Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bank adalah lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi perorangan, badan-badan
usaha swasta, badan-badan usaha milik negara, bahkan lembaga-lembaga
pemerintahan menyimpan dana-dana yang dimilikinya.
Perbankan merupakan sektor yang sangat vital dan memiliki peran yang sangat
penting dalam perekonomian nasional. Lancarnya aliran uang sangat diperlukan untuk
mendukung kegiatan perekonomian. Dengan demikian, kondisi sektor perbankan yang
sehat dan kuat penting menjadi sasaran akhir dari kebijakan moneter. Di samping itu,
perbankan merupakan alat yang sangat vital dalam menyelenggarkan transaksi
pembayaran baik nasional maupun internasional.
Bisnis perbankan merupakan bisnis yang penuh risiko, di samping menjanjikan
keuntungan yang besar jika di kelola secara baik dan hati-hati. Dikatakan sebagai bisnis
penuh risiko karena aktivitasnya sebagian besar mengandalkan dana titipan
masyarakat, baik dalam bentuk tabungan giro maupun deposito. Besarnya peran yang
diperhatikan oleh sektor perbankan, bukan berarti membuka peluang sebebas-
bebasnya bagi siapa saja untuk mendirikan, mengelola ataupun menjalankan bisnis
perbankan tanpa di dukung dengan aturan perbankan yang baik dan sehat. Pemerintah
melalui otoritas keuangan dan perbankan berwenang menetapkan aturan dan
bertanggung jawab melakukan pengawasan terhadap jalannya usaha dan aktivitas
perbankan. Oleh karenanya, kebijakan pemerintah disektor perbankan harus di arahkan
pada upaya mewujudkan perbankan yang sehat, kuat dan kokoh. Hal ini mengingat
kebijakan di bidang perbankan ini tidak lagi semata-mata memegang peranan penting
dalam pengembangan infrasturktur keuangan dalam rangka mengatasi kesenjangan
antara tabungan dan investasi, tetapi juga berperan penting dalam memelihara
kestabilan ekonomi makro melalui keterkaitannya dengan efektivitas kebijakan
moneter.
Apabila kita melihat kondisi perbankan pada era 1997-1998 yang mengalami krisis
moneter, pada pertengahan tahun 1997 krisis moneter semakin melebar menjadi krisis
perbankan. Masyarakat heboh dengan terjadinya 16 bank yang dilikuidasi. Mereka
khawatir apakah uang mereka dapat dikembalikan secara utuh atau tidak, maklum
selaku nasabah tidak mengerti apa yang mesti diperbuat. Kepercayaan masyarakat
terhadap perbankan nasional memudar. banyak dana yang hengkang dari bank–bank
lokal berpindah ke bank asing, bahkan tidak sedikit yang di bawa ke luar negeri.
Dampak selanjutnya dari keadaan tersebut akan dapat mengancam perekonomian
dan sistem perbankan nasional. Kepercayaan masyarakat akan goyah terhadap bank
atas perlindungan nasabah ketika terjadi likuidasi bank tersebut.
Apabila bank mengalami kesulitan likuiditas, kemungkinan besar terjadi efek yang
menular khususnya apabila suatu bank di-rush, yaitu dananya diambil secara besar-
besarnya oleh nasabahnya karena tidak adanya jaminan perlindungan hukum terhadap
nasabah.

1
Kemauan masyarakat untuk menyimpan dananya pada bank semata-mata dilandasi
oleh kepercayaan bahwa uangnya akan dapat diperoleh kembali pada waktunya dan
disertai imbalan bunga. Berdasarkan data-data yang diperoleh menunjukan, baik di
Indonesia maupun di Negara-negara lain bahwa ada beberapa bank yang mengalami
kesulitan dan terpaksa ditutup sehingga merugikan masyarakat, karena sebagian atau
seluruh dananya tidak dapat diperoleh kembali.
Untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional,
pemerintah mengeluarkan jaminan kewajiban pembayaran bank umum atau dikenal
dengan blanket guarantee yang merupakan financial safety net dengan keputusan
presiden Nomor 26 Tahun 1998 dan Undang-Undang No.10 Tahun 1998 (Pasal 37). Atas
dasar tersebut, penulis mencoba meneliti tentang perlindungan nasabah terhadap
likuidasi bank yang dituangkan dalam makalah yang berjudul “Perlindungan Hukum
Nasabah Terhadap Likuidasi Bank”.

1.2 Rumusan Masalah


1. Jelaskan pengertian sejarah bank ?
2. Jelaskan pengaturan perbankan ?
3. Sebutkan dan jelaskan jenis-jenis bank ?
4. Bagaimana pendirian dan likuidasi bank ?
5. Sebutkan dan jelaskan kegiatan usaha bank ?
6. Apa yang di maksud dengan aspek hukum perkreditan ?
7. Apa yang dimaksud dengan aspek hukum perbankan syariah ?
8. Apa yang dimaksud dengan aspek hukum kebank sentralan ( BI ) ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian sejarah bank
2. Untuk mengetahui pengaturan perbankan
3. Untuk mengetahui jenis-jenis bank
4. Untuk mengetahui pendirian dan likuidasi bank
5. Untuk mengetahui kegiatan usaha bank
6. Untuk mengetahui aspek hukum perkreditan
7. Untuk mengetahui aspek hukum perbankan syariah
8. Untuk mengetahui aspek hukum kebank sentralan ( BI )

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sejarah Bank

Bank diartikan sebagai lembaga keuangan yang kegiatan usahanya adalah


menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut ke
masyarakat serta memberikan jasa-jasa bank lainnya.
Pengertian bank menurut Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 bank adalah badan
usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan bentuk-bentuk lainnya
dalam rangka meningkatkan taraf  hidup rakyat banyak.
Bank ialah semua badan usaha yang bertujuan untuk menyediakan jasa-jasanya jika
terdapat permintaan atau penawaran akan kredit.
Pengertian bank pada awal di kenalnya adalah meja tempat menukar uang. Lalu
pengertian berkembang penyimpan uang dan seterusnya. Pengertian ini tidaklah salah,
karena pengertian pada saat itu sesuai dengan kegiatan bank pada saat itu. Namun
semakin modernnya perkembangnya dunia perbankan, maka pengertian bank pun
berubah pula.
Secara sederhana bank diartikan sebagai lembaga keuangan yang kegiatan usahanya
adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut ke
masyarakat serta memberikan jasa-jasa bank lainnya.
Dilihat dari asal katanya, bank berasal dari bahasa Italia “banca” yang artinya bangku.
Bangku inilah yang pada mulanya dipergunakan untuk tempat tukar menukar uang
antarpedagang dari berbagai negara. Usaha banca ini kemudian berkembang tidak
sekedar melayani tukar-menukar uang saja, tetapi juga menerima titipan uang
pedagang. Titipan ini lama-kelamaan menumpuk, sehingga banca berusaha
meminjamkannya kepada pedagang atau orang lain yang membutuhkannya. Akhirnya
usaha banca menjadi penyalur uang dari pedagang yang kelebihan uang kepada
pedagang atau orang lain yang memerlukan uang.
Banca yang semula merupakan usaha person (pribadi) kemudian dilembagakan,
sehingga muncullah lembaga keuangan yang kegiatan utamanya adalah menghimpun
dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat, serta melayani
jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang. Lembaga keuangan ini
kemudian disebut bank. Di Indonesia menurut UU No. 10 Tahun 1998, bank diartikan
sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan,
dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk lain
dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Menurut G.M. Verryn Stuart, bank adalah suatu badan yang bertujuan untuk
memuaskan kebutuhan kredit, baik dengan alat pembayarannya sendiri maupun
dengan uang yang diperolehnya dari pihak lain atau dengan jalan mengedarkan alat-alat
penukar baru berupa uang giral atau uang kartal. Sedangkan Ensiklopedia Ekonomi
Kuangan dan Perdagangan, bank adalah suatu jenis lembaga keuangan yang
melaksanakan berbagai macam jasa seperti memberikan pinjaman, mengedarkan mata

3
uang, mengawasi peredaran mata uang, bertindak sebagai tempat penyimpanan uang
atau benda-benda berharga, dan membiayai usaha-usaha perusahaan.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat dikemukakan bahwa bank adalah suatu
lembaga keuangan sebagai tempat penitipan atau pe-nyimpanan uang, penyalur atau
perantara kredit, pencipta uang giral, dan pemberi jasa dalam lalu lintas pembayaran
serta sebagai pengedar uang.

