Anda di halaman 1dari 3

Nama : Kevina Salsabila Atalie

Nim : 6211191126

Kelas :C

Mata Kuliah : Kerja sama global

1. Dalam jangka pendek, kerja sama ASEAN dan Tiongkok harus mencakup perolehan vaksin
yang aman, tepat waktu, dan terjangkau.Pemenuhan kebutuhan vaksin di dalam negeri harus
dilakukan bersamaan dengan penyediaan akses terhadap vaksin tersebut kepada pihak
lain.ASEAN dan Tiongkok harus bekerja sama dan memastikan akses yang adil terhadap vaksin
yang terjangkau untuk semua.Dalam jangka panjang, ASEAN dan Tiongkok harus menjajaki
kemitraan yang lebih besar dalam membangun sistem kesehatan nasional, tata kelola kesehatan
regional, dan ketahanan industri kesehatan untuk obat dan vaksin.

Kedua, tentang pemulihan ekonomi.Sebagai mitra dagang terbesar, ASEAN dan China memiliki
kemampuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi regional.Volume perdagangan antara
ASEAN dan Tiongkok pada kuartal kedua tahun 2020 menunjukkan angka yang
menggembirakan, mencapai AS$ 300 miliar atau meningkat 5,6% dibandingkan periode yang
sama di tahun sebelumnya.Menghidupkan kembali perekonomian kita harus menjadi prioritas
bersama. Hambatan perdagangan yang ada selama pandemi harus dihilangkan.

Komite Bersama Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-Tiongkok dan ASEAN-Tiongkok Center


dapat menjadi wadah yang tepat untuk meningkatkan koordinasi kebijakan dan kerja sama untuk
memfasilitasi perdagangan.Potensi e-commerce Tiongkok, yang mencakup sekitar 40% dari nilai
ritel e-commerce global, memberikan peluang bagi UMKM ASEAN untuk terhubung dengan
rantai pasokan regional dan mendapatkan akses ke pasar yang lebih besar.

2.Berdasarkan sejarah, China mulai menjalin kemitraan bilateral dengan ASEAN pada tahun
1991, saat diundang sebagai tamu dalam KTT ASEAN di Kuala Lumpur. Hubungan China-
ASEAN akhirnya berkembang cepat dari sebatas agenda politik luar negeri menjadi bermuatan
ekonomi.China adalah kekuatan besar pertama yang mengakui sentralitas ASEAN, yang
menuntut China masuk sebagai pihak di luar ASEAN yang meratifikasi The Treaty of Amity and
Cooperation atau Perjanjian Persahabatan dan Kerjasama dalam lingkup Asia Tenggara pada
tahun 200.Perjanjian ini menekankan bahwa “Tidak akan ada penggunaan ancaman atau
kekerasan dalam menyelesaikan masalah antar negara dan negara.”

Lalu, pada tahun 2010, inisiatif ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) dibangun,
menandakan bahwa China dan Asia Tenggara siap memberikan preferential treatment di tiga
sektor: barang, jasa dan investasi dengan tujuan memacu terbentuknya satu kawasan
perdagangan bebas.“Perjanjian ini adalah perjanjian terbesar di dunia, antara negara besar
dengan negara berkembang,” kata H.E Jiang Qin, Chargé d’Affaires to Chinese mission to
ASEAN Minister Counsellor saat membuka panel China Session dalam acara The 3rd ASEAN
Marketing Summit di Raffles Hotel Jakarta. Kamis, (7/0/2017).

Volume perdagangan China ke ASEAN, menurut catatan Jiang Qin, mencapai US$ 552 miliar
pada tahun 2016, atau meningkat 56 kali lipat dari kerja sama perdana pada tahun 1991. Jumlah
itu menjadikan hubungan perdagangan China-ASEAN sebagai yang terbesar ketiga di
dunia.“Begitu pun dengan total investasi langsung perusahaan China ke ASEAN yang nilainya
sepanjang Januari-Juni 2017 mencapai US$ 696,2 miliar” paparnya lagi.Meski hubungan China
dengan ASEAN sudah berjalan sejak 26 tahun lalu, akan tetapi investasi Negeri Tirai Bambu itu
masih belum merata. Pasalnya, sampai saat ini, investasi China lebih dominan di Singapura,
ketimbang negara kawasan lain.

Sejak tahun 2006, Singapura menguasai lebih dari 50% investasi China di ASEAN. Pada tahun
2015 saja, China menginvestasikan sekitar US$ 10,5 miliar di Singapura, atau 71% dari total
investasi sebesar US$ 14,6 miliar di ASEAN. Sektor keuangan maupun sektor ritelnya yang
memuaskan membuat aliran China ke Negeri Singa itu terus meningkat.

3. Hubungan Tiongkok-ASEAN telah menjadi contoh kerja sama regional paling sukses dan
paling dinamis di Asia Pasifik,yang dikatakan oleh Xi Jinping adalah Fakta. Hal tersebut adalah
Hal yang menguntungkan bagi ASEAN agar ASEAN bisa lebih maju lagi.
China ke Pasifik Selatan semakin meningkat dan intensif. Hal ini ditandai dengan meningkatnya
bantuan ekonomi China kepada negara-negara yang menjalin hubungan diplomatik dengannya.
China, yang tercatat sebagai pendonor peringkat ketiga setelah Australia dan AS, juga
menawarkan berbagai paket bantuan keuangan yang bertujuan untuk memperkuat perdagangan,
membangun infrastruktur, meningkatkan kemampuan pemerintah dan militer, serta
mengembangkan sumberdaya alam (Shie 2007, 309).

Bantuan ekonomi yang tidak mengikat dengan syarat lunak (Yang 2009, 139) merupakan daya
tarik utama bagi negara-negara Pasifik Selatan yang pada umumnya berpenghasilan nasional di
bawah rata-rata. Keadaan ini membuat China menjelma menjadi “banker baru” di kawasan,
Pasifik Selatan sebagaimana tergambar dalam judul tulisan Fifita dan Hanson (2011) “China in
the Pacific: The New Banker in Town”. Disamping dengan instrumen bantuan ekonomi,
intensitas kehadiran China juga ditopang dengan diplomasi kultural, seperti pendirian sekolah
hukum di University of the South Pacific di Suva (ibukota Fiji), pertukaran pelajar, dan
pengajaran Bahasa Mandarin di stasiun televisi lokal.

Diplomasi China disambut baik oleh para pemimpin negara-negara Pasifik, selain karena
‘kemurahan hati’nya, status China sebagai sesama negara berkembang sangat membantu
penerimaan kehadirannya di kawasan ini. Sudah cukup lama Beijing menjadi ibukota negara
asing pertama yang dikunjungi oleh para pemimpin Pasifik yang baru dilantik. Kunjungan
pemimpin Fiji, Vanuatu, PNG, Samoa, Federated States of Micronesia, Tonga dan Kiribati
menunjukkan bahwa para pemimpin ini lebih banyak menaruh harapan pada China daripada ke
AS, Australia maupun New Zealand (Henderson & Reilly 2003, 95). Kedatangan PM Wen
Jiabao pada pertemuan PIF pada April 2006 dan penandatanganan paket bantuan sejumlah
US$374 juta memberi kesempatan China bermain lebih leluasa (Yang 2009, 140).

Anda mungkin juga menyukai