Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

ANALISIS PEWARNA DAN PEMUTIH

DI SUSUN OLEH :

FIRMAN DEWI KAMTELAT


IRNAWATI SIALANA MARIA J KARUGAI
ROSMINI NURLILY

SEKOLAH TINGI ILMU KESEHATAN (STIKes)


MALUKU HUSADA
KAIRATU
2019
KATA PENGANTAR

Segala puji serta rasa syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas
berkah dan rahmat-Nyalah serta ridho-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini tentang “ANALISIS PEWARNA & PEMUTIH”.
Dengan harapan makalah ini dapat membantu mahasiswa/i dalam mempelajari
mata kuliah Analisis Makanan & Obat.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini belum sempurna dan


masih perlu perbaikan serta penyempurnaan, baik dari segi materi maupun
pembahasan. Oleh sebab itu dengan lapang dada penulis akan menerima kritik
dan saran yang sifatnya membangun demi penyempurnaan makalah ini dimasa
mendatang.

Demikianlah, semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca dan dapat


ikut memberikan sumbangan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.

Kairatu.06 Agustus 2019


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perempuan Indonesia yang mengidamkan wajah cantik dan berkulit putih
mulus dengan jitu ditangkap berbagai produsen kosmetika lewat membanjirnya
berbagai produk kecantikan wajah belakangan ini tidak sedikit perempuan yang
tergiur iklan produk itu,dan mencoba menggunakannya. Namun, kenyataan
menunjukkan justru banyak pengguna krim pemutih misalnya bukan wajahnya
tambah putih malah meradang seperti udang rebus .
Kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan yang siap di gunakan pada bagian
luar badan (epidemis,rambut,kuku,bibir,dan organ kelamin luar),gigi dan rongga
mulut untuk membersihkan , menambah daya tarik ,mengubah menampakan,dan
melindungi kulit supaya tetap dalam keadaan baik. Kosmetik merupakan komponen
sandang yang sangat penting perananya dalam kehidupan masyarakat pada umumnya.
Masyarakat tertentu sangat bergantung pada sedian kosmetika pada setiap
kesempatan.
Untuk saat ini banyak kosmetik yang beredar di pasaran beruba jenis kosmetik
pemutih,pewarna bibir atau meronah wajah serta kosmetik yang berperan tentang
keindahan kulit wajah lainnya. Dalam perkembangan selanjutnya, suatu sediaan
kosmetik akan di tambahkan suatu zat untuk menambah nilai artistic dan daya jual
produknya,salah satu dengan penambahan bahan pewarna. Akan tetapi pemakaian zat
warna di atur sangat ketat berdasarkan aktivitas kimiawi bahan tersebut tarhadap
kualitas kesehatan kulit yang terpapar sedian kosmetik. Zat warna di nyatakan sebagai
bahan berbahaya dalam obat,makanan, dan kosmetik terdapat beberapa zat warna
yang di larang penggunaanya yang merupakan pewarna untuk testil.
”Penggunaan bahan-bahan ini dalam kosmetik dapat membahayakan
kesehatan, dan penggunaannya dilarang sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan
RI No.445 tahun 1998 tentang Bahan, Zat Warna, Substratum, Zat Pengawet, dan
Tabir Surya pada Kosmetik, dan Keputusan Kepala Badan POM tentang Kosmetik,”
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa Merkuri atau air raksa yang termasuk logam berat
berbahaya, yang dalam konsentrasi kecil pun dapat bersifat racun, dalam
menimbulkan berbagai gangguan kesehatan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pewarnaan dan pemutih ?
2. Bagaimana cara menganalisis pewarna dan pemutih ?
3. Bagaimana prosedur kerjanya ?

