Anda di halaman 1dari 14

Tanaman Penghasil Minyak Atsiri

Dosen Pengampu : Sutriningsih , M.Farm,Apt

Disusun oleh :

Nama : Rima Nurfadillah

NPM : 1843050086

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 JAKARTA
Nilam (Patchouli)

Re-exposure of nilam

Nilam (Pogostemon spp) dikenal dengan berbagai nama di beberapa daerah, seperti: dilem (Sumatera-
Jawa), rei (Sumbar, pisak (Alor), ungapa (Timor). Dalam perdagangan internasional nilam dkenal sebagai
pathcouly. Di kalangan ilmiawan dikenal beberapa spesies Pogostemon sp, antara lain:

Pogostemon cablin Benth. Populer dengan nama nilam Aceh, ciri utamanya adalah daunnya membulat
seperti jantung dan di permukaan bagian bawahnya terdapat bulu-bulu rambut. Jenis ini sampai umur 3
(tiga) tahun hampir tidak berbunga.

Pogostemon hortensis Backer. Dikenal dengan nama nilam sabun. Ciri utamanya lembaran daun lebih
tipis, tidak berbulu, permukaan daun tampak mengkilat, dan warnanya hijau.

Pogostemon heyneanus Benth. Sering disebut nilam hutan atau nilam Jawa. Ciri-cirinya yaitu ujung daun
agak runting, lembaran daun tipis dengan warna hijau tua dan berbunga lebih cepat.

Dari ketiga jenis nilam tersebut, yang paling tinggi kandungan minyaknya adalah nilam Aceh (2,5 – 5,0%),
sedangkan nilam lainnya rata-rata hanya mengandung 0,5 – 1,5 %. Saat ini telah dikenal 3 varitas unggul
nilam Indonesia dengan produktivitas > 300 kg minyak / ha yaitu Sidikalang, Tapaktuan dan
Lhokseumawe.

Budidaya nilam tidaklah terlalu sulit, yang perlu diperhatikan adalah ketepatan memilih jenis varitas
nilam, pengelolaan budidaya secara intensif dan lingkungan tumbuh yang memenuhi persyaratan, yakni
pada suhu 24 – 28 °C, curah hujan 2000 – 3500 mm / tahun atau kelembaban > 75%, tekstur tanah
remah, gembur dan banyak humus, dan ketinggian tanah mencapai 50 – 400 m dpl. Tanaman yang
tumbuh di dataran rendah memiliki kadar minyak tinggi, PA (pathchouly alcohol) rendah, dan sebaliknya
di dataran tinggi, kadar minyak rendah tapi PA-nya tinggi.

Sentra produksi minyak nilam banyak tersebar di NAD, Sumut, Sumbar, Bengkulu, Sumsel, Jabar, Jateng,
dan Jatim. beberapa daerah juga mulai mengembangkan nilam seperti Sulsel, Kaltim, Kalteng. Tabel I
memperlihatkan luas areal dan produksi minyak nilam di beberapa daerah.

Re-exposure of 0t1
Minyak nilam diproduksi dengan cara penyulingan, baik dengan uap (kukus) maupun uap bertekanan
tinggi. Komponen utama dalam minyak nilam adalah PA yng kadarnya berkisr 30%. Komponen inilah
yang biasanya dijadikan dasar penentuan mutu minyak nilam yang diinginkan pembeli selain minyak
bebas cemaran besi (Fe). Oleh karena itu penyulingan sebaiknya dilakukan dengan menggunakan ketel
berbahan bebas karat (stainless steel) bukan dari besi atau baja yang bersifat korosif.

Minyak nilam digunakan sebagai fiksasif atau pengikat bahan-bahan pewangi lain dalam komposisi
parfum dan kosmetik. Selain digunakan dalam bentuk minyak, daun nilam juga berguna untuk bahan
pelembab kulit, menghilangkan bau badan, pengawet mayat dan obat gatal-gatal pada kulit.

