Anda di halaman 1dari 9

KONFLIK POSO

(KAJIAN HISTORIS TAHUN 1998-2001)

Igneus Alganih
Universitas Pendidikan Indonesia
E-mail : igneusalganih@gmail.com

Abstrak: Penelitian ini berangkat dari permasalahan utama yang menjadi keresahan peneliti,
yaitu mengapa terjadi konflik berkepanjangan antara penduduk agama Islam dengan Kristen di
Poso? Permasalahan tersebut dikembangkan menjadi empat pertanyaan rumusan masalah yaitu
(1) Apa yang menjadi penyebab akar masalah terjadinya konflik di Poso? (2) Bagaimana
dinamika terjadinya konflik di Poso tahun 1998-2001? (3) Bagaimana peranan pemerintah dan
tokoh masyarakat dalam penyelesaian konflik di Poso? (4) Bagaimana dampak konflik
terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat Poso? Metode yang digunakan dalam penelitian
ini adalah metode historis. Konflik Poso terjadi bersamaan dengan jatuhnya pemerintahan
Presiden Soeharto di tahun 1998 yang menyebabkan terjadinya perubahan pola pemerintahan
dari sentralisasi menjadi desentralisasi kekuasaan. Konflik Poso ini berdampak sangat
merugikan ditatanan bidang, politik, ekonomi dan sosial budaya serta meninggalkan beban
trauma psikologis terutama pada anak-anak dan perempuan yang mengalami trauma
kekerasaan atau pelecehan ketika kerusuhan terjadi. Konflik yang terjadi di Poso mengingatkan
bahwa semboyan Bhinneka Tunggal Ika, sesungguhnya masih suatu cita-cita yang harus
diperjuangkan untuk menjaga persatuan nasional.

Kata kunci: Konflik, Desentralisasi, Kekuasaan.

166
167 Konflik Poso, Igneus Alganih

PENDAHULUAN sosial berdarah melibatkan unsur etnis dan


Konflik pertikaian berlatar belakang agama di dalamnya. Konflik di Poso yang
Suku bangsa, Agama, Ras dan Antar melibatkan konflik antara agama Islam dan
Golongan (SARA) serta menjurus ke arah Kristen ini, mengakibatkan kerusuhan massal
disintegrasi bangsa banyak sek/ali terjadi hingga jatuhnya banyak korban meninggal,
setelah pada tahun 1998 yaitu, ketika korban luka, dan tempat peribadatan dan
Indonesia memasuki era Reformasi dengan rumah yang dibakar oleh oknum yang tidak
ditandai jatuhnya rezim Orde Baru pimpinan bertanggung jawab pada tahun 1998-2001.
Presiden Soeharto melalui gerakan Konflik ini pun telah membuat para
mahasiswa. Jatuhnya pemerintahan Soeharto perempuan, laki-laki dewasa, orang tua,
ini membuat rakyat Indonesia mengalami remaja, anak-anak, lanjut usia, segala usia
euforia kebebasan dalam berpolitik, pola dari segala lapisan dan latar belakang, tanpa