Sejarah bank
Usaha perbankan itu sendiri dimulai dari zaman Babylonia, dilanjutkan ke zaman
Yunani Kuno dan Romawi. Kegiatannya semula hanya sebatas kegiatan menukarkan
uang, yang pada saat itu hanya dilakukan antarkerajaan. Kemudian dalam
perkembangan selanjutnya, kegiatan perbankan berkembang menjadi tempat penitipan
uang dan tempat peminjaman uang. Bank-bank yang sudah terkenal saat itu
adalah Bank Venesia di Benua Eropa tahun 1171, kemudian menyusul Bank of
Genos dan Bank of Barcelona tahun 1320.
Perbankan di Indonesia berkembang sejak zaman Belanda. Lembaga bank kali
pertama didirikan di Batavia pada tanggal 10 Oktober 1827 yang bernama De Javasche
Bank. Tujuan didirikannya lembaga perbankan ini adalah untuk meningkatkan
perekonomian orang-orang Belanda yang berada di Indonesia. Seiring
perkembangan De Javasche Bank, bermunculan bank-bank yang dikelola oleh swasta,
seperti bank Escomto,Rotterdamsche Bank, Nederland Handelsbank, dan Internatio.
Bank-bank tersebut bertujuan untuk membantu membiayai kegiatan ekspor dan impor.
Pada tahun 1896, seorang penduduk pribumi yaitu patih dari Purwokerto yang
bernama R. Aria Wirya Atmaja mendirikan bank yang diberi nama Bank Penolong dan
Tabungan (Hulp en Spaar Bank). Tujuan didirikannya bank tersebut adalah untuk
membantu para anggotanya agar terhindar dari para rentenir dan tengkulak yang sering
memeras.
Bank Penolong dan Tabungan ternyata berkembang sangat pesat. Akhirnya oleh
pemerintah Belanda, Bank Penolong dikembangkan lagi dan diberi nama Hulp Spaar en
Hanbow Credit Bank dan selanjutnya namanya diganti menjadi Algemene Volks Credit
Bank. Kemudian, namanya berubah lagi menjadi Bank Rakyat Indonesia. Begitu juga De
Javasche Bank, setelah Indonesia merdeka namanya diganti menjadi Bank Indonesia
(1951).
Di zaman kemerdekaan perbankan di Indonesia bertambah maju dan berkembang
lagi. Beberapa bank Belanda dinasionalisir oleh pemerintah Indonesia. Bank-bank yang
ada di zaman awal kemerdekaan, antara lain:
1. Bank Negara Indonesia yang didirikan tanggal 5 Juli 1946 kemudian menjadi
BNI 1946.
2. Bank Rakyat Indonesia yang didirikan tanggal 22 Februari 1946. Bank ini
berasal dari DE ALGEMENE VOLKCREDIET bank atau Syomin Ginko.
3. Bank Surakarta MAI (Maskapai Adil Makmur) tahun 1945 di Solo.
4. Bank Indonesia di Palembang tahun 1946.
5. Bank Dagang Nasional Indonesia tahun 1946 di Medan.
6. Indonesia Banking Corporation tahun 1946 di Yogyakarta, kemudian menjadi
Bank Amerta.
7. NV Bank Sulawesi di Manado tahun 1946.
8. Bank Dagang Indonesia NV di Banjarmasin tahun 1949.

4
2.2 Pengertian Perbankan

Pengaturan perbankan di Indonesia memiliki beberapa fungsi utama :

Pertama : Untuk tujuan moneter, pengaturan perbankan diarahkan untuk tujuan moneter,
ditujukan untuk mendorong stabilitas moneter di Indonesia. Hal ini mengingat masih
dominannya perbankan sebagai sumber pembiayaan investasi.

Kedua : Untuk tujuan pengawasan terhadap industri perbankan. Pengaturan perbankan


untuk tujuan pengawasan adalah dalam rangka menjaga keamanan dan kesehatan bank
maupun kesehatan system keuangan secara keseluruhan, melindungi nasabah, dan menjaga
stabilitas pasar uang serta mendorong system perbankan yang efisien dan kompetitif.

Ketiga : untuk tujuan pembangunan. Pengaturan perbankan untuk tujuan pencapaian


program pembangunan diarahkan agar perbankan nasional dapat mengatasi masalah-
masalah ekonomi pada masa pembangunan.    

Kewenangan Pengaturan dan Pengawasan Bank

Pengaturan dan pengawasan bank oleh OJK meliputi wewenang sebagai berikut: 

1. Kewenangan memberikan izin (right to license), yaitu kewenangan untuk menetapkan


tatacara perizinan dan pendirian suatu bank. Cakupan pemberian izin oleh OJK meliputi
pemberian izin dan pencabutan izin usaha bank, pemberian izin pembukaan, penutupan dan
pemindahan kantor bank, pemberian persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank,
pemberian izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu.
2. Kewenangan untuk mengatur (right to regulate), yaitu kewenangan untuk menetapkan
ketentuan yang menyangkut aspek usaha dan kegiatan perbankan dalam rangka
menciptakan perbankan sehat yang mampu memenuhi jasa perbankan yang diinginkan
masyarakat.
3. Kewenangan untuk mengawasi (right to control), yaitu kewenangan melakukan
pengawasan bank melalui pengawasan langsung (on-site supervision) dan pengawasan tidak
langsung (off-site supervision). Pengawasan langsung dapat berupa pemeriksaan umum dan
pemeriksaan khusus,yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang keadaan
keuangan bank dan untuk memantau tingkat kepatuhan bank terhadap peraturan yang
berlaku serta untuk mengetahui apakah terdapat praktik-praktik yang tidak sehat yang
membahayakan kelangsungan usaha bank. Pengawasan tidak langsung yaitu pengawasan
melalui alat pemantauan seperti laporan berkala yang disampaikan bank,laporan hasil
pemeriksaan dan informasi lainnya. Dalam pelaksanaannya, apabila diperlukan OJK dapat
melakukan pemeriksaan terhadap bank termasuk pihak lain yang meliputi perusahaan induk,
perusahaan anak, pihak terkait, pihak terafiliasi dan debitur bank. OJK dapat menugasi pihak
lain untuk dan atas nama OJK melaksanakan tugas pemeriksaan.
4. Kewenangan untuk mengenakan sanksi (right to impose sanction), yaitu kewenangan
untuk menjatuhkan sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan terhadap bank

5
apabila suatu bank kurang atau tidak memenuhi ketentuan. Tindakan ini mengandung unsur
pembinaan agar bank beroperasi sesuai dengan asas perbankan yang sehat.

2.3 Jenis-jenis Bank

Pengertian bank secara umum ialah suatu badan usaha yang mempunyai wewenang
serta fungsi menghimpun dana dari masyarakat umum dalam bentuk simpanan lalu
kemudian menyalurkannya kembali dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya
sebagai rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Bank terdiri dari berbagai macam golongan yang dibagi berdasarkan kegiatan
usahanya, bentuk badan hukumnya, pendirian dan kepemilikannya, serta target pasarnya

Sebelum diberlakukannya UU No.7 Tahun 1992, bank digolongkan berdasarkan jenis


kegiatan usahanya menjadi bank tabungan, bank pembangunan, dan bank ekspor impor.

Namun, setelah undang-undang tersebut berlaku maka jenis bank yang diakui secara
resmi hanya terdiri dari dua jenis yakni, Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR).

Selain itu, jenis-jenis bank juga dapat dibedakan dari fungsi dan kepemilikan bank
tersebut. Dilihat dari segi fungsi, perbedaannya terletak pada luasnya aktivitas atau jumlah
produk yang ditawarkan serta seberapa luas jangkauan wilayah operasinya.

Jenis-jenis Bank Berdasarkan Fungsinya

1. Bank Sentral

Ialah bank yang didirikan berdasarkan UU No.13 Tahun 1968 yang mempunyai tugas
sebagai berikut:

1. Mengatur peredaran uang.


2. Mengatur perbankan.
3. Mengatur perkreditan.
4. Mengatur pengarahan dana-dana.
5. Menjaga stabilitas mata uang.
6. Mengajukan percetakan/penambahan mata uang, dsb.

Bank sentral hanya ada satu yang mana dijadikan sebagai pusat dari seluruh bank yang
terdapat di Indonesia. Contoh bank sentral ialah Bank Indonesia dengan alamat situs
resminya.

6
Tugas Bank Sentral

1. Melaksanakan dan menetap kebijakan moneter.


2. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran.
3. Mengatur dan mengawasi kinerja bank-bank.

2. Bank Umum

Ialah lembaga keuangan yang menawarkan berbagai macam layanan produk serta
jasa kepada masyarakat misalnya menghimpun dana dari masyarakat secara langsung,
memberikan kredit pinjaman, jual beli valas, menjual jasa asuransi, jasa giro, jasa cek, serta
menerima penitipan barang berharga dan lain-lain.

Tugas Bank Umum

1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan.


2. Menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk pinjaman.
3. Menerbitkan uang melalui pembayaran kredit dan investasi.
4. Menawarkan jasa-jasa keuangan seperti kartu kredit, cek perjalanan, ATM, transfer
uang antar bank, dan lain sebagainya.
5. Menyediakan fasilitas untuk perdagangan antar negara/internasional.
6. Melayani penyimpanan barang berharga.

3. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

Ialah bank penunjang yang mempunyai keterbatasan wilayah operasional dan dana
yang dipunyai berikut layanan yang juga terbatas.