Minyak nilam diekspor ke berbagai negara seperti Amerika, Singapura, Jepang, Perancis, Switzerland,
Inggris, Taiwan, Belanda, Jerman dan Cina dengan volume ekspor sebanyak 2.074.250 kg minyak, nilai
ekspor US$ 27.136.913 pada ahun 2004 (BPS, 2007). Perkiraaan pemakaian dunia pada tahun 2006
sekitar 1500 ton / tahun dan Indonesia adalah produsen utama. Situasi tahun 2007 – 2008 yang tidak
kondusif (harga berfluktuatif cukup signifikan) berakibat turunnya produksi dan pemakaian sampai lebih
dari 40% (Mulyadi, 2008). Performa ekspor minyak nilam Indonesia secara volume (kg) diperkirakan
hanya sekitar 50-60% dari ekspor 2006, meskipun secara nilai (USD/Rp) meningkat tajam karena ada
lonjakan harga yang signifikan.

Akar Wangi (Vetiver)

Akar wangi (Vetiveria zizanoides Stapt) termasuk famili Graminae atau rumput-rumputan. Memiliki bau
yang sangat wangi, tumbuh merumpun lebat, akar serabut bercabang banyak berwarna merah tua.
Waktu penanaman setiap saat sepanjang tahun, namun yang terbaik adalah di awal musim hujan.

Re-exposure of akar wangi

Proses produksi minyak akar wangi dilakukan dengan penyulingan uap pada tekanan bertingkat I-3 atm
selama 8 – 9 jam dengan laju destilasi 0,7 – 0,8 liter destilat/kg akar/jam. Rendemen rata-rata minyak
akar wangi 1,5 – 2%. Mutu minyak akar wangi tidak hanya tergantung pada umur akar, tetapi juga
tergantung dari lamanya penyulingan. Bau gosong yang ditimbulkan karena penyulingan yang cepat
akan menurunkan mutu dan harga minyak akar wangi yang diinginkan pembeli.

Re-exposure of t2
Komponen yang menyusun minyak akar wangi yaitu: vetiveron, vetiverol, vetivenil, vetivenal, asam
palmitat, asam benzoat, dan vetivena. Banyak digunakan sebagai bahan baku kosmetik, parfum, dan
bahan pewangi sabun. Minyak akar wangi mempunyai bau yang menyenangkan, keras, tahan lama, dan
disamping itu juga berfungsi sebagai pengikat bau (fixative).

Perkiraan permintaan dunia lebih dari 200 ton / tahun. Indonesia merupakan pemain penting dengan
sentra produksi di Garut memiliki luas areal sebesar 2.063 ha dan produksi minyak sebanyak 34,5 ton
pada tahun 2007 (Subdit. Tanaman Atsiri – Deptan, 2008). Dewasa ini selain ke Eropa, minyak akar
wangi juga diekspor ke USA, Jepang, dan Singapura. Kinerja ekspor minyak akar wangi (2002-2006)
diperlihatkan pada Tabel 2.

Sereh Wangi (Citronella)

Sereh wangi diduga berasal dari Srilangka. Nama latinnya adalah Cymbopogon nardus L., termasuk
dalam suku Poaceae (rumput-rumputan). Varietas sereh wangi yang paling dikenal adalah varitas
Mahapegiri (java citronella oil) dan varitas Lenabatu (cylon citronella oil). Varitas Mahapegiri mampu
memberikan mutu dan rendemen minyak yang lebih baik dbandingkan varitas Lenabatu.

Re-exposure of sereh wangi

Daerah penanaman dan produksi minyak sereh wangi di Indonesia dengan luas areal pada tahun 2007
sebesar 19.592,25 ha (Tabel 3), terbesar di daerah Jawa, khususnya Jabar dan Jateng dengan pangsa
pasar dan produksi mencapai 95% dari total produksi Indonesia. Area lainya adalah NAD dan Sumatera
Barat. Daerah sentra produksi di Jawa Barat adalah: Purwakarta, Subang, Pandeglang, Bandung, Ciamis,
Kuningan, Garut, dan Tasikmalaya. Sedangkan di Jateng adalah Cilacap, Purbalingga dan Pemalang (Data
Sbdit Tanaman Atsiri, Dittansim, 2008).Proses pengambilan minyak sereh wangi di Indonesia biasanya
dilakukan melalui proses penyulingan selama 3 – 4 jam. Rendemen rata-rata minyak sereh wangi sekitar
0,6 – 1,2% tergantng jenis sereh wangi serta penanganan dan efektifitas penyulingan.

