Anda di halaman 1dari 8

NYERI AKUT

A. HUSNI TANRA
Departemen Ilmu Anastesi, Perawatan Intensive dan Manajemen Nyeri, Fakultas Kedokteran,
Universitas Hasanuddin, Makassar

I . Pendahuluan Meskipun nyeri akut merupakan respon normal


Secara neurofisiologis, nyeri dapat akibat adanya kerusakan jaringan, namun dapat
diklasifikasikan menjadi 2 jenis utama yakni:
pertama nyeri nosiseptif dan kedua nyeri
7,10
neuropatik.
Nyeri nosiseptif adalah nyeri yang dimulai dari
teraktivasinya nosiseptor (reseptor nyeri)
sebagai akibat dari adanya stimulus kuat baik
10
mekanik, termal atau kimiawi. Nyeri nosiseptif
inilah yang sering disebut sebagai nyeri akut.
Nyeri akut berperan penting dalam kehidupan
kita karena merupakan pertanda bahwa ada
sesuatu yang salah dalam tubuh kita, yang
membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut. Ciri khas
suatu nyeri akut adalah selain ditandai dengan
adanya kerusakan jaringan, yang akan diikuti
dengan proses inflamasi juga besifat self-limited,
artinya berlangsung singkat dan segera menghilang
seirama dengan penyembuhannya. Lazimnya
berlangsung dari beberapa hari sampai beberapa
minggu. Jika nyerinya berlangsung lebih dari 3
7,10,14
bulan, disebut sebagai nyeri kronik (tidak
dikupas dalam pembahasan ini).

II . Definisi Nyeri Akut


Pre-definisi, nyeri akut adalah respon normal
fisiologis yang dapat diramalkan akibat suatu
stimulus kuat kimiawi, termal atau mekanik yang
terkait dengan pembedahan, trauma atau
4,15
penyakit akut.

NYERI AKUT 1
persepsi nyeri terdapat 5 proses
menimbulkan gangguan fisik, psikologis, maupun elektrofisiologik yang jelas, dimulai dengan
emosional dan tanpa manajemen yang adekuat proses transduksi, konduksi, modulasi, transmisi
7,2
dapat berkembang menjadi nyeri kronik. dan persepsi (gambar-1).
3
K e s e l ur uh an
Sedang nyeri neuropatik adalah nyeri yang proses ini d is eb ut n o s i s e p s i (nociception),
timbul akibat adanya kerusakan saraf atau dari sinilah asal kata nyeri nosisepsi, yakni nyeri
disfungsi saraf sensorik perifer maupun saraf yang perjalanannya mengikuti alur perjalanan
pusat. Gejalanya berupa nyeri terbakar, nyeri yang dimulai dari teraktivasinya
kesemutan, atau seperti dikontak listrik. Nyeri nosiseptor.
7

neuropatik tidak berfungsi positif dalam 1. Transduksi, adalah proses di mana suatu
kehidupan kita, justru menimbulkan derita pada stimulus kuat dubah menjadi aktivitas listrik
7,10,14
pasien. yang biasa disebut potensial aksi. Dalam hal nyeri
akut yang disebabkan oleh adanya kerusakan
jaringan akan melepaskan mediator kimia, seperti
III . Mekanisme Nyeri Nosisepsi prostaglandin, bradikinin, serotonin, substasi P,
(Nyeri Akut) dan histamin. Zat-zat kimia inilah yang
Antara suatu rangsang kuat (kimiawi termal mengsensitasi
atau kimiawi) sampai dirasakannya sebagai

dan mengaktivasi nosiseptor mengasilkan suatu 5. Persepsi; adalah proses yang sangat kompleks
potensial aksi (impuls listrik). Perubahan zat-zat yang sampai saat ini belum diketahui secara jelas.
kimia menjadi impuls listrik inilah yang disebut Namun, yang dapat disimpulkan di sini bahwa
proses transduksi. persepsi nyeri merupakan pengalaman sadar dari
2. Konduksi; adalah proses perambatan dan penggabungan antara aktivitas sensoris di korteks
amplifikasi dari potensial aksi atau impuls listrik somatosensoris dengan aktivitas emosional dari
tersebut dari nosiseptor sampai pada kornu sistim limbik, yang akhirnya dirasakan sebagai
posterior medula
persepsi nyeri spinalis
berupa pada tulang
“unpleasant belakang.
sensory and
3. Modulasi; adalah
emotional experience” proses inhibisi terhadap
impuls listrik yang masuk ke dalam kornu
posterior, yang terjadi secara spontan yang
kekuatanya berbeda- beda setiap orang,
(dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan,
kepercayaan atau budaya).
Kekuatan modulasi inilah yang membedakan
persepsi nyeri orang per orang terhadap suatu
stimlus yang sama.
Gambar 1 - Proses elektrofisiologik dan nyeri, mulai dari
4. Transmisi; adalah proses perpindahan impuls transduksi, konduksi, modulasi, transmisi dan persepsi
listrik dari neuron pertama ke neuron kedua terjadi
dikornu posterior medula spinalis, dari mana ia
naik melalui traktus spinotalamikus ke talamus
dan otak tengah. Akhirnya, dari talamus, impuls
mengirim pesan nosiseptif ke korteks
somatosensoris, dan sistem limbik.