BPR juga memberikan kredit kepada masyarakat namun dalam jumlah yang terbatas,
menerima simpanan masyarakat baik dalam bentuk tabungan, sertifikat Bank Indonesia,
deposito berjangka, atau sertifikat deposito, dll.

Tugas BPR

Sama dengan tugas bank umum hanya saja berbeda pada ruang lingkup wilayah
operasinya saja.

Jenis-jenis Bank Berdasarkan Kepemilikannya

1. Bank Milik Pemerintah

Ialah bank yang mana akta pendiriannya serta modalnya dimiliki oleh pemerintah
sehingga seluruh laba perusahaan bank tersebut dimiliki oleh pemerintah pula. Contohnya
ialah Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan Bank Mandiri.

7
Selain itu, ada juga bank milik pemerintah daerah yang berlokasi di daerah tingkat I
dan tingkat II di masing-masing provinsi.

Contoh bank pemda ini ialah Bank Kalsel yang mana merupakan milik dari
pemerintah daerah Kalimantan Selatan, dll.

2. Bank Milik Swasta Nasional

Ialah bank yang seluruh atau sebagian besar sahamnya dipunyai oleh swasta
nasional. Akte pendirian menunjukan kepemilikan oleh swasta begitupun dengan
pembagian laba yang teruntuk pihak swasta yang bersangkutan.

Contoh bank ini antara lain: Bank Muamalat, BCA, Bank Danamon, Bank Niaga, Bank
Bumi Putra dan lain sebagainya.

3. Bank Milik Koperasi

Ialah bank yang kepemilikan sahan-sahamnya dipunyai oleh badan hukum koperasi.
Contohnya ialah Bank Umum Koperasi Indonesia.

4. Bank Milik Campuran

Ialah bank yang kepemilikan sahamnya bercampur antara pihak asing dan pihak
swasta nasional. Saham bank ini sebagian besar dimiliki oleh warga negara Indonesia.

Contoh bank ini ialah Sumitono Niaga Bank, Bank Sakura Swadarma, Inter Pacific
Bank, Ing Bank, dan lain-lain.

5. Bank Milik Asing

Ialah bank yang kepemilikannya dipunyai oleh pihak luar negeri. Bank ini umumnya
merupakan cabang dari bank tertentu dari luar negeri baik milik swasta asing ataupun
pemerintah asing. Contoh bank ini ialah ABN AMRO Bank, City Bank, dan lain-lain.

Jenis-jenis Bank Berdasarkan Statusnya

1. Bank Devisa

Yakni bank yang mampu melaksakan transaksi ke luar negeri atau secara umum
kegiatan apapun yang berhubungan dengan mata uang asing.

Misalnya, melakukan transfer ke luar negeri, inkaso ke luar negeri, traveller cheque,
pembukaan atau pembayaran Letter of Credit serta aktivitas lainnya.

8
Persyaratan suatu bank memiliki status sebagai bank devisa ditentukan oleh Bank
Indonesia.

2. Bank Non-Devisa

Yakni bank yang belum mempunyai izin untuk melakukan kegiatan transaksi
layaknya bank devisa. Jadi, bank non-devisa hanya melakukan kegiatan transaksi hanya
dalam batas-batas wilayah negara yang terbatas.

Jenis-jenis Bank Berdasarkan Kegiatan Operasionalnya

1. Bank Konvensional

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata “konvensional” berarti “menurut apa
yang sudah menjadi kebiasaan”.

Sementara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata “konvensional” berarti
“berdasarkan kesepakata umum” seperti adat, kelaziman, atau kebiasaan.Jadi berdasarkan
pengertian tersebut, maka bank konvensional ialah bank yang dalam kegiatan
operasionalnya menerapkan metode bunga. Contoh bank konvensional ialah bank umum
dan BPR.Sebab metode bunga sudah ada terlebih dahulu serta sudah menjadi kebiasaan
dan telah digunakan secara luas dibanding metode lain seperti metode bagi hasil.

Bank konvensional umumnya beroperasi dengan menawarkan berbagai macam produk atau
jasa seperti

1. Untuk menghimpun dana antara lain tabungan, simpanan giro, simpanan deposito;
2. Untuk menyalurkan kembali dana yang terhimpun dengan memberikan kredit baik
kredit investasi, kredit modal kerja, maupun kredit konsumtif.
3. Melayani jasa keuangan antara lain, inkaso, kliring, LoC serta jasa lainnya seperti jual
beli surat berhara, wali amanat, penjamin emisi, perdagangan efek, atau bank draft.

Dana yang diperoleh oleh bank konvensinal bisa didapat dari pihak luar seperti misalnya dari
nasabah berupa rekening giro, deposit on call, saham, obligasi, sertifikat deposito, atau dana
transfer.

Sumber-sumber di atas merupakan sumber pendapatan bank yang paling besar yang mana
kemudia dialokasi sebagai cadangan primer, cadangan sekunder, untuk kredit atau investasi.

2. Bank Syariah

Yaitu bank yang dalam kegiatan operasinya sesuai dengan prinsip-prinsip syariah
dalam Islam terutama mengenai tata cara bermuamalah.

9
Sejak tahun 1990-an, bank syariah mulai muncul di Indonesia. Salah satu pemrakarsa
dari pendirian bank syariah sendiri ialah dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) yakni pada
tanggal 18-20 Agustus 1990.

Falsafah dasar beroperasinya bank syariah ialah efesiensi, keadilan, dan


kebersamaan yang mana ketiganya menjadi jiwa dalam seluruh kegiatan transaksi.

Efisiensi mengacu pada prinsip saling bantu membantu untuk memperoleh


keuntungan sebesar mungkin secara sinergis.

Keadilan mengacu pada hubungan yang ikhlas tanpa kecurangan serta dengan persetujuan
yang matang.

Kebersamaan mengacu pada prinsip saling menawarkan bantuan serta nasihat


sehingga terciptanya peningkatan produktivitas.

Kegiatan bank syariah dalam segi penentuan harga sangat jauh berbeda dengan
bank konvensional.

Penentuan harga oleh bank syariah berdasarkan pada kesepakatan bank dengan
nasabah penyimpan dana sesuai dengan jangka waktu dan jenis simpanan.

Dari kedua hal tersebut itulah yang kemudian mempengaruhi besar kecilnya porsi
bagi hasil yang akan diterima oleh nasabah penyimpan dana.

Prinsip-prinsip muamalah yang berlaku pada bank syariah secara umum ialah sebagai
berikut:

1. Pembiayaan berdasar pada prinsip bagi hasil berakad mudharabah.


2. Pembiayaan berdasar pada prinsip penyertaan modal berakad musyarakah.
3. Prinsip jual beli barang dengan memperoleh laba berakad murabahah.
4. Dalam seluruh kegiatan operasionalnya, bank syariah selalu mengacu pada Al-Qur’an
dan Hadits. Bank syariah mengharamkan penggunaan produk yang berdasarkan
metode bunga yang merupakan riba.

2.4 Pendirian Dan Likuidasi Bank

Bank sebagai suatu badan usaha yang mempunyai kegiatan usaha menghimpun
dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam berbagai
bentuknya, sudah tentu membutuhkan persyaratan dalam melaksanakan kegiatan
usahanya.

10
Untuk maksud tersebut dalam Undang-Undang Perbankan telah sedemikian rupa
diatur diatur mengenai perizinan untuk menjalankan bank sebagaimana ditentukan dalam
pasal 16 Ayat (1), (2), dan (3) yaitu :

“Setiap pihak yang melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha sebagai Bank Umum atau Bank
Pekreditan Rakyat dari pimpinan Bank Indonesia, kecuali apabila kegiatan menghimpun
dana dari masyarakat dimaksud diatur dengan undang-undang tersendiri.”

Pasal 16 Ayat (1) :


“Untuk memperoleh izin usaha Bank Umum dan Bank Pekreditan Rakyat sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), wajib dipenuhi persyaratan sekurang-kurangnya tentang :
 Susunan organisasi dan kepengurusan.
 Permodalan.
 Kepemilikan.
 Keahlian di bidang perbankan.
 Kelayakan rencana kerja.”

Pasal 16 Ayat (3) :


“Persyaratan dan tata cara perizinan bank sebagaimana dimaksud dalam Ayat (2) ditetapkan
oleh Bank Indonesia.”
                               
Dari pasal di atas dapat dikemukakan bahwa pokok-pokok ketentuan yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia memuat antara lain :
a. Persyaratan untuk menjad pengurus bank antara lain menyangkut keahlian di bidang
perbankan dan konduite yang baik.
b.  Larangan adanya hubungan keluarga di antara pengurus bank.
c.  Modal disetor minimum untuk pendirian Bank Umum dan Bank Pekreditan Rakyat
d.  Batas maksimum kepemilikan dan kepengurusan
e.  Kelayakan rencana kerja
f.   Batas waktu pemberian izin pendirian bank.
                                    