Re-exposure of t3

Komponen terpenting dalam minyak sereh wangi adalah sitronellal dan geraniol. Kedua komponen
tersebut menentukan intensitas bau, harum, serta nilai harga minyak atsiri, sehingga kadarnya harus
memenuhi syarat ekspor agar dapat diterima. Minyak ini digunakan dalam industri, terutama sebagai
pewangi sabun, sprays, desinfektans, pestisida nabati, bahan pengilap, peningkat oktan BBM dan aneka
ragam preparasi teknis.
Perkiraan pemakaian dunia pada tahun 2007 lebih dari 2000 ton / tahun. Indonesia adalah produsen
ketiga dunia setelah Cnia dan Vietnam. Beberapa negara yang selalu aktif membeli sereh wangi
Indonesia antara lain adalah Singapura, Jepang, AS, Australia, Belanda, Inggris, Perancis, Jerman, Italia,
India, dan Taiwan. Dengan pembeli utama adalah AS, Perancis, Italia, Singapura dan Taiwan. Volume
ekspor minyak sereh wangi relatif kecil, yakni sebesar 115,67 ton dengan nilai US$ 701,0 pada tahun
2004.

Cengkeh (Clove)

Cengkeh (Syzygium aromaticum) termasuk jenis tumbuhan perdu yang dapat memliki batang pohon
besar dan berkayu keras. Tinggi tanaman dapat mencapai 15 – 20 meter dan dapat bertahan sampai
umur ratusan tahun.

Cengkeh

Tanaman cengkeh mempunyai sifat khas karena semua bagian pohon mengandung minyak, mulai dari
akar, batang, daun sampai bunga. Kandungan minyak cengkeh pada bagian-bagian tanaman tersebut
bervariasi jumlahnya namun kadar minyak yang paling tinggi terdapat pada bagian bunga (20%)
sedangkan bagian gagang dan daun mengandung sekitar 4 – 6 %.

Areal produksi tanaman cengkeh hampir tersebar di semua daerah di Indonesia mulai dari NAD sampai
Papua dengan luas areal terluas di Jawa dan Sulawesi. Luas areal tanaman ini mengalami sedikit
peningkatan setiap tahunnya atau lebih cenderung stabil (Tabel 4).

Re-exposure of t4

Cara penyulingan yang paling sederhana untuk mendapatkan minyak cengkeh adalah dengan
penyulingan air dan uap dengan lama penyulingan sekitar 7 – 8 jam untuk daun basah dan 6 – 7 jam
untuk penyulingan daun kering.

Penggunaan tekanan bertahap mulai dari 1 bar sampai 2 bar dapat mempersingkat lama penyulingan
menjadi 4 – 5 jam.

Minyak daun cengkeh berupa cairan berwarna bening sampai kekuning-kuningan mempunyai rasa yang
pedas, keras, dan berbau aroma cengkeh. Warnanya akan berubah menjadi coklat atau berwarna ungu
jika terjadi kontak dengan besi atau akibat penyimpanan.
Sentra produksi minyak cengkeh terdapat di Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Sumtarea Barat, Bali,
dan Sulawesi Selatan. Produksi minyak cengkeh Indonesia pada tahun 2007 sekitar 2.500 ton dengan
perkiraan pemakaian dunia sekitar 3.500 ton / tahun (Mulyadi, 2008). Walaupun demikian volume
ekspor minyak cengkeh sangat kecil, karena sebagian besar minyak cengkeh sudah diolah menjadi
produk turunannya sehingga yang diekspor lebih banyak pada produk turunannya, seperti eugenol,
eugenol asetat, dll.

Pala (Nutmeg)

Re-exposure of pala

Pala yang mempunyai mutu terbaik dalam dunia perdagangan adalah pala yang berasal dari Myristica
fragrans H. Pala menghendaki iklim laut yang panas (25 – 30 °C), tetapi basah, curah hujan 2.500
mm/tahun. Tanaman pala dapat tumbuh di dataran rendah yang kurang dari 700 m dpl pada tanah
berpasir bercampur humus. Tingginya dapat mencapai 12 m. Mulai berbunga dan berbuah setelah
berumur 4 – 6 tahun, dan produktif berbuah sampai 25 tahun. Buah pala berbentuk bulat telur sampai
lonjong, bagian terluar adalah kulit buah. Di bawah daging buah terdapat tempurung biji yang
diselubungi oleh jala berwarna merah api yang disebut dengan fuli. Di awah tempurung tersebut
terdapat biji pala.

Tanaman pala tersebar di wilayah Sumatera, NAD, Jawa, Sulawesi dan Maluku. Luas arel terbesar
berada di NAD dan Maluku seperti ditunjukan pada Tabel 5.

