Anda di halaman 1dari 13

M. Januar Ibnu Adham., S.Pd., M.Pd.

Secara etimologis belasal dari bahasa yunani yaitu philosophia


Philo/philos/phileim : cinta/ pecinta/ mencintai
Sophia : artinya kebijakan/ kearifan/ hakikat kebenaran
 Dengan demikian philosophia secara harafiah berarti mencintai
kebijaksanaan, mencintai hikmat atau mencintai pengetahuan.
 Cinta mempunyai pengertian yang luas. Sedangkan kebijaksanaan
mempunyai arti yang bermacam-macam yang berbeda satu dari
yang lainnya.
 Istilah philosophos pertama kali digunakan oleh Pythagoras.
• Ketika Pythagoras ditanya, apakah engkau seorang
yang bijaksana?
• Dengan rendah hati Pythagoras menjawab, ‘saya
hanyalah philosophos, yakni orang yang mencintai
pengetahuan
Jadi : cinta akan kebijakan atau hakikat kebenaran
Ilmu yang paling umum serta mengandung usaha
mencari kebijakan dan cinta akan kebijakan
Nilai ideologi yang
berkembang : nazisme,
Filosof: suatu ajaran Berwujud: pandangan
fasisme, theokratisme,
atau sistem nilai hidup dan ideologi
kaitalisme,
komunisme, sosialisme
 Aliran matrealisme
 Aliran idelisme
 Aliran realisme
 Pandangan hidup
 Dasar negara
 Bersifat abstrak
 Nilai-nilai kehidupan masyarakat
a. nilai-nilai yang bersifat fundamental, universal,
mutlak, dan abadi dari
• Tuhan Yang Maha Esa yang tercermin dalam inti
kesamaan ajaranajaran
• agama dalam kitab suci.

a. nilai-nilai yang bersifat kolektif nasional yang


merupakan intisari dari
• nilai-nilai yang luhur budaya masyarkat (inti
kesatuan adat-istiadat
• yang baik) yang tersebar di seluruh nusantara.
 Ciri sistem Filsafat Pancasila itu antara lain:
1. Sila-sila Pancasila merupakan satu-kesatuan sistem yang
bulat dan utuh. Dengan kata lain, apabila tidak bulat dan
utuh atau satu sila dengan sila lainnya terpisah-pisah maka
itu bukan Pancasila.
2. Susunan Pancasila dengan suatu sistem yang bulat dan
utuh itu dapat digambarkan sebagai berikut:
 Sila 1, meliputi, mendasari dan menjiwai sila 2,3,4 dan 5;
 Sila 2, diliputi, didasari, dijiwai sila 1, dan mendasari
dan menjiwai sila 3, 4 dan 5;
 Sila 3, diliputi, didasari, dijiwai sila 1, 2, dan
mendasari dan menjiwai sila 4, 5;
 Sila 4, diliputi, didasari, dijiwai sila 1,2,3, dan
mendasari dan menjiwai sila 5;
 Sila 5, diliputi, didasari, dijiwai sila 1,2,3,4.
 Tuhan, yaitu sebagai kausa prima
 Manusia, yaitu makhluk individu dan makhluk sosial
 Satu, yaitu kesatuan memiliki kepribadian sendiri
 Rakyat, yaitu unsur mutlak negara, harus bekerja
sama dan gotong royong
 Adil, yaitu memberi keadilan kepada diri sendiri dan
orang lain yang menjadi haknya.
 berarti penjabaran nilai-nilai pancasila dalam bentuk
norma-norma, serta merealisasikannya dalam kehidupan
berBangsa dan berNegara.

 Dalam aktualisasi Pancasila ini, penjabaran nilai-nilai


Pancasila dalam bentuk norma-norma, dijumpai dalam
bentuk norma hukum, kenegaraan, dan norma-norma
moral.

 Sedangkan realisasinya dikaitkan dengan tingkah laku


semua warga negara dalam masyarakat, berBangsa dan
berNegara, serta seluruh aspek penyelenggaraan negara
Aktualisasi Pancasila secara Obyektif artinya, realisasi
penjabaran nilai-nilai Pancasila dalam bentuk norma-norma
dalam setiap aspek penyelenggaraan negara, baik dalam
bidang Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif, maupun semua
bidang kenegaraan lainnya.
 Garis-garis Besar Haluan Negara.
 Hukum, perundang-undangan dan peradilan.
 Pemerintahan.
 Politik dalam negeri dan luar negeri.
 Keselamatan, keamanan dan pertahanan.
 Kesejahteraan
 Kebudayaan
 Pendidikan dan lain sebagainya
Aktualisasi Subyektif, artinya realisasi penjabaran nilai-
nilai Pancasila dalam bentuk norma-norma ke dalam
diri setiap pribadi, perseorangan, setiap warga negara,
setiap individu, setiap penduduk, setiap penguasa dan
setiap orang Indonesia
1. Hubungan Vertikal
2. Hubungan Horizontal
3. Hubungan Ilmiah

Anda mungkin juga menyukai