B.     PENDIRIAN BANK UMUM
            Bank Umumdapatdidirikandanmenjalankanusahanyadenganizin Bank Indonesia
selaku Bank Sentral. Pemberianizinuntukmendirikan Bank Umum dilakukan melalui 2
tahapan. Pertama, tahap persetujuan untuk melakukan persiapan Pendirian Bank yang
bersangkutan. Tahap kedua berupa pemberian izin usaha yakni izin yang diberikan untuk
melakukan kegiatan usaha setelah persiapan selesai dilakukan. Selama belum mendapat izin

11
usaha, pihak yang mendapat persetujuan prinsip tidak diperkenankan untuk melakukan
kegiatan usaha apapun di bidang perbankan.
            Penjelasan secara rinci untuk pendirian bank umum dijabarkan dalam Peraturan Bank
Indonesia Nomor : 11/1/PBI/2009 Tentang Bank Umum, yaitu:
Pasal 4
(1) Bank hanya dapat didirikan dan melakukan kegiatan usaha dengan izin Gubernur Bank
Indonesia.
(2) Pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam 2 (dua) tahap:
a. Persetujuan prinsip, yaitu persetujuan untuk melakukan persiapan pendirian Bank; dan
b. Izin usaha, yaitu izin yang diberikan untuk melakukan kegiatan usaha Bank setelah persiapan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a selesai dilakukan.

Pasal  5
Modal disetor untuk mendirikan Bank ditetapkan paling kurang sebesar
Rp3.000.000.000.000,00 (tiga triliun rupiah).
Pasal 6
(1) Bank hanya dapat didirikan dan/atau dimiliki oleh:
            a. warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia; atau
            b.warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia dengan warga negara asing
dan/atau badan hukum asing secara kemitraan.
(2) Kepemilikan oleh warga negara asing dan/atau badan hukum asing sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b paling banyak sebesar 99% (sembilan puluh sembilan
persen) dari modal disetor Bank.

C.    PENDIRIAN BANK PEKREDITAN RAKYAT


                        Bank Perkreditan Rakyat atau yang selanjutnya di singkat BPR menurut Peraturan
Bank Indonesia adalah Bank Perkreditan Rakyat yg melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional.
Dasar hukum pendirian BPR adalah Peraturan Bank Indonesia No 8/26/PBI/2006
tentang Bank Perkreditan Rakyat pasal 3.
Sebagaimana pendirian bank umum, maka dalam pendirian BPR diperlukan adanya
izin prinsip dan izin usaha dari pimpinan BI. Permohonan izin prinsip untuk BPR wajib
memenuhi persyaratan tertentu sebagai mana ditentukan dalam pasal 6 Surat Keputusan
Direksi Bank Indonesia No. 32/35/KEP/DIR tentang BPR, serta melampirkan :

12
1. Rancangan  akta pendirian badan hukum, termasuk rancangan anggaran dasar badan
hukum yang telah disahkan oleh instansi yang berwenang
2. Data kepemilikan berupa: daftar pemegang saham berikut rincian besarnya masing
masing kepemilikan saham bagi bank yang berbentuk hukum Perseroan
Terbatas/perusahaan daerah, dan daftar calon anggota berikut rincian jumlah
simpanan pokok dan simpanan wajib, serta daftar hibah bagi bank yang berbentuk
hukum koperasi.
3. Daftar susunan Dewan Komisaris dan Direksi
4. Rencana dan susunan organisasi
5. Rencana kerja untuk tahun pertama, yang memuat: hasil penelaahan mengenai
peluang pasar, dan potensi ekonomi; rencana kegiatan usaha yg mencakup
penghimpunan dan penyaluran dana serta langkah-langkah kegiatan yg akan
dilakukan dalam mewujudkan rencana tersebut; rencana kebutuhan pegawai; dan
proyeksi arus kas bulanan selama 12 bulan serta proyeksi neraca dan perhitungan
laba rugi
6. Bukti pelunasan modal sekurang kurangnya sebesar 30% dalam bentuk fotokopi
bilyet deposito pada Bank Umum di Indonesia dan atas nama Direksi Bank Indonesia
salah seorang calan pemilik BPR yang bersangkutan.
7. Surat pernyataan dari calon pemegang saham bagi bank yang berbentuk hukum
Perseroan Terbatas/Perusahaan Daerah atau dari calon anggota bagi bank yang
berbentuk hukum koperasi, bahwa pelunasan modal disetor tidak berasal dari
pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari bank dan/atau pihak
lain di Indonesia atau tidak berasal dari kegiatan yang melanggar hukum.

Hal-hal yang diuraikan diatas merupakan persyaratan yang wajib dipenuhi  oleh
pemohon dalam rangka permohonannya untuk memperoleh izin prinsip, dan BI
berkewajiban untuk menangani permohonan tersebut apabila kelengkapan persyaratan dari
pemohon telah dipenuhi. Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 60 hari sejak dokumen
permohonan diterima secara lengkap dituntut harus memberikan pernyataan atas
permohonan persetujuan prinsip tersebut baik disetujui maupun ditolak.
Sedangkan untuk memperoleh izin usaha BPR, maka permohonan yang diajukan oleh
si pemohon harus memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam pasal 9 Surat
Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/35/KEP/DIR tentang BPR, yaitu:
1. Akta pendirian badan hukum, termasuk anggaran dasar badan hukum yang telah
disahkan oleh instansi yang berwenang

13
2. Data kepemilikan berupa: daftar calon pemegang saham berikut rincian besarnya
masing-masing kepemilikan saham bagi bank yang berbentuk hukum Perseroan
Terbatas/Perusahaan Daerah, dan daftar calon anggota berikut rincian jumlah
simpanan pokok dan simpanan wajib serta daftar hibah bagi bank yang berbentuk
hukum koperasi.
3. Daftar susunan Dewan Komisaris dan Direksi
4. Susunan organisasi serta sistem dan prosedur kerja termasuk susunan personalia
5. Bukti pelunasan modal disetor dalam bentuk fotokopi bilyet deposito
6. Bukti kesiapan operasional antara lain berupa: daftar aktiva tetap dan inventaris;
bukti penguasaan gedung berupa bukti kepemilikan dan atau perjanjian sewa
menyewa gedung kantor; foto gedung kantor dan tata letak ruangan; contoh
formulir/warkat yang akan digunakan untuk operasional bank; NPWP dan Tanda
Daftar Perusahaan
7. Surat pernyataan dari pemegang saham bagi bank yang berbentuk hukum Perseroan
Terbatas/Perusahaan Daerah atau dari calon anggota bagi bank yang berbentuk
hukum koperasi, bahwa pelunasan modal tersebut tidak berasal dari pinjaman atau
fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari bank dan/atau pihak lain di
Indonesia, juga tidak berasal dari dan untuk tujuan pencucian uang
8. Surat pernyataan tidak merangkap jabatan dari anggota dewan komisaris sebagai
anggota dewan komisaris pada lebih dari tiga bank lain atau sebagai anggota direksi
pada bank umum
9. Surat pernyataan tidak merangkap jabatan dari anggota direksi sebagai anggota
komisaris, direksi atau pejabat eksekutif lainnya pada lembaga perbankan,
perusahaan, atau lembaga lain
10. Surat pernyataan dari anggota dewan komisaris dan anggota direksi bahwa yang
bersangkutan tidak bersedia menjadi direksi selama sekurang-kurangnya 3 tahun
sejak BPR beroperasi dan tidak akan mengundurkan diri, kecuali mendapat
persetujuan terlebih dahulu dari BI
11. Surat pernyataan dari anggota direksi bahwa yang bersangkutan tidak mempunyai
hubungan keluarga dengan anggota direksi lainnya dalam hubungan sebagai orang
tua termasuk mertua, anak termasuk menantu, saudara kandung termasuk ipar dan
suami istri, juga dengan dewan komisaris dalam hubungan sebagai orangtua, anak
dan suami istri.

14
   PENCABUTAN IZIN USAHA DAN LIKUIDASI BANK
            Pencabutan izin usaha suatu bank merupakan tindakan yang amat menyakitkan guna
mengeluarkan suatu bank yang sedang dalam kesulitan yang membahayakan kelangsungan
usahanya dan tidak dapat dilaksanakan lagi, yang harus di keluarkan dari sistem perbankan
(exit policy).[5]
            Sesuai dengan kewenangan yang di berikan kepada Bank Indonesia secara
atribusi,bank indonesia dapat mencabut usaha suatu bank yang mengalami kesulitan yang
membahayakan sistem perbankan.Pencabutan izin usaha suatu bank oleh bank indonesia
merupakan tindakan trakhir bila kesulitan yang dihadapi bank yang bersangkutan tidak
dapat di atasi lagi.
            Ketentuan dalam Pasal 37 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 menetapkan dua
alasan hukum yang memungkinkan suatu bank dicabut izin usahanya oleh Bank Indonesia,
yaitu :
a) Apabila menurut penilaian Bank Indonesia keadaan suatu bank membahayakan
sistem perbankan; atau
b) Apabila menurut penilaian Bank Indonesia suatu bank mengalami kesulitan yang
membahayakan kelangsungan usahanya dan tindakan untuk mengatasinya belum
cukup untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi oleh bank.

