Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH LAW, ETHICAL DILEMMA AND DECISION IN PROFESIONAL

MIDWIFERY PRACTICE

Tentang
“Perlindungan Hukum dalam Pelayanan Kebidanan”
Oleh Dosen Pengampu : Prof. Dr. Abdul Ghofur Anshori, S.H., M.H

DiSusun Oleh :

Hendrika Ika
NIM : 20700003

PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM MAGISTER


STIKES GUNA BANGSA YOGYAKARTA
2021

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang................................................................................................................4

1.2 Rumusana Masalah.........................................................................................................7

1.3 Tujuan..............................................................................................................................7

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Konsep Perlindungan Hukum.......................................................................................8

2.2 Perlindungan Hukum Dalam Pelayanan Kebidanan................................................11

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan....................................................................................................................21

3.2 Saran..............................................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA

ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah hirabbil alamin, yang pertama-tama saya haturkan

segala puji syukur atas kehadirat Allah SWT, yang mana karena atas limpahan

berkat rahmat dan hidayah – Nya, saya bisa menyelesaikan makalah yang

i
berjudul “Perlindungan hukum dalam pelayanan kebidanan” pada

mata kuliah Ethical Dilemma And Decision In Profesional Midwifery Practice

sebagai soal UAS.

Terima kasih saya sampaikan kepada bapak Prof. Dr. Abdul Ghofur

Anshori, S.H., M.H selaku dosen pengampu yang telah memberikan

bimbingannya kepada kami di semester satu ini dan memberikan bimbingan

makalah ini, sehingga makalah saya telah terselesaikan.

Saya selaku penyusun dalam pembuatan makalah ini, masih menyadari

begitu banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna, oleh karena itu saya

sangat mengharapkan kritik dan saran dari bapak dosen dan pembaca makalah

ini, yang tentunya akan sangat berharga bagi saya untuk penyempurnaan isi

dari makalah kedepannya.

Yogyakarta, 4 Februari, 2021

Penulis

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Pelayanan kesehatan pada dasarnya bertujuan untuk melaksanakan

pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit, termasuk didalamnya

pelayanan medis yang dilaksanakan atas dasar hubungan individual antara

dokter dengan pasien yang membutuhkan penyembuhan.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

(UUD 1945) mengakui dan melindungi kesehatan sebagai hak asasi setiap

manusia. Pada pasal 28H dan pasal 34 ayat (3) UUD 1945, kesehatan

menjadi hak konstitusional setiap warga negara dan menjadi tanggung

jawab bagi pemerintah untuk menyediakan pelayanan kesehatan.

Pembangunan kesehatan sebagai upaya negara untuk memberikan

pelayanan kesehatan yang didukung oleh sumber daya kesehatan, baik

dari tenaga kesehatan maupn tenaga non-kesehatan. Dalam Undang-

Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan bahwa

kesehatan merupakan keadaan sejahtera mulai dari badan, jiwa, serta

sosial yang membuat setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan

ekonomis. Dengan demikian, kesehatan selain menjadi hak asasi manusia,

kesehatan juga merupakan suatu investasi.

Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan

pemerintah memiliki tanggung jawab dalam merencanakan, mengatur,

menyelenggarakan, membina, serta mengawasi penyelenggaraan upaya

1
kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat. Disamping itu,

hal yang pokok diatur dalam Undang-Undang Nomor 2009 tahun 2004

tentang Praktik Kedokteran merupakan pelayanan medik oleh dokter yang

berorientasi pada kesembuhan (kuratif). Pasal 1 Undang-Undang Nomor

29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran berbunyi “Praktik kedokteran

adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter dan dokter gigi

terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan.

Dengan kondisi seperti itu perawat dan dokter akan sangat berisiko

untuk mendapat masalah hukum. Dasar hukum pelimpahan

kewenangan/tugas dokter kepada perawat diatur pada Pasal 23 Permenkes

No. 2052/Menkes/Per/X/2011 dan juga terdapat dalam Pasal 29 ayat (1)

huruf e, dan Pasal 32 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat

(6), dan ayat (7) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 Tentang

Keperawatan.