pemerintahan yang lebih demokratis dan terkecuali, terseret, dipaksa masuk dalam
perubahan pola pemerintahan dari sentralisasi tepian dan pusaran konflik kekerasaan
menjadi desentralisasi kekuasaan (otonomi berdarah yang berkepanjangan (Gogali, 2009:
daerah). 21).
Poso merupakan suatu wilayah Permasalahan yang dikembangkan
Kabupaten dari Provinsi Sulawesi Tengah, dalam tulisan ini yaitu: apa yang menjadi
nama Poso ini pun menjadi sekaligus ibu kota penyebab akar masalah terjadinya konflik di
kabupaten ini. Kabupaten Poso secara Poso; Bagaimana dinamika terjadinya konflik
administratif terbagi menjadi 19 kecamatan, di Poso tahun 1998-2001? Dan Bagaimana
yang terdiri dari 23 kelurahan dan 133 desa, peranan pemerintah dan tokoh masyarakat
dengan total jumlah penduduk 209.228 jiwa dalam penyelesaian konflik di Poso?
(BPS Sulawesi Tengah 2011: 94, 96). Data
Sulawesi Tengah dalam angka tahun 2006 METODE PENELITIAN
yang dikutip Hendrajaya et al. (2010: 19), Metode yang digunakan dalam
untuk penganut agama di Poso relatif penulisan ini adalah metode historis dengan
seimbang dalam hal penganut agama dengan langkah-langkah penelitian sebagaimana
45% penduduk beragama Islam, 35 persen yang dijelaskan Abduhrahman (2007, 54-80)
beragama Kristen, sedangkan sisanya adalah sebagai berikut: teknik pemilihan
penganut Buddha, Hindu dan lainnya. topik dan penyusunan rencana penelitian;
Umumnya agama Islam dipeluk warga heuristik, kritik sumber, interpretasi dan
pendatang dari Jawa, Lombok, Gorontalo, historiografi.
Sulawesi Selatan (Bugis dan Makassar), serta
penduduk asli Tojo, Bungku dan Togian. PEMBAHASAN
Sedangkan Penduduk beragama Kristen 1. Latar Belakang Konflik
berjumlah umumnya penduduk asli dari suku Salah satu penyebab konflik Poso
Pamona, Mori, serta pendatang dari Manado, adalah permasalahan yang berkaitan dengan
Toraja dan Nusa Tenggara Timur problema historis yang menyangkut masalah
(Karnavian, 2008: 5). penduduk asli Poso yang merasa
Konflik yang dikhawatirkan benar- termarjinalkan dengan keberadaan penduduk
benar terjadi di Poso pada tahun 1998. Poso pendatang dari luar Poso. Kondisi ini dapat
yang awalnya damai dan dapat dikatakan dianalisis berdasarkan pengertian konflik
sebagai miniatur Indonesia yang Bhinneka sosial menurut Coser dalam Oberschall
Tunggal Ika ini, kemudian berubah menjadi (1978: 291), ‘social conflict is a struggle
tempat pertikaian dan terjadinya konflik
JURNAL CRIKSETRA, VOLUME 5, NOMOR 10, AGUSTUS 2016 168