Berdasarkan salah satu alasan hukum tersebut, Bank Indonesia dapat mencabut izin
usaha suatu bank dan kemudian memerintahkan direksi bank yang dicabut izin usahanya
tersebut untuk segera membubarkan badan hukum dan melikuidasi bank yang
bersangkutan.
Likuidasi bank merupakan kelanjutan dari pelaksanaan pencabutan ijin usaha bank.
Likuidasi bank dilakukan dengan cara:
1. Pencairan harta dan atau penagihan piutang kepada para debitur, diikuti dengan
pembayaran kewajiban bank kepada para kreditur dari hasil pencairan dan atau
penagihan tersebut; atau
2. Pengalihan seluruh harta dan kewajiban bank kepada pihak lain yang disetujui oleh BI.

Likuidasi bank adalah merupakan tindakan penyelesaian seluruh hak dan kewajiban
bank sebagai akibat pencabutan izin usaha dan pembubaran badan hukum bank. Jadi,
likuidasi bank bukanlah sekedar pencabutan izin usaha dan pembubaran badan hukum

15
bank, tetapi berkaitan dengan proses penyelesaian segala hak dan kewajiban dari suatu
bank yang dicabut izin usahanya.[6]
Sebagai akibat dari likuidasi terhadap bank nasional swasta terdapat pihak yang
menderita atau dirugikan yaitu :[7]
1.      Nasabah Deposan

Uang simpanan deposan dalam berbagai bentuk seperti giro, tabungan,deposito, dan
lain lain terancam keselamatannya. Ketika bank – bank tersebut dilikuidasi, pemerintah (BI)
mengumumkan bahwa deposan hanya diperbolehkan mengambil simpanannya paling
banyak Rp.20 juta, sedangkan sisanya menunggu pemberitahuan lebih lanjut (menunggu
ketentuan dari tim likuidasi bank yang akan dibentuk).
2.      Nasabah Kredit

Sebagian dari nasabah kredit ini sudah menandatangani perjanjian kerja kredit (PK)
namun sebelum seluruh pinjamannya dicairkan atau ditarik oleh nasabah. Hal ini
disebabkan oleh adanya klausul dalam PK pencairan nasabah kredit dilakukan secara
bertahap, disesuaikan dengan proyek yang dibiayai kredit bank.

Adapun calon dari Tim Likuidasi wajib terlebih dahulu memperoleh persetujuan Bank
Indonesia. Kemudian pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999 menyatakan
bahwa apabila Rapat Umum pemegang saham tidak dapat diselenggarakan dalam jangka
waktu 60 (enam puluh) hari sejak tanggal pencabutan izin usaha, atau dapat
diselenggarakan namun tidak berhasil memutuskan pembubaran badan hukum bank dan
pembentukan Tim Likuidasi, Pimpinan Bank Indonesia meminta kepada Pengadilan untuk
mengeluarkan penetapan yang berisi :

a.       pembubaran badan hukum bank;

b.      penunjukan Tim Likuidasi;

c.       perintah pelaksanaan likuidasi sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini;

d.      perintah agar Tim Likuidasi mempertanggungjawabkan pelaksanaan likuidasi kepada Bank


Indonesi

Berikut beberapa yang menjadi tugas atau kewajiban dari Tim Likuidasi di antaranya
adalah :
1. Mendaftarkan dalam Daftar Perusahaan dan di Panitera Pengadilan Negeri yang
meliputi tempat kedudukan bank yang bersangkutan mengenai pembubaran badan

16
hukum bank dan pembubaran badan hukum ini diumumkan dalam Berita Negara
Republik Indonesia dan 2 (dua) surat kabar harian yang mempunyai peredaran luas
dan diberitahukan kepada instansi yang berwenang dalam jangka waktu 7 (tujuh)
hari terhitung sejak tanggal pembentukan Tim Likuidasi;
2. Melakukan kepengurusan bank;
3. Melakukan inventarisasi kekayaan dan kewajiban bank dalam likuidasi serta
bertanggung jawab terhadap kekayaan bank tersebut;
4. Melakukan likuidasi aset melalui pencairan harta dan atau penagihan piutang
kepada para debitur;
5. Membuat perencanaan serta melakukan pembayaran ataupun pemenuhan
kewajiban bank kepada kreditur maupun pihak ketiga lainnya dari hasil pencairan
dan atau penagihan piutang bank tersebut;
6. Meminta akuntan publik independen untuk melakukan audit atas neraca penutupan
pertanggal pencabutan izin usaha yang belum diaudit;
7. Menyusun neraca verifikasi;
8. Melakukan pengalihan seluruh harta dan kewajiban bank kepada pihak lain apabila
disetujui oleh Bank Indonesia;
9. Menyusun Neraca Akhir Likuidasi;
10. Membagikan sisa harta kepada para pemegang saham;

Status hukum badan yang dilikuidasi hapus sejak tanggal pengumuman berakhirnya
likuidasi dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana hal ini di atur pada Pasal 21
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999. Mengacu pada ketentuan ini, maka status
hukum dari BDL adalah masih tetap berbadan hukum hingga berakhirnya likuidasi. Namun
meskipun masih berbadan hukum, akan tetapi BDL sudah tidak dapat lagi menjalankan
kegiatan usahanya sebagai bank.

2.5 kegiatan usaha bank


Kegiatan usaha yang boleh, bahkan sebagiannya harus dilakukan
oleh Bank, telah diatur secara rinci dalam berbagai peraturan
perundang-undangan. Aturan yang paling pokok adalah yang
termuat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun
1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 1998. Aturan penting lainnya termuat
dalam berbagai Peraturan Bank Indonesia (PBI) dan Surat Keputusan
Direksi Bank Indonesia (SK DIR BI). Uraian berikut diambil dari
publikasi Bank Indonesia, yaitu: Booklet Perbankan Indonesia
Edisi Tahun 2007.
17
a. Kegiatan Usaha Bank Umum Konvensional

1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito


berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan
itu;
2. Memberikan kredit;
3. Menerbitkan surat pengakuan hutang;
4. Membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan
atas perintah nasabahnya: Surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang
masa berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan surat-surat
dimaksud;Surat pengakuan hutang dan kertas dagang lainnya yang masaberlakunya tidak lebih
lama daripada kebiasaan dalamperdagangan surat-surat dimaksud; Kertas perbendaharaan
negara dan surat jaminan pemerintah; Sertifikat Bank Indonesia (SBI); Obligasi;Surat dagang
berjangka waktu sampai dengan 1(satu) tahun; 100 BANK BERSUBSIDI BEBANI
RAKYAT Instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun.
5. Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan
nasabah;
6. Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkandana kepada bank
lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek
atau sarana lainnya;
7. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan
dengan atau antar pihak ketiga;
8. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga;
9. Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu
kontrak;
10. Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnyadalam bentuk
surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek;
11. Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanat;
12. Menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lainberdasarkan Prinsip
Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh BI;
13. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan
dengan Undang-undang tentang Perbankan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
14. Melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan
oleh BI;
15. Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan lain di bidang
keuangan, seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi, serta lembaga
kliring Ketentuan Perbankan Saat Ini 101 penyelesaian dan penyimpanan, dengan memenuhi
ketentuan yang ditetapkan oleh BI;
16. Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan
kredit atau kegagalan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, dengan syarat harus
menarik kembali penyertaannya, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh BI; dan
17. Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pensiun sesuai dengan
ketentuan dalam peraturan perundangundangan dana pensiun yang berlaku.

