lewis atau akseptor elektron. Ikatan yang terbentuk merupakan ikatan kovalen
koordinat, dimana kedua elektron di dalamnya diberikan pada asam Lewis oleh pasangan
elektron dari basa Lewis. (Oxtoby, 1999)
Senyawa kekurangan oktet yang melibatkan unsur Golongan III seperti Boron dan
Aluminium dianggap asam Lewis yang kuat karena atom golongan III dapat mencapai
konfigurasi oktet dengan membentuk ikatan kovalen koordinat. Atom dan ion dari
golongan V sampai dengan golongan VII mempunyai pasangan elektron bebas yang
diperlukan untuk berfungsi sebagai basa Lewis. Senyawa unsur-unsur golongan utama
dari periode terakhir juga dapat berfungsi sebagai asam Lewis melalui kenaikan valensi.
Dalam reaksi tersebut, atom pusat menerima pembagian pasangan elektron tambahan di
samping kedelapan elektron yang diperlukan untuk emmenuhi aturan oktet. Sebagai
contoh, SnCl4 adalah asam Lewis yang menerima pasangan elektron bebas dari ion
klorida. Kemudian setelah reaksi, setiap atom timah dikelilingi oleh 12 elektron valensi
dan bukan 8. (Oxtoby, 1999)
Definisi Lewis mensistematiskan kimia berbagai macam oksida biner, yang dapat
dianggap sebagai anhidrida asam atau basa. Suatu anhidrida asam didapatkan dengan
mengambil air dari suatu asam okso sampai hanya tertinggal sedikit oksidanya; dengan
demikian, CO2 merupakan anhidrida asam karbonat. (Oxtoby, 1999)
Dalam larutan air, konsentrasi dari ion hidronium berkisar dari 10 M sampai 10-15
M. Interval ini sebaiknya diperkecil dengan menggunakan skala logaritma keasaman,
yang disebut pH ( power of Hidrogen) dan didefinisikan oleh:
pH = - log [H3O+]
Air murni pada suhu 25oC mempunyai [H3O+] = 1x10-7 M, sehingga:
pH= - log (1x10-7) = -(-7,00) = 7,00
Larutan 0,1 M HCl mempunyai [H3O+] = 0,1 M, sehingga:
pH= - log (0,10) = - log (1x10-1) = -(-1,00)
dan pada suhu 25oC larutan NaOH 0,1 M mempunyai:
1,0 x 10−14
pH= - log ( ) = - log (1,00 x 10-13) = - (-13,00) = 13,00
0,10
Seperti ditunjukkan contoh-contoh di atas, perhitungan pH akan mudah khususnya bila
konsentrasi H3O+ merupakan pangkat dari bilangan 10, karena logaritmanya adalah
bilangan pangkat dari 10 tersebut. Jika tidak, diperlukan kalkulator. Jika pH diketahui,
konsentrasi H3O+ dapat dihitung dengan meletakkan pangkat –pH pada angka 10.
(Oxtoby, 1999)
Konsentrasi H3O+ pada umumnya kurang dari 1 M, sehingga fungsi pH ditentukan
dengan tanda negatif untuk menghasilkan sebuah bilangan yang bertanda positif. Nilai
pH tinggi menandakan konsentrasi H3O+ yang rendah begitu pula sebaliknya. Pada suhu
25oC:
pH < 7 Larutan asam
pH = 7 Larutan netral
pH > 7 Larutan basa
Pada suhu lain, pH air berbeda dari 7. Perubahan satu satuan pH menandakan terjadinya
perubahasan sebesar 10 dalam konsentrasi H3O+ dan OH-. pH diukur secara langsung
dengan menggunakan pH meter. (Oxtoby, 1999)
Mekanisme di mana pH dapat dihitung selain itu juga dapat diambil dari 3 metode
lain yang lebih konvensional. 4 metode pengukuran pH sesuai tingkat urutan
ketelitiannya adalah kertas lakmus, larutan indikator, pH strip, dan pH meter. (Noerdin,
1985)
BAB III