over values or claims to status, power, and elemen ikatan berbasis patron dan klien
scarce resources, in which the aims of the berdasarkan identitas agama Islam semakin
conflict groups are not only to gain the membuat elit kelompok Kristen semakin
desired values, but also to neutralise, injure, termarjinalkan dan tersingkirkan dari pusaran
or eliminate rivals’. Merujuk pada pengertian kekuasaan politik di pemerintahan Kabupaten
konflik sosial menurut Coser ini yang Poso.
menyatakan bahwa penyebab latar belakang Selanjutnya jika dilihat dari aspek
dari konflik biasanya karena pertentangan antropologis dengan beragamnya komunitas
atau pertikaian antar kelompok dengan etnis dan agama di Poso, dapat menjadi salah
identitas yang jelas terlibat konflik dalam satu faktor untuk dicermati karena dengan
mengejar atau memperebutkan isu-isu keberagaman kondisi perbedaan adat istiadat
tertentu, seperti pertentangan nilai atau dan karakter etnis suku yang satu sama lain
menyangkut klaim terhadap status (jabatan berbeda ini, menjadi salah satu potensi
politik/sosial), kekuasaan, pertentangan dan terjadinya konflik sosial karena jadi
sumber daya alam. memudahkan masyarakat yang berbeda suku
Kehadiran penduduk pendatang ini etnis dan agamanya ini dapat diprovokasi
telah membuat perubahan transformasi untuk terlibat dalam konflik komunal.
sosial-ekonomi di Poso yang diawali dengan Perbedaan agama di poso akhirnya menjadi
peralihan lahan dari penduduk asli ke senjata ampuh bagi para elit untuk dijadikan
pendatang. Para pendatang kemudian sukses kendaraan politiknya untuk saling bersaing
dan berhasil setelah mendapat keuntungan dan berkonflik mendapatkan jabatan
dari hasil tanaman pertanian dan perkebunan kekuasaan dalam mencapai kepentingan
yang ditanamnya, terutama hasil tanaman politik di daerahnya. Di sini para elit politik
coklat yang memberikan keuntungan besar dalam mencapai kepentingan politiknya
pada tahun 1990an. Keberhasilan pendatang tersebut melakukannya dengan cara
ini membuat kesenjangan sosial terjadi di memobilisasi massa melalui isu sensitif yaitu
Poso dan menyebabkan terjadinya isu etnis dan agama. Sehingga ketika konflik
kecemburuan sosial bagi penduduk asli yang komunal terjadi kemudian dihubungkan
merasa termarjinalkan dan tersingkirkan dengan isu sensitif etnis dan agama di Poso
ditanah kelahirannya sendiri. maka konflik cenderung terjadi berlarut-larut
Setelah termarjinalisasi dibidang sosial dan berkepanjangan.
ekonomi terjadi pula marjinalisasi dibidang 2. Persaingan Elit Politik di Poso
politik yang membuat penduduk asli benar- Pada masa sebelum diterapkannya
benar merasa tersingkirkan. Hal ini terjadi demokrasi dan desentralisasi di Kabupaten
karena pada masa lalu sebenarnya elit Kristen Poso untuk pembagian kekuasaan Bupati,
kekuasannya dominan di pemerintahan Sekwilda dan Ketua DPRD Poso diatur oleh
Kabupaten Poso akan tetapi kondisi berbalik pemerintah pusat, termasuk dalam distribusi
setelah Islam lebih banyak penganutnya di kekuasaan berdasarkan agama dan selalu
Poso. Karena dengan meningkatnya penganut berimbang (Hasrullah, 2007: 89). Dalam
agama Islam membawa keuntungan rotasi tersebut dikenal dengan istilah power
tersendiri bagi elit politik Islam untuk sharing yang dilakukan untuk menghormati
memperoleh kursi kekuasaan yang lebih keragaman agama di Kabupaten Poso.
banyak dipemerintahan jika menyangkut Berikut tabel jabatan bupati di Poso.
perolehan suara dalam Pemilu melalui
sentimen agama. Kemudian dengan adanya
keberadaan ICMI yang mengembangkan
169 Konflik Poso, Igneus Alganih