Bidan dapat berpraktik di rumah sakit, puskesmas, klinik dan unit-

unit pelayanan kesehatan lainnya. Jika bidan hendak melakukan praktik,

maka yang bersangkutan harus mempunyai kualifikasi agar mendapatkan

lisensi untuk praktik. Pemerintah melalui Peraturan Menteri Kesehatan

Nomor 1464 tahun 2010 mengatur tentang izin dan penyelenggaraan

praktik bidan. Untuk menyelenggarakan praktik mandiri, bidan wajib

memiliki persyaratan khusus antara lain pendidikan minimal Diploma III

kebidanan, terdaftar melalui Surat Tanda Register (STR), memiliki Surat

Ijin Praktek Bidan (SIPB), mempunyai tempat praktik, yang secara sah

dan legal digunakan untuk menjalankan praktik kebidanan mandiri sesuai

2
dengan kewenangan dan kompetensi bidan. Disebutkan dalam Pasal 9

Permenkes 1464 tahun 2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik

Bidan memiliki kewenangan yang meliputi pelayanan kesehatan ibu,

pelayanan kesehatan anak, dan pelayanan kesehatan reproduksi

perempuan dan keluarga berencana.

Pendekatan secara fungsional para pejabat administrasi terutama di

daerah harus senantiasa mengukur norma-norma hukum dan faktor-faktor

lain yang mempengaruhi (sosial, budaya dan sebagainya) berdasarkan

efektivitasnya, bagaimana hukum dapat bekerja dalam kenyataan,

sehingga apabila antara hukum sudah sesuai lagi dengan perkembangan

sosial atau menjadi penghambat pembangunan atau bahkan belum ada,

maka diharapkan bagi aparatur pemerintah harus berani untuk

menyisihkan atau dengan inisiatifnya dapat menetapkan suatu kebijakan

untuk mengatasi kesenjangan di atas. Oleh sebab itu bagi seorang aparatur

negara baik dipusat maupun di daerah dapat dengan cepat atas inisiatifnya

sendiri bertindak untuk dapat memenuhi keharusan tersebut, Inisiatif ini

dikenal dengan istilah kebebasan bertindak atau diskresi dalam bahasa

Prancis dikenal dengan istilah freis ermessen.

3
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud Konsep Perlindungan Hukum ?

2. Pasal apa saja yang tertuang didalam undang-undang Perlindungan

Hukum Dalam Pelayanan Kebidanan ?

1.3 Tujuan

1. Agar Mahasiswa mengetahui Konsep Perlindungan Hukum

2. Agar Mahasiswa mengetahui Undang-Undang Perlindungan Hukum

dalam Pelayanan Kesehatan

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Perlindungan Hukum

A. Pengertian Perlindungan Hukum

Istilah perlindungan hukum dalam bahasa inggris dikenal

dengan legal protection, sedangkan dalam bahasa belanda dikenal

dengan Rechts bescherming. Secara etimologi perlindungan hukum

terdiri dari dua suku kata yakni Perlindungan dan hukum. Dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia perlindungan diartikan (1) tempat

berlindung, (2) hal (perbuatan dan sebagainya), (3) proses, cara,

perbuatan melindungi.13 Hukum adalah Hukum berfungsi sebagai

pelindungan kepentingan manusia, agar kepentingan manusia

terlindungi, hukum harus dilaksanakan secara profesional.

Artinya perlindungan adalah suatu tindakan atau perbuatan

yang dilakukan dengan cara-cara tertentu menurut hukum atau

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perlindungan hukum

merupakan hak setiap warga negara, dan dilain sisi bahwa

perlindungan hukum merupakan kewajiban bagi negara itu sendiri,

oleh karenanya negara wajib memberikan perlindungan hukum kepada

warga negaranya. Pada prinsipnya perlindungan hukum terhadap

masyarakat bertumpu dan bersumber pada konsep tentang pengakuan

dan perlindungan terhadap harkat, dan martabat sebagai manusia.

Sehingga pengakuan dan perlindungan terhadap hak tersangka sebagai

5
bagian dari hak asasi manusia tanpa membeda-bedakan. Perlindungan

hukum adalah segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan

untuk memberikan rasa aman kepada saksi dan atau korban, yang

dapat diwujudkan dalam bentuk seperti melalui restitusi, kompensasi,

pelayanan medis, dan bantuan hukum. Menurut Setiono, perlindungan

hukum adalah tindakan atau upaya untuk melindungi masyarakat dari

perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa yang tidak sesuai dengan

aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan ketentraman,

sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati martabatnya

sebagai manusia.

Sedangkan Satjipto Raharjo mengemukakan bahwa

perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman terhadap hak

asasi manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu

di berikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak

yang diberikan oleh hukum. Karena sifat sekaligus tujuan hukum

menurutnya adalah memberikan perlindungan (pengayoman) kepada

masyarakat, yang harus diwujudkan dalam bentuk adanya kepastian

hukum. Perlindungan hukum merupakan tindakan bagi yang bersifat

preventif dan represif.