Minyak pala dihasilkan dengan penyulingan air dan uap dari biji atau fulinya. Biji pala menghasilkan
minyak atsiri sekitar 7-16%, sedangkan bagian fuli menghasilkan minyak sekitar 4 – 15%. Biji pala muda
menghasilkan rendemen minyak yang lebih besar dibandingkan dengan biji pala tua.

Re-exposure of t5

Komponen utama minyak pala adalah miristisin yang bersifat racun dan mempunyai efek narkotika,
sehingga penggunaan dalam industri pangan dan obat-obatan sangat sedikit. Minyak pala juga
digunakan dalam industri parfum dn pasta gigi.

Indonesia memegang peranan penting dalam pasar dunia karena sebagian besar kebutuhan pala dunia
berasal dari Indonesia. Negara produsen utama lainnya adalah Granada, India, dan Madagaskar. Lebih
dari 60% kebutuhan pala dunia berasal dari Indonesia dengan volume ekspor lebih dari 200 ton/tahun,
cenderung stabil hingga tahun 2007 (Mulyadi, 2008). Namun pada tahun 2008, output minyak pala
Indonesia menurun drastis karena hama yang menyerang tanaman pala di Sumatera. Jika ditinjau dari
nilainya, perkembangan nilai ekspor minyak pala menunjukan peningkatan yang cukup signifikan.

Jahe (Ginger)

Re-exposure of jahe

Kondisi lingkungan dimana tanaman jahe dapat tumbuh dengan baik adalah pada curah hujan sekitar
2500-4000 mm per tahun, pada suhu 25-35 oC, dan dengan kelembaban udara yang sedang dan tinggi.
Tanaman jahe menghendaki tanah yang subur, gembur, kaya akan humus dan berdrainase baik; dapat
juga tumbuh di tanah latosol merah coklat dan tanah andosol.

Proses produksi minyak jahe dilakukan dengan penyulingan (melalui steam distillation atau water
distillation) atau ekstraksi rimpang jahe yang sebelumnya telah dikeringkan dalam bentuk serpihan atau
dibuat serbuk. Rendemen rata-rata minyak jahe adalah 1-3% (kering) tergantung jenis jahe serta
penanganan dan efektifitas proses penyulingan. Ekstraksi dengan pelarut menghasilkan rendemen yang
lebih tinggi dibandingkan dengan penyulingan, karena selan minyak atsiri, juga dihasilkan oleoresin.
Oleoresin inilah yang membentuk rasa pedas pada jahe.

Komponen utama dalam minyak jahe adalah zingiberen, dan zingberol yang menyebabkan bau khas
minyak jahe. Minyak jahe digunakan sebagai bahan baku minuman ringan (ginger ale), dalam industri
penyedap, farmasi dan wangi-wangian.

Minyak jahe banyak diekspor ke USA, Singapura, Jerman, India dan Afrika Selatan, dengan importir
terbesar adalah USA. Indonesia masih sebagai produsen jahe ketiga terbesar setelah China dan India di
pasar global, padahal secara iklim dan kesesuaian lahan Indonesia sangat potensial.

Kenanga (Cananaga)

Re-exposure of kenanga

Tanaman kenanga (Cananga odorata) berasal dari Filipina. Di Pulau Jawa tanaman tersebut tumbuh liar.
Tanaman kenanga tumbuh subur di dataran rendah dengan kelembaban tinggi, beriklim tropis dan
dekat dengan pantai. Di Jawa, kenanga biasanya ditanam di pekarangan rumah, tidak dibudidayakan.
Bunga yang masih muda berwarna hijau, sedangkan yang tua berwarna kuning. Rendemen dan mutu
minyak tertinggi terdapat pada bunga yang telah matang sempurna (warna kuning tua).

Minyak nenanga diperoleh dengan cara penyulingan bunga kenanga. Di daerah biasanya dilakukan
dengan cara rebus. Hasil sulingan terdiri dari beberapa fraksi yang mempunyai komposisi dan mutu yang
berbeda. Fraksi dengan mutu paling baik adalah yang mengandung kadar ester dan eter yang tinggi,
sesquiterpen yang rendah. Minyak kenanga diekspor masih dalam keadaan crude. Oleh importir
Amerika dan Eropa, minyak kenanga biasanya direktifikasi untuk menghasilkan minyak yang lebih jernih
dan lebih mudah larut. Minyak yang dihasilkan akan menyusut sebanyak 25%.

