Identifikasi Sumber Hukum Eko Inter

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 4

HUKUM EKONOMI INTERNASIONAL

KELOMPOK:

- Arif Rahman Hakim 110110160087


- Mutya Wyakti Hapsari 110110160092
- Balqis Mar’atus Sholehah 110110160073
-
-

1. Identifikasi Sumber Ekonomi Internasional (Primer & Sekunder)


 primer
Menurut penjelasan Pak Mursal serta Bu Prita kemarin, bahwa yang termasuk sumber
hukum Primer Ekonomi Internasional ialah Perjanjian Internasional dan Kebiasaan
Internasional.
A. Perjanjian Internasional
Persoalan perjanjian internasional diatur dalam Konvensi Wina Tahun 1969 tentang
Perjanjian Internasional yang memuat seperangkat aturan mengenai pembentukan,
penafsiran dan pengakhiran perjanjian.
Di Indonesia perjanjian internasional diatur dalam Undang – Undang No. 24 Tahun 2000
bahwa perjanjian internasional adalah perjanjian dalam bentuk dan nama tertentu, yang
diatur dalam hukum internasional yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan
kewajiban di bidang hukum public.
Karena perjanjian ekonomi internasional adalah perjanjian yang ada pada umumnya
tundak pada prinsip – prinsip perjanjian internasional, maka perjanjian ekonomi
internasioan pun di Indonesia harus tunduk pada UU No. 24 Tahun 2000. Perjanjian
internasioanl tidak hanya menciptakan hak dan kewajiban di negara – negara tapi juga
antara negara dan organisasi internasional. Secara tidak langsung perjanjian internasional
juga mengatur hubungan dan kepentingan (ekonomi) individu dengan negaranya. 1
Dalam pasal 38 ayat 1 ICJ telah dijelaskan daripadanya dan adapun alasan masyarakat
internasional lebih suka mengadakan perjanjian internasional sebagai sumber hukum
terpenting ialah karena cara ini memang cara yang paling cocok untuk menciptakan hak dan
kewajiban di bidang ekonomi internasional2. Adapula unsur-unsur di dalamnya antara lain;
a. Sumber hukum tertulis;
b. Diatur oleh hukum internasional publik;
c. Dibuat oleh negara, dan
d. Adanya Instrumen tunggal 2/ lebih.
Perjanjian perdangan internasional mengikat berdasarkan kesepakatan para pihak yang
membuatnya. Negara peserta perjanjian berkewajiban melaksanakan apa yang telah
disepakati dalam perjanjian perdagangan internasional dan terikat secara hukum terhadap
isi perjanjian tersebut. Perjanjian internasional terdiri atas: 3
a. Perjanjian bilateral yaitu suatu perjanjian internasional yang pihak-pihak atau negara
peserta terikat hanya 2 negara antara lain pinjam-meminjam modal antara Indonesia

1
Sri Wahyuningsi, Hukum Ekonomi Internasional dalam Perdangan, DIDAKTIK, 2007, hlm. 202
2
Asif Qureshi, International Economic Law, London: sweet and Maxwell, 1999, hlm. 18
3
Wayan Perthiana, Beberapa Masalah dalam Hukum Internasional dan Hukum Nasional Indonesia,
Bandung:Binacipta, 1987, hlm. 40-43.
dengan Jepang, penyederhanaan tenaga kerja antara Indonesia dengan Malaysia, dan lain-
lain.
b. Perjanjian multilateral yaitu suatu perjajian internaisonal yang pihak-pihak atau
negara-negara yang menjadi peserta pada perjajian lebih dari 2 negara.
c. Perjanjian kawasan (regional), yaitu perjajian internasional yang berlaku bagi negara-
negara dalam satu kawasan, adalah Association of South East Asian Nations (ASEAN),
Europian Union (EU), Organization of Petroleum Exporting Countries (OPEC), Masyarakat
Ekonomi Eropa (MEE), ASEAN Free Trade Area (AFTA), North American Free Trade Area
(NAFTA), dan lain-lain.
Identifikasi masalah dalam perjanjian internasional ialah:
a. sulitnya koordinasi sehingga sering terjadi tumpang-tindih peraturan “. Misalnya:
WTO-AFTA & WTO – WIPO mengenai “Spaghetti Ball Effect”.
b. Perbedaan penafsiran, khusunya saat terjadi sengketa di antara para pihak terhadap
perjanjian tersebut;
c. Masuknya suatu perjnajian ekonomi internasional ke dalam hukum nasional, pada
prakteknya tidak ada keseragaman