Tabel Bupati yang menjabat di Kabupaten (Winarti dan Puspitasari, 2012: 95).
Poso periode 1967-2004 tersingkir karena alasan demokrasi.
Bupati Asal Agama Ketika jabatan Bupati Arief Patanga
Drs. Galib Lahasido Islam pada tahun 1998 akan selesai pada masa
(1967-1973) jabatannya. Sejak itu persaingan jabatan
Drs. R.P.M Kristen bupati berlangsung sangat sengit
Koeswandi (1973- Pada bulan Juni 1999, Gubernur Sulawesi
1984) Tengah H.B. Paliudju mengeluarkan surat
Soegiono (1984- Islam pemberhentian Arief Patanga dari jabatan
1988) Bupati Poso dan mengangkat wakil Gubernur
Drs. J.W. Sarapang Kristen Sulawesi Tengah yaitu Haryono sebagai
(1988-1989) pejabat sementara, dengan tugas utama
Arief Patanga (1989- Islam mempersiapkan proses pemilihan Bupati
1999) Poso (Surahman, 2007: 186). Setelah itu
Drs Abdul Muin Islam muncullah nama-nama kandidat calon Bupati
Pusadan (1999-2004) Poso yang beredar di masyarakat Poso yang
Sumber: Muin, H. A. (2008: 44) masing-masing mewakili kelompok politik
Pada tabel tersebut terlihat jabatan lokal di Poso, antara lain Abdul Malik
Bupati di Poso selalu dirotasi berdasarkan Syahadap, Abdul Muin Pusadan, Akram
dua agama dominan di Poso yaitu Islam dan Kamarudin, Mas’ud Kasim (mewakili
Kristen. Rotasi power sharing ini dimulai kelompok Islam), Damsyik Ladjalani, Eddy
pada jabatan bupati periode tahun 1967-1973 F. Bungkundapu dan Yahya Patiro
yang dipegang oleh Galib Lahasido dari (Kelompok Kristen). Kemudian dilakukan
kelompok Islam, kemudian pada masa penjaringan calon Bupati Poso, dari beberapa
pemerintahan Presiden Soeharto jabatan nama yang diajukan, tiga lolos seleksi yaitu,
bupati digantikan oleh Koewandi (1973- Abdul Muin Pusadan, Mas’ud Kasim
1984) yang diangkat dari kelompok Kristen, (kelompok Islam) dan Eddy Bungkundapu
setelah periode jabatan Bupati Koewandi (Kelompok Kristen). Pemilihan Bupati
habis maka diganti dari tokoh kelompok dilangsungkan pada 30 Oktober 1999 dengan
Islam yaitu Bupati Soegiono (1984-1988), menghasilkan terpilihnya Abdul Muin
kemudian pengakatan Bupati berdasarkan Pusadan sebagai Bupati Kabupaten Poso
rotasi agama di Poso terjadi begitu seterusnya dengan memperoleh 16 suara, sementara
sampai rotasi power sharing ini berakhir Mas’ud Kasim memperoleh 13 suara dan
pada periode Bupati Arief Patanga tahun Eddy Bungkundapu 10 suara (Amidhan. et al,
1999, yaitu ketika mulai diterapkannya 2007: 67).
sistem demokrasi dan desentralisasi di Semenjak pemilihan dan pelantikan
Indonesia. Sistem demokrasi ini telah bupati, situasi di Poso kembali memanas
membawa perubahan ditatanan pemerintahan ketika persoalaan power sharing menjadi
Kabupaten Poso karena pada masa tuntutan utama dalam mekanisme pembagian
demokratisasi ini komposisi penduduk kekuasaan politik berdasarkan agama di
berdasarkan SARA tidak lagi menjadi Poso. Saat Bupati terpilih yaitu Abdul Muin
formula politik dalam mengatur power Pusadan yang merupakan dari kelompok
sharing, yang berlaku adalah kelompok siapa Islam, maka elit Kristen menuntut untuk
yang memiliki banyak massa dan pendukung diangkatnya Sekwilda dari kalangan
maka kelompok itulah yang akan berkuasa komunitas Kristen. Namun yang diangkat
oleh Bupati Abdul Muin Pusadan,
JURNAL CRIKSETRA, VOLUME 5, NOMOR 10, AGUSTUS 2016 170