b. Kegiatan Usaha Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah

18
1. Melakukan penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuksimpanan dan investasi,
antara lain : Giro berdasarkan pinsip wadi’ah,Tabungan berdasarkan prinsip wadi’ah dan
atau mudharabah, Deposito berjangka berdasarkan prinsip mudharabah.
2. Menyalurkan dana melalui: Prinsip jual beli berdasarkan akad meliputi: murabahah,
istishna, salam;
3.  Prinsip bagi hasil berdasarkan akad antara lain: mudharabah,musyarakah;
4.  Prinsip sewa menyewa berdasarkan akad antara lain: ijarah, ijarah muntahiya bittamlik;
5.  Prinsip pinjam meminjam berdasarkan akad qardh
6.  Melakukan pemberian jasa pelayanan perbankan berdasarkan akad antara lain: wakalah,
hawalah, kafalah, rahn;
7. Membeli, menjual dan/atau menjamin atas risiko sendiri suratsuratberharga pihak ketiga
yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata (underlying transaction) berdasarkan Prinsip
Syariah; 102 BANK BERSUBSIDI BEBANI RAKYAT
8. Membeli surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah yang diterbitkan oleh Pemerintah
dan/atau BI;
9. Menerbitkan surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah;
10. Memindahkan uang untuk kepentingan sendiri dan/atau nasabah berdasarkan Prinsip
Syariah;
11. Menerima pembayaran tagihan atas surat berharga yang diterbitkan dan melakukan
perhitungan dengan atau antar pihak ketiga berdasarkan Prinsip Syariah;
12. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat-suratberharga berdasarkan
prinsip wadi’ah yad amanah;
13. Melakukan kegiatan penitipan termasuk penatausahaannya untuk kepentingan pihak lain
berdasarkan suatu kontrak dengan prinsip wakalah;
14. Memberikan fasilitas letter of credit (L/C) berdasarkan PrinsipSyariah;
15. Memberikan fasilitas garansi bank berdasarkan Prinsip Syariah;
16. Melakukan kegiatan usaha kartu debet, charge card berdasarkan Prinsip Syariah;
17. Melakukan kegiatan wali amanat berdasarkan akad wakalah;
18. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan Bank sepanjang disetujui oleh Bank
Indonesia dan mendapatkan fatwa Dewan Syariah Nasional.
19. Melakukan kegiatan dalam valuta asing berdasarkan akad sharf;
20. Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan lain dibidang
keuangan berdasarkan Prinsip Syariah seperti sewa guna usaha, modal ventura,
perusahaan efek, asuransi serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan;
21. Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara berdasarkan Prinsip Syariah untuk
mengatasi akibat kegagalan pembiayaan dengan syarat harus menarik kembali
penyertaannya dengan ketentuan sebagaimana ditetapkan oleh Bank Indonesia;
dan Ketentuan Perbankan Saat Ini 103
22. Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pensiun berdasarkan Prinsip
Syariah sesuai ketentuan dalam perundang-undangan dana pensiun yang berlaku.
23. Bank Syariah dalam melaksanakan fungsi sosial dapat bertindak sebagai penerima dana
sosial antara lain dalam bentuk zakat, infaq, shadaqah, waqaf, hibah dan
menyalurkannya sesuai Syariah atas nama Bank atau lembaga amil zakat yang
ditunjuk oleh pemerintah.

c. Kegiatan Usaha BPR Konvensional

19
1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito
berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;
2. Memberikan kredit;
3. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito
berjangka, sertifikat deposito dan/atau tabungan pada bank lain

d. Kegiatan Usaha BPR Syariah

1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk antara lain: Tabungan berdasarkan


prinsip wadi’ah atau mudharabah;
2. Deposito berjangka berdasarkan prinsip mudharabah; dan atau
3. Bentuk lain yang menggunakan prinsip wadi’ah atau mudharabah.
4. Menyalurkan dana dalam bentuk antara lain:
5. Transaksi jual beli berdasarkan prinsip: murabahah, istishna, dan atau salam;
6. Transaksi sewa menyewa dengan prinsip ijarah
7. Pembiayaan bagi hasil berdasarkan prinsip: mudharabah, dan atau musyarakah;
8. Melakukan kegiatan lain yang tidak bertentangan dengan Undang-undang Perbankan
dan Prinsip Syariah.

2.6 aspek hukum perkreditan

Perjanjian kredit (credit/loan agreement) merupakan salah satu perjanjian yang


dilakukan antara bank dengan pihak ketiga, yang dalam hal ini adalah nasabahnya.
Perjanjian kredit sebenarnya dapat dipersamakan dengan perjanjian utang-piutang.
Perbedaannya, istilah perjanjian kredit umumnya dipakai oleh bank sebagai kreditur,
sedangkan  perjanjian utang-piutang umumnya dipakai oleh masyarakat dan tidak terkait
dengan bank.[1] Menurut Pasal 1 angka 11 UU Perbankan,[2] kredit diartikan sebagai
penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu
dengan pemberian bunga. Berdasarkan pengertian ini, perjanjian kredit dapat diartikan
sebagai perjanjian pinjam-meminjam antara bank sebagai kreditur dengan pihak lain
sebagai debitur yang mewajibkan debitur untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu
tertentu dengan pemberian bunga.
Pemberian istilah “perjanjian kredit” memang tidak tegas dinyatakan dalam
peraturan perundang-undangan. Namun, berdasarkan surat Bank
Indonesia No.03/1093/UPK/KPD tanggal 29 Desember 1970 yang ditujukan kepada segenap
Bank Devisa saat itu, pemberian kredit diinstruksikan harus dibuat dengan surat perjanjian
kredit sehingga perjanjian pemberian kredit tersebut sampai saat ini disebut Perjanjian
Kredit.
UU Perbankan memberikan ketentuan-ketentuan pokok terhadap bank yang
memberikan kredit kepada para nasabahnya. Ketentuan-ketentuan pokok ini merupakan
pedoman perkreditan yang wajib dimiliki dan diterapkan oleh bank dalam pemberian
kredit, yaitu:
1. Pemberian kredit dibuat dalam bentuk perjanjian tertulis.

20
2. Bank harus memiliki keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur
yang antara lain diperoleh dari penilaian seksama terhatap watak, kemampuan, modal,
agunan dan prospek usaha nasabah debitur.
3. Kewajiban bank untuk menyusun dan menerapkan prosedur pemberian kredit.
4. Kewajiban bank untuk memberikan informasi yang jelas mengenai prosedur dan
persyaratan kredit.
5. Larangan bank untuk memberikan kredit dengan persyaratan yang berbeda kepada
Nasabah Debitur dan atau pihak-pihak terafiliasi.
6. Penyelesaian sengketa.
Pada prinsipnya, ketentuan-ketentuan pokok tersebut tidak hanya memberikan pedoman
atau landasan bagi bank sebagai kreditur untuk menerapkan prinsip kehati-hatian,
melainkan juga dapat digunakan sebagai pegangan bagi para nasabah debitur dalam
memperoleh fasilitas kredit dari bank.

2.7 aspek hukum perbankan syariah

1. Bentuk Hukum
Perkembangan perbankan syariah di Indonesia dewasa ini tumbuh dengan sangat
pesat. Walaupun jumlah bank, jumlah kantor cabang dan jumlah asset bank syariah masih
sangat kecil jika di bandingkan dengan bank konvensional. Banyak faktor yang akan
mempengaruhi percepatan perbankan syariah di masa yang akan datang, salah satu faktor
yang sangat penting ialah faktor hukum, karena kelancaran suatu lembaga dalam
menjalankan kegiatan operasionalnya ialah ketika memiliki perlindungan hukum.

Kebiasaan dan/atau tradisi hukum di negara republik Indonesia dalam membuat


rancangan  undang-undang di zaman orde lama dan orde baru tidak pernah terdengar kata
“syariat”. Kata “syariat” itu baru muncul ketika rancangan undang-undang perbankan
syariah di usulkan menjadi undang-undang di zaman akhir periode orde baru dan zaman
awal reformasi.
Di Indonesia Bank Syariah pertama kali didirikan tahun 1991 yaitu Bank Muamalat
Indonesia. Lahirnya BMI di Indonesia belum mempunyai payung hukum yang sah, bahkan
ketika BMI didirikan perbankan di Indonesia masih menggunakan UU No.14tahun 1967.
setelah itu seiring berkembang pesatnya dunia perbankan maka pemerintah mengeluarkan
revisi UU No.14 th 1964 tersebut dengan meratifikasi UU No.7 tahun 1992 yang
mengandung ketentuan tentang bolehnya Bank beroperasi dengan sistem bagi hasil.
Kemudian berkat perjuangan kaum profesional dan cendekiawan, maka timbul amandemen
yang melahirkan UU No.10 tahun 1998 yang memuat ketentuan yang lebih rinci tentang
perbankan syariah. Perkembangan yang pesat pasca di sahkannya amandemen UU No.10 th
1998 tidak menyurutkan semangat para pejuang ekonomi islam untuk terus mendesak
pemerintah agar di sahkannya rancangan Undang-undang tentang Perbankan Syariah.
Alhasil, tanggal 17 juni 2008[2]pemerintah mensahkan Undang-undang No.21 tahun 2008
tentang Perbankan Syariah.

21
Lahirnya UU Perbankan Syariah ini kemudian di respon oleh banyak kalangan yang
setelah sekian lama menanti UU perbankan syariah ini. UU perbankan syariah akan
memberikan payung hukum bagi perbankan syariah yang berarti akan makin menguatkan
eksistensi perbankan syariah dan memberikan kepastian hukum bagi operasional
kelembagaan bank syariah beserta para pihak yang melakukan transaksi syariah, sehingga di
harapkan dengan disahkannya UU perbankan syariah ini akan timbul kepercayaan dari calon
nasabah atau investor dalam menjalin hubungan bisnis (muamalah).