Minyak kenanga hanya diproduksi di Indonesia dengan output sebesar 20 ton/tahun. Khusus di Pulau
Jawa daerah penghasil minyak kenanga adalah Boyolali dan Blitar. Di dunia pemakaian minyak kenanga
masih terbatas dibandingkan minyak ylang-ylang, namun masih tetap penting karena bau minyak
kenanga lebih tahan lama dan lebih murah dibandingkan minyak ylang-ylang. Dalam industri, minyak
kenanga biasa digunakan sebagai bahan pewangi sabun.

Cendana (Sandalwood)

Minyak cendana (Santanum album L) di Indonesia banyak terdapat di Pulau Timor. Tanaman cendana
berupa pohon kecil yang selalu hijau dengan batang lurus dan bulat tanpa alur. Tanaman ini sangat
cocok pada daerah yang berudara dingin dan kering serta intensitas cahaya matahari yang cukup. Bulan
kering yang panjang sangat baik pengaruhnya terhadap pembentukan minyak dan aroma. Varietas
tanaman cendana yang berdaun kecil, mempunyai kadar minyak yang lebih tinggi pada bagian kayu
teras, namun kadar santanolnya lebih rendah.

Re-exposure of cendana

Minyak cendana diperoleh dari hasil pengulingan jantung kayu cendana dengan waktu penyulingan
cukup lama karena titik didih minyak ini cukup tinggi. Rendemennya sekitar 3-5%.

Komponen utama dalam minyak cendana adalah santanol. Dalam perdagangan internasional, kadar
santanol tersebut harus lebih dari 90%, jika tidak maka pasar tidak akan menerimanya.

Perkiraan permintaan dunia lebih dari 50 ton/tahun. Indonesia pernah menduduki peringkat ke-2
setelah India (Myrose). Sandalwood oil memegang peranan penting dalam industri wewangian. Selain
dapat digunakan untuk minyak wangi sendiri, dapat pula untuk pengikat minyak wangi mahal (Violet,
Cassie, Rose, Reseda, dan Ambete).

Pada tahun 2007, volume ekspor minyak cendana sebanyak 403.148 kg dengan nilai ekspor sebesar US$
3.814.800 (BPS, 2008), naik cukup signifikan dari tahun sebelumnya dengan volume ekspor hanya
21.751 kg dan nilai sebesar US$ 1.736.214.

Masoi, Cryptocarya_concinna Masoi

Masoi (Cryptocarya spp) tumbuh liar di hutan Indonesia bagian Timur, tingginya sekitar 40 m. Berbatang
tegak, bagian dalam berwarna merah, sedangkan kulit berwarna kelabu muda.

Minyak masoi dihasilkan dari proses penyulingan kulit kayu masoi, mempunyai bau wangi (sweetish oil)
dan terasa pedas jika terkena kulit. Minyak ini mengandung sekitar 80% eugenol, dan 6% terpene dan
safrole. Minyak ini merupakan sumber natural laktone. Kandungan safrole dalam minyak masoi
dibutuhkan dalam industri kimia, untuk pembuat heliotropin, bahan baku celluloide (film), kosmetik dan
wewangian.

Minyak masoi diproduksi di Indonesia dengan output lebih dari 5 ton per tahun dengan negara tujuan
ekspor yakni USA, Eropa, Australia dan Jepang.

Kayu Putih (Cajeput)

Kayu putih (Melaleuca spp) termasuk ke dalam famili Myrtaceace dan ordo Myrtalae. Beberapa spesies
yang sudah diketahui dapat menghasilkan minyak kayu putih dan sudah diusahakan secara komersil
adalah M. leucodendrom, M. cajuputih Roxb dan M. viridiflora Corn.

kayu_putih1 : Pohon kayu putih terdapat secara alami di daerah Asia Tenggara, yang tumbuh di dataran
rendah atau rawa tetapi jarang ditemukan di daerah pegunungan. Tanaman kayu putih yang tumbuh di
rawa-rawa mempunyai komposisi kimia yang berbeda dengan yang terdapat pada dataran rendah.
Tanaman yang tumbuh di rawa-rawa mempunyai kadar sineol yang rendah, bahkan ada yang tidak
mengandung sineol, sehingga tidak mempunyai nilai ekonomi.