B. Kebiasaan Internasional
Kemudian sumber hukum Primer ekonomi Internasional lainnya adalah Kebiasaan
Internasional. Yang manakala terdapat unsur-unsur, seperti:
a. Adanya suatu tindakan yang dilakukan berulang-ulang & terus-menerus
b. Dipandang sebagai yang mengikat (opinio juris sive necessisatis)
Hukum kebiasaan internasional mengikat semua negara, walaupun tanpa adanya suatau
persetujuam, apabila syarat – syarat berikut dapat dipenihi maka ia akan tetap
mengikat. Syarat – syarat tersebut adalah: 4
1. Keseragaman dan konsistensi praktek dari negara – negara yang ada (Seperti
tindaka resmi pemerintah, klaim dan tindakan yang dilakukan oleh pemimpin
politik, perwakilan diplomatic)
2. Suatu keyakinan oleh sebuah negara bahwa tingkah laku dalam artian kebiasaan
itu dibutuhkan oleh mereka.
Sumber hukum ini disebut juga dengan lex mercatoria atau hukum para pedagang (the
law of the merchants) dalam hukum perdagangan internasional. Hal ini dikarenakan karena
para pedagang yang mula – mula “menciptkan” aturan hukum yang berlaku bagi mereka
untuk transaksi – transaksi mereka. Contoh para pedagang lakukan adalah barter dan
counter-trade. 5 lex mercatoria dapat ditemukan dalam kebiasaan – kebiasaan yang
berkembang dan dituangkan dalam kontrak perdagangan internasioan, seperti klausul –
klausul kontrak standar (baku) atau kontrak dalam bidang pengangkutan (maritime)
Masalah utama dalam pemberlakuakn lex mercatoria adalah masih disangsikannya
kekuatan mengikatnya. Bagi para pedangan atau pelaku perdagangan, daya atau kekuatan
mengikat lex mercatoria tidaklah sulit bagi mereka, karena mereka secara sukerela menaati
dan melaksanakan serta memandangnya mengikat karena merekalah yang menciptakan. 6

Sangat sedikit Prinsip kebiasaan Internasional dalam ekonomi Internasional ini, seperti;
Pacta Sun Servanda, dan exhaustion of local Remedies yang mana “ Penyelesaian masalah
harus dilakukan di negara sendiri sebelum ia mengajukan ke ICJ”. Misalnya seperti kasus
4
Meria Utama, Hukum Ekonomi Internasional, PT. Fikahati Aneska, 2012, hlm. 13
5
Huala Adolf, Hukum Perdagangan Internasional Prinsip –prinsip dan Konsepsi Dasar, hlm. 11
6
Ibid.
“Panama Paper”. Kebiasaan lainnya yang biasa dilakukan di negara-negara dunia ialah
menurunkan bendera setengah tiang (sebagai rasa bentuk penghormatan kematian
pahlawan negaranya, dll), dan Karpet merah untuk menjamu tamu penting dari negara lain.

 sekunder
Kemudian setelah dijelaskan 2 sumber hukum primer Ekonomi Internasional, maka ada
pula sumber hukum Sekunder atau disebut Secondary law. Yakni ada 3 bentuk meskipun
banyak ahli yang masih memperdebatkannya, diantaranya:
a. Prinsip-prinsip hukum umum
Sumber Hukum ini dilihat sebagai suatu sistem hukum yang memungkinkan untuk
dipilih oleh para pihak dalam suatu Kontrak yang keabsahannya didasarkan pada
hukum nasionalnya.7
Sumber hukum ini akan mulai berfungsi jika hukum perjanjian inetrnasional dan
kebiasaan internasional tidak memberi jawaban atas suatu persoalan. Akibatnya
prinsip hukum umum ini dipandang sebagai sunber hukum penting dalam upaya
mengembangkan hukum. 8
Contohnya: GOOD FAITH (Itikad baik), pacta sun servanda, dan prinsip
tanggungjawab negara.
b. Putusan hakim sebelumnya
Sumber hukum ini masih dikatakan relatif sedikit. Karena hukum ekonomi
internasional sendiri tidak mengatur Yurisprudensi sebagaimana halnya yang dikenal
dalam sistem hukum common law. Artinya putusan hakim yang dikeluarkan
sebelumnya hanya berlaku untuk sengketa yang bersangkutan saja.
c. Doktrin atau ajaran para ahli hukum (internasional) yang terkemuka
Sedangkan doktrin ini masih dilihat perannya sangat sedikit. Bahkan belum ada
keseragaman dibandingkan dengan ajaran-ajaran dalam bidang hukum internasional
klasik. Hal ini terutama disebabkan karena sulitnya bagi para sarjana untuk
melepaskan dirinya dari kepentingan ekonomi negaranya yang menghasilkan doktrin
sebagai sumber hukum Ekonomi Internasional.9