Sekwildanya diangkat dari kelompok Islam. pemilihan jabatan bupati baru di Poso,
Hal ini membuat elit lokal tidak puas, sehingga peristiwa yang awalnya berupa
khususnya dari elit politik Kristen yang perkelahian antar pemuda ini kemudian
kecewa karena tidak mendapat jatah kue menjadi isu konflik masalah antar agama
kekuasaan (Hasrullah, 2009: 80). Kelompok yang berbeda di Poso. Hal ini menjadi isu
Kristen menganggap bahwa birokrasi yang perekat bagi kedua belah pihak untuk saling
ada di pemerintahan Poso tidak memperkuat struktur in group dan out group
mencerminkan aspirasi warga Kristen, dalam memobilisasi massa berdasarkan
banyaknya birokrasi muslim yang berkuasa identitas agama, penduduk beragama Islam
dipemerintahan dianggap sebagai bentuk mengelompokan dirinya dalam kelompok
diskriminasi terhadap warga Kristen. Islam kemudian menamai dirinya kelompok
Sebaliknya kelompok Islam menganggap putih, sedangkan penduduk Kristen
bahwa komposisi birokrasi yang ada sudah mengelompokan dirinya ke dalam kelompok
sangat aspiratif, oleh sebab itu tidak boleh Kristen kemudian menamainya kelompok
dirubah-rubah (Wahid dan Ihsan, 2004: 188). merah.
Jika aspirasi masyarakat yang Pada konflik kedua yang berlangsung
terakumulasi diabaikan begitu saja oleh pada bulan April 2000 fenomenanya sungguh
pemerintah daerah, yakni aspirasi yang erat dengan nuansa politik karena bertepatan
menghendaki Drs. Damsyik Ladjalani pemilihan jabatan Bupati Poso dan adanya
menjadi Sekwilda Poso, kondisi kota Poso isu tuntutan pembagian jatah kekuasaan
yang pernah digunjang kerusuhan bernuasa antara elit kelompok Kristen dengan
SARA (1998), bakal rusuh kembali dan akan kelompok Islam. Ketika tuntutan power
terjadi kerusuhan yang bernuasa SARA yang sharing tidak terpenuhi, lagi-lagi konflik
lebih besar, bahkan lebih hal ini telah pertikaian antar pemuda dijadikan senjata
dikonfirmasikan kepada beberapa tokoh ampuh untuk memobilisasi massa
agama dan dikonfirmasikan kepada beberapa berdasarkan agama, sehingga konflik
tokoh agama dan masyarakat Poso (dikutip kerusuhan bernuansa SARA kembali terjadi.
dari Harian Mercusuar, Palu, Edisi Sabtu 15 Pada konflik yang berlangsung pada
April 2000 dalam Damanik, 2003: 23). bulan Mei 2000 sampai Desesember 2001,
3. Jalannya Konflik fenomena konflik berlatar belakang politik
Konflik komunal di Poso pertama kali tidak nampak lagi karena konflik telah
terjadi pada 24 Desember 1998, yang berubah menjadi konflik non realistik, dalam
sebenarnya adalah karena faktor pertikaian arti bahwa konflik semula berupa konflik
antar pemuda yang berbeda agama. Peristiwa realistik yaitu konflik persaingan antar elit
ini menimbulkan sentiment agama yang politik yang sedang memperebutkan jabatan
cukup tajam bagi agama Islam dan Kristen, kekuasaan di Poso, kini berubah menjadi
karena momentum kejadian ini bertepatan konflik non realistik yaitu konflik yang jadi
dengan perayaan natal dan bulan puasa yang bernuasa SARA. Konflik yang terjadi telah
juga kebetulan bertepatan dengan situasi mengindikasikan ke arah perang saudara
politik yang sedang memanas terhadap isu yang melibatkan ideologi berdasarkan isu
permasalahan pemilihan Bupati di Poso. agama dan etnis.
Terjadinya peristiwa ini kemudian oleh Pada Konflik yang berlangsung pada
oknum elit politik lokal dijadikan alat untuk Mei 2000-Desember 2001, fenomena konflik
menghimpun dan memobilisasi massa telah mengarah pada perang saudara yang
berdasarkan agama untuk mendukung membuat konflik terjadi berlarut-larut dan
kepentingan politiknya dalam persaingan berkepanjangan. Hal itu dikarenakan isu
171 Konflik Poso, Igneus Alganih