C. Tujuan
1. Agar mahasiswa mampu memahami dan menganalisis pewarnaan dan pemutih
2. Agar mahasiswa dapat mempertahankan nilai kesehatan
3. Agar mahasiswa dapat revitalisasi nilai kesehatan kepada masyarakat luas
4. Agar mahasiswa dapat memberikan informasi pewarnaan yang dapat di
gunakan agar tidak terjadi hal yang tidak di inginkan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pewarna dan Pemutih


1. Pewarna
Bahan Pewarna adalah bahan atau campuran bahan yang digunakan untuk
memberi dan/atau memperbaikiwarna pada kosmetik (Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2015 : Tentang
Persyaratan Teknis Bahan Kosmetika.
Bahan pewarna secara sederhana dapat didefinisikan sebagai suatu benda
berwarna yang memiliki afinitas kimia terhadap benda yang diwarnainya. Bahan
pewarna pada umumnya memiliki bentuk cair dan larut di air. Pada berbagai situasi,
proses pewarnaan menggunakan mordant untuk meningkatkan kemampuan menempel
bahan pewarna.
Bahan pewarna dan pigmen terlihat berwarna karena mereka menyerap
panjang gelombang tertentu dari cahaya. Berlawanan dengan bahan pewarna, pigmen
pada umumnya tidak dapat larut, dan tidak memiliki afinitas terhadap substrat.
Bukti arkeologi menunjukkan bahwa, khususnya di India dan Timur Tengah,
pewarna telah digunakan selama lebih dari 5000 tahun. Bahan pewarna dapat
diperoleh dari hewan, tumbuhan, atau mineral. Pewarna yang diperoleh dari bahan-
bahan ini tidak memerlukan proses pengolahan yang rumit. Sampai sejauh ini, sumber
utama bahan pewarna adalah tumbuhan, khususnya akar-akaran, beri-berian, kulit
kayu, daun, dan kayu. Sebagian dari pewarna ini digunakan dalam skala komersil.
2. Pemutih
Pemutih adalah istilah yang mengacu kepada sejumlah bahan kimia yang
digunakan di bidang industri atau di rumah tangga untuk memutihkan pakaian,
mencerahkan warna rambut, dan untuk menghilangkan noda. Banyak pemutih yang
dapat membunuh bakteri, sehingga dapat digunakan untuk melakukan disinfeksi dan
sterilisasi. Pemutih juga digunakan di kolam renang untuk membunuh bakteri, virus,
dan alga. Di bidang industri, pemutih khususnya digunakan dalam proses pemutihan
pulp. Selain itu, pemutih dapat digunakan untuk membunuh gulma.[1]
Proses pemutihan sudah dikenal sejak zaman dahulu kala,[2] tetapi bahan
kimia yang digunakan sebagai pemutih baru ditemukan oleh para ilmuwan dari abad
ke-18.
Klor merupakan bahan dasar pemutih yang paling sering digunakan.
Contohnya adalah larutan natrium hipoklorit dan kalsium hipoklorit.
Pemutih yang tidak mengandung klor biasanya menggunakan peroksida,
seperti hidrogen peroksida, natrium perkarbonat, dan natrium perborat. Pemutih ini
disebut pemutih non-klor atau pemutih oksigen. Sebagian besar pemutih merupakan
oksidator, tetapi ada pula yang merupakan reduktor, seperti natrium ditionit dan
natrium borohidrida.

B. Analisis pewarna & pemutih


1) Alat dan bahan
1. Alat yang digunakan
Batang pengaduk, chamber, Erlenmeyer (pyrex®), kertas saring, labu tentukur
(pyrex®), neraca analitik (AND®), pipet tetes, pipet totol, rak tabung,
spektrofotometri UV-Vis, tabung reaksi, lampu UV 254 nm.
2. Bahan yang digunakan
Amonia, asam klorida pekat, aquadest, etil asetat, N-butanol, plat silika gel, rhodamin
B, sampel perona pipi.