B. Bentuk Bentuk Perlindungan

Hukum Dalam kaitanya dengan perlindungan hukum bagi rakyat,

Philipus M.Hadjon membedakan dua macam sarana perlindungan

hukum, yakni:

6
a) Sarana Perlindungan Hukum Preventif. Pada perlindungan

hukum preventif ini, subyek hukum diberikan kesempatan

untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum suatu

keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif.

Tujuannya adalah mencegah terjadinya sengketa.

b) Sarana Perlindungan Hukum Represif. Perlindungan hukum

yang represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa.

Penanganan perlindungan hukum oleh Pengadilan Umum dan

Pengadilan Administrasi di Indonesia termasuk kategori

perlindungan hukum ini. Prinsip kedua yang mendasari

perlindungan hukum terhadap tindak pemerintahan adalah

prinsip negara hukum. Dikaitkan dengan pengakuan dan

perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia, pengakuan dan

perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia mendapat tempat

utama dan dapat dikaitkan dengan tujuan dari negara hukum.

Sedangkan muchsin, membedakan perlindungan hukum

menjadi dua bagian, yaitu:

a) Perlindungan Hukum Preventif Perlindungan yang

diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mencegah

sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat dalam

peraturan perundang undangan dengan maksud untuk

mencegah suatu pelanggaran serta memberikan rambu-

7
rambu atau batasanbatasan dalam melakukan sutu

kewajiban.

b) Perlindungan Hukum Represif. Perlindungan hukum

represif merupakan perlindungan akhir berupa sanksi

seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang

diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau telah

dilakukan suatu pelanggaran.

2.2 Perlindungan Hukum Dalam Pelayanan Kebidanan

A. Perlindungan hukum dalam kesehatan

Pembangunan kesehatan harus memperhatikan berbagai asas yang

memberikan arah pembangunan kesehatan dan dilaksanakan melalui

upaya kesehatan diantaranya sebagai berikut:

1. Asas perikemanusiaan, artinya pembangunan kesehatan harus

berlandaskan perikemanusiaan yang berdasarkan Ketuhanan

Yang Maha Esa dengan tidak membeda-bedakan golongan,

agama, dan bangsa.

2. Asas keseimbangan, artinya terdapat keseimbangan antara

kepentingan individu dan masyarakat, fisik dan mental,

material dan spiritual.

3. Asas manfaat, artinya pembangunan kesehatan harus

memberikan manfaat bagi kemanusiaan dan perikehidupan yg

sehat bagi setiap warga negara.

8
B. Hukum perlindungan konsumen

1. Masyarakat sebagai penggunan jasa pelayanan kesehatan

mendapatkan jaminan perlindungan hukum yang diatur dalam

hukum perlindungan konsumen.

2. A.Z. Nasution (2002:22) : hukum perlindungan konsumen dapat

diartikan sebagai keseluruhan asas2 atau kaidah2 yang mengatur

dan melindungi konsumen dalam hubungan dan masalah

penyediaan dan penggunaan produk barang dan/atau jasa antara

penyedia dan penggunanya dalam kehidupan bermasyarakat.

3. Hukum perlindungan konsumen di Indonesia diatur dalam UU No.

8 Tahun 1999 :

a. Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:

1) Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin

adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada

konsumen.

2) Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa

yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri

sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan

tidak untuk diperdagangkan.

3) Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan

usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan

hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan

kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia,

baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian

9
menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang

ekonomi.

4) Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak

berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat

dihabiskan maupun tidak dihabiskan, yang dapat untuk

diperdagangkan, dipakai, dipergunakan atau dimanfaatkan oleh

konsumen.

5) Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau

prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan

oleh konsumen.

6) Promosi adalah kegiatan pengenalan atau penyebarluasan

informasi suatu barang dan/atau jasa untuk menarik minat beli

konsumen terhadap barang dan/atau jasa yang akan dan sedang

diperdagangkan.

7) Impor barang adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam

daerah pabean.

8) Impor jasa adalah kegiatan penyediaan jasa asing untuk

digunakan di dalam wilayah Republik Indonesia.

9) Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat adalah

lembaga non-Pemerintah yang terdaftar dan diakui oleh

Pemerintah yang mempunyai kegiatan menangani perlindungan

konsumen.

10) Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-

syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu

10
secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu

dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib

dipenuhi oleh konsumen.

11) Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen adalah badan yang

bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku

usaha dan konsumen.

12) Badan Perlindungan Konsumen Nasional adalah badan yang

dibentuk untuk membantu upaya pengembangan perlindungan

konsumen.

13) Menteri adalah menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung

jawabnya meliputi bidang perdagangan.

b. Hak konsumen diantaranya adalah : (Pasal 4).

1) Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan.

2) Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan

barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan

kondisi serta jaminan yang dijanjikan.

3) Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai

kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

11
c. Kewajiban konsumen pasal 5

Diantaranya sebagai berikut:

1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur

pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi

keamanan dan keselamatan;

2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang

dan/atau jasa;

3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

d. Hak dan kewajiban pelaku usaha pasal 6 dan 7

1) Hak pelaku usaha diantaranya:

 hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan

kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang

dan/atau jasa yang diperdagangkan

 hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan

konsumen yang beritikad tidak baik;

2) Kewajiban pelaku usaha diantaranya:

 beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya

 memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur

mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta

memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan

pemeliharaan;

C. Hubungan hukum para pihak dalam pelayanan kesehatan

12
Bidan sebagai penyandang profesu dan masyarakat sebagai

penggunan jasanya, dalam perspektif hukum perdata maka secara

sederhana dapat dibedakan menjadi dua model perikatan (verbintenis).

model pertama adalah perikatan yang menjanjikan suatu hasil

(resultaatsverbintenis), sedangkan model kedua adalah perikatan yang

menjanjikan suatu usaha (inspanning verbintenis).

Dalam konteks model kedua (inspanning verbintenis),

penyandang profesi dituntut memiliki landasan intelektual dan standar

kualifikasi yang lebih tinggi.

D. Vertical-Paternalistik

Dari perspektif sejarah hubungan antara bidan dan klien dikenal

dengan hubungan vertical-paternalistik, dimana kedudukan bidan

dengan klien tidak seimbang. Bidan dianggap mengetahui kondisi

klien, sedangkan klien tidak tahu apa-apa. Dampak positif hubungan

ini adalah klien sangat terbantu ketika awam terhadap

penyakit/kondisinya.

Dampak negatifnya adalah apabila tindakan bidan merupakan

tindakan-tindakan yang membatasi otonomi klien. Bentuk tersebut

diatas dimasa sekarang mulai bergeser ke bentuk horizontal-

contractual dimana kedudukan bidan-klien sejajar.

E. Transaksi Terapuetik (Perjanjian Medis)

13
 Veronica Komalawati (1999:1) menyebut transaksi terapeutik

sebagai hubungan hukum antara dokter dgn pasien dalam pelayanan

medis secara profesional, kompetensi yang sesuai dengan keahlian

dan keterampilan tertentu di bidang kedokteran.

 Harmien Hadiati Koswadji (1993: 143) : transaksi terapeutik

merupakan hubungan dokter dan pasien dalam transaksi terapeutik

(perjanjian medis) bertumpu pada 2 macam hak asasi yaitu:

a. Hak untuk menentukan nasib sendiri

b. Hak atas dasar informasi

F. Hak Dan Kewajiban Para Pihak Dalam Pelayan Kebidanan

Hak setiap orang dalam pelayanan kesehatan diatur dalam UU No 36

Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Pasal 5

(1) Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses

atas sumber daya di bidang kesehatan.

(2) Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan

kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau.

(3) Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab

menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi

dirinya.

Pasal 6

Setiap orang berhak mendapatkan lingkungan yang sehat bagi

pencapaian derajat kesehatan.

14
Pasal 7

Setiap orang berhak untuk mendapatkan informasi dan edukasi tentang

kesehatan yang seimbang dan bertanggung jawab.

Pasal 8

Setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data kesehatan

dirinya termasuk tindakan dan pengobatan yang telah maupun yang

akan diterimanya dari tenaga kesehatan.

Sedangkan kewajiban setiap orang dalam konteks tersebut diatas diatur

dalam UU 36 Tahun 2009:

Pasal 9

(1) Setiap orang berkewajiban ikut mewujudkan, mempertahankan,

dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-

tingginya.

(2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaksanaannya

meliputi upaya kesehatan perseorangan, upaya kesehatan

masyarakat, dan pembangunan berwawasan kesehatan.