sensitif agama yang membuat masing-masing Salah satu upaya perdamaian yang
kelompok yang bertikai saling memperkuat paling berarti dan berpengaruh adalah
struktur kelompoknya. Masing-masing Deklarasi Damai Malino I pada desember
kelompok jadi memandang bahwa konflik 2001. Upaya damai ini bermula dari inisiatif
yang terjadi merupakan perang suci agama pendeta A. Tobondo yang menghubungi
yang harus diperjuangkan. Penduduk Menteri Koordinasi Politik Hukum dan
beragama Islam memandang perang ini Keamanan (Susilo Bambang Yudhoyono),
sebagai jihad begitu pula dengan penduduk Menteri Koordinasi Kesejahteraan
beragama Kristen menganggap sebagai Masyarakat (Jusuf Kalla) dan Menteri
perang salib, hal ini tentu akan membuat Pertahanan (Abdul Jalil), untuk segera
konflik terjadi semakin berkepanjangan mengupayakan perdamaian di Poso
karena masing-masing agama akan (Purwanto, 2007: 95).
memandang perang ini sebagai upaya untuk Keinginan tersebut direspon oleh
menang secara duniawi atau mati suci karena pemerintah pusat melalui Menko Kesra Jusuf
membela kebenaran agamanya. Kalla yang ditunjuk menjadi pemimpin
Melalui isu agama pulalah yang mediator dalam upaya damai di Poso.
membuat konflik menjadi mudah tereskalasi Ditunjuknya Menko Kesra Yusuf Kalla
lebih luas melibatkan masyarakat dan sebagai pemimpin dalam perdamaian di
wilayah lainnya diluar ibukota Kabupaten Poso, karena selain tokoh dari Sulawesi juga
Poso, tercatat selain Kecamatan Poso kota mempunyai jaringan yang luas dan kuat di
konflik pun meluas ke wilayah lain seperti Sulawesi. Dalam proses penanganan konflik
Kecamatan Poso Pesisir, Lage, Tojo dan di Poso akhirnya diputuskan bahwa,
Pamona Selatan yang menjadi ikut terlibat pemerintah pusat berperan sebagai fasilitator
dalam perang saudara ini untuk turut ikut dan mediator bagi upaya perdamaian di Poso
campur dengan alasan perang suci agama. dan bukan penentu penyelesaian konflik,
Kemudian ditambah ketika isu agama ini karena yang memegang kendali penyelesaian
mencuat ke skala nasional bahkan dunia adalah masyarakat yang bertikai itu sendiri.
internasional telah membuat suasana konflik Menindak lanjuti keinginan damai,
menjadi sangat rumit dan kompleks karena kemudian Yusuf Kalla menginisiasi
turut campurnya pihak luar yang ikut pertemuan dimulai pada tanggal 18-20 hari di
memperkeruh suasana Poso dengan bantuan Malino, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan
dana, persenjataan dan bantuan milisi untuk yang diikuti oleh 75 peserta, dengan rincian
berperang dalam konflik, sehingga fenomena 25 peserta dari kelompok putih (Islam), 25
kekerasaan pada konflik jilid ketiga ini peserta dari kelompok merah (Kristen) dan
berbeda dengan dua jilid konflik yang terjadi 25 peserta sisanya sebagai mediator
sebelumnya. Kekerasaan sebelumnya terjadi diantaranya adalah Menkokesra Yusuf kalla,
secara berhadapan dengan penggunaan Gubernur Sulawesi Selatan HZB Palaguna,
senjata tradisional seperti panah, pisau, Gubernur Sulawesi Tengah Aminudin
parang, papporo dan senjata rakitan lainnya, Ponulele, Pangdam VII/ Wirabuana yaitu
namun ketika pada konflik jilid ketiga ini Mayjen Ahmad Yahya dan Kapolda Sulawesi
telah membuat kekerasaan bertransformasi Tengah Brigjen Pol Zainal Abidin Ishak,
dari penggunaan senjata tradisional ke senjata kemudian dari peninjau diantaranya dari
api dan bom (Surahman, 2007: 240). perwakilan Majelis Ulama Indonesia (MUI)
4. Peranan Pemerintah dalam yaitu Din Syamsudin, Persekutuan Gereja-
Penyelesaian Konflik gereja di Indonesia (PGI) diwakili oleh
pendeta Natan Setiabudi, J. Likuada dari
JURNAL CRIKSETRA, VOLUME 5, NOMOR 10, AGUSTUS 2016 172