2) Prosedur Kerja
 Analisis kualitatif Rhodamin B
1. Pembuatan Larutan Uji Sampel Perona Pipi
Sampel perona pipi ditimbang ± 500 mg dimasukkan kedalam tabung
reaksi, kemudian ditambahkan 4 tetes asam klorida 4 N, dan ditambahkan 2 ml
metanol, dan dihomogenkan selanjutnya dicukupkan dengan metanol sampai
10 ml, kemudian diaduk hingga tercampur rata dan disaring dengan
menggunakan kertas saring.
2. Pembuatan Larutan baku
Sejumlah lebih kurang 5 mg Rhodamin B BPFI dilarutkan dengan
metanol, kemudian dikocok hingga larut.
3. Pembuatan Larutan Campuran
Sejumlah volume yang sama dari larutan A dan B dicampur, kemudian
dihomogenkan.
4. Identifikasi Sampel
Pada plat KLT berukuran 20 X 20 cm diaktifkan dengan cara
dipanaskan di dalam oven pada suhu 100 0C selama 30 menit. Larutan A, B,
dan larutan C, ditotolkan pada plat dengan menggunakan pipa kapiler pada
jarak 2 cm dari bagian bawah plat, kemudian dibiarkan beberapa saat sampai
mengering. Plat KLT yang telah mengandung cuplikan dimasukkan kedalam
chamber yang terlebih dahulu telah dijenuhkan dengan eluen dengan fase
gerak berupa N-butanol, etil asetat, dan amoniak (50 : 20 : 25), dibiarkan eluen
bergerak naik sampai hampir mendekati batas atas 39 plat.
Kemudian plat KLT diangkat dan dikeringkan diudara. Diamati noda
secara visual dan dibawah sinar UV 254 nm jika noda berflourosensi kuning
dengan lampu UV 254 nm menunjukkan adanya Rhodamin B jika secara
visual berwarna merah muda menunjukkan adanya Rhodamin B. Selanjutnya
dihitung nilai Rfnya, hasil dinyatakan positif jika bila warna bercak antara
sampel dengan baku sama atau saling mendekati dengan selisih harga ≤ 0,2
(Depkes, 1988).

 Analisis Kuantitatif Rhodamin B


1. Pembuatan Larutan Rhodamin B 1000 ppm
Ditimbang 50 mg pewarna Rhodamin B BPFI dimasukkan kedalam
labu tentukur 50 ml didalam labu tentukur ditambahkan metanol secukupnya
dan dikocok hingga homogen. Kemudian larutan dicukupkan dengan metanol
hingga garis tanda kemudian dihomogenkan.
2. Pembuatan larutan Rhodamin B 50 ppm
Dipipet 2,5 ml larutan Rhodamin B 1000 ppm dengan menggunakan
pipet volum kemudian dimasukkan kedalam labu tentukur 50 ml lalu
ditambahkan metanol sampai garis tanda.

3. Penentuan panjang gelombang maksimum larutan Rhodamin B


Dipipet 2 ml larutan Rhodamin B dengan menggunakan pipet volum
dan dimasukkan kedalam labu tentukur 50 ml
40 (konsentrasi 2 ppm), lalu ditambahkan metanol sampai garis tanda dan
dihomogenkan. Diukur serapan maksimum pada panjang gelombang 400-800
nm dengan menggunakan blangko. Blangko yang digunakan adalah metanol.

4. Penentuan waktu kerja larutan Rhodamin B


Dipipet 2 ml larutan kerja Rhodamin B 50 ppm dan dimasukkan
kedalam labu tentukur 50 ml (konsentrasi 2 ppm), lalu ditambahkan metanol
sampai kegaris tanda dan dihomogenkan. Diukur pada panjang gelombang
maksimum yang diperoleh sampai 30 menit.

5. Penentuan Linieritas Kurva Kalibrasi


Dipipet larutan Rhodamin B 50 ppm dengan menggunakan maat pipet
kedalam labu tentukur 50 ml berturut-turut 2 ml; 4 ml; 6 ml; 8 ml; 10 ml (2; 4;
6; 8; dan 10 ppm) kedalam masing-masing labu tentukur tersebut
ditambahkan metanol sampai garis tanda. Dikocok homogen, kemudian
diukur serapannya pada panjang gelombang 545 nm.