2 NYERI AKUT
3
IV . Nyeri Akut Dibagi Menjadi 2 dan kandungan). Berbeda dengan organ
bagian5 somatik, yang nyeri kalau diinsisi, digunting
1. Nyeri Somatik, jika organ yang terkena atau dibakar, organ somatik justru tidak. Organ
adalah organ soma seperti kulit, otot, sendi, viseral akan terasa sakit kalau mengalami
tulang, atau ligament karena di sini inflamasi, iskemik atau teregang. Selain itu
mengandung kaya akan nosiseptor. nyeri viseral umumnya terasa tumpul,
Terminologi nyeri muskuloskeletal diartikan lokalisasinya tidak jelas disertai dengan rasa
sebagai nyeri somatik. Nosiseptor di sini mual- muntah bahkan sering terjadi nyeri refer
menjadi sensitif terhadap inflamasi, yang akan yang dirasakan pada kulit.
terjadi jika terluka atau keseleo. Selain itu,
nyeri juga bisa terjadi akibat iskemik, seperti Nyeri Inflamasi, merupakan nyeri nosiseptif
pada kram otot. Hal inipun termasuk nyeri yang ditandai dengan gejala nyeri spontan yang
nosiseptif. Gejala nyeri somatik umumnya terjadi karena terjadinya sensitisasi
tajam dan lokalisasinya jelas, sehingga dapat nosiseptor akibat adanya proses inflamasi.
ditunjuk dengan telunjuk. Jika kita menyentuh Dari sekian banyak mediator inflamasi
atau menggerakan bagian (misalnya histamin, serotonin prostaglandin dan
yang cedera, nyerinya akan bertambah berat. bradikinin) maka yang paling berperan dalam
2. Nyeri viseral, jika yang terkena adalah proses nyeri inflamasi adalah prostaglandin.
organ-organ viseral atau organ dalam, Itulah sebabnya maka manajemen pada nyeri
meliputi rongga toraks (paru dan jantung), inflamasi adalah pemberian obat- obatan
serta rongga abdomen (usus, limpa, hati dan golongan anti-inflamasi.
14,2

ginjal), rongga pelvis (ovaruim, kantung kemih

V . Penilaian Nyeri
Sebelum melakukan manajemen nyeri, perlu 3. Faces Scale (Skala Wajah)

dilakukan penilaian atau asesmen Pasien disuruh melihat skala gambar wajah.
intesitasnya. Banyak cara untuk menentukan Gambar pertama tidak nyeri (anak tenang) kedua
intensitas nyeri, namun yang paling sederhana sedikit nyeri dan selanjutnya lebih nyeri dan
ada 3 macam yakni; Visual Analog Scale (VAS), gambar paling akhir, adalah orang dengan ekpresi
Numeric Rating Scale (NRS) dan Faces Scale dari nyeri yang sangat berat. Setelah itu, pasien
9,11 disuruh menunjuk gambar yang cocok dengan
Wong-Backer.
nyerinya. Metode ini digunakan untuk pediatri,
tetapi juga dapat digunakan pada geriatri dengan
1.Visual Analog Scale (VAS) / Skala analog 11
gangguan kognitif.
visual
Skala ini bersifat satu dimensi yang banyak
dilakukan pada orang dewasa untuk mengukur
intensitas nyeri pascabedah. Berbentuk penggaris
yang panjangnya 10 cm atau 100 mm. Titik 0
Gambar 4 - Wong Baker Faces Scale
adalah tidak nyeri dan titik 100 jika nyerinya
tidak tertahankan. Disebut tidak nyeri jika pasien
menunjuk pada skala 0-4 mm, nyeri ringan
5-44mm, nyeri sedang 45-74mm, nyeri berat 75- sedang yang tidak berangka pada sisi penderita.
100 mm. Sisi yang berangka pada pemeriksa (gambar- 2).