KWI, dari kantor Polkam Mayjen Bambang 5. Peranan Tokoh Masyarakat Poso
Sutedjo dan perwakilan dari Mabes TNI dalam Penyelesaian Konflik
adalah Mayjen Suwisma (Wahid dan Ihsan, Terlibatnya sejumlah tokoh agama
2004: 203). Hasil pertemuan tersebut ataupun elit sosial dalam konflik sungguh
akhirnya dihasilkan 10 poin kesepakatan
sangat disesalkan karena bukannya
yang dituangkan dalam Deklarasi Malino I,
membuat massa kelompoknya untuk
yang isinya dikutip dari Awaludin (2009, 55-
56) adalah sebagai berikut:
berdamai dan menghentikan konflik, di
1. Menghentikan semua bentuk konflik dan sini justru terlibat atau melibatkan diri
perselisihan. dalam konflik, sehingga membuat konflik
2. Menaati semua bentuk dan upaya menjadi semakin rumit dengan nuansa
penegakkan hokum dan mendukung perang agama. Idealnya tokoh agama dan
pemberian sanksi hukum bagi siapa saja elit sosial ini ketika konflik terjadi di
yang melanggar. Poso hendaknya berperan untuk
3. Meminta aparat negara bertindak tegas memberikan pemahaman dan pengarahan
dan adil untuk menjaga keamanan. kepada masyarakat agar tidak terpancing
4. Untuk menjaga terciptanya suasana
ataupun terlibat dalam kerusuhan, karena
damai, menolak memberlakukan darurat
sesungguhnya konflik yang terjadi
sipil serta campur tangan pihak asing.
5. Menghilangkan seluruh fitnah dan
bukanlah kekerasaan yang bernuansa
ketidakjujuran terhadap semua pihak dan agama tetapi konflik pertikaian antar elit
menegakkan sikap saling menghormati politik yang mempolitisasi agama dan
dan memaafkan satu sama lain, demi etnis untuk mencapai kepentingannya.
terciptanya kerukunan hidup bersama. Jika saja peran tokoh agama ataupun elit
6. Tanah Poso adalah bagian integral dari sosial masyarakat ini berjalan dengan
Republik Indonesia. Karena itu, setiap baik tentu konflik yang terjadi di Poso
warga negara memiliki hak untuk hidup, tidak akan sampai berlangsung rumit dan
datang, dan tingal secara damai dan berkepanjangan, sebagai contoh
menghormati adat istiadat setempat.
berfungsinya peran tokoh agama dan elit
7. Semua hak-hak dan kepemilikan harus
sosial menjalankan fungsinya menjadi
dikembalikan kepada pemiliknya yang
sah, sebagaimana adanya sebelum konflik
sokoguru dalam menjaga perdamaian dan
dan perselisihan berlangsung. kerukunan masyarakat adalah di Desa
8. Mengembalikan seluruh pengungsi ke Tangkura wilayah Kecamatan Poso
tempat asal masing-masing. Pesisir. Di Desa Tangkura terdapat
9. Bersama pemerintah melakukan fenomena unik yang patut dicontoh dan
rehabilitasi sarana dan prasarana ekonomi diterapkan dalam pengelolaan dan
secara menyeluruh. penyelesaian konflik, karena ketika
10. Menjalankan syariat agama masing- situasi konflik Poso sedang memanas dan
masing dengan cara dan prinsip saling kekerasan menyebar sangat cepat serta
menghormati dan menaati segala aturan
mengancam situasi setiap orang karena
yang telah disetujui, baik dalam bentuk
identitas agama, di Desa Tangkura
undang-undang maupun peraturan
pemerintah dan ketentuan lainnya.
melalui peran tokoh agama dan elit sosial
isu agama berhasil dikelola dengan baik,
sehingga masyarakat tidak mudah
173 Konflik Poso, Igneus Alganih