Menurut Buku Prof. Huala Adolf berjudul Hukum Ekonomi Internasional adapula
tambahan mengenai sumber hukum ekonomi internasional yaitu Resolution yang
merupakan sumber hukum yang penting guna menetapkan dan mengikat anggota-anggota
organisasi internasional seperti menafsirkan instrument hukum organisasi yang
bersangkutan dan mengubah keputusan-keputusan dan anggaran dasar organisasi yang
bersangkutan. Termasuk juga di dalam hal ini adalah resolusi-resolusi yang dikeluarkan oleh
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Contohnya Invansi yang dilakukan Irak ke Kuwait pada tahun
1990 melatarbelakangi pemberlakuan Resolusi 661 Dewan Keamanan PBB pada 6 Agustus 1990 yang
melarang segala bentuk kegiatan impor dan ekspor dengan Irak, juga Kegagalan Libia dalam
mengekstradisi tersangka pelaku terror Pan Am Flight 103” di Skotlandia ke Amerika Serikat atau
Inggris pada tahun 1988 menyebabkan Dewan Keaman PBB memberlakukan Resolusi 748 pada
tahun 1992 yang menetapkan sanski embargo senjata dan sanski finansial. Selanjutnya codes of
conduct menunjukkan suatu instrument tertulis yang memuat suatu kodifikasi prinsip-

7
I. Seidl-Hovenveldern, op chit., hlm. 60
8
Sanson, Essential International Trade Lae, Sydney: Cavendish, 2002, hlm. 6
9
I. Seidl-Hovenveldern, op chit., hlm. 61
prinsip dan aturan-aturan hukum secara sistematis. Sifatnya secara sukarela dan tidak
mengikat. Contoh Guidelines for International Investment 1972.

Masalah permasalahan dalam perjanjian internasional, kami mengambil dari


hubungan perjanjian ekonomi Regional (perjanjian internasional). Dewasa ini semakin
banyak negara mengadakan perjanjian yang membentuk organisasi-organisasi ekonomi
regional seperti Free Trade Areas, seperti ASEAN yang Indonesia ikut meratifikasi
daripadanya dengan AFTA, atau common markets. AFTA dibentuk pada awal tahun 1993
oleh tujuh negara anggota ASEAN, yaitu Indonesia, Singapura, Filipina, Thailand, Malaysia,
Brunei dan Vietnam. Tujuan berdirinya AFTA adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan
pertumbuhan ekonomi yang merata dan berkesinambungan. 2. Meningkatkan ekspor dan
impor 3. Meningkatkan investasi bagi negara ASEAN. Anggotanya kemudian bertambah
dengan masuknya Laos, Kamboja, dan Myanmar. Keringanan yang diterapkan antar sesama
anggota, misalnya, adalah penurunan tarif bea masuk dari negara-negara sesama anggota
AFTA. Misalnya, Indonesia akan memberikan tarif bea masuk yang lebih rendah terhadap
impor radio buatan Malaysia dibandingkan dengan impor radio dari Cina (bukan anggota
AFTA). Dasar hukum pembentukan organisasi ekonomi regional ini terdapat dalam pasal
XXIV GATT.

Pasal XXIV GATT ini mensyaratkan dibolehkannya negara-negara (Anggota WTO)


untuk membentuk organisasi ekonomi regional dengan syarat pertama yakni; 1) organisasi
regional tersebut tidak menjadi rintangan perdagangan bagi negara ketiga. Dan kedua 2)
aturan-aturan khusus yang berlaku di dalam organisasi regional hanya berlaku untuk
negara-negara anggotanya saja.
Dan apabila ada negara ketiga masuk ke dalam lingkungan atau wilayah organisasi
regional ini, aturan hukum yang berlaku harus aturan yang umum (general) sifatnya.

Anda mungkin juga menyukai