NYERI AKUT 3
VI . Interpretasi Skala Nyeri
Skala apapun yang digunakan tujuannya untuk
menentukan inensitas atau level nyeri pasien.
Gambar 2 - Skala Analog Visual
Secara umum level nyeri dibagi atas 3 bagian
9,11
yakni:
2. Numerical Rating Scale (NRS) (Skala numerik
1. Nyeri Ringan
angka)
2. Nyeri Sedang
Pasien menyebutkan intensitas nyeri
3. Nyeri Berat
berdasarkan angka 0 – 10. Titik 0 berarti tidak
Atas dasar level nyerinya seorang pasien
nyeri, 5 nyeri sedang, dan 10 adalah nyeri
akan diberikan obat sesuai dengan petunjuk dari
berat yang tidak tertahankan. NRS digunakan
13
jika ingin menentukan berbagai perubahan pada "Three Step Ladder WHO".

skala nyeri, dan juga menilai respon turunnya


nyeri pasien terhadap terapi yang diberikan.
Jika pasien mengalami disleksia , autism, atau
geriatri yang demensia maka ini bukan metode
11
yang cocok. (gambar 3)

Gambar 3 - Numerical Rating Scale

Gambar 5 - Three Step Ladder WHO

6
VII . Manajemen Nyeri dengan jelas. Masyarakat mengenalnya
Jika penyakit dasar ditangani secara efektif, sebagai obat sakit kepala atau obat demam.
maka juga dapat menghilangkan atau • Merupakan analgesik non-opioid yang paling
mengurangi nyeri. Jika mengalami infeksi dan aman, sehingga dapat diberikan kepada bayi
mengkonsumsi antibiotik, antibiotik itu dapat baru lahir sampai orang tua. Juga bisa diberkan
membasmi infeksi, juga dapat menghilangkan kepada ibu hamil maupun yang menyusui.
nyeri akibat infeksi itu. Walaupun penyakit Bahkan masih bisa diberikan kepada penderita
dasarnya dapat diobati, seringkali analgesik dengan gangguan ginjal dan gangguan hati. .
masih diperlukan untuk mengurangi dan • Dosis 500-1000 mg setiap 4-6 jam, maksimal
menghilangkan rasa nyeri. Analgesik 4g / hari.
nonopioid dan opioid sangat baik untuk • Metabolismenya sebagian besar terjadi di hati.
menghilangkan nyeri nosiseptif tetapi tidak untuk • Efek sampingnya bisa bersifat hepatotoksis,
2,9
nyeri neuropatik. terutama pada pasien-pasien dengan
9
gangguan hati atau malnutrisi.
VII.1. Analgesik Non-Opioid
VII.1.1 Parasetamol VII.1.2 AINS (Anti-Inflammatory Non-Steroid)
• Memiliki sifat analgesik dan antipiretik tapi • Kerjanya menginhibisi enzim COX-1 dan COX-
tidak memiliki sifat anti-inflamasi. Sampai 2 yang mengkonversi asam arakidonat menjadi
saat ini mekanisme kerjanya belum diketahui prostaglandin dan tromboksan, di mana

4 NYERI AKUT
prostaglandin merupakan salah satu mediator
9 ginjal, proteksi mukosa lambung, dan fungsi
nyeri dan inflamasi. 9
trombosit.
• COX-1 diekspresikan secara konstitutif
• COX-2 diekspresikan terutama pada
untuk fungsi-fungsi fisiologis seperti fungsi
keadaan nyeri dan inflamasi. Jadi bersifat
11
induktif (inducible).
• Ada 2 mac am AINS y ak n i , AINS non-
selektif dan AINS selektif. AINS non-selektif
menginhibisi baik enzim COX-1 maupun
enzim COX-2, contohnya Ketorolac,
Diclofenac, Ibuprofen, Asam Mefenamat,
9
Meloxikam dan Piroxicam.
• Karena AINS non-selektif ini selain
menginhibisi enzim COX-2 juga COX-1,
maka untuk pemakaian jangka lama dapat
menimbulkan efek samping berupa iritasi
lambung, gangguan ginjal dan gangguan
9
pembekuan darah.
• Untuk mengurangi gangguan iritasi lambung,
dapat dikombinasikan dengan obat PPI
(proton pump inhibitor) guna memproteksi
9
mukosa lambung.
• AINS selektif hanya menginhibisi enzim COX-
2 saja, tapi tidak untuk enzim COX-1.
Berfungsi meredakan nyeri dan inflamasi,
tapi tidak mengganggu mukosa lambung,
ginjal maupun fungsi trombosit. Walaupun
begitu AINS selektif dapat mengundang efek
protrombotik, sehingga dapat memicu
serangan jantung dan strok. Contoh AINS
9
selektif adalah Selekosib dan Parekosib.
• Semua analgesik non-opioid baik
parasetamol, AINS non-selektif maupun AINS
selektif bersifat "celling effect", artinya efek
analgesiknya terbatas. Kenaikan dosis tidak
dapat menambah analgesiknya, justru efek
11
sampingnya yang bertambah.