Dalam Bab 1 pasal 1 UU No.21 tahun 2008 disebutkan bahwa perbankan syariah ialah
segala sesuatu yang menyangkut bank syariah dan unit-unit usaha syariah, mencakup
kelembagaan, kegiatan usaha serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan
usahanya.
Selain dalam Undang-undang No.21 tahun 2008 tentang perbankan Syariah, perbankan
syariah juga memiliki peraturan yang di muat dalam Peraturan bank Indonesia yang
selanjutnya disebut (PBI) yang dikeluarkan oleh Bank indonesia. Disebutkan dalam tahun
2008 Bank Indonesia telah mengeluarkan beberapa PBI khususnya yang berkaitan dengan
Bank Syariah, UUS dan BPR Syariah. Diantara PBI yang telah di keluarkan Bank Indonesia
tahun 2008 ialah sebagai berikut :
1. Peraturan Bank Indonesia Nomor: 10/17/PBI/2008 Tentang Produk Bank Syariah
Dan Unit Usaha Syariah.
2. Peraturan Bank Indonesia Nomor: 10/18/PBI/2008 Tentang Restruktruisasi
Pembiayaan Bagi Bank Syariah Dan Unit Usaha Syariah.
3. Peraturan Bank Indonesia Nomor: 10/23/PBI/2008 Tentang Giro Wajib Minimum
Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Bagi Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan
Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah
4. Peraturan Bank Indonesia Nomor: 10/24/PBI/2008 Tentang Perubahan Kedua
Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/21/pbi/2006 Tentang Penilaian Aktifa
Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.
5. Peraturan Bank Indonesia nomor : 10/16/2008 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Bank Indonesia nomor 9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip
Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan
Jasa Bank Syariah

Selain Peraturan bank Indonesia, terdapat peraturan lain yang di keluarkan oleh Bank
Indonesia yakni Surat Edaran bank Indonesia. Beberapa surat Edaran bank indonesia yang
telah di keluarkan di tahun 2008 khususnya yang berkaitan dan mengikat Bank Syariah ialah
sebagai berikut :

1. Surat Edaran No. 10/14/DPbs tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah
Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana Dan Penyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa
Bank Syariah

22
2. Surat Edaran No. 10/35/DPbs tahun 2008 Tentang Restrukturisasi Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah Di Indonesia
3. Surat Edaran No. 10/36/DPbs tahun 2008 Atas Perubahan Surat Edaran No.
8/22/DPbs tahun 2006 Tentang Penilaian Kualitas Aktifa Bank Umum yang
Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prisnip Syariah.
4. Surat Edaran No. 10/31/DPbs tahun 2008 Produk Bank Syariah dan Unit Usaha
Syariah

2. Struktrur Organisasi Bank Syariah


Pada dasarnya hampir tidak ada perbedaan yang siginifikan di dalam struktur
organisasi antar Bank, kecuali Bank yang bergerak pada bidang Syariah dimana selain Dewan
Komisaris terdapat satu lagi struktur organisasi yang disebut Dewan Pengawas Syariah. DPS
( dewan pengawas syariah) yang merupakan lembaga independen dalam mengeluarkan
fatwa yang berhubungan dengan semua masalah syariah agama islam.[3] Dalam muamalah
termasuk ekonomi DSN bertugas sebagai pengawasan operasional bank dan produk-
roduknya agar sesuai garis syarah. Hal ini dikarenakan bahwa bidang syariah haruslah sesuai
dengan kaidah/aturan-aturan tertentu yang bersumber pada syariat Islam, sehingga dalam
pelaksanaannya perlu pengawasan khusus.

3. Rahasia Bank
Hubungan antara bank dengan nasabahnya tidaklah sebatas hubungan kontraktual
biasa, tapi dalam hubungan tersebut terdapat pula kewajiban bagi bank untuk tidak
membuka rahasia dari nasabahnya kepada pihak lain manapun kecuali jika di tentukan oleh
perundang-undangan yang berlaku.[5]
Menurut pasal 1 angka 14 Undang-undang Perbankan Syariah, yang dimaksud dengan
rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai
nasabah penyimpan dan simpanannya serta nasabah investor dan investasinya.

Dari pengertian yang diberikan pasal 1 angka 14 dan pasal lainnya, dapat di tarik unsur-
unsur dari rahasia bank itu sendiri antara lain:

1. Rahasia bank tersebut dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan


simpanannya,
2. Hal tersebut wajib dirahasiakan oleh bank, kecuali termasuk ke dalam katergori
berdasarkan prosedur dan peraturan dan peraturan perundangan-undangan yang
berlaku,
3. pihak yang di larang membuka rahasia bank adalah pihak bank itu sendiri
dan/atau pihak terafiliasi.[6] Yang dimaksud pihak terafiliasi adalah sbb :
1. Komisaris, direksi atau kuasanya, pejabat dan karyawan Bank Syariah
atau Bank umum konvensional yang memiiki UUS

23
2. Pihak yang memberikan jasanya kepada Bank Syariah atau UUS,
antara lain Dewan Pengawas Syariah, Akuntan Publik , Penilai, dan
konsultan hukum; dan/atau,
3. Pihak yang menurut penilaian bank Indonesia turut serta
memengaruhi pengelolaan bank syariah atau UUS, baik langsung maupun
tidak langsung, antara lain pengendali bank, pemegang saham dan
keluargannya, keluarga komisaris dan keluarga direksi.

2.8 aspek kebank sentralan (BI)

Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa “Negara memiliki suatu


bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan,tanggung jawab, dan independensinya
diatur dengan undang-undang.” Dan kemudian,Pasal 4 ayat (1)Undang-undang Nomor 23
tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang
Nomor 3 tahun 2004 menyatakan bahwa “Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik
Indonesia.” Dengan ini Bank Indonesia sebagai bank sentral telah ditentukan oleh norma
dasar yang berlaku di Indonesia, dimana norma dasar dianggap sebagai titik awal sebuah
prosedur, yaitu prosedur pembuatan hukum positif. Untuk itu, semua ketentuan yang
mengatur kewenangan suatu badan yang sama dengan kewenangan Bank Indonesia dapat
dipertanyakan validitas atau keabsahannya. Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan
oleh HansKelsen tentang The Pure Theory of Law.Teori ini secara lebih jelas menyatakan
bahwa dasar keabsahan sebuah norma hanya didapat pada keabsahan norma yang lebih
tinggi. Hanya otoritas yang kompeten yang dapat menciptakan norma yang absah, dan ini
hanya dapat dilakukan berdasarkan sebuah norma yang memberikan wewenang untuk
melahirkan norma-norma.

Norma yang memberikan dasar bagi keabsahan norma lainnya disebut sebagainorma
yang lebih tinggi. Pencarian keabsahan terus ditarik dari norma yang lebih tinggi, sampai
dengan norma akhir tertinggi yang tidak dapat dipertanyakan lagi. Norma tertinggi inilah
yang disebut sebagai norma dasar (grundnorm), dan dalam konteks Indonesia, Norma Dasar
tersebut adalah Undang-undang Dasar 1945. Kita dapat juga mengelaborasi pendapat dari
H.L.A. Hart yang membagi hukum kedalam 2 bentuk. Pertama, primary rule, yaitu aturan
yang membebankan kewajiban dan penegakannya tergantung pada penerimaan mayoritas
masyarakat. Dan kedua, secondary rule, yaitu aturan-aturan yang memberikan kekuasaan.

Namun primary rule memiliki kelemahan-kelemahan berupa ketidak pastian, statis


dan tidak efisien, dan untuk itu adalah menjadi fungsi dari secondary rule untuk menutupi
kekurangan dari primaryrule. Secondaryrule terdiri atas rules of recognition, rules of change
dan rules of adjudication. Rules of Recognition bertujuan untuk menilai apakah suatu norma
dapat diterima sebagai peraturan atau tidak dalam masyarakat. Apabila tidak memenuhi
rules ofrecognition ini, maka tidak dapat diterima sebagai peraturan. Oleh Hart, salah satu
kriteria bagi rules ofrecognition adalah kembali menguji keabsahannya berdasarkan norma

24
dasar yang berlaku. Apabila suatu norma yang telah disahkan ternyata bertentangan dengan
norma dasar, maka melalui rules of change,norma itu dapat dicabut dan dapat diganti
dengan yang baru. Di Indonesia, hal ini dapat diajukan dengan judicial review melalui
Mahkamah Konstitusi. Dapat disimpulkan bahwa apabila berbagai undang-undang yang
mengatur kewenangan yang sama dari berbagai badan, maka semua undang-undang
tersebut akan dapat diuji keabsahan dan validitasnya sesuai dengan norma dasar yang
berlaku. Dalam hal ini, pengaturan sektor keuangan misalnya, dilihat dari norma dasar, Bank
Indonesia memiliki kekuatan yang sangat kuat dibandingkan dengan badan-badan lain
seperti Bapepam-LK,Lembaga Penjaminan Simpanan, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK),
maupun badan yang direncanakan untuk dibentuk, seperti Komite Stabilitas
Keuangan(KSSK).