Di Indonesia tanaman kayu putih tumbuh di Maluku (Pulau Buru, Seram, Nusalaut, Ambon) dan
Sumatera Selatan (sepanjang Sungai Musi, Palembang), Sulawesi Tenggara, Bali, Nusa Tenggara Timur
dan Irian Jaya. Di daerah tersebut tanaman kayu putih tumbuh secara alami, sedangkan tanaman yang
diusahakan terdapat di Jawa Timur dan Jawa Barat.
Minyak kayu putih yang diperoleh dengan cara menyuling daun tanaman kayu putih berwarna biru
sampai hijau, sementara minyak kayu putih yang telah dimurnikan berwarna kuning sampai tidak
berwarna dan berbau seperti kamfer.

Komponen utama dalam minyak kayu putih adalah sineol yang mencapai 65%. Dengan adanya
komponen tersebut, minyak kayu putih dapat langsung digunakan sebagai obat-obatan dan minyak
wangi. Tetapi di luar negeri, minyak kayu putih juga digunakan sebagai bahan baku untuk industri
farmasi dan parfum. Tanaman lain yang juga mengandung sineol adalah eucalyptus, dengan kadar yang
kebih besar yakni sekitar 85%.

Permintaan dunia untuk minyak kayu putih ini diperkirakan lebih dari 100 ton per tahun dengan
pemakaian terbesar di Asia tengara, sedangkan di dunia, yang lebih banyak diguakan adalah minyak
eucalyptus.

Adas (Fennel)

Minyak adas, disebut juga fennel oil,  dihasilkan dari tanaman adas. Varietas yang menghasilkan minyak
adas terdiri dari 2 sub spesies, yaitu Var. Vulgare (Miller) Thelling (liar dan pahit) dan Var. Dulce (Miller)
Thelling (budidaya secara intensif dan manis).

Minyak adas secara komersil dihasilkan dengan cara penyulingan buah (biji) adas menggunakan sistem
penyulingan uap.  Rendemennya sekitar 1-6%. Penyulingan sebaiknya langsung dilakukan setelah biji
dipanen. Selama proses penyulingan, harus dijaga agar suhu kondensor agak tinggi, untuk mencegah
pembekuan minyak dalam tabung kondensor.

Komponen utama yang terdapat pada minyak adas seperti anthole, fenchone, dan estragole.
Keberadaan komponen tersebut tergantung pada jenis varietas adas yang digunakan.

Kayu Manis (Cinamon / Cassia)

Minyak kayu manis yang diperoleh dari Cinnamomum zeylanicum Ness disebut minyak Cinnamon,
sementara yang berasal dari Cinnamomum cassia disebut minyak Cassia. Minyak kayu manis
dipergunakan sebagai flavouring agent dalam pembuatan parfum, kosmetik, dan sabun.
Volume ekspor minyak kayu manis relatif kecil. Data BPS 2000 – 2003 menyebutkan volume ekspor
minyak ini cukup besar pada tahun 2000 yakni sebesar 14.400 ton, namun menurun drastis pada tahun-
tahun berikutnya, hanya sampai 100 ton / tahunnya. (Tabel 6).

Melati (Jasmine)

Ada dua macam varietas melati yang diusahakan yaitu tanaman J. officinale L; dan J. officinale var
grandiflorum L. Perancis merupakan negara yang paling banyak memproduksi bunga melati dan
terutama diproduksi untuk parfum.

Bunga  setelah dipetik tetap hidup secara fisiologis dan memproduksi minyak atsiri. Produksi minyak
atsiri oleh bunga tersebut akan terhenti apabila bunga telah  mati dan membusuk. Untuk mendapatkan
minyak bunga melati, dilakukan dengan cara ekstraksi menggunakan sistem enfleurasi (lemak dingin).
Dengan cara ini, rendemen yang dihasilkan cukup tinggi dan tingkat kewangian yang tinggi, namun biaya
produksinya cukup mahal, sehingga jarang dipergunakan. Cara ekstraksi lainnya adalah dengan
mempergunakan pelarut menguap (solvent extraction). Minyak melati yang baru diekstrak berwarna
coklat kemerahan, dan mempunyai bau khas minyak melati. Absolute melati bersifat lengket, jernih,
berwarna kuning coklat dan mempunyai bau harum. Apabila mengadsorbsi udara, minyak berubah
baunya, lebih kental, dan akhirnya membentuk resin.