ALAT DAN BAHAN

A. Alat

No.Nama Jumlah Gambar Alat


1 Beakerglass 1

2 Erlenmeyer 6

3 Pipet tetes 3

4 Pipet volume 1

5 Gelas ukur 1

6 Buret 1

7 Statif dan kleim 1


B. Bahan

No Nama Ukuran Fase jumlah


.
1 NaOH 0,1 N 1 Tetes Larutan 0,1 ml
2 HCl 1 Tetes Larutan 10 ml
3 Indikator pp 1 Tetes Larutan 3 tetes
4 Indikator MO 1 Tetes Larutan 3 tetes
5 Indikator BTB 1 Tetes Larutan 3 tetes
BAB IV

PROSEDUR KERJA
A. Prosedur Kerja.

a. menitrasi HCl dengan NaOH (indikator PP)

i. kode etik 10ml asam klorida kedala labu ukur 100 ml


ii. encerkan dengan akuades hinggal tanda batas, homogenkan
iii. larutan asam klorida encer sebanyak 25ml, masukkan
kedalam erlenmeyer 250ml
iv. tambahkan 2-3 tetes indikator pp
v. Titrasi dengan larutan NaOH 0,1 N hingga terbentuk warna merah
muda
vi. catat volume NaOH yang digunakan, lakukan triplo
vii. hitung kadar HCl dalam sampel

b. menitrasi HCl dengan NaOH (Indikator MO)


i. kode etik 10ml asam klorida kedala labu ukur 100 ml
ii. encerkan dengan akuades hinggal tanda batas, homogenkan
iii. larutan asam klorida encer sebanyak 25ml, masukkan
kedalam erlenmeyer 250ml
iv. tambahkan 2-3 tetes indikator MO
v. Titrasi dengan larutan NaOH 0,1 N hingga terbentuk warna kuning
vi. catat volume NaOH yang digunakan, lakukan triplo
vii. hitung kadar HCl dalam sampel

c. menitrasi HCl dengan NaOH (Indikator BTB)


i. kode etik 10ml asam klorida kedala labu ukur 100 ml
ii. encerkan dengan akuades hinggal tanda batas, homogenkan
iii. larutan asam klorida encer sebanyak 25ml, masukkan kedalam
erlenmeyer 250ml
iv. tambahkan 2-3 tetes indikator BTB
v. Titrasi dengan larutan NaOH 0,1 N hingga terbentuk warna Hijau
muda
vi. Catat volume NaOH yang digunakan tripolo hitung kadar HCL dalam
sampel
B. Gambar Rangkaian.

No
Gambar Rangkaian Keterangan

1 Menyiapkan
bahan titran

2 Sampel
praktkum

3 Meneteskan
indikator

4 Titrasi HCl
dengan penitar
NaOH (indikator
penitar NaOH)

5 TAT (indikator
pp)
6 Titrasi HCl
dengan penitar
NaOH (Indikator
MO)

7 Titrasi HCl
dengan penitar
NaOH (Indikator
BTB)

8 TAT
BAB V

DATA PENGAMATAN

A. Data.

Indikator Percobaan Volume HCl Volume NaOH Warna Titrasi


(mL) 0,096 N (mL) Sebelum Setelah
TAT TAT
PP 1. 10 8,3 Tidak Merah
Berwarna Jambu
2. 10 8,4 Tidak Merah
Berwarna Jambu
MO 1. 10 8,0 Merah Kuning
2. 10 8,1 Merah Kuning
BTB 1. 10 8,5 Kuning Hijau
Lumut
2. 10 8,4 Kuning Hijau
Lumut

B. Pengamatan.
1. Titrasi HCl dengan larutan Standar NaOH menggunakan Indikator PP
 HCl Larutan tidak berwarna
 HCl + Indikator PP 3 tetes Larutan tidak berwarna
 Larutan tidak berwarna dititrasi dengan larutan
Larutan berwarna merah muda.
NaOH 0,096 N

2. Titrasi HCl dengan larutan Standar NaOH menggunakan Indikator MO


 HCl Larutan tidak berwarna
 HCl + Indikator MO 3 tetes Larutan M
 Larutan berwarna merah dititrasi dengan larutan
Larutan berwarna kuning.
NaOH 0,096 N