terprovokasi dan menjadikan tidak Mudahnya massa termobilisasi dalam konflik


seorangpun penduduk desa yang komunal di Poso, dipengaruhi juga oleh
meninggal dalam kerusuhan atau terlibat permasalahan historis yang dimanfaatkan
untuk saling membunuh atas nama oleh elit politik lokal melalui isu berupa
kecemburuan sosial-ekonomi dan sosial-
agama, sebaliknya penduduk Tangkura
politik antara penduduk pribumi yaitu etnis
yang berbeda agama ini saling
Pamona, Mori dan Lore (mayoritas beragama
melindungi satu sama lain (Pamuji. et al, Kristen) yang merasa termarjinalkan terhadap
2008: 35). kehadiran dari etnis Jawa, Bugis dan
Selain di Desa Tangkura, inisiatif Makkasar (mayoritas beragama Islam).
bersifat mikro yang berusaha mencegah Upaya perdamaian yang sangat
melebarnya konflik terjadi pula antara berpengaruh hasilnya dalam menghentikan
Kepala Desa dan tokoh agama konflik Poso adalah setelah turun tangannya
Tokorondo yang muslim dengan Kepala pemerintah pusat melalui Menko Kesra Jusuf
Desa Masani yang Kristen, kesepakatan Kalla yang ditunjuk menjadi pemimpin
yang diperoleh dari kedua desa tersebut mediator dalam upaya damai di Poso.
adalah jika terjadi penyerangan oleh
kelompok tertentu yang datang dari DAFTAR PUSTAKA
Abdurahman, D. (2007). Metodologi
manapun, maka kedua kelompok sepakat
Penelitian Sejarah. Yogyakarta: AR-
untuk bekerja sama dan mempertahankan
RUZZ Media.
wilayah (Mashad dan Yustiningrum, Amidhan. et al. (2005). Poso, Kekerasaan
2006: 62). yang Tak Kunjung Usai: Refleksi 7
Berdasarkan dua contoh upaya Tahun Konflik Poso. Jakarta: Komnas
perdamaian atas inisiatif dari elit sosial HAM.
masyarakat yang berhasil dalam
pengelolaan konflik di daerahnya, maka Aragon, L.V. (2007). “Persaingan Elit di
dapat dijadikan rujukan bahwa peran elit Sulawesi Tengah”, dalam Politik Lokal
sosial seperti tokoh agama, tokoh adat di Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor
dan tokoh pemimpin masyarakat Indonesia.
setempat sangatlah penting untuk
Awaludin, H. (2009). Perdamaian Ala JK:
dilibatkan dalam menjalin perdamaian
Poso Tenang, Ambon Damai. Jakarta:
dan penyelesaian konflik. Grasindo.

PENUTUP Damanik, R. (2003). Tragedi Kemanusiaan


Konflik Poso sebenarnya adalah Poso, Menggapai Surya Pagi Melalui
konflik realistik yaitu, perebutan kekuasaan Kegegelapan. Poso: PBHI LPSHAM.
politik antar elit politik lokal di Poso yang
kemudian massa dilibatkan dengan identitas Gogali, L. (2009). Konflik Poso Suara
agama dan etnis dengan tujuan untuk Perempuan dan Anak Menuju
memobilisasi massa dalam memperoleh Rekonsiliasi Ingatan. Yogyakarta:
kekuasaan. Ketika konflik menyentuh ranah Galangpress.
agama membuat pertikaian menjadi konflik
non realistik bernuansa SARA dan Hasrullah. (2009). Dendam Konflik Poso.
menjadikan konflik terjadi berkepanjangan. Jakarta: Gramedia.
JURNAL CRIKSETRA, VOLUME 5, NOMOR 10, AGUSTUS 2016 174

Purwanto, W. (2007). Menggapai Damai di


Karnavian, M.T. (2008). Indonesian Top Poso. Jakarta: CBM Press.
Secret Membongkar Konflik Poso. Susan, N. (2010). Pengantar Sosiologi
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Konflik dan Isu-Isu Konflik
Kontemporer. Jakarta: Kencana
Klinken, G.v. (2007). Perang Kota Kecil: Prenada Media Group.
Kekerasaan Komunal dan
Demokratisasi di Indonesia. Jakarta: Wahid, A.Y. dan Ihsan, B. (2004). SBY dan
Yayasan Obor Indonesia. Resolusi Konflik: Langkah-langkah
penyelesaian Konflik di Aceh,
Muin, H. A. (2008). Sumber-sumber Konflik Atambua, Papua, Poso dan Sampit.
di Poso dan Penanganannya Dalam Jakarta: Relawan Bangsa.
Konflik Komunal: Studi Kasus Poso
1998-2007. Tesis Magister pada Winarti, M. dan Puspitasari, R. (2012).
Program Magister Studi Pembangunan “Pelajaran dari Kasus Konflik di Poso
Alur Studi Pertahanan Sekolah Sulawesi Tengah”, dalam Prosiding
Arsitektur Perencanaan dan International Seminar Social
Pengembangan Kebijakan Intitut Movement Historical Perpective.
Teknologi Bandung: tidak diterbitkan. Bandung: Jurusan Pendidikan Sejarah
FPIPS UPI.
Poloma, M. M. (1994). Sosiologi
Kontemporer. Jakarta : Rajawali Pers.

Anda mungkin juga menyukai