Minyak bunga melati umumnya dipergunakan sebaga zat pewangi parfum kelas tinggi. Minyak ini
biasanya diekspor ke Singapura, Australia, Eropa, Timur Tengah, India, China, dan Thailand.

B. Proses Produksi Minyak Atsiri

Produksi minyak atsiri dari tumbuh-tunbuhan dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu: (a) penyulingan
(distillation), (b) pressing (expression), (c) ekstraksi menggunakan pelarut (solvent extraction), dan (d)
adsorbsi oleh lemak padat (enfleurasi). Di antara keempat cara tersebut yang banyak digunakan oleh
industri minyak atsiri adalah cara pertama dan ketiga.

Re-exposure of g1

Penyulingan adalah metoda ekstraksi yang tertua dalam pengolahan minyak atsiri. Metoda ini cocok
untuk minyak atsiri yang tidak mudah rusak oleh panas, misalnya minyak cengkeh, nilam, sereh wangi,
pala, akar wangi dan jahe.
Pengepresan dilakukan dengan memberikan tekanan pada bahan menggunakan suatu alat yang disebut
hydraulic atau expeller pressing. Beberapa jenis minyak yang dapat dipisahkan dengan cara
pengepresan adalah minyak almond, lemon, kulit jeruk, dan jenis minyak atsiri lainnya.

Ekstraksi minyak atsiri menggunakan pelarut, cocok untuk mengambil minyak bunga yang kurang stabil
dan dapat rusak oleh panas. Pelarut yang dapat digunakan untuk mengekstraksi minyak atsiri antara lain
kloroform, alkohol, aseton, eter, serta lemak. Sedangkan enfleurasi digunakan khusus untuk
memisahkan minyak bunga-bungaan, untuk mendapatkan mutu dan rendemen minyak yang tinggi.

Dalam booklet ini hanya akan dipaparkan proses produksi minyak atsiri yang banyak digunakan oleh
industri yang disebut dengan penyulingan. Penyulingan adalah suatu proses pemisahan secara fisik
suatu campuran dua atau lebih produk yang mempunyai titik didih yang berbeda dengan cara
mendidihkan terlebih dahulu komponen yang mempunyai titik didih rendah terpisah dari campuran
(Kister, 1990).

Untuk mempermudah proses penyulingan minyak atsiri dapat dilakukan perlakuan pendahluan
(penanganan bahan baku) dengan beberapa cara seperti pengeringan, pencucian dan perajangan.

Pengeringan dapat mempercepat proses ekstraksi dan memperbaiki mutu minyak, namun selama
pengeringan kemungkingan sebagian minyak akan hilang karena penguapan dan oksidasi oleh udara
(Ketaren, 1985). Beberapa jenis bahan baku tidak perlu dikeringkan, seperti jahe, lajagoan, dan bahan
lain yang disuling dalam keadaan segar untuk mencegah kehilangan aroma yang diinginkan.

Pencucian biasanya dilakukan untuk bahan-bahan yang berasal dari tanah seperti akar wangi, dan
rimpang. Tujuannya adalah untuk membersihkan bahan dari kotoran yang menempel, mencegah hasil
minyak agar tidak kotor, dan efisiensi pemuatan bahan dalam ketel suling.

Perajangan bertujuan untuk memudahkan penguapan minyak atsiri dari bahan, memperluas permukaan
suling dari bahan dan mengurangi sifat kamba. Pada umumnya perajangan dilakukan pada ukuran 20 –
30 cm.

Dalam industri minyak atisiri dikenal 3 macam metode penyulingan yaitu (1) penyulingan dengan air
(water distillation), (2) penyulingan dengan air-uap (water and steam distillation), (3) penyulingan
dengan uap langsung (steam distillation). Gambar 1 memperlihatkan diagram alir proses penyulingan
minyak atsiri secara umum.
Pada pross penyulingan ini, tekanan, suhu, laju alir, dan lama penyulingan diatur berdasarkan jenis
komoditi. Lama penyulingan sangat bervariasi mulai dari 3-5 jam untuk sereh wangi, 5 – 8 jam untuk
minyak nilam dan cengkeh, 10 – 14 jam untuk minyak pala, dan 10-16 jam untuk minyak akar wangi
bergantung kepada jenis bahan baku (basah / kering), penggunaan tekanan dan suhu penyulingan.
Tekanan uap yang tinggi dapat menyebabkan dekomposisi pada minyak, oleh karena itu penyulingan
lebih baik dimulai dengan tekanan rendah, kemudian meningkat secara bertahap sampai pada akhir
proses.