Tujuan dan Tugas Bank Indonesia

Pasal 7 UndangUndang No.23 Tahun 1999tentang Bank Indonesia (selanjutnya


disingkat UUBI), menetapkan bahwa tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan
memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah yang dimaksud dalam Pasal 7
tersebut adalah kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa yang diukur dengan atau
tercermin dari perkembangan laju inflasi serta terhadap mata uang negara lain yang diukur
dengan perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain.Tujuan mencapai
dan memelihara kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa serta mata uang negara
lain memberi implikasi bahwa Bank Indonesia harus menjaga keseimbangan internal agar
inflasi tetap rendah dan pada saat yang bersamaan juga menjaga keseimbangan eksternal
agar nilai tukar rupiah cukup kuat dan stabil. Pengendalian jumlah uang beredar dan atau
suku bunga dapat mempengaruhi laju inflasi dan nilai tukar rupiah meskipun masih ada
faktor lain yang dapatmempengaruhi nilai laju inflasi dan nilai tukar rupiah.Untuk mencapai
tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah Pasal 8 UU BI menetapkan tiga
tugas Bank Indonesia yaitu :

(1) menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter


Tugas Menetapkan dan Melaksanakan Kebijakan Moneter Untuk mencapai
tujuan menjaga kestabilan nilai rupiah, Pasal 10 UU BImenetapkan bahwa Bank
Indonesia berwenang melaksanakan kebijakan moneter melalui penetapan sasaran
moneter dengan memperhatikan sasaran laju inflasi yang ditetapkan pemerintah.
Penjelasan Pasal 10 UU BI menjelaskan bahwa penetapan laju inflasi oleh
pemerintah dilakukan setelah berkordinasi dengan BI. Untuk mencapai sasaran laju
inflasi yang ditetapkan pemerintah Bank Indonesia mempunyai instrumenmoneter
berupa : (1) Operasi Pasar Terbuka (openmarketoperation), (2) penetapan tingkat
diskonto(discountrate), (3) penetapan cadangan wajib minimum (minimum reserve
requirement), dan (4)pengaturan kredit dan pembiayaan. UU BI juga memberikan
kewenangan kepada Bank Indonesia untuk melakukan survey guna mendukung
pelaksanaan tugas.

25
(2) mengatur dan menjaga kelancaran sistempembayaran,
Tugas Mengatur dan Menjaga Kelancaran Sistem Pembayaran Pasal 8b UU BI
menetapkan bahwa tugas mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran
yang efisien cepat dan aman merupakan salah satu tugas Bank Indonesia. Dalam
melaksanakan tugas tersebut Bank Indonesia menetapkan dan melaksanakans istem
pembayaran baik yang berkaitan dengan alat pembayaran maupun kelembagaan.
Dilihat dariaspek alat pembayaran, Bank Indonesia berwenang mengatur
pembayaran baik tunai maupun non tunai. Dalam hal alat pembayaran tunai,
wewenang Bank Indonesia berupa pengeluaran dan pengedaran uang rupiah,
termasuk penarikannya dari peredaran dan pemusnahannya. Dalam pengaturan alat
pembayaran non tunai BI mengatur sistem kliring dan menyelenggarakan kliring
antar bank serta melakukan penyelesaian akhir transaksi pembayaran antar bank
(settlement) dalam mata uang rupiah dan valuta asing. Penyelenggaraan kliring antar
bank baik dalam mata uang rupiah dan valuta asing serta pelaksanaan settlement
dalam valuta asing dapat dilakukan oleh Bank Indonesia atau pihak lain dengan
persetujuan Bank Indonesia. Khusus untuk settlement dalam mata uang rupiah
hanya dilakukan oleh Bank Indonesia mengingat Bank Indonesia mempunyai
haktunggal dalam mengeluarkan dan mengedarkan sertauntuk mempermudah bagi
Bank Indonesia dalam memonitor saldo rekening bank terutama untukkeperluan
pengendalian moneter. Bank Indonesia juga berwenang memberikan persetujuan
atas penyelenggaraan jasa sistem pembayaran dan mewajibkan penyelenggara jasa
sistem pembayaran menyampaikan laporan tentang kegiatannya.
(3) mengatur dan mengawasibank
Tugas Mengatur dan Mengawasi Bank Pasal 8c UU BI menetapkan bahwa
pengaturan dan pengawasan bank merupakan salahsatu tugas Bank Indonesia.
Dalam rangka melaksanakan tugas mengatur bank. Bank Indonesia berwenang
menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan yang memuat prinsip-prinsip kehati-
hatian,serta ketentuan di bidang perizinan bank. Pentingnya pengawasan bank dan
pengawasan sistem pembayaran bagi BI dalam mencapai tujuannya menjaga
stabilitas nilai rupiah paling tidak karenatiga hal. Pertama, dalam menjalankan tugas
pengawasan bank, BI memperoleh data dan informasi tentang sistem perbankan dan
juga informasi tentang lembaga keuangan yang melakukan hubungan usaha dengan
bank. Dengan informasi ini maka BI mendapatkan informasi yang berharga tentang
kecenderungan dan perkembangan terkinipasar keuangan. Pengetahuan tentang
sistem perbankan dan perkembangan pasar keuangan bersama-sama dengan
pengetahuan yang diperoleh dari menjalankan tugas pengawasan sistem
pembayaran dan kebijakan meneter menjadikan BI memiliki pengatahuan yang luas
dan mendalam tentang perkembangan pasar keuangan dan lembaga keuangan.
Pengatahuan ini sangat diperlukan oleh BI dalam menetapkan kebijakan moneter.
Pengalaman membuktikan bahwa informasi yang diperoleh daritugas pengawasan
sangat berguna bagi penetapan kebijakan moneter terutama dalam masa krisis

26
keuangan. Kedua, dalam mengawasi sistempembayaran BI memerlukan informasi
tentangkondisi bank. Pada saat industri perbankan mengalami kesulitan likuiditas, BI
memerlukan informasi yang siap pakai sehingga secara mandiri dapat melakukan
penilaian terhadap kemampuan industri perbankan menghadapi situasi kekurangan
likuiditas. Kemampuan melakukan penilaian yang mandiri diperlukan agar BI dapat
menyediakan likuiditas secara efisien dan berisiko rendah. Misalnya, BI harus
mengetahui kualitas agunan yang dimiliki bank sebelum memberikan fasilitas
pendanaan jangka pendek kepada bank yang memerlukan tambahan likuiditas
tersebut.

27
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Bank adalah lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi perorangan, badan-badan
usaha swasta, badan-badan usaha milik negara, bahkan lembaga-lembaga
pemerintahan menyimpan dana-dana yang dimilikinya.
Perbankan merupakan sektor yang sangat vital dan memiliki peran yang sangat
penting dalam perekonomian nasional. Lancarnya aliran uang sangat diperlukan untuk
mendukung kegiatan perekonomian. Dengan demikian, kondisi sektor perbankan yang
sehat dan kuat penting menjadi sasaran akhir dari kebijakan moneter. Di samping itu,
perbankan merupakan alat yang sangat vital dalam menyelenggarkan transaksi
pembayaran baik nasional maupun internasional.
Bisnis perbankan merupakan bisnis yang penuh risiko, di samping menjanjikan
keuntungan yang besar jika di kelola secara baik dan hati-hati. Dikatakan sebagai bisnis
penuh risiko karena aktivitasnya sebagian besar mengandalkan dana titipan
masyarakat, baik dalam bentuk tabungan giro maupun deposito. Besarnya peran yang
diperhatikan oleh sektor perbankan, bukan berarti membuka peluang sebebas-
bebasnya bagi siapa saja untuk mendirikan, mengelola ataupun menjalankan bisnis
perbankan tanpa di dukung dengan aturan perbankan yang baik dan sehat. Pemerintah
melalui otoritas keuangan dan perbankan berwenang menetapkan aturan dan
bertanggung jawab melakukan pengawasan terhadap jalannya usaha dan aktivitas
perbankan. Oleh karenanya, kebijakan pemerintah disektor perbankan harus di arahkan
pada upaya mewujudkan perbankan yang sehat, kuat dan kokoh. Hal ini mengingat
kebijakan di bidang perbankan ini tidak lagi semata-mata memegang peranan penting
dalam pengembangan infrasturktur keuangan dalam rangka mengatasi kesenjangan
antara tabungan dan investasi, tetapi juga berperan penting dalam memelihara
kestabilan ekonomi makro melalui keterkaitannya dengan efektivitas kebijakan
moneter.

3.2 Saran
Di zaman yang sudah modern, telah ada lembaga yang disediakan untuk
tempat dimana kita bisa menyimpan uang. Kita bisa menggunakan bank sebagai
tempat kepercayaan kita menyimpan uang yang dimiliki. Dan kita juga harus
waspada terhadap peredaran uang palsu yang terjadi belakangan ini. Maka berhari-
hari dalam mekakukan transaksi uang.

DAFTAR PUSTAKA
28
Asikin Zainal, “Pengantar Hukum Perbankan Indonesia”, Jakarta : Rajawali Pers, 2016.

29

Anda mungkin juga menyukai