3. Titrasi HCl dengan larutan Standar NaOH menggunakan Indikator BTB


 HCl Larutan tidak berwarna
 HCl + Indikator BTB 3 tetes Larutan tidak berwarna
 Larutan berwarna kuning dititrasi dengan larutan
Larutan berwarna Hijau lumut.
NaOH 0,096 N
BAB VI
ANALISA DATA
A. Analisa Data

Indikato Warna Warna awal Ditambahkan Titrasi


r indikator 3 tetes dengan
larutan
BTB Jingga Tidak Tidak Larutan
berwarna berwarna berwarna
merah muda

MO Merah Tidak Merah Larutan


berwarna berwarna
kuning
Phenolphtelaein Bening Tidak Tidak Larutan
berwarna berwarna berwarna
hijau lumut

B. Reaksi
1.Titrasi HCl dengan larutan standar NaOH 0,096 (menggunakan indikator pp)

DIK : Vol. HCl = 10 mL

Vol. NaOH = 1. 8,3 mL

2. 84 mL

N. NaOH = 0,096 N

DIT : N. HCl = ….?

Penyelesaian :

Rumus : V1 . N1 = V2 . N2

Rata-rata vol. titrasi NaOH

8,3 mL+8 , mL
=
2

=8,35 mL

V1 . N1 = V2 . N2

8, 35 ml . 0,096 N = 10 ml . N2
8,53 .0.096 N
N2 =
10

0,8016
N2 = N
10

N = 0,08016 N

Jadi, normalitas HCl sebesar 0,0816 N

2.Titrasi HCl dengan larutan standar NaOH 0,1 N (menggunakan indikator MO)

Dik : Volume HCl = 10 ml N NaOH = 0,1 N

Volume NaOH = 8,0ml dan


8,1ml Dit : N HCl =...?
Penyelesaian =

Rata rata volume titrasi NaOH 8,0 + 8,1 = 8,05


ml
2
V1 x N1 = V2 x N2 8,05 x 0,1 = 10 x N2

N2= 0,805
10
N2 = 0,0805 N

3.Titrasi HCl dengan larutan standar NaOH 0,1 N (menggunakan indikator BTB) Dik :

Volume HCl = 10 ml N NaOH = 0,1 N

Volume NaOH = 8,5ml dan


8,4ml Dit : N HCl = ?
Penyelesaian =
Rata rata volume titrasi NaOH 8,5 + 8,4 = 8,45 ml
2

V1 x N1 = V2 x N2 8,45
x 0,1 = 10 x N2

N2= 0,845
10
= 0,0845 N

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Indikator adalah nilai dari variabel yang kita ingin coba teliti. Hal ini juga dapat
diartikan sebagai sebuah ciri, karakteristik, atau ukuran yang menunjukkan perubahan
pada fenomena tersebut.Nilai ini berguna untuk melihat dan mengukur perubahan-
perubahan yang terjadi pada fenomena yang diteliti. Indikator dapat digunakan untuk
mengevaluasi keadaan, mengukur suatu hal, atau menilai perubahan-perubahan yang
terjadi dari waktu ke waktu.

B. Saran
Sebaiknya percobaan dilakukan lebih dari dua kali agar didapatkan hasil yang lebih
bervariasi.
DAFTAR PUSTAKA

Chang, Raymond. 2003. Kimia Dasar: Konsep - Konsep Inti Edisi Ketiga. Jakarta:
Penerbit Erlangga
Noerdin, Isjrin. 1986. Buku Materi Pokok Larutan Modul 1-5. Jakarta: Penerbit
Karunika
Oxtoby, David. 1999. Prinsip – Prinsip Kimia Modern Edisi Keempat. Jakarta:
Penerbit Erlangga
Pasribu, Benny. 2014. http://bennypasaribu040.blogspot.co.id/. Diakses pada tanggal
13 Oktober 2015 pukul 10.00 WIB
Petrucci, Ralph. 1989. Kimia Dasar: Prinsip dan Terapan Modern Edisi Keempat.
Jakarta: Penerbit Erlangga
Silalahi, Rudy. 2011. http://alatkimia.com/kertas-lakmus-dan-sifatnya/.

Anda mungkin juga menyukai