VII.2. Analgesik Opioid


Opioid merupakan analgetik terkuat dan sangat
umum digunakan setelah pembedahan, kanker,
2,11
luka bakar dan lainnya. Opioid bekerja dengan

NYERI AKUT 5
cara berikatan dengan reseptor spesifik

6 NYERI AKUT
(disebut reseptor μ) Aktivasi dari reseptor μ akan id=78503&drugname=Acetaminophen+%28Bulk%2
menghambat transmisi nyeri baik di perifer 9+Misc&monotype=default Accessed December 16,
12,4
maupun sentral.
Opioid sebaiknya diberikan dengan dosis titrasi.
Dosis ideal dicapai jika nyeri sudah berkurang dan
efek samping dapat ditoleransi. Dosis sebaiknya
lebih rendah pada pasien geriatric, gagal ginjal,
gangguan fungsi hati, sebab cenderung memiliki
efek samping akibat opioid. Efek samping yang
paling sering adalah sedasi, konstipasi, mual-
11
muntah, dan gatal. Dikenal dua macam opioid
yakni opioid lemah contohnya kodein dan
tramadol, dan opioid kuat, contohnya morfin,
pethidin dan fentanil. Morfin dianggap sebagai
gold standard dari berbagai analgesik opioid.
Pasien yang mengkonsumsi opioid jangka
panjang dapat mengalami ketergantungan secara
fisik dan akan mengalami gejala sisa saat
dihentikan, oleh karena itu harus dihentikan
11
secara bertahap.

IV. Referensi
1. Arnstein P. Clinical Coach for Effective Pain
Management. Philadelphia, Pa: F.A. Davis Company;
2010.
2. Carr DB, Goudas LC. Acute Pain. Lancet. 1999;
353:2051-2058. Abstract.
3. Coni a m S, Me ndha m J. Pri nc i pl e of pa i
n management.New York. Oxford University
Press. 2006.p.3-22
4. Krenzischek DA, Dunwoody CJ, Polomano RC,
Rathmell JP. Pharmacotherapy for acute pain:
implications for practice. J Perianesth Nurs.
2008;23:S28-S42. Abstract
5. Lin ES. Physiology of pain. In; Smith T, Pinnock C,
Lin T editors. Fundamental of anaesthesia 3rd
edition. Cambridge. Cambridge University
Press;2008.p 412- 31
6. Medscape Drug Reference. Acetaminophen.
Available at:
http://www.medscape.com/druginfo/dosage?drug
2010.
7. Morgan GE, Mikhail SE, Murray MJ. Pain
management. In Morgan GE, Mikhail SE, Murray
MJ editors. Clinical anesthesiology .4th ed.New
York.Mc Graw Hill;2006.p. 359-71
8. Pasero C, McCaffery M. Pain Assessment and
Pharmacologic Management. St. Louis, Mo: Mosby;
2011.
9. Purba JS. Patofisiologi dan penatalaksanaan nyeri.
Jakarta. FKUI. 2010. hal15-28
10. Ranney,D. Anatomy of pain (Internet). Waterloo. 29
November 1996 (cited 2012 february 15). Available
from: http://www.painanat.html
11. Steeds CE. The Anatomy and Physiology of Pain.
Basic Science. Elsevier 2009. p507-11
12. Trescot AM, Datta S, Lee M, Hansen H. Opioid
pharmacology. Pain Physician. 2008;11: S133-S153.
Abstract
13. World Health Organ Zatur. Cancer Pain Relief.
Gueva: WHO. 1986
14. Wuhrman E, Cooney MF. Acute Pain: Assessment
and Treatment. Advanced Practice Nursing eJournal.
03 January 2011 (cited 22 November 2016).
Available from : www.medscape.com

Anda mungkin juga menyukai