 Uji Kuantitatif Sampel


Sejumlah lebih kurang 5 gram cuplikan perona pipi dimasukkan
kedalam labu tentukur, kemudian ditambahkan 16 tetes Asam klorida 4 N,
ditambahkan 30 ml metanol, kemudian dihomogenkan. Disaring, dengan
membuang 2-5 ml filtrat pertama, dilakukan berulang-ulang sampai larutan
sampel jernih. Filtrantya
41 ditampung dalam labu tentukur 50 ml. Dicukupkan dengan metanol sampai
garis tanda dan dihomogenkan. Dipipet 2 ml filtrat kemudian dimasukkan
kedalam labu tentukur 25 ml, dicukupkan dengan metanol sampai garis tanda
dan dihomogenkan, diukur serapannya pada panjang gelombang 545 nm.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil Uji Kualitatif dari Sampel Perona Pipi

Keterangan :
Sampel A : Cameo
Sampel B : Kai
Sampel C : Cosmic
Sampel D : Louvre
Sampel E : Cherveen
Sampel F : Kiss Beauti
Sampel G : M.A.C
Hasil dinyatakan positif bila warna bercak antara sampel dan baku sama dan harga Rf
antara sampel dengan baku sama atau saling mendekati
dengan selisih harga ≤ 0,2 cm (DepKes, 1988).

Gambar Hasil Kurva Kalibrasi Larutan Rhodamin B pada Konsentrasi 2 ppm, 4 ppm, 6 ppm,
8 ppm dan 10 ppm

Tabel Hasil Perhitungan Kuantitatif Sampel Perona Pipi


BAB III
PENUTUP

A Kesimpulan
Dari hasil pengamatan diatas ,maka disimpulkan bahwa :
1. Bahan Pewarna adalah bahan atau campuran bahan yang digunakan untuk
memberi dan/atau memperbaikiwarna pada kosmetik (Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2015 : Tentang
Persyaratan Teknis Bahan Kosmetika.
2. Pemutih adalah istilah yang mengacu kepada sejumlah bahan kimia yang
digunakan di bidang industri atau di rumah tangga untuk memutihkan pakaian,
mencerahkan warna rambut, dan untuk menghilangkan noda. Banyak pemutih yang
dapat membunuh bakteri, sehingga dapat digunakan untuk melakukan disinfeksi dan
sterilisasi.
3. Hasil Perhitungan sampel Perona Pipi yaitu :
 Sampel yang mengandung rhodamin B adalah sampel dengan kode A dan
kode F
 Rhodamin B pada Kosmetik Perona Pipi dengan Kode A sebesar 0,433 mg/g,
dan Pada Perona Pipi dengan Kode F sebesar 0,998 mg/g.

B. Saran
Kami mengharapkan kritikan agar kami bisa melengkapi makalah kami lebih baik lagi
DAFTAR PUSTAKA

 Karim. Adnan, M., Tekhnik Kromatografi Untuk Analisis Bahan Makanan, Penerbit
Andi Yogyakarta, 1997.

 Anonim 1990. Keputusuan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan


tentang No.00386/C/SK/II/90 tentang Perubahan Lampiran Peraturan Menteri
Kesehatan No. 239/Menkes/Per/V/85 tentang Zat Warna Tertentu yang Dinyatakan
sebagai Bahan Berbahaya. Jakarta: Departemen Kesehatan.

 Anonim 2011. Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI. Peringatan / Publik
Warning tentang Kosmetika Mengandung Bahan Berbahaya /Dilarang No.
HM.04.01.1.23.12.11.10567 Jakarta 27 Desember.

 Ditjen POM RI 2001. Metode Analisis PPOMN. Jakarta.

 Fessenden, R. J., Fessenden, J. S., Kimia organik jilid 2. Terjemahan hadyana


Pujaatmaka Aloyisius Penerbit Erlangga, Jakarta. Jaelani, 2009. Ensiklopedi
Kosmetika Nabati Edisi 1. Jakarta: Penerbit Pustaka Populer Obor.

 Jellink, SJ. 1970. Formulation and function of cosmetic. New York: Wiley
Intersience. Khopkar,S,M, 2008, Konsep Dasar Kimia Analitik, UI Press, jakarta.

Anda mungkin juga menyukai