Selama proses penyulingan, uap air yang terkondensasi dan turun ke dasar ketel harus dibuang secara
periodik melalui keran pembuangan air untuk mencegah pipa uap berpori terendam, karena hal ini
dapat menghambat aliran uap dari boiler ke ketel suling.

Pada proses pendinginan, suhu air pendingin yang masuk ke dalam tabung atau kolam pendingin yang
ideal sekitar 25-30 derajat C, dan suhu air keluar maksimum 40 – 50 derajat C. Suhu air keluar tersebut
dapat diatur dengan memperbesar / memperkecil debit air pendingin yang masuk ke dalam tabung /
kolam pendingin.

Pemisahan minyak dari tabung pemisah sebaiknya “tidak diciduk” (diambil dengan gayung), karena hal
itu akan menyebabkan minyak yang telah terpisah dari air akan kembali terdispersi dalam air dan sulit
memisah kembali, sehingga mengakibatkan kehilangan (loses).

Minyak yang dihasilkan masih terlihat keruh karena mngandung sejumlah kecil air dan kotoran yang
terdispersi dalam minyak. Air tersebut dipsahkan dengan menyaring minyak menggunakan kain teflon /
sablon. Pemisahan air juga dapat dilakukan dengan menambahkan zat pengikat air berupa Natrium
Sulfat anhidrat (Na2SO4) sebanyak 1% selanjutnya diaduk dan disaring.

C. Kondisi Perdagangan Domestik Minyak Atsiri

Re-exposure of g2

Komoditi minyak atsiri yang diperdagangkan di dalam negeri adalah minyak atsiri dalam bentuk kasar
(crude essential oil) yang hampir seluruhnya diproduksi oleh petani minyak atsiri atau industri kecil
penyulingan yang tersebar di wilayah sentra produksi tanaman minyak atsiri. Mata rantai perdagangan
minyak atsiri di Indonesia relatif panjang yang berawal dari petani produsen dan berakhir pada
eksportir, dengan berbagai variasi seperti dapat dilihat pada skema rantai tata niaga pada gambar 2.
Eksportir/industri manufaktur sebagai pelaku akhir dalam mata rantai perdagangan minyak atsiri di
dalam negeri memperoleh minyak atisiri melalui pedagang perantara. Di antara pedagang perantara
adalah juga “agen” atau perwakilan eksportir dan sebagian lain bersifat bebas. Pedagang perantara
membeli minyak atsiri dari pedagang pengumpul yang berpangkal di daerah-daerah produsen. Pedagang
pengumpul umumnya memberikan modal atau uang muka kepada petani/penyuling sehingga minyak
yang dihasilkan oleh petani/penyuling harus dijual kepada pengumpul tersebut dengan harga yang
ditentukan oleh pembeli/pengumpul berdasarkan mutu yang dinilai secara sepihak oleh pembeli secara
subyektif (organoleptik), tidak berdasarkan mutu atau kadar atau kandungan senyawa esensial dalam
produk minyak atsiri tersebut. Artinya, minyak yang bermutu baik atau kurang baik dihargai sama. Inilah
yang menyebabkan penyuling melakukan pencampuran minyak atsiri bermutu rendah dengan yang
bermutu baik atau bahkan penyuling enggan untuk memproduksi minyak yang bermutu baik.

Industri minyak atsiri terdiri dari rangkaian kegiatan produktif yang terhubung antara aktivitas nilai yang
satu dengan yang lain membentuk rantai nilai industri. Rantai nilai juga merupakan keterkaitan dalam
suatu kegiatan usaha sejak bahan baku tanaman sampai dengan konsumen industri, yaitu industri
parfum, kosmetik, toiletries, dan pangan.

Industri pangan, farmasi dan kosmetik di dalam negeri merupakan pasar produk minyak atsiri atau
turunan minyak atsiri. Potensi pasar yang besar tersebut masih belum dimanfaatkan, oleh karena
industri yang mengolah minyak atsiri kasar menjadi produk turunannya masih sangat terbatas.
Kebutuhan produk turunan yang dibutuhkan oleh industri pangan, farmasi dan kosmetik diperoleh
melalui impor.

Anda mungkin juga menyukai