Pasal 10

Setiap orang berkewajiban menghormati hak orang lain dalam upaya

memperoleh lingkungan yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial.

Pasal 11

Setiap orang berkewajiban berperilaku hidup sehat untuk mewujudkan,

mempertahankan, dan memajukan kesehatan yang setinggi-tingginya.

Pasal 12

15
Setiap orang berkewajiban menjaga dan meningkatkan derajat

kesehatan bagi orang lain yang menjadi tanggung jawabnya.

Pasal 13

(1) Setiap orang berkewajiban turut serta dalam program jaminan

kesehatan sosial.

(2) Program jaminan kesehatan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

G. Permenkes No 1464/Menkes/Per/X/2010 Tentang Izin

Penyelenggaraan Praktik Bidan.

Pasal 19 Permenkes tersebut mengatur hak bidan diantaranya sebagai

berikut:

1. Memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan praktik

sepanjang sesuai standar.

2. Memperoleh informasi yang lengkap dan benar dari pasien

dan/atau keluarganya.

3. Melaksanakan tugas sesuai dengan kewenangan dan standar

Menerima imbalan jasa profesi.

H. PP No 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan

Pasal 22 PP tersebut mengatur kewajiban NAKES diantaranya sbb:

1. Menghormati hak pasien

16
2. Menjaga kerahasiaan identitas dan data kesehatan pribadi pasien

3. Memberikan informasi yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan

yang akan diberikan

I. Permenkes no 1464/menkes/per/x/2010 tentang izin penyelenggaraan

praktik bidan

Pasal 18 Permenkes tersebut mengatur kewajiban bidan diantaranya

sbb:

1. Menghormati hak pasien

2. Memberikan informasi tentang masalah kesehatan pasien dan

pelayanan yang dibutuhkan.

3. Merujuk kasus yang bukan kewenangannya atau tidak dapat

ditangani dengan tepat waktu.

17
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Hukum kesehatan yang terkait dengan etika profesi dan pelanyanan

kebidanan. Ada keterkaitan atau daerah bersinggunan antara pelanyanan

kebidanan, etika dan hukum atau terdapat “grey area”. Sebagaimana di

ketahui bahwa bidan merupakan salah satu tenaga kesehatan yang

menyelenggarakan upanya kesehatan.

Sebelum menginjak kehal – hal yang lebih jauh, kita perlu

memahami beberapa konsep dasar dibawah ini : Bidan adalah seorang

yang telah menyelesaikan Program Pendidikan Bidan yang diakui Negara

serta memperoleh kualifikasi dan diberi izin untuk menjalankan praktek

kebidanan di Negara itu. Dia harus mampu memberikan supervise, asuhan

dan memberikan nasehat yang dibutuhkan kepada wanita selama masa

hamil, persalinan dan masa pasca persalinan, memimpin persalianan atas

tanggung jawab sendiri serta asuhan pada bayi baru lahir dan anak.

18
Pekerjaan itu termaksud pendidikan antenatal, dan persiapan untuk

menjadi orangtua dan meluas kedaerah tertentu dari ginekologi, KB dan

Asuhan anak, Rumah Perawatan, dan tempat – tempat pelayanan lainnya.

3.2 Saran

Dalam upaya mendorong profesi kebidanan agar dapat diterima

dan dihargai oleh pasien, masyarakat atau profesi lain, maka mereka harus

memanfaatkan nilai-nilai kebidanan dalam menerapkan etika dan moral

disertai komitmen yang kuat dalam mengemban peran profesionalnya.

Dengan demikian perawat atau bidan yang menerima tanggung

jawab, dapat melaksanakan asuhan kebidanan secara etis profesional.

Sikap etis profesional berarti bekerja sesuai dengan standar, melaksanakan

advokasi, keadaan tersebut akan dapat memberi jaminan bagi keselamatan

pasien, penghormatan terhadap hak-hak pasen, akan berdampak terhadap

peningkatan kualitas asuhan kebidanan. 

19
REFERENSI

1. Jurnal Hukum Kesehatan Dalam Kebidanan

2. Jurnal Aspek Hukum Dalam Praktik Kebidanan

3. Jurnal UU NO. 36 2009

4. Jurnal Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999

5. Jurnal Standar Praktek Hukum Kebidanan

6. Jurnal Perlindungan Hukum

7. Jurnal gambaran IBI terhadap perlindungan hukum

8. Power point Prof. Dr. Abdul Ghofur Anshori, S.H., M.H

20

Anda mungkin juga menyukai